Di temani suara burung perkutut liar, dengan suara yg mampu membuat ku terpukau, sepertinya perkutut ini coba merayu perkutut betina di sekitarnya, matahari siang sudah berkemas pergi, sore sedang persiapan mengganti suasana, lembayung jingga sudah terlukis di langit, pemandangan itu makin syahdu saat bayangan lembayung itu ku lihat di riak air kolam yg di tata bagai genangan air kali yg tenang, bunga Kamboja merah berjatuhan di kolam itu. Aku menikmati kesendirian ini, rasa hampa dalam benak ku. Terlintas sebentar jenny dan keluarga berlibur menikmati menit yg bergulir di negri yg indah. Terbayang Rima yg mungkin dalam pemulihan karena jantung bekerja tak seperti biasa, karena beban pikiran. Yg seharusnya tak perlu di pikirkan.
Aku hanya terdiam, mencari makna perjalanan kisah hidupku, tak pernah aku menginginkan ini dan itu, hanya menjalankan apa yg ada di depan ku, tiba-tiba pintu sliding kamar bergerak, aku menoleh, gadis cantik dengan senyum ramah menatap ku, dia hanya mengenakan kimono mandi tanpa di ikat, bikini two pieces berwarna biru, tali CD di pinggang, dan bra tinggal dua kali tarik Caca akan bugil di depan ku, body nya masih segar, sepintas seperti Jenny, tapi payudara masih lebih besar Caca. Otak mesum ku mulai membaca setiap centi tubuh Caca.
"Temenin aku renang yuk, Rio.." Caca menghampiri ku, setiap gerakannya di ikuti goyangan payudara nya, indah sekali.
"Udah VW nih, aku nonton aja ya" jawab ku sambil coba hanya menatap wajahnya.
"Olah raga Rio, ngopi ngerokok aja" Caca mulai duduk di sebelah ku, dan membuka kimononya di atas kursi santai, sambil melakukan pemanasan sambil duduk dan menghadap ku.
"Mami tidur?" Tanya ku sambil menoleh ke kamar.
"Iya, kayanya obat di Dr Key ada obat tidurnya" sambil menggoyangkan kakinya.
"Ayo, Rio iiih temenin aku" Caca menatap ku manja.
" Aku males banget, aku temenin di pinggir aja ya," khayalan ku sudah ada di tepi sambil menceburkan kaki, dan bisa memandang tubuh Caca lebih dekat
"Iya" Caca langsung menggandeng tangan aku dan berjalan ke arah kolam, aku menceburkan kaki dan duduk di sisi kolam. Caca melakukan hal yg sama, sambil menyirami tubuhnya dengan air,
"iiih seger airnya Rio, yakin engga mau renang?" Caca sudah menceburkan diri ke kolam, dia langsung renang gaya bebas
satu putaran jarak terdekat yg berakhir di dekat kaki ku, nafas nya tersengal-sengal, aku menikmati pemandangan itu, cara dia mengambil nafas dan cara dia mengisi paru-parunya dengan udara selesai renang, sexy menurut pandangan mata ku,
"Huuuh..baru segitu aja aku udah pengaap"
"Kamu rutin renang Ca? Tanya ku"
"Seminggu satu kali, itu kalo ada temen"
" Rajin kamu Ca, aku mau lihat gaya yg lain Ca?" Aku coba menyemangati Caca. Dia mencoba gaya katak, satu putaran juga tapi kini dia ambil jarak terjauh. Kembali ke tempat ku lagi, kali ini tak seperti tadi lebih teratur nafasnya, meski masih kembang kempis dada saat mengambil udara melalui mulut. Dia termasuk orang yg rajin olahraga, terlihat lemah gemulai dia berenangan, bagai seekor katak meluncur dengan lebih cepat. Dia tampak lebih terbuka dengan aku, banyak bercerita di sela kegiatan renangnya, menghilangkan jarak bagai seorang sahabat lama, kita bisa tertawa lepas ketika membicarakan hal lucu saat di sekolah dulu atau di kampusnya, bisa berbicara serius mengenai kegiatan belajar, bisa tampak malu-malu membicarakan pertama kali dia naksir dan jadian sama pacar pertamanya di Yogya. Caca sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan Yogya nya, terkadang ada bahasa Jawa yg dia gunakan saat bercerita. Caca gadis yg mudah bergaul. Setelah hampir satu jam dia berenang, dia menghampiri aku yang berdiam di tepi kolam, dia menghampiri ku diam di antara kedua kaki ku. Dia menatap aku dengan memegang kedua kaki ku.
