Chereads / Harven: Another Side of Earth / Chapter 3 - Chapter 3

Chapter 3 - Chapter 3

"Selamat sore, Na." Aku menyapa teman sekamarku.

"Sore juga, Islette."

Aku berbaring di kasur ku.

"Kamu habis dihukum?" tanya Nana.

"Iya."

"Pantas saja kamu tidak ada di kelas."

Aku terkekeh.

"Oh iya, Islette. Hari ini aku akan makan malam dengan yang lain ya. Maaf, hehe."

"Ah, begitu ya...," ucapku

"Aku akan mencari angin sebentar. Selamat bertemu nanti." Nana meninggalkan kamar.

Aku menghela napas panjang. Nana selalu saja begitu, meninggalkanku. Nana sudah menjadi teman sekamarku sejak aku pertama tinggal di Osorior.

Seharusnya satu kamar ditinggali oleh 3 murid, tetapi karena ada kendala kekurangan murid (atau apalah, aku tidak mengerti) aku hanya tinggal berdua dengan Nana.

Ada dua kamar yang tidak terisi penuh di angkatan kelas 7, yaitu kamar tiga kosong dua ( kamar ku dan Nana) dan kamar tiga satu dua, aku lupa siapa yang meninggalinya.

Sebelumnya, secara teknis dan waktu, aku tinggal sendiri. Tetapi Osorior tidak mengijinkannya. Osorior tidak akan membiarkan seorang murid pun tinggal sendiri. Alasannya? Agar tidak selalu merasa sendiri.

Menurutku percuma saja Osorior memindahkan Nana agar tinggal sekamar bersamaku. Nana mana mau dipindahkan secara tiba tiba, apalagi dari teman teman dekatnya. Alhasil aku tidak terlalu dekat dengannya, karena dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama temannya yang lain. Tetapi beberapa bulan ini hubunganku dan Nana tidak terlalu renggang. Kami lebih suka bercakap cakap tentang apapun yang ada dibenak. Syukurlah.

Pukul 18:15

Jam enam lebih lima belas menit.

Daripada aku diam saja disini, lebih baik aku pergi ke kantin, mencari tempat duduk untuk makan malam.

Kamar ku ada di lantai 3, jadi mau tidak mau aku harus menuruni banyak sekali anak tangga, atau apa aku harus menghitung satu satu anak tangga? Mungkin terlihat sedikit, bisa juga beberapa dari kalian menganggap ini banyak. Tapi aku tidak bisa berbohong, ini sangat melelahkan. Tidak terbayang bagaimana nasib kakak kelas ku yang kamar nya terletak di atas lantai 3.

Di depanku sudah ada pintu dengan atap melengkung yang sangat tinggi. Pintunya terbuat dari kayu Mahoni, sudah terbuka lebar, memperlihatkan kesibukan di dalam kantin.

Semerbak aroma masakan yang baru dikeluarkan, siap disajikan. Ada beberapa murid juga yang terlihat di kantin, sedang mencari tempat duduk.

Aku mengintip beberapa makanan yang sudah dipajang. Kali ini lumayan bervariasi. Ada nasi goreng, pasta dan kari ayam.Makanan penutupnya ada kue kering dan juga puding. Untuk minuman, sepertinya akan segera disajikan.

TONG..! TONG..! TONG..!

Bel penanda makan malam sudah berbunyi.

Murid murid langsung berlarian ke arah tempat antre, aku ikut berbaris juga (tentu saja). Kami cepat cepat mencari antrean agar kebagian makanan, walau sebenarnya kita semua pasti akan mendapat porsi masing masing. Masalahnya, yang biasa mengantre duluan itu anak anak kelas rendah - maksudku kelas kecil - selalu mengambil makanan penutup tanpa kira kira. Mengambil makanan sebanyak mungkin, yang kemudian tidak mereka habiskan. Jadilah pemborosan, ditambah lagi murid kelas atas menjadi tidak kebagian.

Masalah ini pernah terdengar sampai telinga Nyonya Rena, sayangnya,cia tidak bertindak lebih lanjut. Ia berpikir 'Yasudahlah, namanya juga anak anak. Lagipula anak kelas atas seharusnya mewajarkan hal itu bukan?'.

Nampan ku sudah penuh, minuman yang disajikan ternyata es jeruk, enak. Untunglah tidak seperti kemarin, malah memberi soda, mana tidak ada yang menyiapkan air putih. Tenggorokanku menjadi tidak enak.

Ada kursi kosong di dekat pintu kantin, aku memutuskan untuk duduk disana. Sekarang kantin menjadi lebih sepi dari sebelumnya. Semenjak Nyonya Rena memberi peraturan baru, dimana kita dibolehkan makan malam di kamar, murid murid menjadi malas untuk makan di kantin. Tapi tidak apa, kantin menjadi lebih tenang, tidak akan ada lagi masalah 'perang' melempar makanan antar meja.

Aku mengunyah pasta yang aku ambil sembari memperhatikan puding di piring kecil. Puding...coklat..dengan vla diatasnya, membayangkan rasanya, aku menjadi semakin tidak sabar untuk memakannya.

Tuk tuk tuk

Seseorang mengetuk meja.

"Selamat malam. Apa kau keberatan aku duduk di sini?" tanya 'sesorang' itu.

"Tidak." Aku menjawab singkat, tanpa mengalihkan pandangan.

"Ah, baiklah." Ia duduk di kursi meja seberangku, aku bisa melihat nampan berisi makanan yang dibawanya.

"Wah..benar benar ya. Baru kali ini aku menemukan murid seumuranku yang tidak sopan. Menoleh sedikitpun tidak," ucapnya.

"Apa maksud-," Aku langsung menoleh. "mu..?"

Matanya biru, kulitnya terang, bentuk rahangnya bisa dibilang cukup tegas, ia tersenyum kepadaku.

"Kau..?"

Lelaki itu menatapku hangat. "Selamat malam."