Chereads / NISKALA Puzzle piece (The meaning of love) / Chapter 12 - 12. Pertemuan tak terduga

Chapter 12 - 12. Pertemuan tak terduga

🍁🍁🍁

Lunar memarkirkan Scoppy berwarna putih miliknya, hari ini kendaraan itu resmi jadi miliknya dan motor gede kebanggaannya tersimpan rapi di garasi rumah. Ia ingin mencoba suasana baru dengan menaiki motor tersebut dan membuat banyak kenangan indah bersamanya.

Gadis itu menutup telinganya saat sebuah klakson dibunyikan dengan nyaring tanpa aba-aba, Lunar menggeram marah saat melihat siapa pelakunya.

"LO MAU GUE BUDEK YA? BISA GAK SIH NGGAK USAH NYALAIN KLAKSON! INI BUKAN LAMPU MERAH TAU!" Ucapnya yang bahkan terdengar seperti rapp

Pemuda berjaket denim itu mengerjapkan matanya dengan cengiran lebar yang membuat Lunar kesal setengah mati, tanpa kata gadis itu segera pergi dengan tatapan dendam yang ia tujukan pada si pemuda.

"Yang punya motor baru mah kembarannya ditinggalin ya," sindir Falen dibalik tembok, ia dan kedua kembarannya sengaja menunggu Lunar lewat setelah tau gadis yang hobi telat itu berangkat lebih dulu

"Caper ke siapa lu? Bukannya Nanja berangkat siang ya? Lu ada gebetan baru kah?" Tanya Rheana dengan wajah terkejut

Lunar hanya tersenyum saja menanggapi reaksi berbeda dari kembarannya. "Ipi bawa motor gak?"

Gifya yang tengah menyenderkan tubuhnya di tembok itu segera menoleh kearah Lunar. "Enggak, motornya mau gue jual," pernyataan itu membuat ketiga kembarannya reflek melebarkan matanya terkejut

"Kenapa?"

"Mbak, nggak serius kan?"

"Anjirr fy, gue merinding bego."

"Sejak kapan gue bohong? Serius mau gue jual, bahkan udah ada yang nawar kemaren, lagipula jarang gue pake kok, mending naik taksi atau angkot aja,"

Rheana merangkul Falen yang berada disampingnya, "Kembaran lo merakyat bener.. kurang jajan di warteg sih kalo gini,"

"Udah izin ke Daddy?" Tanya Lunar penasaran

"Nah itu-- belum gue coba," ucap Gifya dengan nada lemas, Lunar segera merangkulnya

"Tenang aja, biar gue yang bilang ke Daddy alasannya," ucap si sulung dari kembar empat itu tersenyum lebar

***

"ARALEA KALUNAR SINI LO!"

Mendengar namanya dipanggil membuat Lunar memeluk dirinya erat-erat, ia makin cepat berlari menghindari kejaran orang-orang berseragam dokter serta ketiga kembarannya dibelakang sana. Bisa-bisanya ia di kick dari grup angkatan serta grup kelas padahal hari ini ada pemeriksaan gigi. Terkutuk lah ketiga kembaran setannya yang rupanya andil dalam misi ini.

Siapa yang menyangka gadis cantik bersuara merdu namun sangat heboh saat di kelas itu paling takut menjalani pemeriksaan gigi. Sewaktu kecil Lunar pernah kabur dari rumah saat sang Mami menjadwalkan pemeriksaan gigi untuk kelima anaknya, karena lapar luntang-lantung di jalanan ia memilih pulang ke rumah yang sialnya di dalam kamar sudah ada dokter gigi yang memeriksanya.

Tanpa berpikir panjang Lunar naik keatas toren air disebelah masjid sekolahnya berada, tak mempedulikan teriakan khawatir orang-orang disana, ia sungguh takut dengan dokter gigi.