"Mau aku tarik ke air, atau kamu nyebur dengan suka rela?" Caca dengan senyum jailnya menatap aku.
"Ca, males banget aku renang." Aku memohon.
"Kalo gitu aku tarik aja ya" Caca makin memegang erat kaki ku.
"Caca, please" aku mulai khawatir dia akan serius menarik ku ke kolam.
"Satu, dua ,tiga." Byuur..aku jatuh ke air persis di depan Caca, dia memegang kedua tangan ku, setelah aku tenang dia malah menyirami wajah ku dengan air. Aku menghindar menutupi wajah, dia tak berhenti terus menyerang ku, sambil tertawa-tawa. Aku harus balik menyerang dia, aku dorong permukaan air hingga air melompat menyiram wajahnya, dia tetap bertahan melemparkan air ke sembarang arah, semakin dia menjauh aku terus mengejar. Dia pergi dengan berenang ke sisi terjauh ku, aku ikut kejar dengan berenang gaya yg aku bisa. Mendekati tubuhnya aku gapai pinggangnya menahan dia agar tak bisa menjauh.
"Riooo" dia coba melepaskan tangan ku di pinggangnya. Tubuhnya berputar menghadap aku, coba mendorong dada ku, aku mengusap wajah nya , dan mengacak-acak rambutnya.
"Riooo..ampuuun" Caca berusaha menghindari tangan ku, dengan menggapai jemari ku, ketika dia menggenggam ke dua tangan ku, wajahnya tertutup rambut panjangnya.
"Rioo, udah iiih" Suara Caca memohon. Setelah aku diam, satu tanganya merapihkan rambutnya, satu tangan masih menggenggam jemari ku. Aku tersenyum, dan dia menatap sisi lain lalu melambai ke arah tempat aku duduk tadi, saat aku menoleh, ada mami Rima memperhatikan kita, dia duduk di kursi santai. Tiba-tiba air kembali membasahi wajah ku lagi. Ternyata di saat aku menoleh dia kembali menyerang ku, saat akan ku serang balik dia dengan cepat berenang ke arah mami, aku coba mengejar, gaya bebasnya cepat melesat, aku tertinggal di belakang, dia menoleh, segera bangkit di tepi kolam dan berlari menghampiri mami, aku segera menyusul. Dia berlindung di balik tubuh mami. Sambil tertawa, mami menatap kita bergantian. Sambil senyum bahagia.
"Tuh mom, udah di temenin renang malah narik aku ke air" sambil nafas ku tersengal
"Habis Rio males banget mom, engga mau olahraga" bela Caca. Aku ambil kimononya mengeringkan badan sambil melepas kaos ku yg basah.
"Iiih punya aku itu" Caca perotes dengan cemberut manja.
"Nih, aku kembalikan," setelah kimono itu basah aku pakai.
"Engga mau, ambilin yg baru" Caca cemberut duduk dekat mami.
"Iiih basah baju mami" mami bergesera menjauh. Aku segera masuk dan mengambil kimono baru di tumpukan handuk pada meja kecil di toilet. Ku pakaikan di bahu Caca.
"Makasih.." Caca mengenakan kimononya.
"Mami udah sehat" hampir berbarengan kita menanyakan keadaan mami, kita saling menatap dan tertawa.
