Inilah aku, sedang menunggu di depan ruangan Nyonya Rena, dengan rambut yang kusut, baju kotor dan lengket terkena bubur. Aku bertengkar lagi dengan kakak kelasku, kali ini di kantin. Sebenarnya karena hal yang cukup sepele, tapi kalau dibiarkan semakin menyebalkan.
Pintu ruangan dibuka, Nyonya Rena berdiri tepat di hadapanku.
"Selamat sore,Nyonya." Aku menyapanya.
"Masuk," Nyonya Rena singkat. Membuat kontak mata denganku tidak lebih dari 3 detik, dan langsung berbalik badan, duduk di kursinya.
Aku menarik kursi, hendak duduk.
"Selamat sore, Nyonya." Aku menoleh, ada yang datang.
"Ah, kalian juga sudah datang. Masuk." Nyonya Rena menyapa.
Aku memperhatikan wajah ketiga orang yang baru masuk tersebut. Mereka kakak kelas- yang seperti aku bilang, baru saja bertengkar denganku tadi siang. Wajah mereka kusut, rambut mereka acak acakan, seragam mereka tidak lengkap ,dasi terlepas dengan rok hanya selutut.
Aku hanya diam, tidak menyapa, atau melakukan hal semacamnya. Pun juga mereka, tatapannya dengan tajam terasa dari ujung mata. Kelompok mereka terdiri dari 3 orang. Pertama ada Ela, bando merah muda tak pernah sekalipun tidak terlihat diantara rambut hitamnya. Kedua Lily, yang 'katanya' anak seorang pengusaha tambang yang sekarang orangtuanya tahu menahu pergi kemana, meninggalkannya. Terakhir Layla. Parasnya yang cantik menarik perhatian semua orang.
Maaf lancang, namun aku tidak suka dengan mereka. Aku akui mereka semua memiliki paras yang cantik, tetapi kepribadian merekalah yang membuatku tidak suka. Seakan akan- bisa disebut, sok berkuasa.
"Jadi,apa masalahnya kali ini, Nona Nona?Rambut acak acakan, baju kotor, wajah kusut. Ada apa?" Nyonya Rena bertanya tanya, menunggu jawaban dari kami.
"Nyonya, dia-"
"Sejak kapan kita harus mengutamakan senior saat lagi mengantre makanan di kantin, Nyonya?" Aku memotong pembicaraan Layla, yang sekarang sedang menatapku dengan kesal.
"Tidak pernah. Apa kamu memaksanya agar kau antre duluan, Layla?" tanya Nyonya Rena.
"Tidak! Dia menyerang kami duluan!" ucap Layla.
"Nyonya,aku sedang mengantre dengan tenang sampai mereka mendatangiku dan menyuruhku untuk memberi mereka antre duluan. Kalau memintanya baik baik aku juga akan memberi peluang, tapi tidak jika dipaksa. Tentu saja aku protes, tetapi mereka masih bersikeras. Salahku dimana?" Aku menjelaskan.
"Kamu menarik rambutku!" ketus Lily.
"Wah, tentu saja.Karena kamu melemparkan bubur kepadaku! " Aku kembali membalas.
"Sudah, cukup!", teriak Nyonya Rena.
"Karena tidak ada yang mau mengakui kesalahannya, kalian semua akan saya beri hukuman." Telunjuk Nyonya Rena tertuju kepada kita, menahan amarah.
"Feet Up, 1 jam! Segera!"
Aku menghela napas panjang, sementara Layla dan yang lainnya mengeluh.
"Cepat, ambil posisi!"
Aku meremas jari, memikirkan lokasi Feet Up. Kalau bukan karena mereka, aku tidak akan berada disituasi ini sekarang. Dapat! Aku bergegas bangkit dari duduk, hendak keluar ruangan.
"Nyonya, aku akan berada di Taman bagian Barat", ucapku.
"Bagus", jawab Nyonya Rena.
Aku kemudian mulai berjalan melewati lorong asrama, melewati kelas kelas. Sekarang seharusnya jam pelajaran terakhir, tetapi hari ini akan aku habiskan dengan melaksanakan hukuman. Aku tidak bisa mengeluh ataupun menentang hukuman itu. Walau aku tidak setuju, aku harus tetap menerimanya. Toh, aku juga ikut menyebabkan keributan.
Sekarang di depanku ada gerbang sangat besar yang terbuka lebar. Tingginya kurang lebih 3 meter. Dilanjutkan dengan pemandangan taman. Pohon pohon tumbuh tinggi dan besar, dedaunannya lebat, ranting menjuntai kesana kemari. Bunga bunga bermekaran, dengan aromanya yang lembut. Air mancur yang terlihat tenang. Taman ini terbaik!
