Ethan terdiam sejenak lantas menoleh menatapku, tangannya bergerak ke arahku. Tindakannya yang tiba-tiba membuatku perlahan mundur. Mata ku tertutup kala melihat tangan besarnya melayang ke arahku. Aku yakin dia marah dan hendak melampiaskannya pada ku. Mungkin dia mengira aku mengadu pada Ibu mertua, menjelaskannya akan percuma, dia tak mungkin mendengarkan. Melawan pria yang jauh lebih besar dari tubuhku, jelas aku yang kalah.
Namun, bukan tamparan keras yang terasa sebaliknya sentuhan lembut, rupanya jemari Ethan menyentuh sekitaran telinga sembari menyelipkan rambutku.
Mataku membelalak tak percaya. Spontan aku mendongak menatapnya, tatapannya tampak berbeda tak sedingin biasanya, lewat matanya aku merasa dia ingin mengutarakan sesuatu yang mengganjal hatinya.
Setelah bertindak tak terduga, Ethan menarik kembali tangannya. Lalu berkata. "Bagaimana mungkin aku bertindak sembrono, itu hanya akan menghancurkan hal yang telah terbangun dua keluarga. Lagipula aku tak pernah tertarik melakukan hal yang merepotkan dengan memiliki simpanan atau bahkan anak lain." suaranya terdengar merendah.
"Berhenti mendengar hal-hal bodoh yang mempengaruhi pikiran mu."
Bagai bunglon yang tengah mengelabui. Aku frustasi dan membenci hal yang baru saja dia katakan. Semua yang baru di sampaikan hanya pembenaran tindakan salahnya selama ini. Jemari mengepal kuat Sempat aku tersentuh dengan perhatian kecilnya tadi, dan aku menyesalinya.
"Jadi kau berupaya memberi tahuku bahwa rumor itu tak benar?!"
"Agar aku tetap tenang dan berdiri di sisimu seperti patung yang mati!! dan membiarkan hubungan yang telah terjalin antar dua keluarga tetap terjaga?!"
Ethan menatapku heran seakan tak mengerti dengan apa yang ku katakan. Ethan bukannya tak mengerti. Dia tahu kondisi ini, dia hanya berpura-pura tak mengetahuinya. Dia berpura-pura menjadi orang bodoh yang tak tahu apapun, dan memilih membiarkanku merasakan ke pelikan sendirian.
Nafasku menderu dengan emosi yang tak stabil, "Kau masih saja sama tak pernah memikirkan ku yang berada ditengah-tengah, hatiku yang tergores ini begitu sakit Ethan!! Rumor yang kau sebabkan sendiri membuat setiap waktu ku menjadi gelisah dan kau yang hanya mementingkan jalinan keuntungan dari pernikahan ini membuatku tak tahan lagi!!"
"Aku yang bodoh mendengarkan rumor itu, tentu saja karena tindakan mu. Andai saja kau lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Tentu rumor itu tak akan pernah ku percayai."
Jemariku menunjuk-nunjuk dada Ethan dengan amarah meluap. "Aku tak masalah jika dibuang oleh dua keluarga jika bercerai darimu, jadi apapun usahamu untuk menjelaskan semua rumor itu, aku tak ingin mempercayai, dan aku tak ingin lagi mencari tahu apapun tentang itu!!" aku benar-benar muak dengan pertengkaran yang tak bisa dihindari ini.
"Permintaan ku masih sama Ethan, ceraikan aku. Itu bukan hal berat yang tak bisa kau kabulkan, lebih mudah dari sekedar membagi waktu dan perhatian berharga mu padaku!!"
"Amilie!!" pekik lantang Ethan rasanya kesabarannya telah diambang batas.
Aku tersentak, namun aku tak berniat memalingkan wajah atau bahkan mengalihkan pandanganku. Matanya ku tatap lekat-lekat dengan keberanian besar.
Ethan menghela napas berat, berusaha menekan emosinya. "kau terus-terusan berkata cerai, cerai, dan cerai. Itu tak akan pernah terjadi bahkan jika kau memohon sekalipun!!" tegasnya.
"Kau egois. Apakah layak pernikahan itu dipertahankan atas semua sikap acuh mu?!"
"Setiap waktu kau meninggalkan dan mengabaikan ku dengan alasan kerja?!"
"Rasanya aku menjalankan pernikahan ini sendirian."
"Tidakkah kau berpikir konsekuensi tindakanmu, tidakkah kau berpikir aku juga bisa menyerah!!"