"Alhamdulillah udah lebih baik, kan mami sehat cuma butuh tidur aja." Jelas mami sambil memeluk Caca yg duduk di sebelahnya. Tanganya menjulur ke arahku, karena agak jauh aku menggenggam jemari mami.
"Ngopi di luar yuk" mami memberi ide.
"Emang mami boleh ngopi??" Tanya ku sepontan.
"Iya mami cuma minum bandrek" jelas Mami pada ku.
"Iya aku juga mau susu jahe" Caca menyambut.
"Dah sana mandi dulu kalian" mata mami tertuju pada ku dan Caca. Segera Caca masuk kamar dan ke toilet. Saat aku akan ke kamar ku. Mami meraih tangan ku.
"Rio, temenin aku dulu." Mami menatap aku. Aku mengurungkan niat untuk pergi ke kamar, kembali duduk di kursi sebelah Mami.
"Aku mau cerita tentang Dr Key" mami mengawali percakapan.
"Mam, kalo memang tidak nyaman untuk bercerita tentang dia. Engga apa-apa kok. Masa lalu mami engga mesti aku tau semua. Cukup yg penting aja. Aku percaya mami, dan tidak akan mengurangi rasa sayang aku ke mami." Aku menggenggam jemari mami Rima.
"Aku mau cerita. Hanya ingin biar kamu tau, bagaimana bisa kenal dia. Dan dia bukan siapa-siapa aku. Dari dulu sampai hari ini" mami menatap aku serius.
"Ok, aku akan dengarkan "
"Dulu kita itu satu sekolah saat SMP. Dan tidak saling kenal. Cuma sebatas tau saja, tidak pernah main bareng, apalagi ngobrol bareng." Mami memberi jedah cerita di sini
"Saat Caca pilih kuliah di Yogya, aku antar dia mencari kosan, daftar kuliah. Dan keperluan lainya. Mungkin karena ke lelahan akhirnya aku drop. Dan Caca mencari informasi dokter terdekat di resepsionis hotel tempat kami menginap saat itu. Kita di antar pihak hotel ke dokter itu. Setelah di periksa Dia ngobrol dari mana, dan tanya-tanya hal lainya. Sampe aku bercerita pernah sekolah di Yogya dan SMP di sini, barulah kita tau kalo kita pernah satu SMP di angkatan yg sama. Karena setelah tiga hari masih saja aku kurang fit, Caca bikin janji lagi sama dia. Ternyata kita tak perlu ke klinik dia mau mampir ke hotel itu. Sambil jalan pulang, katanya." Mami tak pernah mau menyebut nama Dr Key hanya menggunakan kata dia. Aku sedikit penasaran. Tetapi aku membiarkan dia bercerita.
" Dia memberikan obat, dan cek kesehatan. Dia bilang kalo masih drop begini sampai besok dia sarankan ke Rumah sakit, tempat dia praktek. Aku merasa baik-baik saja, cuma ke lelahan. Dan Alhamdulillah besoknya aku sudah lebih baik, tanpa sepengetahuan aku, Caca dan dia saling memberi kabar tentang kondisi aku. Besoknya dia datang lagi, padahal kita tidak memanggil dia. Perhatiannya membuat aku curiga, meski belum bisa menuduh. Aku tetap berprasangka baik. Lusanya saat Caca sudah mulai menempati kosan, aku masih di hotel. Dia datang lagi. Penuh dengan basa basi dan mengajak makan malam bersama. Sedikit agak memaksa. Sebagai ucapan terimakasih aku mengiyakan saja, toh di restoran hotel itu juga. Barulah dia bercerita bahwa dia berniat ingin lebih dekat lagi dengan ku, dengan bahasa yg menurut aku sopan, aku menolaknya. Entah dia tidak mengerti. Atau memang begitu sifatnya. Tak cukup sekali dia meminta ku untuk mengenal lebih dekat lagi. Tak tembus caranyanya. Dia coba melalui Caca. Dan aku bilang sama Caca, kalo aku engga berminat untuk menikah lagi. Caca tidak ingin aku larut dalam kesendirian. Apa lagi dia harus tinggal jauh dari aku di Jakarta. Niatnya baik. Aku hargai niat Caca. Tapi aku tak nyaman dengan sikap dokter itu. Kejadian itu sudah dua tahun yang lalu. Kita tak pernah membahasnya lagi. Hingga hari ini dia muncul lagi, karena aku menghargai keputusan kamu juga Caca untuk mengijinkan dia datang lagi. Makanya aku harus cerita ini ke kamu, biar kamu bisa paham mengapa aku tak ingin dia hadir lagi "mengganggu" hidup aku." Mami menatap aku dalam.