Aku mendekati kursi duduk terdekat, melepas jas sekolahku. Lengket. Tentu saja lengket, disiram oleh bubur. Aku melemparnya sembarang pada kursi, lalu berdiri 4 langkah disampingnya.
Baiklah, akan kumulai hukuman ini.Pas sekali, jam di taman menunjukkan pukul 15:30.
"Berarti.." Aku bergumam, menatap langit sejenak, menghitung, kemudian kembali ke posisi semula.
Berarti aku akan berdiri di sini hingga pukul 16:30
Aku mengangkat kaki kiri ku,lalu meletakkan kedua tangan ku diatas kepala. Satu jam dimulai dari sekarang.
***
Ada beberapa alasan aku memilih melakukan hukumanku di Taman bagian Barat.Pertama, ini taman favorit-ku. Taman yang paling kusuka diantara 4 taman di Osorior. Kedua, aku tidak akan masalah menghabiskan 1 jam sendirian. Maksudku, lihatlah, pemandangan taman seperti halnya yang sudah kujelaskan tadi tidak akan pernah membuat bosan.
Ada 4 bunga yang menjadi ciri khas dari Taman bagian Barat ,Anggrek, Hydrangea, Snapdragon dan Lily of The Valley.Itulah sebabnya taman ini disebut juga 'Taman Para Peri', karena dengan memasuki taman ini, kamu seolah olah masuk ke dunia peri. Percaya atau tidak, bahkan diperpustakaan terdapat sebuah cerpen fiksi tentang taman ini. Semua tanaman disini tumbuh subur, disempurnakan dengan beberapa ekor kupu kupu dan burung kecil yang terbang kesana kemari. Aku bisa mengalihkan pikiranku sekaligus melupakan waktu.
Lorong asrama sedikit terdengar ramai, aku samar samar bisa mendengar tawa para murid lain.
Bangunan yang aku tinggali sekarang bukan hanya sekedar asrama,tetapi juga sebuah panti asuhan. 'Osorior', itulah panggilannya. Kami tidak menyebutnya sebagai 'Panti Asuhan Osorior' atau 'Asrama Osorior', cukup Osorior. Lupakan bahwa semua anak yang tinggal disini yatim piatu, kami tinggal damai, tidak ada yang mengganggu -selagi tidak ada yang membuat masalah.
Osorior dikenal dengan bangunannya yang sangat megah, dipikir pikir bisa dibilang mirip istana. Osorior memiliki fasilitas yang lengkap. Untuk menjadi bagian dari Osorior pun tidak sembarangan, hanya orang terpilih saja yang bisa masuk. Dan jika salah satu dari kalian, maka kalian harus menuruti semua perintah mereka (para pengurus Osorior).
Ada 3 aturan utama yang harus diperhatikan, yaitu sopan santun, disiplin dan pengetahuan. Itu saja. Mudah bukan?
Dan oh iya, tentu saja, jika kalian sudah menginjak umur 17 tahun, mau tidak mau harus meninggalkan Osorior, itulah batas umurnya. Satu aturan lainnya, kalian tidak boleh keluar Asrama. Seharusnya itu memang peraturan yang biasa dalam setiap asrama, dan semua orang mematuhinya. Namun ada beberapa perbedaan dalam Osorior.
Dengar. Osorior merupakan sebuah kelompok yang (konon menurut cerita guruku) awalnya dibangun oleh seorang pria yang mengurus anak anak sengsara. Biasanya berupa anak terlantar, yatim piatu, tidak punya rumah, dan lain sebagainya. Cukup menyedihkan. Lalu anak anak tersebut tumbuh. Mereka melanjutkan projek yang dilakukan sang pria yang mengurus mereka. Siklus itu terjadi terus menerus. Bertambahlah para anak anak yang mereka selamatkan. Para anak anak itu tumbuh, meneruskan lagi projek tersebut. Semakin berkembang, membangun rumah, menambah pekerja. Siklus itu terjadi terus menerus selama puluhan tahun, hingga sekarang.
Osorior bukan lagi tempat pembuangan para anak sengsara, Osorior justru menjadi sebuah tempat tinggal dimana orang lain andai-andaikan. Osorior dilindungi oleh pemerintah. Bersatu, seolah mereka keluarga sedarah. Anda ingin mengadopsi anak? Silahkan, tapi tidak akan mudah.
Aku tidak ingat persis nama pria yang mendirikan Osorior, pun juga tidak yakin akan kisah ini. Bisa jadi hanya angan angan guruku saja, kan? Tapi sejauh ini, aku bisa dibilang cukup percaya.
Namun, lagi lagi, sebuah pertanyaan yang selalu muncul dibenakku. Dimana orangtuaku sebenarnya?