Chereads / Calon Bintang: Dari Dendam Ke Kebebasan (Cahaya Awal) / Chapter 14 - Pertemuan Tidak Terduga, Dan Pertemuan Tidak Diingini

Chapter 14 - Pertemuan Tidak Terduga, Dan Pertemuan Tidak Diingini

Berada pada tingkat paling atas dan paling ujung kanan, Seika, Luisa dan Akmal duduk bersama.

Event memperkenalan diri berakhir dengan tragis? Ya itu mungkin dari sudut pandang orang lain, tapi bagi seika itu adalah akhir yang cukup memuaskan.

Walaupun tidak mendapatkan sorakan seperti diingini dan mungkin itu akan merosakkan imejnya di masa hadapan, seika merasa itu tidak terlalu buruk, mungkin.

Di ruangan kelas siswa dan siswi masih membisik satu sama lain; ada yang memerhati mereka bertiga, dan ada yang berborak dengan sesama mereka. Merasa tidak nyaman dengan tatapan mereka seika mencuba membisik kepada Akmal yang berada di sebelahnya.

"Mal mana guru? Tidak mungkin ia terlambat bukan."

Bersoalan yang paling seika tertanya-tanya kan. Dari awal sehingga akhir perkenalannya, tidak ada sosok kelibat guru dalam ruangan kelas.

Akmal mengalihkan pandangannya kepada seika dan ikut membisik serta menjawab soalannya.

"Yah ..., dia memang agak terlambat, tapi jangan risau tidak mungkin professor seperti dia yang sangat disiplin tidak akan muncul," Sambil tersenyum akmalmenambahkan suara bisikan yang sangat kecil sehingga seika tidak dapat mendengarnya, "lagi pula... Aku harap ia tidak muncul..."

Seika yang tidak mendengarkan kata-kata terakhir akmal merasakan kebingungan, sehingga ia berkata kepada akmal, "mal apa yang kau ka—"

"–Akmal," tidak sempat menghabiskan kata-katanya, Luisa yang berada disamping Seika bersuara. yang membuat Seika dan Akmal mengalihkan tumpuan mereka kepada Luisa.

Luisa yang selama ini cemberut kepada Akmal akhirnya sedikit demi sedikit terbuka, melihat adiknya ingin berbaik dengan Akmal, seika menelan pertanyaan dan memberi ruang untuk adiknya.

Sambil tidak mengalihkan pandangannya melihat para belajar Luisa sambung bertanya "–Akmal, kenapa semua orang di ruangan ini memiliki rambut yang aneh?"

Bersoalan yang seika rasakan sebelum ini, juga dirasakan oleh Luisa. Nampaknya mahu dirinya atau adiknya masih tidak merasakan logical daripada rambut siswa dan siswi di Akademi ini.

Mendengarkan pertanyaan Luisa, Akmal seketika menutup matanya sebentar sambil memainkan anting-anting, seterusnya. Membuka mata dan menjawab soalan itu dengan senyuman ramah.

"Bagi otaku seperti Seika mungkin akan mudah memahami ini... tapi akan saya terangkan secara spesifik. mana dan energy ataupun anda boleh mengatakannya sebagai tenaga kehidupan, kekuatan ini berada dalam tubuh setiap manusia, tetapi tidak semua manusia dapat menggunakan energy yang di dalam mereka—"

"—Jadi kau ingin katakan; semua orang dalam Bandar Arcanum ini dapat menggunakan energy itu?"

Potong Luisa ditengah penjelasan Akmal, tapi Akmal tidak terlalu memperdulikannya dan membalas, "Ya tepat sekali, semua orang yang yang berada dalam Bandar Arcanum ini dapat menggunakan energy atau mana itu."

"Jadi singkatnya, kerana mereka memiliki energy, rambut mereka juga tidak akan sama dengan manusia yang tidak dapat menggunakan energy, bukan?" Tambah Luisa.

