Esoknya, Felix membuka mata dengan posisi tubuh menatap langit langit dan di samping nya, Neko tidur dengan tangan nya memegang leher Felix.
Tangan Felix juga memeluk Neko yang mendekat padanya.
Di saat itu juga Neko membuka mata. "(Dia masih di sini? Ini suatu kebetulan jika aku bangun bersama nya, karena sebelumnya dia bangun duluan dan langsung pergi ke kantornya....)" pikirnya lalu melihat leher Felix membuat nya mengangkat telapak tangan nya yang menyentuh tato leher Felix.
Ia mengelus pelan leher Felix. "Ini seperti rahang kuda Nil yang sangat besar."
"Haha itu karena kau yang kecil saja, sepertinya kau memang menyukai tato itu yah," kata Felix membuat Neko terdiam.
"Aku hanya berpikir bahwa kalajengking memang sangat cocok untuk itu di leher mu, apalagi itu akan cocok menutupi bekas gigitan ku padamu," balas Neko.
Lalu Felix terdiam. "(Gigitan huh? Sudah lama kau tidak menggigit leherku,)" pikirnya lalu ia terlintas sesuatu, tepatnya soal kemarin.
"Soal semalam.... Apa kau benar benar ketakutan jika aku menutup matamu?" tanya Felix membuat Neko kembali diam tetap di tempatnya.
". . . Aku hanya... Berpikir soal masa lalu... Maksudku, itu tak masalah jika kau menutup mataku, hanya saja ketika kau melakukan nya, masa kelam itu langsung melintas dalam pikiran ku, mungkin saat itu terjadi, aku memang ketakutan seperti itu," kata Neko.
"Rupanya kau juga bisa takut akan hal seperti itu," tatap Felix membuat Neko tampak kesal.
--
Setelah pergi dari ranjang itu, Felix berangkat ke kantor dan Neko seperti biasanya ada di rumah Felix.
Tak lama kemudian Kim datang ke ruangan Neko. "Nona Neko, ada seseorang yang menunggu anda di depan pintu rumah."
Lalu Neko keluar membuka pintu dan terdiam melihat seseorang yang rupanya itu adalah Sheo Jin di depan pintu.
"Halo~apa kau jadi ikut aku?" tatap nya dengan senyuman ramah. Dia langsung menyapa dengan pertanyaan menawar yang bahkan belum pernah ia bicarakan pada Neko.
"Ikut denganmu?" Neko menatap bingung.
"Ya ikut dengan ku, hari ini adalah hari spesial milik kakak ku, kita tak bisa melewatkan nya apalagi kita tak bisa melupakan nya," kata Sheo Jin.
"Sebenarnya ada apa?" Neko masih menatap bingung.
"Eh Aigo apa kau lupa? Hari ini tepat di mana adalah hari ulang tahun nya kakak ku, aku mengajak mu ke makam nya, ya sekalian aku menunjukan makam kakak ku padamu," kata Sheo Jin. Seketika Neko terkejut baru sadar.
"(Aku baru sadar.... Kenapa aku bisa lupa akan hari ini?!)"
--
Neko terdiam ketika di depannya adalah rak makam abu milik Hishe Jin. Ketua atau biasa di sebut Neko sebagai Chair Woman.
"Ini...." Neko terkaku.
"Kau pasti merindukannya, aku meminta mereka mengkremasi nya saja, dia juga meminta seperti itu padaku, dan... Seperti yang kau lihat, dia sudah tak bisa bicara tapi bisa melihat mu pastinya," kata Sheo Jin.
Neko benar benar terdiam melihat rak itu. Dia bahkan tak bisa berkata kata, mengingat semua obrolan, misi maupun suara tegas milik Chairwoman. Dia yang dulu selalu mendengar teriakan tegas itu kini sudah tidak ada apapun yang tersisa dari hal itu membuat nya harus menahan bibirnya yang bergetar.
