Chapter 3 - Bab 3

Kate mengatupkan giginya dalam diam.

Ia tak sabar untuk menghancurkan kedua bajingan itu karena berselingkuh darinya, tapi pada saat yang sama, ia menyadari bahwa dia sedang di-manipulasi di sini.

Mereka bertingkah seolah-olah perihal 'Hubungan Terbuka' ini sangatlah umum, dan Kate yang gila karena tidak menerimanya. Sayang sekali bagi mereka, Kate tidak tertipu.

Kate menatap Matt dengan tajam dan menunjuk ke arahnya, "Ini BELUM selesai, kau pecundang tak berguna! Aku akan menceraikanmu, tunggu saja sampai aku mengirimkan suratnya!"

Kemudian Kate memalingkan pandangannya kepada adik perempuannya. Ia merasakan sakit yang teramat dalam ketika menghadapi adiknya yang setengah telanjang tersebut.

Ia sungguh peduli dengan Erin.

Ia tahu bahwa Erin adalah yang paling menderita ketika keluarga mereka hancur lebur. Erin baru berusia delapan tahun, sementara Kate sudah berumur delapan belas tahun.

Erin menangis tiap hari dan malam ketika ia menyadari keluarganya hancur setelah ayah mereka berselingkuh dari ibunya dan mereka bercerai segera setelahnya. Kate merasa tidak berdaya dan sangat bersalah karena tidak bisa berbuat lebih untuk adiknya yang masih muda itu. Meskipun Kate sudah dewasa, ia masih terlalu muda untuk tahu bagaimana menghibur anak yang sedang mengalami fase sulit. Maka ketika ia mulai mendapatkan lebih banyak uang, ia bertekad untuk memberikan Erin kehidupan yang baik agar dia tak perlu menangis lagi.

Ia menyuruh Erin untuk mengikutinya ke Los Angeles dan mencari universitas yang ia suka.

Kate membayar uang kuliah Erin di muka, sehingga ia terbebas dari hutang pinjaman mahasiswa yang tak kenal ampun setelah lulus.

Kate juga memberikannya uang bulanan untuk memberikan kehidupan yang nyaman di Los Angeles. Bahkan setelah lulus, Kate memperbolehkan Erin tinggal di kamar apartemen di sebelah kamar Kate dan Matt, jadi Erin bisa berkunjung ke apartemen Kate untuk membantu urusan cucian dan masak kala Kate sedang pergi bekerja.

Yang ternyata adalah kesalahan besar.

'Mungkin aku terlalu memanjakannya,' pikir Kate. 'Mungkin segala yang ku lakukan untuk membuat dia bahagia justru merusak hidupnya.'

Ada keraguan sejenak di hati Kate. Ia menatap Erin tanpa kata, dan Erin hanya mendengus sebagai respon, "Apa? Kau akan memarahiku sekarang? Jangan bersikap seperti orang gila, dong. Ini nggak masalah besar!"

Kate tersedak menahan air matanya ketika mendengar itu. Dia menguatkan hatinya dan berteriak pada Erin, "Kau akan menyesal atas ini, kau jalang tak tahu terima kasih!"

Kate berbalik dan berjalan dengan percaya diri ke pintu depan. Ia bisa merasakan pandangan bajingan-bajingan itu di punggungnya, mungkin menunggu dia terjatuh dan hancur dalam air mata.

Tapi Kate mengumpulkan seluruh keberaniannya dan terus berjalan. Ia mengambil tasnya di lantai dan membuka pintu.

Matt diam sampai ia melihatnya pergi, "Kemana kamu pergi?"

Kate tidak peduli untuk berhenti dan menjawab. "Kemana saja selain di sini. Aku mual hanya melihat kalian berdua."

BAM!

Kate keluar dan membanting pintu di belakangnya. Ia terus berjalan dengan percaya diri melalui koridor. Tapi segera setelah ia hampir mencapai elevator di ujung koridor, kaki-kakinya tiba-tiba melemas, dan dia secara tidak sengaja tersandung pada dirinya sendiri.