"JANGAN MENDEKAT YE LU PADA!" Gadis itu menaiki anak tangga dengan wajah kesalnya, guru-guru yang melihat aksinya hanya mampu mundur sebelum gadis itu benar-benar nekat

Pak Abimana menyalakan toa, "YA ALLAH NAK, TURUN YAA. NANTI KAMU JATUH, BAPAK NGGAK MAU ADA INSIDEN YANG MEMBAHAYAKAN DISINI,"

"Nggak bahaya kok, biasa aja ini mah," sahut Lunar

"Setan!" Umpat Rheana

"Kembaran lu malu-maluin bjirr," sahut Falen tak habis pikir, gadis berkucir kuda itu berkacak pinggang menatap sang kembaran di atas sana

"UNA YANG BENER AJA ANJIRR! TURUN GAK LU!" Teriak Rheana dengan marah, ia berkacak pinggang menatap sang kembaran

"PERGI GAK LO! DASAR JAHANAM, SENENG BANGET LU YE LIAT GUE MENDERITA!"

"EH, BABI. ITU CUMA PEMERIKSAAN GIGI DOANG YE, BUKAN SUNTIK MATI, ADA-ADA AJA LU, TURUN NA, MALU-MALUIN TAU GAK!"

Lunar menggelengkan kepalanya, ia memilih duduk disana seakan-akan itu sebuah rooftop mini, kedua kakinya pun ia goyang-goyang kan.

"Aralea, turun yuk, Bu dokternya baik kok. Bapak janji Una nggak akan cabut gigi, jadi ayo turun yaa, kita bicarakan di UKS nanti." Pak Abimana selaku kepala sekolah sekaligus teman Gama dalam berbisnis itu berbicara lembut lewat toa yang ia bawa

Lunar menggelengkan kepalanya heboh. "Janji lelaki itu nggak bisa dipercaya tau pak!"

"ANJING LU YE! TURUN LUNAR!"

"DIBILANG ENGGAK YA ENGGAK! BUDEK LU YE!" Lunar melemparkan genteng kearah dua kembarannya yang berisik itu, untung saja baik Rheana maupun Falen tak terluka sedikitpun. Candaan mereka bertiga memang tak bisa ditangkap baik oleh orang awan, Gifya sendiri pun masih tak mengerti jalan pikiran ketiga manusia yang sialnya pernah berbagi rahim yang sama dengannya

"Aralea, turun dulu ya, disitu bahaya nak, nanti kamu jatuh terus--

Rheana merebut toa di tangan pak kepsek. "Bapak kelamaan pidatonya. EH, IKAN SARDEN! ELU MAU TURUN APA GUE YANG CABUT SEMUA GIGI LO? MAMPUS LU CANTIK-CANTIK OMPONG!",

"BACOT LU, KANG SAYUR!"

"KALUNAR, TURUN ATAU GUE SAMPERIN LU KESONO,"

Lunar menelan ludahnya susah payah ketika melihat sirat kemarahan yang jelas di mata Falen, ia tau kembarannya itu tak pernah main-main dengan ucapannya namun ia bisa lebih nekat dari ini.

"BAWAIN DULU PANGERAN BERKUDA BUAT GUE,"

"ANJING!" Umpat Falen apalagi begitu suara ribut murid laki-laki terdengar olehnya

"WADOOHHH PRINCESS GUE!"

"Mau gue samperin apa lo turun sendiri princess? Ayo sini pangeran tangkap,"

"Ara sama gue aja, gue kuat kok angkat lo,"

"Gue suka nge-gym nih, ayo lompat terus gue tangkap,"

"DIEM YE LU SEMUA! AWAS AJA KALO KEMBARAN GUE BENERAN LOMPAT, PALA LU SEMUA GUE TEBAS!" Emosi Falen meledak juga akhirnya, gadis itu menatap tajam kembarannya diatas sana "DAN BUAT LO LUNAR! TURUN ANJING, MALU LO UDAH GEDE JUGA. ADEK LO NOH YANG KELAS EMPAT AJA BERANI. PAYAH LU YE!"

