Chereads / Drop Blood: The Successors / Chapter 44 - Chapter 44 Snow and Hug

Chapter 44 - Chapter 44 Snow and Hug

Felix menutup pintu dan berjalan ke arah keranjang Hwa. Ia mengelus pelan pipi Hwa dengan jarinya.

"Mirip sepertimu, aku harap dia bisa menjadi lelaki yang kuat," kata Felix.

"Dia memang akan menjadi Lelaki yang kuat..." tatap Neko dengan wajah datar.

Lalu Felix berjalan ke samping ranjang. "Aku bilang tetaplah berbaring bukan? Kenapa kau malah berdiri?" tatap nya.

"Apa maksud mu? Kau bilang hanya tunggu di sini, aku menunggu mu di sini," balas Neko.

"Yeah, tapi mau bagaimana lagi, kau seharusnya mengerti perkataan ku ini," Felix mulai melepas baju atasnya sehingga dia hanya memakai celana nya dan langsung berada di atas Neko.

"Kau mau apa?" Neko menatap waspada.

"Tentu saja mau apalagi, kau sekarang miliku, dan biarkan aku menyentuhmu," Felix melepas kedua tangan Neko yang terikat lalu memegang tangan kanan Neko dan mencium lengan Neko.

"Hentikan!!" Neko menjadi kembali merona malu, ia harus menahan itu agar ia tidak langsung bergairah.

"Kau sangat sensitif, itu membuat mu cepat bergairah," kata Felix.

Tapi tiba tiba Hwa menangis dari ranjang bayi, hal itu membuat mereka terdiam dan Neko segera mendekat. "Tenanglah Hwa, ibu ada di sini," Neko mendekat dengan lembut.

Felix yang melihat itu menjadi terdiam, ia merasa Hwa tadi agak mengganggu, ia lalu juga mendekat. "Biarkan aku yang membawanya," tatap nya.

Tapi Neko terdiam tak mengerti.

"Kau tidak perlu memberinya asi untuk membuat nya kembali tidur," kata Felix. Lalu Neko akhirnya memberikan Hwa padanya.

Tak beberapa lama kemudian Hwa kembali tertidur dengan pulas di ranjang bayinya dengan Felix yang sudah ada di sofa. Ia benar benar bisa menidurkan Hwa hanya dengan membawanya saja.

Dan sekarang Neko menghadap di pangkuanya. Tepatnya duduk di pangkuan Felix dan mereka saling berhadapan.

Felix kemudian meraba punggung Neko dengan satu tangannya.

"Tunggu, kau mau melakukanya di sini?" tatap Neko.

"Kenapa bukankah aku hebat menidurkan Hwa?"

"(Kakiku masih basah.... Aku harus berganti,)" Neko terdiam dengan wajah yang sedikit merah. Karena tadi pahanya terkena teh yang sengaja di tuangkan Felix untuk kesenangan nya.

Felix terdiam melihat wajah itu dari dekat.

"(Sekarang kau hanya bisa malu di depanku... Kau adalah milikku dan akan selalu menjadi milikku,)" dia tersenyum kecil dan memeluk Neko membuat Neko terdiam.

"(Apa yang dia lakukan.... Dia memelukku seperti ini...Tapi kenapa sangat hangat?)" Neko mengangkat lengannya dan memeluk kepala Felix. Di saat itu juga Felix berwajah licik.

Tiba tiba Felix melempar Neko ke ranjang dan menahan tanganya. "Apa yang..." Neko terkejut tak percaya Felix bisa secepat itu bertindak.

"Aku akan memberimu sebuah hukuman lagi."

"Lepaskan aku.... Itu tadi sudah cukup," Neko memberontak dengan tubuh yang tengkurap dan kedua tangannya yang tertahan Felix ke belakang.

Lalu Felix berbisik. "Ini hukuman lain, dan aku ingin bilang, Hwa butuh adik lagi,"

seketika Neko terkejut.

"Akhh lepaskan aku brengsek.... Hwa belum sepenuhnya besar!!" Neko memberontak dengan aura marah.

"Haha mau bagaimana lagi, jika aku tidak boleh memasukan nya ke dalam lubang mu, paling tidak biarkan aku menggunakan paha mu," kata Felix. Lalu ia mengangkat pinggang Neko dan memepetkan nya ke selangkangan Felix.

