Sesaat didepan pintu, Celis berteriak.
"Aku gapunya orangtua, Diamlah dan kubur anakmu. Sebar saja cerita duka anakmu besok, akulah yang pembunuhnya."
Kemudian Celis berjalan dan menghilang dari pandangan.
Berjalan pulang dengan menghela nafas.
"Huh... gunakan kecepatan tinggi bikin cepat lelah, pantas aja aku kalah dengan Hella kemarin. Ya setidaknya Pedangku ringan jadinya ga terlalu boros energi banget."
Salah satu dari pejuang tadi melihat Celis berjalan menuju ke arah hutan.
memanggil teman-temannya yang lain.
"Liat tuh. Dia kah?"
"Coba panggil."
Dia memanggil Celis.
"Woi!"
Celis melihat kebelakang, heran dengan seseorang memanggilnya. Mereka mendatanginya lalu bertanya.
"Apa kamu yang membunuh mereka tadi?"
Celis tersenyum tipis dan menjawab.
"Mana tau."
Kemudian Celis kembali berjalan tapi salah satu dari mereka memegang bahu Kiri Celis dan memutar balik badannya, memegang kedua bahunya.
Dengan nada tinggi, Pria berbadan besar tinggi itu menegaskan Celis.
"Tau sopan santun ga? Ditanya tuh jawab yang bener!"
Celis menekan Auranya, suasana kematian yang disebabkan tekanan tersebut membuatnya ketakutan.
"Setidaknya, yang Tualah paham sopan santun."
Salah satu rekannya datang membubarkan keributan mereka berdua. Memisahkan Celis dan temannya tersebut.
"Sudahlah, Bondan."
Dia Pria dengan rambut pirang membawa panah dibelakang, tersenyum tipis berbicara lembut dengan Celis.
"Maafkan temanku, dia emang emosian orangnya. Ku tanya lagi, apa kamu yang menyelamatkan desa kami?"
Celis menjawab dengan berat hati.
"50. aku memang yang membunuh mereka, tapi aku juga membunuh warga kalian."
Pria terkejut dan bertanya lagi.
"Gitu ya, siapa yang kamu bunuh, ciri-cirinya."
"Anak kecil, kalau ga salah namanya Wira. Aku menusuknya tepat depan ibunya, saat aku datang dia masih kerasukan tapi entah tiba-tiba dia tidak menjadi setan. Mungkin dia berhasil mengusirnya."
Setelah mendengarnya, Dia Mulai menangis. Celis merasa dia adalah ayahnya. Bondan merasa kesal maju kedepan, tapi Ayah Wira menghalanginya dengan tangannya.
"Sudahlah Bondan." Sambil mengelap air mata.
"Anakku telah berjuang dengan baik."
Celis menundukkan kepalanya, merasa bersalah yang mendalam. Dia bertanya lagi, meski kondisi perasaan yang hancur, dia tetap berbicara lembut kepada Celis.
"Siapa namamu?"
Celis menjawabnya dengan lembut.
"Terserahmu saja memanggilku apa. Maaf."
Celis berjalan pulang. Setelah sampai dimana tempat yang aman, Celis duduk bersandar di pohon. Memenangkan dirinya, jantung berdebar-debar, anxienty kambuh, dan perasaan yang menyalahkan diri.
"Brisik bat ni pikiran."
Celis berdiri dan mengayun pedang Sumitsu, ruang tersobek dan tercipta ruang distorsi terbuka yang menuju pulang ke rumah.
"Mumpung ada Lia."
Setelah beberapa waktu, Celis habis mandi pergi ke kamar menggunakan pakaian sebelum berangkat tadi. Membuka pintu, melihat Lia sedang main hp
melihat Celis.
"Habis ngapain aja pulang-pulang mandi?"
Celis mengacak acak rambutnya.
"Aku ada latihan khusus, tubuhku bau makanya mandi."
"Oh."
Celis manggil dengan nada rendah.
"Lia."
"Hmm~?"
Celis memeluk Lia lalu menangis.

"Uhuhuhu~~~"
"Lebaynya kambuh."
"Aku belum bisa lupakan dia, liyaaaawwawaaayayayaa~~~~~"
"Makanya jangan dipikirin terus. Ngapain coba mikirin dia yang gatau keadaan kamu sekarang. Lagian udah lama dari kamu kelas 8 kamu putus, Masih aja gamon sampe sekarang."
"Mana tawuuuuauwwuwuaaaaa~~~~~"
Lia mengusap-usap kepalanya sambil berkata
"Utututu~ ,kasian amat."
Mengingat besok ada yang ingin dilakukan, Lia mencoba untuk membujuknya.
"Ikutkah besok? Aku mau ke Bank."
Celis melepas pelukannya dan duduk bersila dengan penuh semangat bilang
"Mauu."
"Iya iya besokku bonceng."
"Ngebut."
Lia berteriak
"GAKKK!!!!"
Pembicaraan diakhiri, lalu keesokan harinya. Mereka di jalanan timbau, Celis di bonceng Lia. Terlihat senang dan girang di belakang. Lia di depan melihatnya dari spion.
"Anak aneh."
Celis tiba-tiba kepikiran kata-kata Hella.
Kemarin.
"Ketika seseorang berjanji setia kepada tuannya—
Hella menggunakan pisau bayangan untuk membuat portal.
"—seseorang itu akan membagi kekuatannya kepada Tuannya, itulah Loyalitas ku."
Celis bicara dalam pikiran.
"Ohiya, kalau dipikir-pikir Hella juga punya dua kekuatan. Pertama dia melintasi dimensi atau semacamnya, kedua dia punya kekuatan bayangan atau kegelapan atau terserah apa sebutannya. Sebenarnya dia siapa dah, tau hal penting gitu."