Mereka menarik nafas ketika Lunar tanpa tedeng aling aling berdiri sambil berkacak pinggang menatap guru serta teman-temannya dibawah sana, jangan lupakan beberapa tenaga medis ada disana menggelengkan kepalanya heran dengan tingkah murid yang satu ini. "ENGGAK MAU! GIGI GUE SEHAT KOK, SERIUS DAH, DEMI ALLAH"

"DIPERIKSA DOANG NA, KAGAK BIKIN LU MATI LUNAAAAARRR!" Habis sudah kesabaran Rheana, gadis itu mengambil alih toa dan maju ke depan "MALU DADDY KALO TAU ANAKNYA BEGINI, ISTIGHFAR GAK LU!"

"ELU DIEM YE! ELO NGGAK NGERASAIN RASANYA TUH ALAT BUNYI DI DIDALAM MULUT GUE KAYA APA. MULUT LU MATI RASA SIH."

"Halal untuk dikatain anjing sih ini," kompor Falen tak habis pikir

Dengan langkah pelan Gifya mendekati Rheana, gadis itu mengambil alih toa. Suara lembutnya menggema. "Una, turun yaa.. biar Ify bilang sama Bu guru kalo Una nggak usah dicabut, kit cum periksa doang kok terus ada penyuluhan juga dari kakak mahasiswa, Una turun dulu yuk, nanti jatuh terus sakit. Itu tinggi banget loh, Na."

"Gini nih harusnya! Lemah lembut kalo bujuk princess, tunggu ya sayangku.."

Mereka tersenyum lega begitu Lunar turun dengan hati-hati, ia menggandeng lengan Gifya dengan senyum bangga.

"Janji kan nggak akan dicabut?" Tanya gadis itu pada sang kembaran, dalam hati ia sudah merapalkan berbagai macam doa untuk keselamatannya kali ini

Rupanya bukn ia yang terparah, begitu sampai di aula banyak murid yang tingkahnya lebih dari dia dan bahkan ada yang sampai memanjat meja ketika tau giginya harus dicabut di rumah sakit terdekat.

Lunar balik badan namun dengan sigap Falen dan Rheana menghalanginya, apalagi Gifya makin memeluk lengannya dengan erat.

'Bye world I'm meninggoy today..'

Yaa, pada akhirnya mereka hanya diperiksa saja sambil mendengarkan para mahasiswa itu menjelaskan pentingnya menjaga kesehatan gigi. Jika disuruh cabut gigi pun Lunar masih punya seribu alasan untuk menolaknya. Namun sayangnya Lunar tak dapat lolos dari hukuman Bu Yena karena telah memecahkan genteng masjid, gadis cantik itu dihukum membersihkan toilet yang ada di lantai satu.

"AAAAAAAAA,"

"WAAAAAAA,"

Teriakan tersebut berasal dari dalam toilet tempat Lunar menjalani hukuman, gadis itu memukul kaki seseorang dengan gagang pel yang ia pegang, tentu pemuda itu menghindar dan berteriak kesakitan.

"KDRT LU YE!"

"MATAMU!"

"Mata gue kenapa?" Tanya pemuda itu mengecek matanya

"Dua, pake nanya lagi!" Sewot Lunar

"Oh, kirain ada kamu di mataku,"

Lunar menatap datar pemuda tersebut seakan-akan tertulis buaya di jidat laki-laki yang tak ia kenal itu. Lunar bergerak waspada.

"Ini ngapain nih liatin gue segitunya? Elu nggak naksir gue kan ya? Eh, jangan dong.. gue masih kecil soalnya."

"APA SIH?" Ketus Lunar kali ini menabok lengan pemuda itu dengan gagang pel, gadis itu berkacak pinggang menatap laki-laki tersebut dari atas ke bawah lalu dari bawah ke atas

Karena kesal diperhatikan begitu, pemuda itu lantas menyentil dahi Lunar hingga mengaduh kesakitan. "Mesum lu ya!"