Akmal dan Seika sama-sama terkejut, Luisa hanya mendengarkan sedikit tapi sudah dapat menakap sebahagian besar penjelasannya– walaupun Luisa adalah orang yang tidak pernah menonton cerita fiksi fantasi, tidak seperti kakaknya yang berada di sebelahnya yang gugup sambil peluh di mukanya.

Seika mendongak ke arah Akmal dan berbisik dengan gugup, " Apa itu benar?"

Terlihat jelas Seika tidak dapat menakap dengan cekap. tidak seperti Luisa.

Akmal yang melihatnya, hanya menghelakan nafas dan tersenyum pahit. Seterusnya, berkata dengan sangat perlahan, " aku tarik semula kata-kata ku. Seperti diharapkan dari pewarisnya," dan melanjutkannya dengan jawapan yang dapat didengar oleh Luisa dan Seika, "Ya begitulah."

Melihat Luisa puas dengan balasannya, Akmal sambung penjelasan.

"Ya, memang benar kerana energy itu, rambut mereka juga ikut berubah, tapi energy atau mana itu tidaklah sama: ada yang menggunakan mana yang sudah berada dalam tubuh mereka, ada yang menggunakan mana disekeliling tubuh mereka, ada juga ada yang diberkati dengan mana alam sehingga mereka tidak terikat dengan konsep kehabisan mana."

Akmal mengangkat satu tangannya dan menunjukkan kepada salah satu siswa yang berada di bawah mereka, ia adalah seorang lelaki seperti pembuli yang berada di samping sudut meja panjang, dan tidak ada sesiapa disekelilingnya, "Contohnya lelaki itu," Luisa dan Seika melihat lelaki yang terlihat jahat, dan segera mengenalinya ia adalah lelaki yang bertarung di Arena, "dia adalah contoh sempurna untuk seorang pengguna yang diberkati dengan mana alam. Kita juga sudah memerhatikan kekuatannya, bukan."

Mendengar penjelasan Akmal seika teringat kembali kejadian di arena di mana si lelaki samseng melawan si gadis bob, si lelaki menggunakan kekuatan yang berdasarkan elemen tanah dan tidak menunjukkan trik lain.

"Selain itu, lawan dari si lelaki itu adalah pengguna mana disekeliling tubuhnya," Akmal mengalihkan jari telunjuknya– serta diikuti oleh Seika dan Luisa– kearah si gadis bob biru yang sedang bersembang dengan gadis rambut putih panjang bersih disebelah ia, terlihat gadis rambut bob bersembang ramah mesra–pipi gadis bob memerah– dengan gadis rambut putih.

Setelah itu, dari jari telunjuk menunjuk sang gadis bob Akmal beralih ke telinganya yang terdapat anting-anting. sambil memainkannya Akmal menjalas, "Secara ringkasnya, inti mana atau energy mereka yang berdasarkan jenis elemen seperti tanah, air dan lain-lain, membuat rambut mereka berubah mengikuti warna elemen itu, yah... Tidak semua orang juga akan mengikuti jenis elemen mana/energy mereka."

"Wow! aku rasa, aku faham," kata seika dengan antusias melihat lelaki samseng yang terlihat tidak nyaman seolah-olah mengetahui seseorang menatapnya. Tapi lelaki itu tidak dapat melihat Seika. Dan sang gadis bob yang sedang bermain dengan rakannya.

"Tapi bukankah ini tidak logik secara saintifik?" Tanya Luisa dengan acuh tak acuh.

Akmal tersenyum dan menjelaskan " Secara saintifik, hal Supernatural ini tidak terlalu logik, tapi inilah kenyataannya. Walaupun begitu tidak 100% bahwa hal ini tidak logik."

Luisa terdiam, mungkin benar hal seperti ini tidak terlalu logik di matanya, tapi dirinya sudah melihat dengan mata, kepalanya sendiri bahawa hal itu nyata. Sungguh ironis bagi dirinya yang mempelajari konsep skeptisisme.