"Bila di anggap perlu, kamu sampaikan cerita ini ke Caca. Kalo nanti dia konfermasi ke aku, akan aku ceritakan masalah ini. Rio, aku engga mau di ganggu dia lagi" mami berubah wajahnya saat menyebut nama ku, seolah minta bantuan pada ku.
"Iya, aku minta maaf, sudah setuju dengan Caca untuk memanggil Dr Key, aku hanya ingin mami sehat lagi." Jawab ku coba menjelaskan keputusan aku kemarin.
"Kamu harus bantuin aku, supaya dia engga gangguin aku lagi." Mami menatap ku
"Iya, aku akan bertanggung jawab, dia atau siapa pun tidak akan ada yg bisa mengganggu Mami Rima" aku menatap serius mata mami.
"Selama mami jadi milik aku" lanjut aku
"Kalo aku udah jadi nenek -nenek, kamu engga bela aku lagi?" Rima menatap aku sambil cemberut.
"Iya aku juga pasti udah jadi bapak-bapak, tetep kan mami milik aku, apa mami mau nikah sama kakek -kakek?" Aku senyum
"Rio iiih ngomongnya, aku engga mau ada lelaki lain yg tau segalanya tentang aku. Cuma kamu dan almarhum Om. Titik" Rima masih cemberut manja.
"Iya.iya. cuma becanda"
" Kecuali kamu tinggalin aku, itu terserah kamu, aku engga akan mau kenal atau dekat dengan lelaki lain lagi. Selamanya" mami diam menatap lantai.
"Iiih kok jadi gitu ngomongnya" aku pegang dagunya, aku cium mesra bibir mami Rima. Dia tak membalas. Kembali aku melumat bibirnya dan memasukan lidahku ke mulutnya, dia menghisap sebentar.
"Mami kok gitu sih" protes aku
"Aku mau ML sama kamu"
"Ada Caca mam"
"Terserah pokoknya aku mau ML"
" Gimana caranya?"
" Terserah, pokoknya aku mau maafin kamu, kalo kamu ML sama aku malam ini"
"Mami.. lagian kan mami baru sembuh"
"ML malam ini. Titik" sambil mami beranjak berdiri. Aku menahan lengan mami.
"Caca mau nginep di kamar, aku tidur di kamar ku aja ya, mami Dateng ke kamar ku kalo Caca udah tidur. Gimana?" Tanya ku menatap mami.
"Engga mau, kamu aja yg ke kamar aku" mami tetap berjalan masuk kamar. Kali ini dia yg menjadi anak manja. Aku yg harus menjadi lelaki dewasa. Aku hanya tersenyum. Dan masuk kamar ku untuk mandi, kamar kita bersebelahan.