"Ah!" Kate jatuh ke lantai yang dingin dengan wajah terlebih dahulu. Dia meringis kesakitan dan berusaha untuk segera bangun sebelum ada yang melihat keadaannya yang memalukan.

Saat ia mencoba menggunakan tangannya untuk menopang dirinya sendiri, ia menyadari ada titik air mata yang membasahi lantainya.

"M—Mengapa aku menangis?" tanya Kate pada dirinya sendiri. "Mengapa aku harus meneteskan air mata untuk pecundang tak berguna dan adikku yang sama tak bergunanya? Mereka bahkan tidak layak!"

Ia mencoba menghapus air matanya berulang kali, tapi air mata itu terus saja jatuh. Jadi ia memutuskan untuk mengabaikannya, mengumpulkan kekuatannya, dan berdiri.

Ia tidak bisa mempertahankan sikapnya yang tak takut dan percaya diri lagi. Hatinya terlalu luka untuk mempertahankan persona tersebut.

Seperti itu, ia berjalan terseok-seok menuju elevator, dan beberapa kali bersandar di dinding saat berjalan untuk menghindari terjatuh lagi. Ia melemparkan sepatu hak tingginya agar lebih mudah berjalan sampai ia akhirnya mencapai elevator tersebut.

Kate masuk ke dalam lift yang menuju ke lobi. Dia tidak tahu kemana harus pergi tapi ingin sejauh mungkin dari Matt dan Erin.

Hanya membayangkan dirinya hidup dengan kedua bajingan tak berguna itu membuat perutnya mual.

Syukurlah, lobi kosong ketika ia melewatinya, mungkin karena malam Jumat, dan semua orang telah pergi ke suatu tempat untuk malam itu, ke pesta atau acara mereka sendiri untuk bersenang-senang.

Hanya dirinya yang tidak pernah bersenang-senang, tidak sebelum ia menikah dengan Matt, dan bahkan lebih setelah ia menikah dengannya.

Ia meninggalkan apartemen dan berjalan tanpa tujuan melalui jalanan LA. Ia melihat pantulan dirinya di kaca toko dan hampir tertawa pada diri sendiri.

Matanya merah dan bengkak karena menangis tanpa henti dan kantung matanya lebih gelap dari sebelumnya karena banyak begadang bekerja. Rambutnya acak-acakan, blazernya telah melalui hari-hari yang lebih baik, dan sepatunya tidak berada di dekat kakinya. Ia adalah pandangan yang menyedihkan.

Ia mendengus, "Heh, rupanya manipulasi mereka berhasil padaku. Lihat aku sekarang. Aku terlihat seperti orang gila."

Saat Kate terus berjalan, ia melihat taksi mendekatinya. Ia mengecilkan mata dan menyadari plat yang familiar, ketika taksi semakin mendekat, ia menyadari bahwa itu taksi yang sama yang pernah mengantar dia kembali ke apartemennya sebelumnya.

Taksi itu berhenti di depan Kate, dan supirnya mengeluarkan kepala, "Nona, apa Anda baik-baik saja?" ia bertanya dengan khawatir. "Saya melihat Anda berjalan sendirian. Tempat ini tidak aman di malam hari."

Kate berkedip beberapa kali saat ia memproses apa yang supir taksi peduli itu katakan sebelum membuka pintu belakang dan masuk.

Ia duduk di kursi belakang dan diam sejenak.

Supir taksi menjadi gugup, tapi ia tidak mengucapkan sepatah kata pun, ia hanya membiarkan Kate duduk di sana sesaat. Ia takut mungkin ia membawa seorang wanita gila yang mengalami episode manik di malam hari. Lagi pula, wanita ini terlihat sangat profesional dan terawat setengah jam yang lalu, dan sekarang tiba-tiba terlihat seperti wanita gila, yang tidak ingin Anda ganggu di malam hari.

"N—Nona, harus kemana saya mengantar Anda?"

"Cukup berkendara, bawa saya sejauh mungkin dari sini," kata Kate dingin. "Tempat ini penuh dengan kekotoran."