Menghelahkan nafasnya, Akmal melihat Luisa terdiam, lalu dia menambahkan penjelasannya.

" Memang benar tidak semua manusia dapat menggunakan mana ini dalam tubuh mereka, dan masih banyak planet atau tamadun di luar bumi dapat dan tidak dapat menggunakan energy/mana ini."

Benar juga, ada makhluk seperti mereka atau tidak merupai mereka, berada di luar sana. Bukan hanya ras mereka yang special kerana dapat menggunakan energy dan mana. Fikir Luisa.

Walaupun begitu ada satu hal yang membuat Luisa keliru, iaitu bagaimana dirinya dapat tiba-tiba menggunakan kekuatan daripada Fadiance Fair. Mungkin kerana kekuatan itu tersimpan dalam dirinya? Tapi bagaimana dengan sebelum ini. Kenapa kekuatan itu tidak aktif? Kali terakhir ia dapat menggunakan kekuatan beliau, dalam keadaan terdesak, tapi sebelum itu, ada kejadian mengerikan semasa dia kecil juga terdesak, dan disitu tidak ada tanda-tanda bahwa kekuatan itu aktif sama sekali.

Merasa terganggu dengan pemikirannya, Luisa mencuba bertanya kepada Akmal tapi...

"Akma—"

"–Dia sudah tiba."

Tidak sempat lagi ingin berkata, Akmal menyatakan sesuatu, sambil berekspresi tidak senang dan memandang kearah pintu ruang kuliah.Diikuti dengan Luisa dan Seika melihatnya.

Seseorang masuk ke dalam ruangan kuliah ini.

Berjalan dengan megah, kasutnya menghentak di atas kayu hadapan ruangan kuliah sehingga membuat gema dalam ruangan.

Mata Luisa melebar dengan penuh rasa terkejut, hatinya tiba-tiba berdegup dengan kencang.

Ia adalah seorang lelaki yang memasuki ruangan kuliah terus berjalan, ia mengenakan pakaian serba hitam yang amat berbeza dengan pakaian pelajar. lelaki itu cukup tinggi sehingga mungkin 180cm tingginya, rambutnya yang hitam legam serta panjang hingga bahu terus berkibar semasa berjalan.

"Bagaimana mungkin..."

Rasa tidak senang memenuhi fikiran Luisa sehingga hatinya mencukil kenangan lama.

—Tak!

Langkah terakhirnya dan mula menunjukkan rupanya, yang sedang berdiri tegas dihadapan semua pelajar, yang seketika membuat seluruh ruangan hening.

Wajahnya yang agak berkedut, yang membuatnya terlihat cukup berusia, wajah ia juga terlihat sangat tegas sehingga tidak ada senyuman sama sekali diwajah itu. Matanya yang hitam, kalau dilihat lebih dekat akan terlihat sedikit warna hijau didalamnya. Bagai daun dalam kegelapan malam.

Lelaki yang terlihat berusia itu, mengangkat wajahnya dan melihat kearah mereka, tanpa senyuman.

Matanya yang tajam memandang Luisa, bagai pisau yang ingin memotong sayuran. Rasa takut dan gementar mulai terasa sehingga bulu roma meremang.

Tidak, tidak! Bukan itu yang patut ia risaukan. Ia mungkin baik-baik sahaja tapi, kakaknya bagaimana.

Ia harus menghentikan kakaknya sekarang, kalau tidak...

Luisa mengalihkan pandangannya kepada kakaknya.

Terlihat mukanya sangat gelap, Luisa menelan air liur dan berkata.

"Kak—"

tapi itu sudah terlambat...

"—Bagaimana... Bagaimana Pakcik ada disini!!"

Seika berdiri dan berkata dengan ganas sambil berwajah penuh kebencian.

Itu benar, orang yang berada dihadapan mereka sekarang ini adalah orang yang paling seika benci dan takuti, serta orang yang ingin memisahkan mereka berdua sebagai saudara. Ia ialah Fadhil Ansel, pakcik mereka.

***

'Bagaimana ia boleh berada disini?'

Itulah soalan pertama yang seika tanyakan dalam benak.

Orang yang paling tidak ingin seika temui, muncul dihadapannya.

Rupanya, suaranya, kewujudannya, seika ingin hapus segalanya tentang si bangsat itu dalam ingatannya.

Ansel berhenti berjalan, dan menunjukkan rupanya yang jijik untuk seika, sambil mendongak keatas iaitu dimana ia berada.

Ekspresi seika semakin gelap.

Matanya tajam seperti pisau, mukanya muram bagai kegelapan tanpa wujud.

Melihat itu kemarahannya memuncak, ia berdiri dengan penuh kemarahan sambil mengendahkan suara di sampingnya, dan berkata dengan nada yang penuh kebencian.

"Bagaimana... Bagaimana Pakcik ada disini!!"

Mengatakan itu, seketika seluruh mata di kelas memaling kearah seika.

Siswa dan siswi lain terlihat sangat bingung,dan ruangan hening tadi tiba-tiba berubah dengan bisikan liar para siswa dan siswi.

"Apa, apa budak itu ingin mencari masalah dengan professor Ansel?"

"Ah... Menyusahkan, kita mendapatkan belajar gila."

"Pakcik? Apakah professor Ansel Pakcik dia?"

Mendengarkan bisikan para pelajar yang jelas di telinga ia, seika mengabaikan mereka.

Wajahnya dan hatinya sudah diukir dengan kemarahan yang meluap-luap, opinion mereka sudah tidak seika peduli. Hanya sosok dihadapannya yang seika tumpukan.

"Bagaimana?"

Suara daripada Pakcik mereka bergema diruangan kuliah yang serta-merta membuat seluruh orang dalam ruangan sehingga keheningan datang kembali.

Suaranya yang tegas terus berkata, dan seika terus merasakan nyeri di lubuk hatinya.

"Bagaimanakah? Seperti yang kamu lihat seika, mulai sekarang aku guru kamu. Professor Ansel."

Mata dan ekspresi seika yang tajam melihat kearah Pakcik mereka dengan penuh amarah, dan Ansel melihat seika dengan mata tajam seperti pisau.

Seika mencengkeram tangannya sendiri sampai berbunyi, matanya yang tidak puas terus melihat sosok itu.

"Jadi apa kamu ada masalah dengan itu?"

Kata-kata itu membuat seika menghentakkan giginya sehingga berbunyi.

Seika yang sudah berdiri, mulai berjalan menuruni tangga kayu menuju kearah Pakciknya, sambil dilihat oleh para siswa dan siswi.

Ruangan hening bergema dengan langkah kaki penuh amarah.

Tidak sesiapa pun berani bersuara di situasi ini.

Setelah seika hampir tiba dihadapan Professor Ansel, mereka berjangka Seika akan menumpuk Ansel tetapi tidak.

Seika berjalan melewati Pakciknya dan menuju ke pintu keluar ruangan kuliah dan para pelajar tidak dapat melihat ekspresi seika.

Semasa berjalan keluar tatapan antara Seika dan Ansel saling bertembung sebentar, keduanya memiliki tatapan tajam, cuma bezanya satu memiliki niat membunuh.

Tapi seika tidak melakukan apa-apa, dia berjalan keluar dengan damai, dan meninggalkan kesan terkejut untuk semua orang dalam ruangan.

Keheningan~

Itulah satu-satunya menghilangkan ketegangan yang mematikan dalam kelas.

Dalam keadaan semua orang menahan nafas. Luisa akhirnya kembali sedar, dan segera memanggil abangnya—walaupun sudah terlewat.