"(Kau benar benar orang yang begitu menjengkelkan, tapi aku sudah terbiasa dan aku merindukan masa masa saat itu.... Bisa kah kau mengembalikan masa masa itu.... Aku ingin seperti dulu saja.... Aku ingin menjadi Neko, tapi... Awal mula nya bukan lah Neko, melainkan memang Amai.... Ini seperti aku kembali dulu sekali....)" Neko terdiam menatap itu dan menghela napas pasrah. "(Semoga kau tenang....)"
"Dia pasti senang jika kamu menghampiri nya.... Hishe Jin juga bilang bahwa dia meninggalkan sebuah pesan untukmu," kata Sheo Jin yang membuka rak kaca itu dan membuka guci abu mengambil sebuah kertas surat lalu di berikan nya pada Neko. Neko menerimanya dengan bingung dan membukanya. Kertas itu juga berhiaskan darah lama dari ketua sindikat.
= Ini semua sudah berakhir, aku tak bisa lagi memegang kendali sebesar ini tanpa mu Neko. Aku tahu semua orang menginginkanmu, aku tahu semua orang juga membencimu, kau memiliki pemikiran yang tidak mudah percaya pada siapapun tapi kau memiliki pemikiran untuk mudah dan setia percaya pada ku. Saat aku pergi nanti, kau sudah bisa bebas. Carilah jalan mu sendiri. Jika kau membahas kesalahan, kau tidak perlu menyalahkan kesalahan orang lain dan kesalahan milik mu sendiri.
Kita semua memiliki kesalahan dan ingat, masalah kita adalah kesalahan kita sendiri.
Soal orang yang menghancurkan hidupmu adalah... PCS =
Kata surat itu. Neko terdiam dan meremas sedikit surat itu.
"Maaf ya itu surat yang sudah lama, sekitar 3 tahun yang lalu karena itulah tulisanya agak bercampur darah. Aku harap kau bisa membacanya, Hishe Jin mengatakan namamu saat dia sudah kritis. Itu adalah kata terakhirnya," kata Sheo Jin.
Tapi ia terdiam dan melihat Neko, tiba tiba ia terkejut karena melihat surat itu telah terbasahi air mata Neko. Dia menangis di sana. Neko benar benar menangis atas kepergian Hishe Jin yang telah lama pergi.
Sheo Jin menjadi terdiam. "(Orang kedua yang paling dekat dengannya telah pergi dan sekarang dia masuk ke dalam orang ke tiga, karena Hishe Jin adalah orang keduanya,)" dia menjadi terdiam.
"Ini benar benar sialan.... Sialan...." Neko masih mengalirkan air mata dengan tangan yang gemetar meremas kertas itu.
Sheo Jin tampak ingin ikut sedih, dia akan memeluk Neko tapi mendadak ada yang memegang bahunya dari belakang membuat nya menoleh. Siapa sangka itu adalah Felix dengan tatapan serius membuat Sheo Jin terpaku.
"Aku mencari mu di kamar mu dan di mana mana tapi tak ada hingga aku menemukan mu di sini... Kapan kau mendapat izin untuk keluar seperti ini?" Felix menatap Neko yang masih menundukkan pandangan gemetar.
"Felix, tenang lah.... Aku yang membawanya kemari, setidak percayakah kau padaku membawa gadis ini sebentar kemari.... Lihatlah dia, dia sudah lama ingin menangis hanya karena Hishe Jin telah pergi," kata Sheo Jin.
Lalu Felix menatap pada Neko, dia membungkuk menatap dan mengangkat wajah Neko yang rupanya dia masih mengalirkan air mata.
"Kau menangis lagi, hanya untuk orang tak berguna... Orang mati adalah orang tak berguna... Untuk apa menangisi mereka," kata Felix membuat Neko terdiam kaku mendengar itu.
"(Orang yang tidak berguna?!)"
Di saat itu Neko mulai tambah sangat murung. Felix terdiam tak bisa berkata kata untuk membuatnya kembali tersenyum, tapi Neko memang tidak pernah tersenyum.
"Hiz...." Felix meletakan gelas alkoholnya dengan memegang kepalanya dengan putus asa. Dia ada di meja bar.
Sheo Jin yang ada di depan mejanya menjadi menatapnya. "Ehem... Maaf ya... Aku membuat gadis mu itu menjadi seperti itu," tatap nya.
