Chapter 1 Kejutan
Raia menyentuh dahi tubuh anak itu, memindahkan jiwanya ke dalam tubuh ringkih tersebut dalam wujud sebuah bintang kecil yang berpendar.
Berbagai ingatan dan perasaan asing mulai memasuki benak Raia, membuatnya sedikit terperanjat. Ia menggali lebih dalam, berusaha mencari tahu asal muasal gelombang emosi yang tiba-tiba melandanya.
"Ironis sekali... Kuharap kau bisa tenang sekarang," Gunam Raia lirih.
Kini ia dapat melihat dengan jelas, kilasan demi kilasan memori pahit dari kehidupan anak itu. Kekerasan, kebencian, ketidakpedulian dari keluarganya, semuanya terasa begitu nyata bagi Raia.
Ia menyaksikan bagaimana anak itu menerima perlakuan kejam dari kedua orang tuanya. Dibenci dan dijauhi teman-teman sebayanya karena dianggap bodoh dan tak mampu mengendalikan sihir. Hidup dalam kesepian, kebencian dan rasa sakit yang mendalam, hingga akhirnya berakhir tragis di usianya yang baru menginjak 16 tahun.
"Hmm... sepertinya ini akan menarik. Aku akan menggantikan perannya dan membuat alur cerita yang baru," gumam Raia dengan seringai penuh misteri. Entah rencana apa yang tengah disusun olehnya.
Raia mulai berdiri menggunakan tubuh ringkih itu. Rambut hitam anak tersebut kini berubah warna menjadi keabu-abuan akibat tercampur dengan surai asli Raia.
"Ugh, pakaian ini sangat aneh. Tidak sesuai dengan seleraku," keluh Raia sambil memandang tak suka dengan pakaian anak itu yang warnanya nyentrik, baju berwarna kuning dan dilapisi blazer merah.
Kini, sesosok pemuda dengan rambut abu-abu keperakan dan mata biru menyala mulai melangkah menuju keluar hutan, tujuannya adalah kerajaan yang berada tak jauh dari sana. Tak ada lagi sisa-sisa dari rupa asli sang pemilik tubuh sebelumnya. Raia telah sepenuhnya menguasai raga itu.
Ia melangkah, memberikan keheningan yang mencekam pada semua hewan disekitarnya. Raia berjalan menuju keluar hutan, siapa tahu ia mendapat sesuatu yang mengejutkan.
∆∆∆
Di luar hutan, tampak 3 orang sedang menanti dengan cemas. Seorang wanita cantik berusia sekitar 20 tahun ditemani dua orang murid laki-laki yang mengenakan pakaian serupa dengan Raia. Mereka sepertinya tengah mencari keberadaan anak yang tadi dimasuki oleh Raia.
"Miss Claudia, apa Anda yakin kalau Noah masuk ke dalam hutan ini?" tanya salah satu murid berperawakan bangsawan dengan rambut hitam legam.
"Tentu saja, Hayden. Aku jelas merasakan keberadaannya di sini tadi," sahut Miss Claudia dengan raut wajah cemas.
"Miss Claudia, saya punya saran. Bagaimana jika kita masuk sedikit ke dalam hutan ini? Siapa tahu Anda bisa merasakan keberadaannya," usul murid satunya lagi yang daritadi berekspresi datar, berbeda dengan Miss Claudia dan Hayden.
"Baiklah, ayo kita coba. Hayden, Kriss, kalian harus tetap di belakangku. Jangan ke mana-mana," perintah Miss Claudia menyetujui usulan Kriss.
Mereka bertiga mulai melangkah senyap masuk ke dalam hutan, waspada mengawasi sekeliling. Miss Claudia tahu betul hutan ini sangat berbahaya.
Setelah cukup jauh masuk tanpa bicara sepatah kata pun, terdengar suara ranting patah memecah keheningan. Karena panik, Hayden tanpa sengaja merapal sihir apinya yang membentuk segitiga, mengenai sebuah pohon dan membakarnya.
Karena nyaringnya sihir yang dikeluarkan Hayden, para monster dan hewan sihir bereaksi cepat akan suara itu. Mereka mulai bangun satu persatu, terdengar jelas kikikan burung gagak, seolah-olah sedang memancing para monster dan hewan sihir.
"Ah, sial! Kita harus kembali, Miss Claudia!" seru Kriss sambil berbalik dan berlari menuju jalan keluar.
Dengan cepat Miss Claudia meraih kerah baju Hayden dan menariknya untuk ikut berlari. Raungan monster mulai terdengar di sekitar hutan, diikuti lolongan serigala yang memekakkan telinga.
Namun tiba-tiba, hutan yang tadinya ricuh mendadak hening senyap. Miss Claudia, Hayden dan Kriss terpaku di tempat. Mereka seakan tak percaya akan hal ini, ketiganya bertanya-tanya apakah tadi hanya ilusi?
Keheningan mencekam merayapi hutan. Terdengar langkah kaki mendekat ke arah mereka. Miss Claudia perlahan berbalik, ingin tahu apa yang ada di belakang.
Seseorang yang mereka cari kini datang sendirinya, senyuman tipis menghiasi wajah Raia yang kini sudah menjadi anak bernama Noah. Baju yang compang camping, membuat Raia sedikit risih apalagi ketika bertemu orang lain.
"Apa kalian mencariku?" Raia muncul dari balik semak lebat sambil tersenyum tipis.
"Noah!" pekik Miss Claudia lega, berlari memeluknya erat.
Raia bertanya-tanya dalam hati, apakah mereka teman baik dari anak bernama Noah? Sebelumnya ia tidak menemukan ingatan apapun tentang tiga orang ini dalam pikiran Noah, hanya ada perasaan kesepian dan kebencian mendalam.
"Aku baik-baik saja, jangan khawatir," Raia berusaha menenangkan Miss Claudia yang memeluknya dengan erat.
"Fyuh, untunglah tidak ada monster yang datang," hela Hayden lega, seolah beban berat terangkat dari pundaknya.
"Dasar penakut, kau harus belajar mengendalikan diri," cemooh Kriss sambil melipat kedua tangannya di dada.
Wajah datar Kriss perlahan melunak menjadi ekspresi lega saat menatap Noah. "Syukurlah kau baik-baik saja," ucapnya tulus.
"Aku juga senang melihatmu selamat, kawan. Tapi aku penasaran, apa yang kaulakukan di hutan aneh ini sendirian?" tanya Hayden, matanya menelusuri penampilan Noah dengan rasa ingin tahu yang besar.
"Aku hanya tersesat saat mengejar seorang peri kecil dan berakhir di sini," Raia mengarang cerita agar kejadian ini terdengar masuk akal bagi mereka bertiga.
"Yang penting kamu selamat, Noah. Ayo kita kembali ke akademi sekarang," ajak Miss Claudia sembari melangkah pergi bersama Hayden dan Kriss.
Namun tiba-tiba, Raia merasakan sesuatu yang tak nyaman saat hendak melangkah. Ia berhenti dan menoleh ke arah hutan. Sesuatu di dalamnya mengusiknya, namun Raia tak bisa mengidentifikasinya, entah itu manusia atau makhluk kuat.
'Apakah aku sudah melemah sekarang? Mungkinkah ini pengaruh dari segel itu yang terus menyerap kekuatanku?' batin Raia resah. Ia menyadari kemampuan merasakan keberadaan orang lain di sekitarnya telah memudar.
Di balik hutan lebat nan berbahaya, di tempat Raia membunuh serigala berbulu biru, sesosok misterius berjubah hitam bertudung muncul. Ia memegang tongkat berbentuk kepala wanita menangis.
Sosok itu menyentuh tubuh serigala, menciptakan spiral sihir merah darah di bawahnya. Tongkatnya mengeluarkan tetesan air, seolah kepala wanita itu menangis sungguhan.
"Bangkitlah wahai serigala yang malang, balas kematian tragismu," bisiknya sambil mengelus lembut tubuh serigala, seringai tersungging di wajahnya.
Spiral sihir merah darah naik perlahan, kemudian pecah menjadi partikel seperti kepingan kaca. Partikel itu memasuki lubang di dada serigala, membentuk jantung baru.
Serigala berbulu biru itu mulai bergerak, mata merahnya menyala dengan dendam luar biasa. Lolongannya memekakkan telinga, memenuhi hutan dengan kepedihannya.
"Bagus...sangat bagus! Percobaan pertamaku berhasil setelah sekian lama! Hahahahaha!" Sosok misterius itu tertawa puas, gembira karena akhirnya berhasil mencapai apa yang diinginkannya.
"Sekarang, lacaklah orang yang telah membunuhmu dan habisi dia. Kau jauh lebih kuat sekarang," bisik sang sosok misterius, seringai jahat terpampang di wajahnya seakan tak ingin pudar.
Serigala berbulu biru itu melesat meninggalkan tempat itu, melecut semak berduri di sepanjang jalannya bagaikan angin liar. Ia menerjang habis-habisan, seolah didorong oleh dendam membakar yang tak tertahan.
Setelah menempuh jarak yang cukup jauh dari tempat ia terbunuh sebelumnya, sang serigala akhirnya sampai di tujuannya. Sebuah markas tersembunyi di tengah hutan lebat, tempat serigala lain yang tengah terlelap.
Dengan lolongan panjang, ia membangunkan serigala-serigala itu dari tidur mereka. Mereka berkomunikasi dalam bahasa hewan yang hanya mereka pahami, seakan merencanakan sesuatu yang besar, sebuah balas dendam.
Sementara itu, di luar hutan, Raia memutuskan untuk menghiraukan perasaan tak nyaman yang mengusiknya. Ia berpikir mungkin semua itu hanya efek samping dari tubuh manusia yang dihuninya.
Di hadapan Raia, Miss Claudia menoleh dengan senyum lega merekah di wajah cantiknya. "Ayo Noah, apa yang kau tunggu?," ajaknya ramah sembari melangkah pergi diikuti Hayden dan Kriss.