"KAKAK!"

Luisa bangun dari tempatnya dan mengejar kakaknya, diikuti oleh Akmal yang menghela nafasnya dahulu dan mengikuti alur.

Semua belajar tidak bersuara dan hanya melihat kejadian yang begitu pantas, lewat begitu saja.

***

Langkah kakinya yang penuh dengan kemarahan membuat gemaran pada lantai marmar di lorong.

Matanya yang tajam bagai penuh niat bunuh terus memandang lorong yang mewah.

Tangannya mencengkam kuat-kuat dirinya seolah-olah menahan kemarahan kelam.

Setelah beberapa saat, suatu suara memanggil dan mendekatinya.

"—kakak! Tunggu!"

Diikuti juga oleh seorang lelaki yang memakai anting-anting yang menonjol.

—tak!

Langkah kaki seika berhenti dengan penuh kemarahan diikuti juga dengan langkah kaki yang mengejarnya.

Tegang dan amat tegang, Kakaknya yang sangat marah berada di hadapannya. Ia tahu kenapa kakaknya amat marah terhadap pakciknya, dan Luisa juga marah dengan pakciknya tapi itu pada tahap yang berbeza dari Seika. Seika benar-benar membenci pria tadi.

Gadis yang menawan bernama Luisa itu dulu mula bersuara dan mencuba memecahkan ketegangan.

"Kakak—"

"—Akmal."

Suara yang halus itu menyekat suara Luisa, seolah-olah suaranya ditutup paksa oleh satu nama yang dipanggil oleh kakaknya dan itu membuat atmosfera semakin tegang.

Seika memusingkan tubuhnya, dan melihatnya, tidak. Kakaknya melihat orang yang berada dibelakang dirinya.

Dengan tatapan penuh kekesalan, seika melihat Akmal yang hanya berekspresi kosong.

"Mal, apa kau mengetahui hal ini?"

Seika bertanya dengan perlahan dan halus sambil menundukkan pandangannya sehingga tidak terlihat reaksi matanya.

Akmal yang mendengar itupun, mula tersenyum nipis seolah-olah mencuba menenangkan haiwan yang sedang mengamuk dengan tenang.

"Aku faham, kau marah, seika. Tapi tenanglah dia tidak akan membuat hal yang sama seperti du—"

Tidak sempat menghabiskan ayatnya, Seika maju seperti haiwan buas yang sedang memangsa Akmal.

Seika mencengkeram kerah Akmal dan menghentakkan-nya di dinding lorong dengan keras. Luisa yang melihatnya mencuba bertindak, tapi segera ia berhenti akan niatnya itu.

"KAU!! JANGAN MEMAKAI TOPENG SIALAN ITU! SIAL! AKU TANYA JAWAP, JANGAN MENCUBA MENGALIHKAN PERTANYAAN AKU! APA KAU TAHU AKAN HAL INI?"

Suara yang penuh amarah yang meluap-luap, membuat Luisa ketakutan, Luisa melihat Kakaknya marah mengingatkan dirinya pada kejadian diwaktu ibu dan ayahnya meninggal dahulu.

Sewaktu itu, kakaknya juga bertengkar dengan penuh amarah dengan saudara mara kami, Luisa tidak melihatnya tapi diwaktu itu ia mendengar dengan jelas luapan amarah kakaknya.

Akmal yang sedang dicengkam oleh Seika masih terlihat tenang.

Akmal seolah-olah tidak ada apa-apa yang berlaku, mengangkat tangan dan menyentuh serta memainkan anting-anting nya, dengan tenang.

Seika hanya melihat dengan marah, namun. masih mencekeram kerah Akmal.

Dan tiba-tiba senyuman ramah mesra yang selalu menghiasi bibirnya hilang, dan digantikan oleh tatapan dingin dan ekspresi.

Seika sedikit tersentak melihatnya, tapi tetap mengekalkan situasi.