"Kenapa kau membuatnya begitu, ini benar benar membuatku khawatir."
"Kau tidak tahu betapa sukanya dia pada kakakku, tapi jangan kesal dulu karena kakakku itu perempuan.
Dan... Dia pasti akan mencari tahu siapa itu PCS, meskipun dia sudah tahu," kata Sheo Jin. Seketika Felix terdiam mendengarnya.
"Apa dia memang sudah tahu itu?!"
"Dia hanya tahu kata itu bukan nama itu, kau masih aman Felix..." balas Sheo Jin lalu Felix menghela napas panjang.
"Ngomong ngomong, sebenarnya kenapa kau menerima gadis sepertinya, aku memang sudah bertanya beberapa kali tapi aku ingin jawaban yang sesungguhnya Felix," kata Sheo Jin lalu Felix terdiam sejenak hingga membalas sesuatu.
"Rencana kedepan, aku akan membuat sesuatu, kau juga harus membantuku."
"Rencana apa?"
"Amai tidak memiliki masalah maupun kesalahan karena masalah dan kesalahan nya ada di milikku. Aku akan menanggung semuanya. Dia akan secepatnya merasakan apa itu rasa ingin bunuh diri."
"Kau tidak mungkin membiarkan nya melakukan bunuh diri begitu saja bukan? Dulu dia mungkin suka jika orang lain mati tapi sekarang dia lebih suka jika dirinya sendiri yang mati, bagaimana cara mu melakukan nya agar dia tidak melakukan itu nanti?" tatap Sheo Jin yang menyalakan rokoknya.
"Dia mengandung bayi, tidak mungkin aku membiarkan dia terlalu keras berpikir pada semua ini."
Seketika Sheo Jin yang mendengar itu menjadi terkejut. "Apa kau bilang?! Dia mengandung bayi?! Bayinya siapa?!" dia benar benar memasang wajah tak percayanya. Lalu Felix tersenyum kecil membuat Sheo Jin terkaku.
Tapi tiba tiba ia berteriak. "Kyaaaa!!! Aku tidak sabar untuk ini!!" dia menjadi berteriak sangat senang membuat Felix terdiam bingung.
"Kapan kau akan menikahinya huh... Dia harus segera menikah dengan mu.... Oh dan berapa usia kandungan nya itu?" tanya Sheo Jin.
"Belum ada satu bulan, perutnya juga masih rata," balas Felix dengan nada santainya.
"Ih... Aku tak sabar ingin melihat bayi yang ada di kandungan itu, kau.... Cepatlah menikahinya!! Apa yang kau tunggu, kesempatan bersama dengan gadis itu tidak bisa dilewatkan begitu saja, bayi nya pasti lucuuuu!!" tatap Sheo Jin.
Tapi Felix terdiam membuat Sheo Jin juga ikut terdiam bingung.
"Aku harus lebih dekat dengan nya," kata Felix.
". . . Ouh aku mengerti, kau mencoba mendekati hati seorang gadis yang hampir hancur," Sheo Jin menatap, lalu ia tersenyum kecil.
Felix yang melihat itu hanya melemparkan tatapan tajam. "Kenapa?"
"Aku hanya berpikir bahwa diri mu yang bersama dengan gadis itu sangatlah langka... Aku tahu jika kau bersama nya, kau lebih banyak menggodanya dengan senyuman mu itu.... Dan dia pasti akan bereaksi, jangan terlalu banyak menekan nya juga...." tatap Sheo Jin, Felix hanya terdiam masih dengan tatapan nya.
"Oh dan juga.... Kau harus memberitahu dirimu pada gadis itu jika ingin dekat dengan nya, agar dia bisa mengerti bagaimana caranya mengendalikan sikap yang tidak menentu," tambah Sheo Jin, lalu dia berbalik dan memasukan rokoknya di tempat sampah disana. "Dan juga.... Bawalah dia ke tempat paling bagus, ingat Felix..... Tempat paling bagus dari saranku," tambah nya lalu ia berjalan pergi keluar pintu membuat Felix masih terdiam memandang pikiran nya.