"Apa yang terjadi saat kalian bermain?," tanyaku.
Lawan bicaraku, lebih tepatnya, orang yang ku paksa berbicara tidak mengeluarkan sepatah kata dari mulutnya. Kami berada di bawah pohon tempat Hyacinth dan Miliana sering bermain.
Dorothy Perkins, aku membencimu atas mukamu yang sangat menyeramkan. Tapi kali ini biarkan aku memanfaatkan wajahmu ini. "Katakan secepatnya, siapa biadab yang melukai Hyacinth."
Miliana terlihat ketakutan sekarang. Memang wajah ini cocok untuk membuat orang tertekan. "Bu-bukannya kamu yang melukai Cint?".
???
"Aku tidak mengerti maksudmu."
"Kamu kan menyuruh Wiliam untuk melukai Hyacinth?! Dasar ular!! Kau melukai sahabatku!".
Wiliam? Bukankah dia pria lajang yang tinggal dekat rumah kami? Menurut ingatan Dorothy, Wiliam selalu berbuat baik kepada Dorothy namun tidak pernah dibalas oleh Dorothy. Sebentar... Aku menyuruh Wiliam? Bahkan sejak aku memasuki tubuh ini aku belum pernah berbicara dengan Wiliam. Dorothy pun hampir tidak pernah berbicara dengan Wiliam.
"Katakan kejadiannya."
"D-Dia melempari Hyacinth dengan batu. Lalu menyuruh anak laki-laki disekitar untuk menghajar Cint. Apa kau puas sudah dengan perbuatan mu kepada Cint?! Dia tidak bersalah kenapa kamu harus melukainya!!!".
B-Binatang!!! Wiliam bajingan. Aku akan menghancurkan wajahnya hingga tidak berbentuk wajah lagi. Aku berdiri dan mengelus kepala Miliana sambil mengucapkan terima kasih. Segera aku beranjak dari sana dan mengambil kapak dari belakang rumah.
Segera aku pergi ke rumah Wiliam. Aku awalnya mengetuk dan menyapa, "Halo? Ada orang di rumah?".
Tidak ada jawaban. Aku mengetuk pintunya lagi hingga tak terhitung. Ketukanku makin kencang hingga pintunya bergetar. Kesabaran ku telah hilang.
*Pltak
Aku mengayunkan kapak dan perlahan menghancurkan pintu Wiliam. Terus aku melakukannya hingga pintunya tidak lagi berbentuk pintu. Patahan pintu Wiliam berserakan di lantai. Ruang tamunya kosong, sepertinya dia ada di kamar.
"Wiliam!!!," teriakku.
Masih tidak ada jawaban. Aku pergi ke kamarnya dan terdengar suara gaduh di dalamnya. Aku tidak peduli apa yang dia lakukan di kamarnya itu. Tidak ada mengetuk pintu lagi, aku mengayunkan kembali kapakku dan menghancurkan pintu kamarnya. Bagian atas pintu sudah hancur dan aku melihat Wiliam dan seorang perempuan dengan pakaian—bahkan hampir tidak berpakaian sedang di atas kasur. Wiliam ketakutan melihatku dari sudut pintu yang hancur, begitu juga perempuan yang bersamanya.
"Do-Dorothy? Ada apa?! Kenapa kamu menghancurkan pintu kamarku?!".
"Aku sudah menghancurkan pintu lain saat kau asik menggoyangkan pinggangmu itu."
Aku menendang sekeras mungkin pintu kamarnya hingga pintunya terlepas dan terjatuh di lantai. Walau kurang olahraga, Dorothy punya kekuatan otot seperti gorila. "Binatang, apa kata-kata terakhirmu?," ucapku.
Wiliam semakin ketakutan. Sedangkan perempuan yang bersamanya sudah berpakaian rapi. Aku mengisyaratkan perempuan itu untuk pergi secepatnya karena dia tidak ada urusannya dengan masalah ini. Dia pergi dengan wajah ketakutan dan pucat. Sepertinya tampangku macam raja iblis sekarang.
Wiliam berdiri dengan tangan memegang kain menutupi selangkangannya. "Ap-Apa salahku? Te-tenang Dorothy, hatiku hanya untukmu. Wanita tadi—".
"Binatang, siapa yang membahas hubunganmu dan perempuan tadi?".
"J-Jadi kau kenapa marah—".
Aku mendekati Wiliam dan menendang selangkangannya. Dia terjatuh, meringis kesakitan dan menangis layaknya perempuan.
"Ini tidak setimpal dengan apa yang diderita Hyacinth."
Dia langsung berdiri sambil memegang anu nya. "Bukankah kau membencinya?!".
Aku tambah naik pitam. Aku menjambak rambut Wiliam dan dia histeris kesakitan. "Kata siapa?! Hah! Sekali lagi kuperingatkan kepadamu Wiliam. Jika kamu menyentuh Hyacinth lagi," aku mengarahkan kapakku ke selangkangannya, "Kau akan menjadi perempuan."
Dia mengangguk paham dengan penuh ketakutan. Aku melepaskan tanganku dari rambut najisnya itu. Segera kutinggalkan rumahnya dan pergi ke tempat Miliana. Tapi malah Miliana berada di dekat rumah Wiliam. Dia melihatku dengan ketakutan tapi tatapannya seperti menantang dengan penuh keberanian. Padahal aku tidak melakukan apapun tapi dia ketakutan—Tidak sepenuhnya juga aku tidak melakukan apapun.
"Kenapa?," tanya dia.
"Apa?," balasku.
"Kenapa kamu melakukan itu semua?".
"Bukankah dia yang melukai Hyacinth?".
"Jangan tiba-tiba peduli kepada Cint!! Aku tahu kelakuanmu kepada Cint."
Aku juga tahu itu, nak. Dorothy Perkins memang biadab. Tapi aku akan memperbaiki itu dari sekarang. Setidaknya sampai Hyacinth bisa menjadi dewasa yang aku harapkan. Besar dengan cinta dan kasih sayang. Jika di masa depan dia membalas semua perbuatan buruk Dorothy Perkins kepadaku maka aku akan menerimanya tanpa perlawanan.
Aku memegang kepala Miliana. "Aku satu-satunya keluarga Hyacinth sekarang. Aku akan melindunginya mulai sekarang. Karenanya, kamu sebagai sahabat Hyacinth harus ikut melindunginya."
Miliana tetap terlihat tidak percaya kepadaku tapi tidak masalah. Aku yakin dia akan tetap melindungi Hyacinth di masa depan.
Setelahnya aku pulang ke rumah untuk menyiapkan makan malam untuk Hyacinth.
•••
"Enak...," ucap Hyacinth.
Aku memakan rendang buatanku sendiri. