Siang hari dibawah terik matahari, suasana kota penuh dengan kesibukan. Penduduk melakukan kegiatan masing-masing. Hari dimana mereka sibuk dengan padatnya perkotaan. Suara lonceng berbunyi keras menandakan datangnya pelanggan. Seorang pelayan menyambutnya dengan senyuman.
"Wah, sepertinya kau tampak ada masalah, ya?" Tanya pelayan 2 tahun lebih tua dari Ken. "Ya...ada masalah sedikit di sekolah." Jawab Ken sambil meletakkan tasnya di loker.
"Memangnya ada masalah apa?"
"Aku dituduh hampir melakukan pembunuhan."
"Apa? Kau serius?!"
"Iya, temanku yang bernama Zurui itu mengatakan bahwa aku hampir membunuhnya dengan pedang. Tapi kupikir aku tidak melakukan apa-apa." Jelas Ken. "Di-dia.....dia yang hampir membunuhku.." Kata Zurui sambil ketakutan melihat Ken.
"Hah... Ini sudah ketiga kalinya kamu dituduh membunuh orang." Kata Hikari. "Tapi, apa kamu baik baik saja?" Tanyanya sambil khawatir.
"Aku baik kok." Jawab Ken sambil tersenyum.
Tiba-tiba, Hikari memberikan sebuah nampan berisi minuman dan makanan ke tangan Ken. "Kalau kau baik, tolong bantu layani pelanggan. Lihat....sudah banyak pelanggan." Kata Hikari sambil menunjuk banyaknya pelanggan. Ken menjawab dengan senyuman kemudian membantu Hikari dengan semangat tanpa memikirkan masalahnya. Ken membantu Hikari melayani pelanggan di sebuah restoran. Restoran tersebut selalu ramai pelanggan di saat hari sibuk. Walaupun Ken sangat berbeda dengan yang lain, Hikari tetap mengakuinya karena Ken selalu membantunya. Hari yang penuh kesibukan terus berjalan hingga matahari terbenam.
"Oh ya Ken. Bukankah bulan depan adalah hari kelulusanmu?" Tanya Hikari.
"Iya. Kenapa?" Tanya Ken yang sibuk membersihkan meja pelanggan.
"Kau tidak memikirkan kemana lagi kau akan melanjutkan pendidikan?"
"Tidak." Jawab Ken dengan santai. Ekspresi Hikari berubah cepat menjadi kaget bukan kepalang. Ia pergi mendekati Ken kemudian memegang pundaknya. "Kau kengatakan itu dengan santai?! Apa kau itu tidak memiliki tujuan?"
"Tidak."
"Apa?"
Perlahan lahan tangan Hikari melepaskan genggamannya. Ken dengan santai meneruskan pekerjaannya sambil berkata. "Semua orang menjauhiku, tidak ada seorangpun yang mengakuiku. Jadi, untuk apa aku punya tujuan. Itu sia sia saja." Tiba-tiba, Hikari tertawa terbahak bahak. "Kenapa kau tertawa?"
"Tidak ada. Apa kau tahu kalau orang yang di depanmu ini mengakuimu?" Tanya Hikari. Pertanyaan Hikari membuat Ken kebingunan. "Jika aku tidak mengakuimu, mana mungkin aku menerimamu bekerja disini." Lanjutnya.
"Kau mengakuimu?" Tanya Ken tidak yakin. "Tentu saja. Kau sudah kuanggap sebagai adikku. Kau sudah membantuku membangun restoranku sampai seperti ini. Jadi, jangan memganggap dirimu itu tidak berguna ya." Jelas Hikari. Perasaan Ken berubah bercampur antara senang. Ia tidak percaya bahwa masih ada orang yang mengakuinya meskipun ia berbeda dari orang lain.
"Baiklah, karena kamu akan tamat dari SMP. Aku akan mencarikan sekolah yang cocok dengan." Kata Hikari sambil berpikir. Jentika jari menandakan Hikari mendapatkan ide.
"Bagaimana kalau EHA?"
"Apa?"
"Kenapa?"
"Apa kau serius akan memasukkan ke EHA?" Tanya Ken tidak yakin.
"Iya. Kenapa? Kau tidak mau? EHA itu sangat terkenal. Banyak orang yang ingin masuk ke sana tapi hanya beberapa orang saja yang lolos di ujian masuknya "
"Aku bukannya tidak mau. Tapi, apa tidak masalah. Orang yang bersekolah di EHA itu adalah orang yang memiliki kemampuan bertarung dan memiliki sihir. Sedangkan aku tidak memiliki sihir dan bahkan aku tidak pandai bela diri." Kata Ken.
"Mereka tidak akan tahu kalau kamu menggunakan ini." Hikari merentangkan tangan kanannya menggunakan sihirnya membentuk sarung tangan. Ken merasa bingung apa yang dilakukan Hikari.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Ken. Hikari hanya diam dan memberikan sarung tangan tersebut pada Ken. "Kau bisa menggunakan sarung tangan ini untuk masuk ke EHA."