Di samping itu, Luisa yang berada di sisi mereka juga ikut terkejut dengan reaksi Akmal yang berubah dengan drastis.

Akmal kembali ke dirinya yang mereka kenali. Akmal menghela nafasnya dan...

"Aku tidak memakai topeng ,Seika. Aku yang kau kenali dan aku yang tidak kau kenali, adalah sentiasa diri aku yang sebenarnya. Tidak ada yang palsu dan tidak ada yang benar." Akmal berkata dengan tatapan dingin dan tajam sehingga menusuk mental Seika.

—Keheningan

Seika tidak terlalu memahami apa makna ingin disampaikan oleh Akmal, tapi itu bukan hanya sekadar kata-kata kosong.

Tapi kata-kata itu juga bukan jawapan diinginkan Seika.

"Kau masih tidak men—"

"— Ya aku tahu."

Akmal berkata dengan santainya. Tanpa menutup-nutupinya lagi.

Seika mengentakkan giginya, dan melepaskan kerah Akmal dengan kasar.

Tidak ada yang dapat ia lakukan. Walaupun ia tahu Akmal mengetahui Pakciknya akan menjadi guru, Tetap dirinya tidak dapat mengubah itu.

Tapi ada satu hal yang perlu di ketahui.

"Kenapa kau tidak memberi tahu ku."

"Kerana dia menyuruh aku untuk tidak menceritakannya, selain itu. Kalau aku menceritakannya, hanya akan menimbulkan konflik diwaktu kita kesini."

Akmal yang tidak tersenyum ramah lagi, kembali kepada dirinya yang seika kenali; Akmal yang dingin dan selalunya tidak memperdulikan apapun.

"Jadi, kau mungkin masih berfikir untuk mengubah guru. Akan aku jelaskan dengan tegas. Itu mustahil."

Tersentak dengan penyataan Akmal, Seika hanya mampu bertanya.

"Mengapa?"

"Kerana dirinya sendiri yang meminta untuk tidak mengubahnya apabila kau menolak. Dan Maya menyetujuinya."

Maya? Kenapa ia melakukan hal ini? Apa yang orang sialan itu suapkan kepadanya? Seika merasa kesal kerana tidak memahami maya.

Seika mengetap gerahamnya, rasa mual dan marah daripada masa lalu melontar-ronta di kepalanya.

"Hah..." Akmal menghela nafas dengan ekspresi kosongnya sambil bermain-main anting-anting, dan mula menyambung "Seika... Bukankah ini baik?"

'Hah?' seika tidak berkata dibibir tapi dalam benaknya.

Seika melihat Akmal.

"Kau patut berbaik dengan pakcik kau, aku tahu dia sebenarnya bukan sejahat yang kau fikirkan."

Berbaik? Dengan lelaki sialan itu? Apa maksud kau? Seika berfikir ungkapan Akmal.

"Lagi pula dia..—!"

"LEBIH BAIK KAU DIAM MAL!!"

Seika melihat Akmal dengan mata penuh kemarahan sehingga membuat lorong menjadi hening serta merta.

Akmal dan Luisa juga tersentak dengan kemarahan Seika tiba-tiba.

Situasi yang sepi membuat rasa tegang menyertainya.

Setelah mengatakan itu Seika melihat adiknya ketakutan dengannya dan seolah-olah mula menyedari keadaan Seika serta-merta mengalihkan pandangannya dan mencuba menarik nafas dalam-dalam.

"Maaf. Tolong jangan kata apa-apa lagi mal..."

Kemarahan, kesedihan dan keputusasaanya tidak difahami oleh Akmal sama sekali; apa yang membuatnya begitu marah dan sedih. Apa yang dibuat oleh pakciknya sehingga begini?

Akmal tidak memahaminya. dengan ketidakupayaan Akmal dalam memahami seika, situasi terus menjadi hening sehingga mereka kembali ke asrama.