Setelah memberikan minum untuk kedua kakak iparnya, Alisa kembali mengepel lantai sementara kedua kakak iparnya sedang berkumpul dengan Ibu Dewi. Ketika Alisa mengepel di ruang tamu, Alisa mendengar percakapan Ibu mertua, dengan Kakak iparnya.
"Buu, apa Arga udah gajihan?" tanya Reina.
"Belum Rei, paling juga tiga hari lagi" jawab Ibu Dewi.
"Buu, jangan sampai gajih Arga dikuasai sama Alisa Istrinya buu" tutur Reisa, pada sang Ibu.
"Ya enggaklah, Ibu yakin Arga pasti memberikan gajihnya sebagian besar sama Ibu, gak mungkin sama Alisa" jawab Ibu Dewi, dengan penuh keyakinan.
"Gini aja Buu, pas Arga pulang kantor langsung ibu todong aja ke Arga, jadi gak keduluan sama Alisa" saran Reina, yang bikin Alisa geleng-geleng kepala mendengarnya.
"Iya dong, masa Ibu harus kalah sama anak kemarin sore, kalian ini ke Ibu kayak ke anak kecil aja" jawab Ibu Dewi, yakin.
"Kita juga mau minta jatah kita ke Arga nanti, masa iya kita gak kebagian cuma Ibu aja" tutur Reisa, yang lagi-lagi Alisa harus menelan kecewa. Alisa tak menyangka keluarga sang suami, ternyata ingin menguasai Arga. Alisa hanya ingin tahu, ketika nanti Arga menerima gajihnya akan berapakah Arga memberikan uang padanya. Beruntung Alisa, mempunyai uang dari sang Ayah dan keluarga Arga tidak mengetahuinya. Dan ketika Alisa melamun di sofa tamu, lagi-lagi Alisa mendengar percakapan yang sangat mengejutkan baginya.
"Lagian si Arga, nyari Istri orang Desa. Katanya anak Orang Kaya, tapi ternyata Rumah Bapaknya aja kuno banget. Mana bisa kita manfaatin, yang ada nanti ngerepotin" tutur Reisa, panjang lebar.
"Iya, kalau itu benar. Tapi, ada untungnya juga. Ibu jadi tidak usah membayar Pembantu, lumayan ada tenagaa gratis kan?" jawab Ibu Dewi.
Sementara Alisa geleng-geleng kepala, sambil mengelus dada. Namun Alisa merasa beruntung, jika Dirinya disangka anak orang tidak mampu, jika mereka tahu bahwa Alisa anak orang terkaya di Desa'nya, maka yang terjadi kini Alisa akan dimanfaatkan oleh mereka.
~Yampun, aku tak menyangka jika keluarga Suamiku begitu Toxic. Bahkan aku dianggap Pembantu oleh mertuaku sendiri, tapi aku juga gak mungkin pisah dengan Kak Arga, kami baru saja menikah. Dan gimanapun juga, menikah itu ibadah. Biarlah aku dijadikan Pembantu oleh mertua, selama Kak Arga masih menyayangiku dan Setia. Soal uang, ada Bapak yang akan mengirimkan aku uang tiap bulan~
Gumam Alisa, menenangkan hatinya. Walau perih, Alisa akan mencoba menerima semuanya, dan menganggap semua yang terjadi adalah cobaan untuk Rumah Tangganya. Setelah mendengar semua fakta, Alisa langsung menaruh alat pel kebelakang. Lanjut ke dapur, untuk masak tanpa ada keinginan bergabung dengan Ibu Mertua dan Kakak iparnya.
Alisa memasak sayur asem, ikan asin, cumi asam manis, lalapan, juga sambal. Semua bahan masakan, Alisa membelinya di tukang sayur sejak jam lima tadi pagi. Keadaan mengharuskan Alisa kini dewasa, meski pada dasarnya Alisa anak manja, namun Alisa berusaha menjadi Istri yang berbakti pada suami. Setelah semua makanan siap, dan memisahkan makanan untuk sang Suami, juga Alisa makan lebih dulu. Alisa memanggil Ibu Dewi dan kedua Kakak iparnya, karena waktunya makan siang.
"Buu, Kak, barangkali mau makan siang. Makanan sudah siap Buu, Kak"
"Iya Alisa, tapi darimana kamu bisa belanja Arga kan belum gajihan, dan di Kulkas hampir semua bahan habis sebab ibu belum belanja bulanan?" tanya Ibu Dewi, penuh selidik.