Kita berangkat dengan mobil rental, yg kita pakai dari kemarin saat di hotel dekat Malioboro, mampir ke tempat ngopi pinggir sawah view nya gunung, indah banget. Tempat sederhana tapi pemandangan mewah, buat ukuran aku yg lama tinggal di jakarta, ini saatnya menikmati suasana yg tak di dapat di jakarta. Rima begitu menikmati kebersamaan ini. Aku pun merasa kalo kita sekeluarga. Caca lebih menganggap ku sebagai saudara lelakinya. Meski aku selalu risih saat dia menggandeng ku, atau memeluk ku, terkadang dia bermanja-manja di depan mami. Tapi sepertinya mami mengerti keadaan itu, dan membiarkan Caca begitu, juga tak pernah protes kepada ku. Yg masalah adalah aku, selalu saja aku tak mampu mengontrol libido ku saat melihat body Caca yg sempurna. Cara dia berpakaian pun lebih berani. Mengetahui bahwa payudaranya lebih menonjol, tak ragu membiarkan itu tampak sedikit terlihat, atau mengenakan baju ketat memperlihatkan payudara yg indah dan tampak menonjol sempurna. Seperti kali ini Caca mengenakan kaos tangtop putih di padu kardigan merah maroon dan jeans selutut yg ketat membentuk kaki yg indah serta bokong yg tampak sempurna. Terkadang Caca menarik tangan ku untuk ada di pundaknya, atau di pinggangnya. Paling memalukan saat asik mengantri berdua, aku berdiri di belakang Caca karena agak lama. Caca menyandar ke tubuh ku, menarik tangan ku ke pinggangnya, padahal aku sedang membayangkan keindahan bokongnya. Otomatis ada yg bergerak menjadi keras, karena tangan ku di tahan di depan pinggangnya, dan bokong nya menempel di depan pinggangku. Aku tak mampu menyembunyikan itu, aku rasa dia juga merasakan itu, tapi coba tak peduli dan tetap saja menempel. Seolah Caca tak merasakan apapun, karena tak mungkin aku menutupi. Sepanjang waktu ngopi aku berpikir bagaimana caranya bisa ML sama Mami Rima, sedang Caca ikut tidur di kamar itu. Kalo tidak terlaksana, aku khawatir Mami marah atau kecewa. Acara ngopi ini hanya bagai menunda waktu aku untuk berpikir, bagaimana membuat mami tak lagi marah. Atau bagaimana aku bisa mengalihkan hasrat ku pada Caca, anak kesayangan mami.
Saat kembali ke hotel sudah pukul 9 malam, aku sempat ragu, tetap tidur di kamar mami seperti perjanjian awal tadi siang atau aku bisa tidur di kamar ku sendiri. Aku menghampiri Caca saat mami di toilet.
"Ca, menurut kamu aku harus tidur temani mami, atau aku tidur di kamar ku saja." Aku pikir mami sudah sehat tak perlu kita berdua menjaga mami .
" Kayanya mami udah sehat ya." Caca memandang ku meminta dukungan ku.
"Iya, berarti bisa ya kamu aja yg di sini, pintu kamar belakang engga aku kunci. Suatu saat kamu butuh masuk aja ke kamar ya." Aku merasa tetap harus bertanggung jawab atas kesehatan mami.
"Ya udah gitu aja, pintu kamar belakang juga aku engga kunci aja, biar kamu bisa cek kalo aku ketiduran" jawab Caca sambil menguap. Caca sudah melepas cardigan nya. Kini hanya tangtop putih, dan bersiap melepas celana jeans selutut nya. Aku lebih memilih keluar kamar dari pada menyaksikan tubuh Caca yg sexy. Sambil berjalan keluar aku bilang ke Caca.
"Kalo mami tanya, bilang aja aku di kolam, ya" tanpa aku menoleh ke Caca.
"Iya" Caca menjawab.
Di teras belakang penghubung kamar ku dan kamar mami dekat kolam, aku duduk sambil minum kopi dan merokok, suasana malam terasa berbeda. Kini suara jangkrik yg terdengar, dan Senda gurau katak bersautan. Cukup lama aku di sana. Sempat mengambil bantal dan selimut di kamar, aku menikmati malam sambil tiduran di kursi panjang tepi kolam. Tata lampu di sekitar kolam renang tampak romantis.