"ENAK AJA! GUE? MESUM? GUE JEJELIN DIMSUM YE TUH MULUT!" Kesal Lunar tak terima

Pemuda itu mengusap kedua telinganya. "Berisik anjirr, itu mulut apa knalpot racing si?"

"Mending lu cabut deh sebelum gue pukul lagi nih!" Ancam Lunar membuat pemuda itu memundurkan langkahnya menjauh

"Harusnya elu ya yang mundur, ini toilet cowok dan elu ngapain disini kalo nggak mesum?" Kini giliran pemuda tersebut yang menatap Lunar dari atas ke bawah kemudian tersenyum miring "Ouh tukang ngepel? Gaji lu sama nggak kaya tukang kebun?"

"Anjing."

"Oh, apa jangan-jangan-- ELU ABIS NYOLONG YAA!"

"ANYING!" Umpat Lunar melayangkan gagang pel pada si lelaki, hampir mengenai kaki pemuda tersebut jika tidak menghindar

"GALAK BANGET SIH BUSET, MERINDING GUE!"

"GAK USAH NGELEDEK YE LU! GUE TUH LAGI DIHUKUM JADI LU DIEM AJA KATA GUE!"

Pemuda tersebut menutup kedua telinganya mendengar suara Lunar, ia bertepuk tangan setelahnya. "Semangat ya!"

"Ha?"

"Tapi saran gue mending lu keluar deh, ini toilet cowok. Liat noh!" Dengan santainya pemuda itu memutar kepala Lunar agar melihat dengan jelas tulisan di pintu depan yang tertulis TOILET LAKI-LAKI disana

"Ouh.."

Pemuda tersebut mendorong tubuh Lunar untuk pergi walaupun gadis itu memberontak, tangannya saja sampai digigit. "Rabies nih gue," gumamnya

"Pel gue ketinggalan!"

Pemuda itu mengusap wajahnya dengan kasar lalu mengambil alat pel sekaligus ember pada gadis yang berdiri di luar itu. "Udeh sono cabut lu!"

"Eh,"

Laki-laki itu berbalik kembali. "APE LAGI?"

"Tas gue?"

"LU KAGAK BAWA TAS YE MUNAROH, JANGAN SAMPAI UBUN-UBUN LU GUE SEDOT ENTAR!"

"Awokawokawok,"

***

"Ini Samsudin kemana dah? Nggak jadi pulang bareng minimal bilang kek, tau gitu tuh motor baru nggak gue suruh Ify bawa balik dah," Lunar berjongkok sembari menelepon seseorang namun tidak bisa dihubungi juga

"Ini sepatu perasaan dah gue cuci dah, kok kotor sih!" Gadis itu mengeluarkan tisu yang ada didalam tasnya lalu menuangkan sedikit air, mengelap sepatunya yang ia lepas

"Selain jadi tukang bersih-bersih merangkap jadi tukang sol sepatu juga? Kok gue kasian sih sama lo?"

Lunar mendongakkan kepalanya, begitu bertatapan dengan pemuda yang tadi ia membuang wajah. Rasa kesal bercampur malu membuatnya uring-uringan sendiri ditambah laki-laki yang mengajaknya pulang bersama belum juga menampakkan dirinya.

"Ada job lagi gak? Gue mau tau nih."

Tringg

NanjAa

Ara, sorry banget ya, kita nggak bisa jalan hari ini. Gigi gue tiba-tiba sakit abis makan permen, sekarang lagi konsultasi ke dokter gigi, semoga aja nggak dicabut ya

Lunar menghela napasnya, gadis itu kembali memakai sepatunya yang sudah bersih itu kemudian berjalan melewati pemuda asing tersebut tanpa menoleh sedikitpun.

"Aku tebak nanti kita ketemu lagi di rumah."

Langkah Lunar terhenti membuat pemuda itu juga menghentikan laju motornya yang sengaja bergerak pelan itu. "LU MAU MALING, IYA?"