"Kebetulan Alisa masih punya simpanan dari Bapak sedikit, jadi bisa belanja tadi ke tukang sayur" jawab Alisa jujur.
"Ohw, paling juga lima ratus ribu iyakan?" tanya Reisa, pada Alisa.
"Ya cukup aja Kak, buat cadangan kalau tanggal tua begini" jawab Alisa, sedikit berbohong.
"Ohw, yaudah kita makan yah" tutur Reina.
"Iya Kak, silahkan" jawab Alisa, mempersilahkan mereka.
Meninggalkan sang Ibu mertua, serta kedua Kakak iparnya makan. Alisa langsung naik ke lantai atas, untuk mandi lanjut shalat dzuhur berdoa pada yang kuasa atas semua cobaan yang menimpanya kini. Selesai shalat, Alisa memejamkan mata untuk tidur siang, serta mengunci pintu, dan menutup telinga dengan headset, agar tak ada yang mengganggunya. karena badannya terasa letih, sejak jam empat pagi Alisa bergelung dengan pekerjaan Rumah.
Sementara Ibu Dewi, dan kedua Kakak Arga kini tengah menikmati makan siang. Selesai makan siang, tidak ada satupun yang mau mencuci piring hanya dibiarkan begitu saja di dalam wessback, benar-benar Alisa dianggap seorang Pembantu oleh mereka. Kini Reisa celingak celinguk di depan lemari es, mencari sesuatu. Karena tidak nemu yang dicari, Reisa bertanya pada sang Ibu.
"Buu, emang gak ada buah atau apa gitu buat cuci mulut?" tanya Reisa.
"Gak ada Reisa, kan Arga belum gajihan. Itu aja kamu bikin pudding tuh, ada bahannya di dalam lemari es" jawab Ibu Dewi.
"Ogah banget bikin pudding, buat apa ada Alisa disini, bukannya kata Ibu anggap aja dia Pembantu" jawab Reisa.
"Yaudah kamu suruh aja Alisa, pasti dia dikamarnya sekarang" tutur Ibu Dewi, kembali.
Reisa naik kelantai atas, untuk meminta Alisa membuatkan Pudding. "Tok, tok, tok" Reisa mengetuk pintu Alisa, namun tak ada jawaban.
"Tok, tok, tok. ALISAAA, ALISAAAA WEY" Panggil Reisa, dengan kencang. Namun, itu tak membuat Alisa terbangun, karena telinga Alisa kini tertutup headset. Hingga akhirnya, dengan menahan emosi Reisa turun ke lantai bawah dan melaporkannya pada sang Ibu.
"Bu, Ibu, itu Alisa aku ketok-ketok terus digedor sama aku panggil kencang juga, dia gak membuka pintunya" tutur Reisa, sambil menahan amarah.
"Dia tidur kali Rei, diakan dari jam empat mengerjakan pekerjaan Rumah. Biasanya nanti dilanjut cuci piring, sama menyiapkan makan malam" jawab Ibu Dewi, panjang lebar.
"Enak aja istirahat, ini gak bisa dibiarin Buu, kita harus lapor sama Arga" tanggap Reisa.
tanggap Reisa.
"Udah Reisa, Ibu males denger keributan. Yang penting bagi Ibu, uang yang dari Arga buat bayar gajih pembantu utuh, karena ada Alisa" jawab Ibu Dewi, tak mau panjang lebar lagi.
"Aah Ibu, yaudah aku aja yang lapor sama Arga kalau gitu" tutur Reisa lagi.
"Jangan sekarang, adik kamu lagi kerja Reisa. Kamu ini, tinggal bikin pudding aja harus ribut, kamu bikin sendiri kan bisa. Ibu males denger keributan, Ibu pingin tenang" tutur Ibu Dewi, pada Reisa.
~~~~~•••~~~~~
Tiga Hari kemudian.
Hari ini adalah, hari dimana saatnya Arga gajihan. Seperti biasa, Arga menerima gajih sebesar lima belas juta rupiah. Seharusnya dua puluh juta, tapi karena Arga mempunyai utang angsuran Mobil, maka kantor memotongnya lima juta rupiah setiap bulan. Setelah Arga mengetahui gajihnya, telah masuk ke dalam rekening. Arga langsung pulang ke Rumah, dengan senyum mengembang. Arga kini dalam perjalanan menuju kediamannya, setelah dua puluh menit Arga telah sampai di kediamannya. Ketika Arga buka pintu, sudah ada Alisa yang menyambutnya dengan mencium tangan Arga dengan khidmat. Sedangkan Ibu Dewi, dan kedua kakak Arga tengah menunggu di ruang keluarga, untuk meminta jatah. Begitu melihat Arga, kedua kakak Arga langsung mengadahkan tangan meminta uang, juga Ibu Dewi yang langsung berkata.