Entah jam berapa aku tertidur, saat bangun aku lihat jam dua belas lewat beberapa menit. Aku ingin pindah ke kamar, tapi masih aku sempatkan melongok kamar mami. Aku lihat mami sudah tertidur, dengan selimut rapat, di bahunya tampak tali tipis kecil, rasanya mami mengenakan lingerie nya. Aku ragu di depan pintu. Masuk atau kembali tidur di kamar ku. Tapi aku harus memastikan kalo mami benar sudah tidur. Jadi besok aku akan bilang kalo mami sudah tidur saat aku ke kamar. Perlahan aku menghampiri Mami Rima, aku menatap wajah nya, tampak kecantikan wajahnya masih bisa membuatku terpukau. Hidung yg mancung, bibir yg berbentuk indah. Naluri ku membimbing tangan ku, mengelus rambutnya. Dan mencium keningnya. Tampak Mami tak bergeming, mungkin dia lelah. Aku kembali ke pintu belakang dan menutupnya rapat. Aku mengambil selimut dan bantal di kursi, aku masuk ke kamar, dan bersiap-siap ke kamar mandi sebelum aku rebah di kasur, selesai menggosok gigi dan cuci muka, aku langsung rebah di kasur yg empuk dan sejuk. Tidak butuh waktu lama aku sudah kembali tidur, sepintas aku mendengar suara orang membuka pintu. Aku coba memasang telinga lagi. Tapi suara itu tak muncul lagi. Tiba-tiba kasur ku bergerak seperti ada yg menduduki, spontan aku bangkit dan menoleh ke arah bayangan gelap duduk di sebelah ku.
"Maaf aku bikin kamu terkejut ya" suara Mami Rima.
"Bukanya mami tadi tidur?" Tanya ku bingung.
"Aku denger kamu masuk kamar dan cium mami, kirain mau di bangunin eh, malah di tinggal pergi." Jawab mami senyum. Aku menghampiri mami, yg mengenakan lingerie tanpa bra, berwarna biru muda mendekati abu-abu, tampak samar CD hitam brukat yg berpotongan rendah di bawah pinggang. Mami sexy malam ini.
"Ini beneran mami, aku menghampiri dan mencium di balik telinganya parfum yg biasa dia pakai?" Aku berpura-pura menyentuh seluruh tubuh mami.
"Rioo iiih, emangnya aku hantu?" Mami cemberut.
" Harus di pastikan dulu mam, takutnya hantu Yogya nyamar jadi mami?" Aku memegang tangan mami dan coba mencium tanganya. Tempat biasa mami memakai parfum.
"Rio, kalo ngomong sembarangan deh, " mami mencubit pinggang aku.
"Caca lagi apa?" Tanya ku menyelidik.
"Dari tadi mami keluar kamar mandi juga dia sudah tidur." Mami membiarkan aku menciumi tangan dan mulai naik ke pundaknya. Tangan ku mulai nakal masuk meraba pahanya. Dan terus naik ke pinggangnya.
"Ini mau apa ya?, aku cuma mau minta kopi kamu loh" mami coba mengalihkan tujuan datang ke kamar ku, aku tau dia pasti malu menyatakan ingin bercinta.
"Nanti aku kasih kopinya, tapi harus bayar dulu, " tanganku makin berani mulai meraba perutnya, mulutku sudah menciumi lehernya. Tangan ku terus menggerayangi payudara Mami yg mulai agak kenyal. Aku meremasnya.
"Aaahhhh Riooo, aku mau ngopi" mami mulai mendesah.
"Sebentar aku mau ML sama mami dulu, nanti aku temenin ngopinya." Aku mulai menurunkan tali lingerie nya, dengan sekali tarikan ke bawah mami mulai telanjang polos, hanya ada CD hitamnya. Dia masih duduk di sisi tempat tidur, aku mulai menjilati puting dan menciumi sambil menggigit lembut semua permukaan payudara yg mulus dan putih.