Hari ini pun berlalu tanpa ada hal yang menarik dan spesial, hingga berjalan waktu demi waktu telah berlalu.
Seminggu setelahnya, Jam 08.37 Wita. Celis memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah Pak George karena Dia merasa tak nyaman dan tak pantas disana karena suatu alasan, itulah yang dia katakan ke Goerge. Celis sampai dimana dia berasal.
Rumah lamanya sebelum pindah ke rumah George. Keadaan yang sama yaitu belum bayar listrik, token listrik berbunyi yang bertanda harus dibayar dan punya daya listrik rendah.
"Yah, lumayan dikasih 10.000.000 Rupiah untuk bekal hidup, juga untuk baikin rumah. Terimakasih pak George."
Saat dia masuk membuka pintu, didalam tampak berantakan seperti ada seseorang yang mengeledah rumahnya. mengingat sebelum pindah seharusnya rumah sudah rapi dan malah berhamburan.
Celis berpikir.
"Ada orangkah?"
Celis menaruh tas bawaannya dengan pelan tanpa suara dan mengambil posisi siap mengeluarkan Pedang Sumitsu, berlahan - lahan berjalan diantara kegelapan.
Di kamar orangtuanya Celis, ada 2 orang pria tua menggunakan pakaian kaos random dan celana panjang
Note: malas mendeskripsikannya jir:v
Satunya membongkar dan menghamburi pakaian bahkan membanting balik kasur dan yang satunya lagi cuma melihat dan memberi pengelihatan cahaya karena disana gelap.
Celis berjalan berlahan mengintip mereka di depan pintu.
"Dimana sih pedangnya? Katanya dibawah kasur."
"Emang kenapa dengan pedangnya?"
"Pedang katana biasa ga terlalu spesial soal tampilan tapi Deru Von D'e memberikan separuh kekuatannya untuk pedang katana nya menjadikannya lebih ringan dari apapun."
Celis terkejut mendengarnya.
Temannya bertanya lagi.
"Apa dia punya anak?"
Dia menjawab lagi.
"Punya anak tunggal, seharusnya aku bunuh dia juga. Sayangnya baru dapat infonya kemarin malam."
Setelah menjelaskannya, tiba-tiba orang yang membawa senter terlihat panik dan syok, melihat temannya tiba-tiba ditusuk perutnya dengan pedang hingga tembus kedepan.
"Jep?!"
Celis menggretak giginya terlihat dari mulutnya yang menunjukkan kekesalannya, melepas pedang lalu lanjutmemotong kedua tangan dan kakinya.
Orang yang bernama "Jep" itu berteriak kesakitan dan temannya cuma melihat kesadisan.
"AAAAARRRRGGGGHHGGGGGKKKKKKKK!!!!!!!! TOLONG AKU!!!! AGUSSS!!!!!"
Agus yang membawa senter itu ketakutan bergemetaran dia melarikan diri tapi tersandung tangan Jep. Dia terjatuh dan Celis menghampirinya.
Dia merangkak keluar tapi Celis menusuk tangannya. Membuatnya berteriak.
"ARRRGGGGGHHHHHH SESEORANG TOLONG KAMI!!!!"
Celis bersuara rendah keputus asaan menjawab.
"Tolong?Siapa? Dimana? KENAPAAAA!!!!!!"
Aura Celis bocor secara spontan dan meluas menyelimuti seluruh rumahnya. Celis menginjak kakinya di tangan Agus memotong satu persatu jarinya.
"ARRGGGHHHHH!!! TOLONG AMPUNI KAMI!!"
"Ampuni? Ahh... Iya aku mengampuni kalian tapi..."
Celis memotong kedua kakinya lalu mengangkat Agus ke samping Jep.
"KAU HARUS MENUNGGU GILIRANMU!!!"
Celis memegang kepala Jep dan menaruhnya seolah dia duduk, lalu memotong kedua telinga Jep dan membuatnya teriak, memotong hidungnya, menusuk mata kiri dan kanannya. Agus tak bisa melakukan apapun selain melihat temannya didalam perasaan takut yang melebihi ketakutan kematian itu sendiri dan membuatnya ingin muntah-muntah Melihat temannya tercincang.
Menusuk mulut Jep dan terakhir menusuk jantungnya. Sudah terlihat jelas Jep mati karena disiksa dan juga terlalu banyak menghabiskan darahnya yang menjadikannya banjir darah dimayatnya.
Celis melihat ke Agus dan dia ketakutan sampai-sampai bernafas saja dia terasa berat.
"Siapa tadi ya, Agus? Ngapain kalian kesini? Hah?!"
Agus menjawab terbata-bata karena ketakutan.
"Ka-ka-kami...Disur-ruh...."
Celis yang tak sabar menusuk paha Agus.
"ARRGGGHHHHH!!!!"
Agus berteriak kesakitan dan langsung memberi semua jawabannya.
"Kami disuruh orang bernama Robert Pattinson dijuluki Sang Nekromansi jahat, dia menginginkan pedang bapakmu untuk nambah kekuatannya. Demi Tujuan untuk membangkitkan Para leluhur yang lama untuk meratakan Tenggarong dengan kekuatan rohnya. Aku gatau pasti dia dimana tapi tempat para leluhur berada di Pulau Kumala yang aku yakin dia akan kesana saat-saat tertentu."
Celis menjawab dengan nada rendah.
"Gitukah?"
"Iya jadi tolong, aku hanya disuruh dia untuk temani Jepri kesini."
Celis langsung memotong kepalanya dan terjatuh berguling.