"(Ini!! Dia sudah tegang?!)" Neko merasakan milik Felix sudah berdiri.

Hari esoknya Felix terduduk di ranjang dengan kebiasaan nya telanjang dada dan masih menggunakan celana panjang nya. Ia melihat sekitar mencari ponselnya dan rupanya ada di meja, lalu mengambilnya dan melihat isinya. "(Sejauh ini belum ada pekerjaan, aku bisa sedikit lebih bersama nya,)" pikirnya dengan wajah datar nya lalu Neko datang dengan memakai handuk jubah mandi melihatnya. Rupanya Neko sudah bangun duluan dari tadi.

"Kenapa kau tidak segera mandi atau keluar dari sini?" tatap Neko dengan menyilang kan tangan.

"Aku butuh ciuman," kata Felix. Tapi Neko terdiam kesal dan mencuekinya.

"Kau mau aku memasangkan kalung loyal itu lagi agar kau bisa patuh pada perkataan ku lagi?" tatap Felix.

"Ho...Tapi aku benar benar tidak takut sekarang, aku mungkin bisa melepas ini," Neko memegang kalung liontin yang masih ia pakai saat di berikan Felix di bawah bintang itu, tepatnya saat Felix membawa Neko ke kediaman nya.

"Aku bisa men double nya dengan kalung loyal itu."

Seketika Neko terkejut, ia tak mau di Pakaikan kalung leher itu lagi.

"Kau..." dia kesal menatap Felix tapi Felix hanya tersenyum kecil.

"Cih... Setelah ini pergilah," kata Neko yang berjalan mendekat.

"Kau masih berpikir untuk mengulang kata yang belum kau ucapkan dan harus kau ucapkan padaku?"

"Kau tidak butuh itu."

"Kalau begitu biarkan aku mengajarimu," tatap Felix menarik tali handuk Neko membuat handuk Neko turun ke bawah lepas dari menutupi tubuhnya.

"Kau masih cantik seperti biasanya seperti porcelin," Felix menatap.

"(Hanya....Cepat selesaikan ini,)" Neko mendekat kan wajahnya membuat Felix terdiam karena Neko semakin maju dan mencium dalam bibir Felix.

Hingga ia menarik Neko terbaring di ranjang, beberapa kali mencium tubuh Neko yang putih.

Lalu ke atas dan menggigit telinga Neko.

"Ahk.... Jangan di sana," Neko terkejut.

"Ha... Aku ingin menjalani yang lebih bersama denganmu... Amai," bisik Felix. Seketika Neko terdiam tak berkutik.

Lalu Felix kembali mencium bibirnya.

"(Dia mengatakan itu padaku, secara di suasana seperti ini.)"

"Apa balasanmu untuk perkataanku yang tadi?" tatap Felix.

". . . Aku tidak akan mengatakan itu, aku tidak menyukai mu," Neko masih kesal.

"Baiklah, sekarang aku ingin kau telanjang di pagi saat aku membuka mataku."

"Apa?" Neko menjadi bingung lalu Felix keluar dari ranjang dan memakai mantelnya.

"Aku akan pergi, jangan lupa pada Hwa," tatap nya dengan dingin lalu berjalan pergi. Neko masih terdiam padanya yang pergi begitu saja.

"(Apa dia... Sedang marah padaku? Kenapa mendadak langsung pergi?)"

--

Felix rupanya pergi ke bar malam, ia membuka pintu ruangan pribadi, terlihat di sana sudah ada seseorang, yakni Beum.

"Berani sekali kau meninggalkan gadis itu?" tatap Beum dengan tatapan tanpa takut pada Felix. Beum terlihat di kelilingi wanita kupu kupu malam. Lalu Felix duduk di hadapan nya, ia menatap serius.

"Harus ku akui bahwa kau benar benar bisa menepati janji bertemu dengan ku meskipun aku tahu kau tidak suka padaku karena aku terlalu banyak mengganggu gadis itu, tapi harus kau tahu, dia tidak akan selamanya hidup," kata Beum.

"Yang seharusnya di katakan itu adalah kau, dari awal aku telah menyewa gadis itu dari takdir, jika kau ingin bertemu dengan nya, temui saja dia dengan baik dan jangan melemparkan bunga penuh duri," Felix membalas dengan ucapan nya.