"Sssshhhhh..Rio, aku terangsang loh" mami tersenyum bergelinjang menikmati cumbuan yg aku berikan, tanganya langsung melepas kaos ku, dan menurunkan boxer ku, dengan gemasnya dia langsung menggenggam penis ku, dan mengocok sambil di urut perlahan.
"Rio sayang, aku jadi mau.." mami merengek
"Aku juga udah ga tahan" jawab ku.
'sayang, aku dulu ya, aku mau di atas, sebentar kok, aku udah horny banget."
Mami langsung memposisikan di atas tubuh ku, tampak wajahnya sudah di landa hasrat yg menggelora, mulutnya terus berdesis seperti suara orang yg makan sesuatu yg pedas matanya terus menatap penis ku, pergerakannya seperti terburu-buru. Saat sudah mulai siap, kedua tanganya memegangi batang penis ku agar tetap tegak ke arah liang vaginanya, CD segera dia lepas dengan cepat, dan melemparkan ke sembarang tempat. Sesaat matanya terpejam sambil posisi jongkok, kepala penis ku di gesek-gesekan perlahan mulai di masukan. Rima menggigit bibir bawahnya. Menikmati perlahan demi perlahan batang penis ku masuk, dan terus menyodok masuk, masih terus di tekan kedalam. Ia berhenti sebentar.
"Aaahhh, sayang panjang banget sih.." Rima merintih. Melanjutkan menekan lagi lebih dalam lagi, hingga semua penis ku masuk ke dalam. Rasa hangat menjalar. Di setiap sendi penis ku, vagina tampak basah dan licin. Mami mulai menggoyangkan pinggulnya, iya menikmati apa yg dia perbuat, penis ku terasa di kocok dan di urut, aku hanya bisa memainkan tanganku meremas dan memilin puting payudara Rima, aku coba menghampiri payudara itu yg sangat menggoda bergoyang-goyang menantang, aku langsung meremas menjilati puting itu, tak kalah dengan serangan Mami yg semakin cepat. Dia tetap memberi aku mainan dengan payudaranya. Hisapan ku pada putingnya akan menambah rangsangan yg dia dapat terbukti dia menekan kepalaku makin ke dalam payudaranya. Di tengah kegiatan dia menggoyangkan pinggulnya semakin cepat lagi.
"Aaaahhh Sayang... Uuuuhhhh" Rima terus mendesah keringat sudah membanjiri sekujur tubuh kita. Aku asik menikmati bongkahan besar yg tak cukup satu telapak tangan ku untuk menutupinya, tanag kanan meremas, tangan kiri menahan agar aku bisa bergantian menjilati dan menghisap payudara itu. Mami makin bergelinjang bagai tak pernah lelah dia terus menekan pinggulnya saat bergoyang, terasa semakin terurut batang penis ku keluar masuk liang vagina Rima.
"Sayang, aku mau keluarrrr" Mami merintih lirih. Aku membantu goyangannya dengan menarik dan mendorong pinggulnya.
"Aaaaahhhhhh...." Mata Rima tak terlihat warna hitamnya, mulut terbuka, dia kejang beberapa saat, rasa hangat menjalar di seluruh batang dan kepala penis ku, pertanda dia telah keluar. Aku memeluknya dan memutar tubuh Rima kini aku yg di atas. Ku buka pahanya, sambil menciumi leher dan menjilati telinganya, coba merangsang, perlahan aku mulai mengocok penis ku keluar masuk perlahan, dia seolah menahan rasa ngilu, aku diam sebentar, dia menggigit bibir bawahnya.
"Iiiihhh terusin" Rima merengek.
"Ngilu ga kamu?" Tanya aku.
"Engga apa-apa, enak tauuu" tanganya menahan pinggul ku agar tak melepaskan penis ku. Aku dorong lagi kedalam dia memejamkan mata. Perlahan aku lakukan itu untuk membangkitkan birahinya lagi. Dirasa dia mulai menikmati aku semakin gencar mengocok liang vagina itu semakin cepat. Aku menikmati, tangan nya terus membantu menekan lebih dalam saat aku masukan batang penis ku. Semakin berkedut liang vagina Rima, nikmat yg kurasakan semakin beragam. Aku mulai menyerang payudara yg terus bergoyang bergantian aku menghisapnya di sela hentakan kelamin ku yg semakin bergairah, ku angkat kaki mami di pundak ku aku memeluk kedua kaki itu, ada sensasi berbeda rasa lebih terjepit.