Pemuda itu reflek menutup mulut Lunar dengan bungkus roti yang belum ia buka, untung saja stok roti yang baru dibelinya tidak jatuh karena buru-buru diambil sebelum mereka berdua jadi pusat perhatian.

"Muka gue ada tampang kriminalnya kah?"

"Ganteng sih, tapi bukan tipe gue, sorry."

"Anj--" pemuda itu menghela napas sebelum tersenyum sambil meraih tangan Lunar agar menerima roti pemberiannya. "Gue tau hidup lu berat, dimakan ya nduk,"

Lunar menahan emosinya, hampir saja melempar roti pemberian pemuda yang sudah menjalankan motor vespa kuningnya itu.

"Gue doain kena polisi tidur terus nyungsep lu!"

Mau tak mau Lunar memesan ijol demi pulang ke rumah, ingin meminta bantuan kembarannya pun ia sudah ditanya-tanya. Begitu sampai di rumah ia langsung merebahkan dirinya, memeluk Seanne yang tengah bermain mobil-mobilan sambil lesehan beralaskan karpet bergambar Upin Ipin itu.

"Adik, peluk Kak Una dong, hari ini melelahkan tau."

Dengan senang hati Seanne memeluk Lunar yang sudah memejamkan matanya, bisa dibilang apapun masalahnya pelukan adik bungsunya adalah sumber energinya.

"PERMISI.. PAKET,"

"Apa sih? Ganggu banget dah, penculik ya?"

"Tapi bilangnya paket bukan penculik," ralat Seanne

Lunar tampak berpikir yang membuat Seanne menatap kakaknya yang satu itu dengan wajah bingung. "Gimana kalo dia pencukik ya menyamar jadi kang paket, omo omo! Kak Una cuma bisa nendang-nendang kaya bayi."

"Seanne bisa sedikit berantem kok!"

"No, nanti kesayanganku luka.. andwae." Dengan dramatis Lunar memeluk si bungsu. "Kak Una punya ide!" Ia membisikkan sesuatu dan secara ajaib kedua kakak beradik itu tersenyum jahil

***

Gama menggelengkan kepalanya menatap tiga manusia yang berdiri dengan tangan dibelakang itu, layaknya hukuman di sekolah peraturan semacam itu juga berlaku di rumah ini. Ajaran dari Papa Gama yang seorang tentara menurunkan didikan militer jika anak-anaknya berulah, seperti saat ini.

"Bisa-bisanya Una ngira dia penculik? Dia tetangga kita Kak Una," Gama mengusap wajahnya dengan kasar, tak tau harus bereaksi bagaimana saat pulang tadi melihat dua anaknya menyalakan petasan dan memukuli seseorang dengan menggunakan sapu

"Kan Una nggak tau, Dad."

"Makanya bergaul,"

"Lu diem ya! Gara-gara lu nih," Lunar memukul kepala pemuda itu dengan pedang mainan milik si bungsu

"Aku cuma disuruh nganterin kue sama Mama kok Om, nggak ada maksud buat maling apalagi.. penculik." Pemuda itu menolehkan kepalanya dengan wajah datar begitu mengucapkan kata terakhir Lunar lantas membuang muka dengan wajah kesal

"Enggak kok, gakpapa. Justru om yang berterimakasih karena kamu sudah mau pulang ke sini, kasian bapakmu itu loh tiap hari kangen anaknya ini,"

Melihat interaksi dua laki-laki itu membuat Lunar memicingkan matanya curiga. "Kok lu kenal bapak gue? Lu beneran niat maling kah?" Bisik Lunar saat mengucapkan kata terakhirnya

Pemuda itu tersenyum masam menatap sebal wajah Lunar yang dekat dengan wajahnya, bisa dipastikan ketika ia menoleh akan terjadi sesuatu hal yang bisa memicu keributan.

Gama berdehem menatap datar kedua remaja itu, Lunar bergeser beberapa centi saat sadar mereka berdua saling berdekatan. Lunar juga meruntuki tingkah bodohnya.