"Baiklah.... (Pria ini pandai bermain mulut!?)... Kalau begitu terima lah hadiah dari ku saja," tatap Beum. Lalu ada wanita malam datang membawa nampan dengan botol anggur dan gelas di sana. Ia menuangkan nya untuk Felix.

Beum yang melihat itu menjadi tersenyum kecil ketika melihat Felix meminum anggur itu yang sudah di tuang kan. "(Bagus saja, anggur itu telah di beri obat berat, khusus untuk pria yang tahan pada apapun sepertinya, pastinya akan terasa mabuk meskipun hanya seteguk,)" pikir Beum. Lalu Felix meletakan gelas itu yang rupanya telah kosong. Seketika ekspresi Beum menjadi tak percaya. "(Gila... Pria ini menghabiskan satu botol dengan obat mabuk tinggi... Kita lihat apakah dia mabuk?)" Beum menatap ke wajah Felix, tapi mau bagaimana lagi karena Pria itu tak menunjukan wajah mabuk nya.

"Jika sudah selesai, aku akan pergi," Felix berdiri dan berbalik lalu berjalan keluar.

"Sialan.... Seberapa kuat Pria itu?" Beum menjadi mengepal tangan dengan kesal. Dia berpikir bahwa Felix tidak terpengaruh obat dalam minuman itu.

Tapi siapa sangka, saat sudah berada di lorong rumah Felix sendiri. Ia menjadi memegang tembok di lorong itu dengan rasa lemas. "(Sialan.... Sangat panas di sini,)" ia mengendurkan dasinya lalu melepas jas setelan nya, dia benar benar berkeringat panas. Sambil melepas semua baju atasnya, ia masuk ke ruangan Neko di mana malam itu Neko tertidur di ruangan gelap.

Neko terbangun ketika mendengar suara pintu terbuka, ia bangun duduk dan melihat Felix telanjang dada hanya menggunakan celana panjang nya saja.

"Apa yang terjadi?" Neko menatap diam. Tapi tiba tiba Felix masuk ranjang dan menciumnya. Di saat itu juga Neko terkejut dan mengetahui sesuatu. "(Kenapa dia... Mulutnya.... Obat?!)"

Seketika Neko mendorong nya. "Pwuah!! Apa yang kau lakukan bajingan... Dari mana kau?!" dia menatap memberontak.

Tapi Felix hanya bernapas panas dan menunjukan bahwa dia begitu bersemangat, bahkan langsung mengangkat baju Neko dan mencium tubuhnya.

"Ahhh... Hentikan! Ke.... Kenapa?!" Neko tampak gemetar. Tapi dia juga merasakan aroma obat yang muncul dari napas Felix, aroma yang berwarna merah muda dan begitu sangat memanipulasi membuat Neko juga hampir terkena obatnya yang tertular. "(Tidak.... Tidak mungkin....)" seketika kelopak matanya membentuk hati.

Kemudian Felix mengeluarkan kotak kondom yang ia bawa. "Kita akan melakukan nya sampai pagi...." tatapnya, seketika Neko terkejut, tapi tangan nya bergerak sendiri dengan gemetar, dia memutarkan lengan nya di leher Felix, dengan napas yang cepat, dia juga sepertinya sudah bergairah dan mengatakan sesuatu. "La..... Lakukan... Lah

..."

Hingga melewati tengah malam dan menunjukan pukul 3 pagi, masih bisa terdengar suara desahan dari Neko.

"Ah.... Ah... Ahm...." dia terus membuka mulutnya dan Felix mendekat mencium lehernya. "Ha.... Sangat nyaman sekali berada di dalam mu... Kau meremas dengan kuat di sini..." ia mendengar Felix mengatakan itu membuat Neko terus menahan hal itu dengan menutup mata beberapa kali. Terlihat di lantai juga banyak sekali kondom bekas terpakai.

"(Aku mohon berhentilah....)" Neko tampak kelelahan hingga mendadak dia merintih. "Tu.... Tunggu.... Kupikir aku.... Akan mati..." ia mengatakan itu dengan lemas hingga mendadak dia langsung menutup mata membuat Felix terdiam menatap. "Hei, Amai...." ia memanggil panik tapi Neko terdengar tertidur lelah.

"Oh, astaga.... Aku masih tegang di sini... (Bisa bisanya kau tidur ketika posisi ku masih di dalam mu...)" Felix tampak kecewa.