"Arga, mana jatah Kakak kamu tadi habis gajihan kan?" tanya Reisa.
"Iya Ga, mana juga buat Kakak?" tutur Reina ikut meminta.
"Dan ingat Ga, jatah Ibu paling besar jangan sampai jatah ibu kamu kurangi, apalagi diberikan pada istrimu itu" tutur Ibu Dewi.
"Hadeeh, kalian ini aku baru aja sampe, belum makan, belum juga mandi udah udah ditodong uang" jawab Arga, dengan kecewa.
"Kita sengaja kayak gini, karena takutnya kamu lebih memilih memberikan semua uang kamu pada istrimu ini" jawab Reisa.
"Okey, nih buat Ibu sepuluh juta. Ini satu juta buat Kak Reina, satu juta lagi buat kak Reisa. Dan ini tiga juta buat kamu Sayang, atur-atur ya buat kebutuhan Rumah sama listrik" tutur Arga, panjang lebar. Yang membuat Alisa heran, karena uang sepuluh juta yang diberikan pada sang Ibu, lalu buat apa sedangkan dirinya yang hanya diberi uang tuga juta harus memenuhi kebutuhan Rumah.
"Iya, makasih Kak" Alisa hanya bisa mengucapkan terima kasih, pada sang suami tanpa menjawab apapun. Dengan menahan kecewa, Alisa langsung naik ke lantai atas, tanpa berkata apapun lagi dan langsung masuk ke dalam kamar. Alisa duduk disisi ranjang, sambil menangis. Karena Alisa tak menyangka, sang suami lebih berat ke Ibunya, dibanding dirinya. Ketika Alisa menangis, terdengar suara knop pintu dibuka. Alisa pun mengusap air matanya, dan langsung menoleh pada Arga. Arga pun melihat mata Alisa yang sembab, langsung Arga menanyakannya pada Alisa.
"Al, kamu nangis kenapa Sayang ehm?" tanya Arga, pada sang Istri.
"Kamu gaadil Mas, kamu memberikan uang pada Ibu sepuluh juta, tanpa harus memikirkan apapun lagi. Sedangkan aku hanya diberikan uang tiga juta, untuk kebutuhan Rumah. Apa kamu kira, uang tiga juta cukup untuk kebutuhan semuanya? Sedangkan, kadang Kakak kamu menginap disini, dan pekerjaan rumah aku yang mengerjakan, tanpa bantuan siapapun" jawab Alisa, panjang lebar.
"Kan kata Ibu, kamu suka dikasih pegangan sama Bapak, bisa kan buat nambahin?" jawab Arga, enteng.
"Yaampun Mas, aku ini Istri kamu loh, tanggung jawab kamu" tutur Alisa, merasa heran.
"Tapi Ibu juga tanggung jawab aku Al, aku gak mau menjadi anak yang tak berbakti" jawab Arga lagi.
"Iya, tapi kamu gaadil Mas kalau seperti ini. Dan kenapa kamu melarang aku bekerja, kalau kamu tak mau adil sama aku?" tanya Alisa, pada Arga.
"Kalau kamu kerja, lalu siapa yang mengerjakan pekerjaan rumah?" jawab Arga, yang membuat Alisa seketika membeku tak mampu menjawab lagi. Hening kini, tercipta hingga beberapa saat kemudian, Arga menyadari akan ucapannya yang salah tadi.
"Sayang, aku minta maaf ya udah salah ucap sama kamu" tutur Arga, meminta maaf.
"Terserah kamu Mas, malah bagus aku jadi tahu kalau kamu hanya menganggap aku Pembantu tidak lebih, dan kamar Pembantu harusnya bukan disini, harusnya dibawah iya kan? lebih baik, aku pindah kamar daripada sekamar dengan suami munafik seperti kamu mas" jawab Alisa, dengan tegas.
"Eh Sayang, jangan dong jangan pindah" Mas minta maaf, betul-betul minta maaf."