"Kak Una nggak ingat dia siapa? Coba di perhatiin lebih jelas lagi."

Lunar menatap wajah pemuda itu dengan seksama namun semakin diperhatikan ia justru tak menemukan apapun, malah kesal sendiri karena pemuda itu sempat-sempatnya menunjukkan wajah jokernya.

"Jelek ih." Komen Seanne membuat Lunar tertawa terbahak-bahak

'Bener kata orang, dikatain jelek sama bocil tuh bikin sakit hati,' batin pemuda itu berusah tersenyum walau Lunar tau dia tertekan

"Nggak tau Dad, mukanya nggak pasaran jadi Una nggak tau. Jadi, rumahnya dia dimana? Mau ku tendang supaya menghilang."

"Om, anaknya jahat." Adu pemuda itu menunjuk Lunar demgan wajah sedih yang dibuat-buat

Gama menggelengkan kepalanya, pusing sudah menghadapi dua spesies sejenis itu. "Kak Una tau om Aryo kan?"

"Ooo om Karyon Shinchan itu? Tau,tau. Kenapa?"

"Lah, itu anaknya, temenmu."

Lunar menjatuhkan rahangnya menatap pemuda tersebut dari atas ke bawah. "Ah masa, dulu dia dekil loh kebanyakan main bola, kok sekarang--"

"Ganteng?" Pede pemuda itu

Lunar menggelengkan kepalanya, "Tinggi, padahal dulu dia paling pendek di kelas."

"Kalian berdua ngobrol dulu deh, Daddy mau mandi dulu, gerah ngadepin kalian."

"Una bukan dari neraka kok Daddy gerah?"

Seanne menatap tiga orang dewasa itu secara bergantian kemudian menggelengkan kepalanya, "Capek sekali jadi manusia, mau jadi roti aja."

Pemuda itu terkekeh mengacak-acak rambut Seanne, menahan diri untuk tidak mengunyel unyel anak orang. "Lucu banget sih, adek lo ya?"

"Menurut ngana?" Lunar memilih duduk di sofa, tak lupa mempersilahkan pemuda itu untuk duduk "Jadi lo itu Asep Sunarya?"

"Hah?"

Lunar mengerjapkan matanya dengan bingung, "Loh bukan ya? Asep Dudung? Asep Sunandar? Asep-- Asep sape sih lu?"

"KOK ASEP?"

"YA ELU KAN ASEP!"

"BUKAN EGE."

Lunar menggelengkan kepalanya, "Dih, ngeyel."

"Lah kocak, yang punya nama kan gue kenapa jadi gue yang dibilang ngeyel sih?"

"Ya nama lu kan Asep Jaenudin."

"Ini apa sih ribut-ribut kaya dapat doorpize aja," Falen menuruni anak tangga setelah mendengar keributan di lantai satu, tentunya bersama dua kembarannya

"Buat es cokelat yuk, " ajak Gifya menarik tangan Rheana, ia ingin mengemil sehat

"Dru, lo ngapain disini? Bukannya pulang dulu ke rumah malah mampir ke rumah ge--"

"Si anjirr gue disuruh nganter kue nih sama Kanjeng mami tercintah," potong pemuda itu

"Ha? Siapa dia Le?" Tanya Lunar

"Dru, temen Tk kita. Yang suka elu bikin nangis itu karena dia dekil, dulu lo kan ngatain dia bau matahari," jawab Faken mencomot kue buatan tetangganya itu

Untuk kesekian kalinya Lunar menatap pemuda itu, "Bukannya dia Asep ya?"

"Lu obses banget sama Asep apa gimana dah? Gue Andru ya anjirr bukan Asep. Halinsky Andriano Zahid."

"Kok jadi Dru? Kenapa nggak Halin? Sky? Andri? Ano? Zaza atau Hihid aja? Kenapa harus Dru? Lo siapanya drone?"

"Bodo amat anjirrr!"

🍁🍁🍁