Hari berikutnya di tempat yang sama, Felix duduk dengan meletakan tangan nya di samping bangku di mana Neko duduk di sampingnya.
Dia menyalakan rokok dan melihat ke depan. Mereka ada di bangku dengan tempat yang teduh dan Neko membaca buku di sana.
"Apa Hwa tidak akan mencari kita?" tanya Felix.
"Dia sudah bersama seseorang bukan?" balas Neko.
Hwa rupanya di titipkan ke Syung ha karena itu memanglah tugasnya.
"Tapi, aku tetap saja khawatir," kata Neko membuat Felix terdiam dan berpikir sesuatu hingga ia ingat pada kalung yang di pakai Hwa. "Kau pernah bilang kalung itu di berikan oleh Ayah mu.... Apa itu memang benar darah miliknya, kenapa begitu pekat sekali... Sementara darah milik mu, warnanya sangat cerah dan terang, apakah itu memang sebuah perbedaan?" tatap Felix.
Neko yang mendengar itu menjadi berpikir sejenak dan membalas. "Entahlah.... Itu mungkin sebuah perbedaan.... Semakin banyak orang membunuh sejenisnya dengan sangat banyak dan berlebihan, maka darahnya akan menjadi begitu hitam.... Tapi, mungkin jika itu darah dari Tuan Cher sendiri, itu adalah sebuah keberuntungan, bisa jadi darahnya bisa menjadi obat atau antibodi," kata Neko membuat Felix terdiam bingung dan melanjutkan merokoknya sambil berpikir.
"Ngomong ngomong setiap aku mendekat padamu... Kenapa kau terus menggigit leherku di tempat yang sama?" tatap Felix. Lalu Neko terdiam dan menutup bukunya.
"Ini perasaan ku atau kau memang bertanya hal itu lagi?... Katakan padaku dimana tempat aku selalu menggigit lehermu?"
"Tepat di mulut kalajengking ini," Felix menunjuk tato kalajengking di lehernya sendiri. Di ukiran mulut kalajengking itu ada gigitan milik Neko.
"Kau menggigit di sini selalu sementara aku selalu menandai mu di mana mana," dia menatap sambil memegang leher Neko yang masih penuh dengan cupang yang Felix buat sendiri.
"Ada beberapa alasan kenapa aku melakukanya di satu tempat... Aku sangat suka dengan rasa pada tempat dimana darah mu mengalir... Di tempat itu sangat enak," kata Neko. Dia juga menjilat bibirnya sendiri membuat Felix tersenyum seringai mendekat dan mencium bibir Neko.
Tapi tiba tiba mendung datang.
"Kita harus kembali ke villa sebelum hujan... Tunggulah di sini aku akan mengambil payungnya," tatap Felix tapi tak di sangka Neko meremas baju di bagian bahu Felix membuat Felix berhenti dan tidak jadi berdiri, dia menatap wajah Neko dengan bingung.
"Aku tidak ingin sendiri... Di sini," tatap Neko.
Lalu Felix terdiam dan seketika menggendong Neko kembali ke villa. Hingga hujan turun saat mereka sudah berada di dalam.
Neko tampak agak kedinginan.
"Kau baik baik saja? Aku sudah bilang padamu agar aku bisa mengambil payung untuk mu," tatap Felix.
"Ini.... Baik baik saja...." Neko membalas dan siapa sangka, dia memeluk Felix dengan erat. "Meskipun ini dingin, tapi ada yang lebih hangat...." tambahnya membuat Felix terdiam dan tak percaya mendengar itu tadi.
Tapi siapa sangka Felix meletakan Neko di meja tinggi dekat pintu itu dan mencium bibir Neko.
Mereka agak basah karena hujan gerimis tadi.
Saat Felix akan mencium leher Neko, Neko menjadi mendorong pelan kerah Felix membuat Felix terdiam.