"Layakkah Ethan!!" teriakku lantang.
Ethan tak bisa menjawabnya, apa yang ku katakan mengenainya telak.
Tanpa rasa malu Ethan meraih tanganku, dia menarik ku menuju mobil. "Kita bicarakan sesampainya di rumah, ini kediaman orang tua ku."
Lihatlah dia bahkan tak merasa bersalah. Aku berusaha memberontak, tak ingin hidupku terus diatur olehnya, aku tak ingin lagi menurut. "lepaskan aku Ethan atau aku akan berteriak hingga membuat orang-orang keluar." ancam ku.
Ethan tak mengindahkan kalimatku, dan terus saja menarik ku bersamanya.
Benar, dia tahu aku tak akan melakukan hal yang memalukan. Bagi Ethan aku mirip dengan Ibunya yang mementingkan sopan santun, dan martabat diri. Sayangnya, aku tak akan lagi memikirkan martabat atau apapun itu.
Mulutku membuka, dan mulai berteriak. "Ethan lepaskan, kau mencengkeram lenganku kuat…"
Dengan cepat Ethan menutup mulutku dengan tangan besarnya.
Mata kami saling menatap lekat-lekat.
"Jika sekali lagi kau berteriak, aku akan mengabulkan keinginan ceraimu. Namun hak atas Evans akan jatuh padaku sebagai Ayahnya. Kau tahu aku bisa melakukan apapun untuk mendapatkan itu." Ethan berbicara dengan serius.
Deg…
Ethan benar-benar sialan. Dia tau aku tak bisa melawan dirinya yang memiliki koneksi, uang, dan segalanya. Aku juga terlahir dari keluarga terkemuka, namun aku seorang perempuan. Setelah menikah keluargaku tak pernah ikut campur dalam kehidupan ku lagi, bak permata yang sempat disayang namun setelah di jual tak lagi memiliki harga yang sama. Dan jika aku sampai bercerai mereka angkat tangan tak ingin dirugikan dengan urusanku.
Aku tersudut, sulit untuk meninggalkan Evans pada pria ini. Apa yang harus ku lakukan sekarang?
Apa yang akan ku perbuat? memikirkan diri yang tak berdaya begitu menyedihkan. Tanpa sadar air mata memenuhi pelupuk, menanti untuk menetes.
Ethan menyibak kasar rambutnya, "Aku tak bermaksud mengancam, aku mengatakan itu karena kau keras kepala dan tak menurut."
Mataku sayup, menatap wajah pria di depanku tanpa emosi lagi. "Baiklah mari pulang."
Aku tak memiliki rencana, pada akhirnya menurutinya.
"Amilie."
"Ya?!" jawabku lesu.
"Aku tak pandai berucap manis atau bersikap." ucap Ethan. Tangan kirinya menopang pinggang dan tangan kananya menyentuh dahinya, "Aku bahkan tak menyadari sejauh ini membuatmu terluka dengan hebat."
"Jadi, jangan lagi meminta cerai atau berusaha melawan. Aku takut mulutku ini akan berakhir menyakitimu."
Jadi,
Pada akhirnya dia memintaku untuk mengerti dirinya, dia tak berniat untuk memahami ku. Aku ingin menertawakan kemalangan yang menimpaku ini.
Dia tak ingin aku keras kepala, menyingung, atau melawannya. Dia ingin aku menganggapnya sebagai raja yang tak boleh dikritik.
Aku tersenyum kecil seperti yang dia ingin kan, lalu berkata lembut berisi penekanan. "Ethan, suamiku. Bukan hanya kau tak pandai berucap manis, sikap mu, dan segalanya tentangmu itu buruk. Tidakkah kau menyadari itu?"
Dahi Ethan terangkat, dia tak menatap ku lagi. "Maaf." ucap nya.
Tak kusangka, dia mengatakan kalimat yang selalu ingin ku dengar dari mulutnya itu. Sikapnya ini tak bisa ku pahami.
"Ethan, kau membuatku kebingungan." benak ku, namun maafnya tak mampu menyembuhkan luka yang begitu dalam dia torehkan.
Aku membuang muka dan bergegas masuk kedalam mobil, tanganku dengan cepat mengusap air mata yang menetes. Aku tak ingin membiarkan Ethan kembali melihatku bersedih seperti ini. Aku yang rapuh dan lemah ini, bagaimanapun harus mampu terlihat kuat dengan kaki ku sendiri.