"Tapi, aku-" Ken belum selesai bicara, Hikari langsung memotong pembicaraannya. "Eits.. kau jangan menolak lagi. Aku ingin kau masuk ke EHA. Aku tidak suka mendengar tolakanmu. Kau harus menggapai impianmu itu. Apa kau ingat dengan janjimu pada Ayahmu?" Tanya Hikari. Pertanyaan itu membuat Ken teringat momen kebersamaannya dengan Ayahnya. Ayahnya yang tidak pernah pulang selama menjalankan misi beberapa tahun yang lalu membuat Ken merasa putus asa dan tidak memiliki tujuan hidup. Namun, pertanyaan yang muncul dari Hikari membuat Ken berlinang air mata.
Seketika, Ken merasa bersalah berat. Ia merasa telah melakukan kesalahan besar. Janji yang pernah ia lakukan pada ayahnya ia lupakan dengan mudah. Badan terasa berat tidak kuat menahan dan akhirnya jatuh. Hikari melihat hal itu menjadi panik.
"Hei, kau baik baik saja?"
"Bodoh." Hikari bingung dengan perkataan Ken. Dengan suara yang terisak-isak, air mata terus jatuh. Tangan terus mengusap air mata yang jatuh. Ken berusaha menahan agar air matanya tidak jatuh namun tak bisa. Pikirannya terus membayangi ketika ia berjanji pada ayahnya. "Aku janji, jika ayah kembali aku akan menjadi pemburu seperti ayah."
"Kenapa.... Kenapa aku begitu bodoh? Aku...sudah berjanji pada ayah. Tapi....kenapa malah aku mengingkari janjiku?!" Kata Ken dengan suara yang sudah habis. Hikari yang mengerti perasaan Ken kemudian mengusap kepala Ken yang menunduk. "Akhirnya kamu ingat juga. Mulai sekarang, ayo berlatih menjadi pemburu seperti ayahmu." Kata Hikari mendukung Ken. Ken mengangkat kepalanya. Tekadnya sudah bulat untuk menjadi pemburu hebat seperti ayahnya.
***
Hikari menunggu Ken di sebuah taman. Sudah sekitaran 1 jam, Hikari terus menunggu. Saking lamanya, Hikari menggoyangkan kakinya sambil melihat jam di tangannya.
"Hah..kenapa dia lama sekali? Apa dia lupa?" Gumam Hikari. Tak lama kemudian, Ken datang berlari menghampiri Hikari. Dengan napas terengah engah, Ken meminta maaf pada Hikari.
"Maafkan aku. Aku ketiduran." Kata Ken tersenyum.
"Hah kau ini ya. Kalau mau jadi pemburu seharusnya kau itu bisa bangun tepat waktu." Kata Hikari mengomel sambil memukul kepala Ken.
"Aduh..sakit tahu."
"Biarkan, aku tidak peduli."
"Lagipula, kau kenapa tidak masuk juga ke EHA. Padahal kau iru punya sihir." Kata Ken sambil mengusap kepalanya akibat dipukul Hikari.
"Aku tidak cocok jadi pemburu. Hah..sudahlah. Aku memanggilmu kesini agat aku bisa melatihmu. Agar kau bisa masuk ke EHA." Kata Hikari.
"Baiklah, kita mulai darimana?" Tanya Ken bersemangat. "Kita akan mulai dengan melatih tubuhmu bertahan dan menghindar." Jawab Hikari dengan antusias. Hikari mengeluarkan semacam meriam peluru menggunakan sihirnya. Meriam tersebut meluncurkan peluru tepat di depan Ken. Ken yang belum siap langsung menghindar.
"A-aku belum siap!" Seru Ken dengan nada panik.
"Serangan bisa datang kapan saja. Kau harus bisa waspada." Kata Hikari layaknya komandan. "Ya ampun. Dalam segi latihan, Hikari benar benar sangat tegas. Lebih tepatnya menakutkan." Gumam Ken sambil mencoba menghindari serangan peluru.
Hari demi hari Ken terus berlatih didampingi Hikari. Mulai dari melatih menghindar, menangkis dan menyerang. Tekad Ken menjadi pemburu benar benar kuat. Ia tidak memedulikan apa perkataan orang lain. Walaupun Ken terus fokus latihan, Ken tidak lupa dengan kewajibannya sebagai siswa sampai lulus. Beberapa hari kemudian, akhirnya Ken lulus dari sekolahnya. Ia merasa sangat senang telah lepas dari masa kelamnya yang penuh tuduhan dan kekerasan. Seluruh siswa menghampiri orang tua mereka dan memberi hasil kelulusan pada mereka. Tapi, tidak dengan Ken. Ken merupakan anak yatim piatu. Ibunya telah meninggal dunia ketika ia lahir sedangkan ayahnya tak kunjung pulang sejak menjalankan misi. Tak lama kemudian, gadis yang cukup lebih tua dari Ken datang dan merangkul Ken. "Selamat atas kelulusanmu, Ken." Puji Hikari. Ken terkejut setelah dirangkul Hikari. Setelah mendengar perkataan Hikari, Ken tersenyum dan berterima kasih padanya.