"Sayaaaang, uuuuhh nikmat banget" berkali kali aku terus hentakan semakin ke dalam. Aku ingin segera melepas sperma ini. Aku minta mami memutar tubuhnya, dia paham apa yg aku inginkan dia menungging ke arah aku. Segera aku menyodok ke dalam dan terus mengeluarkan dan memasukan dengan irama konstan, tangan ku meraih payudara besar yg kini menggantung bergoyang sesuai hentakan ku ke lubang kenikmatan itu, aku meremas payudara Rima dengan gemas, tak tertahan kan lagi
"Sayang aku keluarin di dalam ya"
"Iya terserah kamu sayang" Rima membiarkan aku melakukan yg aku suka. Dan
"Aaahhhhh sayang.." Rima yg terlebih dahulu keluar.
"Uuuuuuhhhhhhh" aku menyusul dengan terus menekan ke dalam vagina Rima. Beberapa kali semprotan sperma ku ke dalam lubang vagina Rima bagian terdalam. Rima menjatuhkan dirinya. Aku menarik penis ku. Terasa terjepit di dalam, setelah lepas dengan bunyi " plop" aku jatuh terkapar lemas di sebelah Rima dengan nafas tersengal-sengal, begitu juga Rima. Tak ada kata yg bisa kita ucapkan hanya tangan kita saling menggenggam mewakili sebuah kata I love You. Kita masih sibuk meraih udara agar masuk lebih banyak lagi ke dalam paru-paru kita.
Setelah lebih tenang Mami memeluk tubuhku, kepalanya di taruh di dada ku, dia menatap ku bahagia.
"Sayang, kali ini beda ga rasanya?" Tanya Rima sambil jemarinya mengelap keringat yg mengucur di wajah ku.
"Iya, kalo aku lebih ngerasa bahagia aja mami udah sehat lagi. Tadi pagi aku khawatir sama kamu, saat ini aku akan melakukan apa pun buat kamu bahagia" jawab ku sambil merapihkan rambut di wajah Rima.
"Makasih sayang, aku juga ngerasain. Hal berbeda, libido aku jadi lebih tinggi setelah aku sehat gini, dan aku bisa bebas meminta kapan aja aku mau ML kamu selalu mau, aku bebas memilih gaya yg aku suka. Aku benar-benar merasa puas bercinta sama kamu. Di tambah lagi. Ini loh rasanya kok bikin nagih terus" sambil berkata begitu mami mengelus penisku dan menciumnya dengan sayang.
Kami berpelukan dalam polos, di kamar sebelah Caca masih tertidur pulas. Tak lama mami minta ijin aku untuk kembali ke kamarnya.aku mengangguk tersenyum. Mami mencari-cari pakaiannya, aku membantunya dan menemukan CD nya saat aku sentuh ada cairan di CD itu, ternyata Rima sudah terangsang sedari tadi. Aku menciumnya. Rima segera mencoba mengambil CD itu.
"Rio...jijik, kembalikan CD itu" Rima coba menatap aku tajam.
"Cium dulu" aku memonyongkan bibir aku ke arah Rima.
"Iiihh nakalnya tetep engga hilang" Rima menghampiri ku dan mencium bibir ku, aku meremas bokongnya dengan kedua tangan ku.
"Aauuuuwww" Rima kaget atas tingkah ku.
"Sini in Rio.." Rima mencubit pinggang ku
Aku mengembalikan CD nya. Setelah dia memakai dia memeluk ku, dan meremas penisku dengan gemas.
"Aauuuww" kini aku yg kaget.