Neko hanya menundukan wajahnya lalu menghela napas panjang, ia lalu mengangkat kepala nya bersender di tembok melihat ke samping. "Kau harus tahu, setiap kali kau menandai tubuhku, mencium dan memberi bekas pada leher dan seluruh tubuhku, rasanya bekas luka ukiran yang ada di punggung ku perlahan menghilang dan itu sama sekali tak mengalihkan pemikiran ku untuk mengingat nya," kata Neko. Dari sana Felix tahu, kata mengingat nya adalah mengingat Matthew. Neko selalu teringat Matthew jika Felix selalu melakukan hal itu, yakni memberi cupang pada seluruh tubuh Neko.
"Kenapa kau tidak bilang dari awal? Apa dia benar benar telah memasuki mu? Sebenarnya apa yang dia lakukan dulu sehingga membuat mu tak bisa melupakan nya?" tatap Felix menatap sangat dekat.
"Entahlah, aku tidak mau membahas itu... Tapi bagaimana menurut mu jika dia yang berjalan meninggalkan ku duluan?" kata Neko, ia menatap Felix dengan mata yang terlihat sangat kecewa, Neko menjadi kembali mengingat sesuatu yang kelam nya.
Lalu Felix terdiam sebentar melihat ke bawah, dan menghela napas panjang. "Dia yang ingin pergi tidak akan kekurangan alasan, orang yang tidak cocok akan selalu pergi pada akhirnya, jika kau memang melihatnya pergi makan, dia tidak pantas untuk mu," kata Felix.
"Tapi apa yang harus aku lakukan untuk menunjukan perasaan ku pada nya, dia selalu bertanya soal wajahku... Tapi kau... Kau tahu apa yang aku ekspresikan... "
". . . Kau tak perlu menggunakan terlalu banyak usaha untuk mengekspresikan apapun. Setiap orang memiliki mata dan perasaan. Lebih baik diam dan lihat apa yang di katakan waktu, itu yang kulakukan.... Mengamati mu dan menunggu waktu yang tepat saat aku tahu apa yang ekspresimu katakan..." balas Felix sambil menyentuh pipi Neko dan membelai rambut Neko dengan tangan nya.
"Bagaimana jika emosi ini suatu saat akan menyiksaku saat aku menggunakan nya padanya?" kata Neko sambil menutup mata merasakan tangan Felix yang membelai kepala nya dengan lembut.
"Berhentilah bersikap sedih, bukan emosi siapapun yang menyiksamu, tetapi harapan dan imajiner yang kau miliki, segala sesuatu di dunia ini bisa menyembuhkan mu, tapi kau lah satu satunya yang menolak untuk melepaskan diri sendiri, untuk saat ini tenang saja dan tetap berada di sisi ku," Felix memeluk Neko, lalu Neko terdiam dan akhirnya ia memeluk leher Felix dengan kencang.
"(Sejujurnya aku benar benar tidak ingin merindukan nya (Felix) tentang masa depan, aku harap kita memiliki romansa dan lelucon yang tak ada habisnya...)" pikir Neko yang semakin kencang memeluk Felix.
"Amai, sekarang aku akan bertanya padamu," Felix mendekatkan keningnya ke kening Neko dan mereka saling menatap dengan sangat dekat dengan kening yang sama sama menempel.
"Apakah kau siap menjalin keluarga dengan ku, kita bisa menjadi sesuatu yang kau harapkan saat kau sebelum mengandung Hwa, kau selalu melirik pada orang orang di luar sana yang sangat bahagia dengan bayi mereka dan sekarang apa yang kau lirikan karena kau sudah punya hal itu... Jadi kau tak perlu memikirkan soal masa lalu, cukup pikirkan bagaimana kau menjalani hari hari dengan menyerahkan semua perasaan berat mu padaku, biarkan aku yang menanggung keterpurukan mu dan sebagai gantinya berikan aku senyum manis mu," kata Felix.
Lalu Neko tersenyum kecil dan menghela napas panjang. "Aku akan berusaha melakukan nya, jika aku masih memasang sifat cuek ku, aku mungkin belum terbiasa dan aku tidak akan bisa mengubahnya untuk mu," balas Neko sambil melihat ke arah lain dengan wajah yang agak merah.