"Tapi, kau jangan senang dulu." Kata Hikari menunjuk ke Ken. Ken yang awalnya tampak kebingunan akhirnya sadar bahwa setelah ia lulus ia akan dihadapi masalah yang lebih serius.
"Apakah kau siap menghadapi masalah yang sebenarnya?" Tanya Hikari menepuk pundak Ken. Ken menutup matanya untuk meyakinkan hatinya, dengan menarik napas perlahan lahan Ken menganggukkan kepala dengan rasa yakin. Hikari tersenyum melihat Ken bersemangat seakan ia melihat sesosok ayah Ken di samping Ken.
Keesokan harinya, Hikari mengirim pesan pada Ken untuk menemuinya di taman. Dengan malasnya, Ken membuka mata dan melihat notifikasi dari Hikari. Ken bangkit dari tempat tidurnya kemudian membersihkan diri. Setelah beberapa menit kemudian, Ken menemui Hikari yang sudah menunggu lama.
"Lagi-lagi kau terlambat."
"Maaf. Lagipun kau mengirim pesan tepat saat aku baru bangun." Kata Ken tidak mau kalah. Hikari hanya menghela napas dan mendekati Ken. "Jika ingin menjadi pemburu, seharusnya kau itu tepat waktu." Komentar Hikari sambil menjentikkan jidat Ken. Ken mengusap jidatnya yang dijentik Hikari. "Kau sudah menguasai bela diri. Jadi, dalam bulan ini aku akan mengajarimu bagaimana car menggunakan sarung tangan itu." Jelas Hikari.
"Dan juga aku sudah mendaftarkanmu di EHA. Jadi kau akan mengikuti tes masuk bulan depan." Jelasnya. Ken terkejut bukan kepalang.
"Apa? Bulan depan?!"
"Iya. Kenapa?" Tanya Hikari heran.
"Bukankah itu terlalu cepat?!" Tanya Ken tidak yakin. Ken merasa bahwa 1 bulan untuk berlatih tidak cukup untuk masuk tes masuk. Namun bagi Hikari, dalam 1 bulan itu sudah cukup lama. "Satu bulan sudah lebih dari cukup. Sekarang coba kau arahkan tanganmu itu di target di pohon itu." Perintah Hikari sambil menunjuk. Ken mengikuti arahan Hikari. Sebuah cahaya menyambar cepat dan hampir mengenai target. Ken kebingunan dengan yang berusan ia lihat.
"Itulah keunggulan dari sarung tangan itu."
"Hebat!" Kagum Ken.
"Dengan begini, kau bisa mengalahkan makhluk luar dengan mudah."
"Kau hanya perlu berlatih menyeimbangkan tanganmu pada target."
***
Setelah beberapa hari kemudian, Ken terus berlatih dan berlatih menembak jarak jauh digabungkan dengan kemampuan bela dirinya. Hikari mengawasi Ken berlatih dari jauh, melihat Ken berlatih mengingatkannya berlatih bersama Ayah Ken. Dengan keringat bercucuran dan napas terengah engah menahan rasa sakit, semangat Ken tidak pernah luntur membara. Satu janji yang harus ia tetapti pada Ayahnya membayangi pikirannya.
"Ayah, tolong kembalilah setelah Aku menjadi pemburu." Ucap Ken dalam hati dengan air mata berlinang. Perasaan bersalah yang hampir melupakan Ayahnya menakuti dirinya. Ken hanya ingin mengatakan maaf ketika Ayahnya kembali.
Satu bulan kemudian, Ken bersiap untuk mengikuti ujian EHA. Ken menuentuh dadanya merasakan detak jantung yang kencang. Rasa gugup terus ia rasakan sehingga buku kuduknya berdiri. Ken mengcoba menenangkan diri dengan mengatur napas. Ken pergi berencana menemui Hikari. Di restoran, Hikari sibuk melayani pelanggan yang ramai. Ken merasa tidak enak memanggil Hikari akhirnya ia menulis sebuah surat dan meminta tolong pada salah satu pelayan untuk memberikannya pada Hikari. Pelayan tersebut menghampiri Hikari.
"Bos, ini ada surat dari Ken."
Hikari menerima surat tersebut dan tersenyum membacanya.
Untuk Hikari,
Aku benar-benar minta maaf karena hari ini aku tidak bisa menemuimu. Jadi, Aku hanya memberikanmu surat ini. Hari ini adalah hari ujian EHA. Awalnya Aku merasa tidak yakin apa aku bisa melewatinya. Tapi, karena kau menyakinkanku, aku bisa yakin bahwa aku pasti bisa melewatinya. Terima kasih sudah mendukungku selama ini. Aku masih tidak menyangka kau adalah orang yang mengakuiku. Terima kasih!!
Hikari tersenyum membaca surat tersebut. Ia tidak menyangka Ken yang awalnya masih kecil dan lugu ternyata sudah menjadi lelaki yang hebat.
"Kuharap kau bisa seperti Ayahmu." Gumam Hikari.