"Jangan khawatir, aku akan mengajarimu cara itu semua..." kata Felix yang mendekat akan mencium leher Neko, tapi ia berhenti tak jadi melakukan nya, ia menjadi mengangkat kepalanya dengan wajah yang ragu membuat Neko bingung.
"Apa aku sudah bisa menandaimu?" tatap Felix.
"Pf... Terserah saja..." balas Neko, ia menjadi sedikit tertawa lalu Felix mendekat mencium lehernya.
"Huf.... Kau harus berhenti merokok," kata Neko seketika Felix terdiam kaku dan mengangkat kepalanya. "Apa maksud mu?"
"Aku mulai tak nyaman dengan mu... Kau mulai bau rokok, alkohol, parfum yang bercampur keringat," kata Neko dengan nada menghina. Seketika Felix benar benar terdiam kaku mendengar itu.
"Apa aku benar benar tidak bisa melakukan hal itu, ini sesuatu yang khas dari Pria dewasa seperti ku," tatap nya dengan serius.
"Ya, jika kau tak mau menghentikan itu semua, aku akan perlahan melakukan sesuatu untuk mu."
"Apa kau akhirnya menyerahkan tubuhmu dengan murahan padaku?" lirik Felix yang berhasil membalas ejekan Neko seketika Neko langsung terdiam dengan wajah merona.
"(Sialan.... Kenapa dia begitu cepat dan hebat dalam bermain mulut,)" Neko menjadi kesal.
Tak lama kemudian, Neko membuka mata di tempat tidur yang nyaman, dia tidak memakai pakaian apapun, ia melihat Felix tak ada di samping nya membuat nya bangun duduk, melihat tak ada baju yang di siapkan membuat nya menarik selimut dan berjalan keluar kamar dengan menyeret selimut untuk menutupi tubuhnya.
Hingga ketika keluar, dia mendengar suara memukul dari teras villa membuat nya menoleh dan keluar kemudian menengadah, siapa sangka, Felix berada di atas, dia ada di atap teras dengan menggigit tiga paku di mulutnya dan memukul beberapa kayu yang terpondasi di atas sana.
Neko yang melihat itu menjadi terkejut tak percaya hingga saat itu Felix menoleh ke arahnya. "Oh, kau sudah bangun?" tatapnya, dia berhenti memukul tapi masih tetap di atas sana.
"Apa yang kau lakukan di sana?! Turun lah!" Neko menatap takut membuat Felix terdiam bingung. Lalu ia membalas. "Hujan tadi membuat atap teras rusak, jadi aku memperbaikinya sedikit agar tidak berisik nantinya."
"Aku tak peduli itu, aku mohon turunlah... Aku tak bisa merasakan kau ada di dekatku...." kata Neko, tatapan nya menjadi begitu dalam dan hanya terfokus pada Felix saja.
Lalu Felix turun tanpa tangga, dia turun dengan berayun menggunakan tangan nya kemudian melompat turun mendekat ke Neko. "Kau puas sekarang?" tatapnya.
Neko menjadi menghela napas panjang.
"Kenapa? Kau mimpi buruk? Butuh aku di samping mu?" Felix mendekat.
Neko yang mendengar itu menjadi langsung terpikirkan dan mengangkat kedua tangan nya sekaligus membukanya. "Ya.... Aku butuh sekali.... Aku sangat takut...." tatapnya membuat Felix bermata lebar tak percaya hingga dia memeluk Neko, dengan selimut yang menghangatkan nya, dia juga membawa Neko yang masih memeluknya, Felix membawa ke dalam. "Kau sudah lebih baik sekarang?" tanya Felix.
Tapi di antara Neko yang memeluk erat, dia berbicara pelan. "Aku tak ingin kau memperbaiki atap itu.... Aku ingin cepat pulang saja... Kupikir ini sudah sangat cukup... Aku juga ingin bertemu dengan Hwa..."
Felix yang mendengar itu menjadi menghela napas panjang. "Baiklah..."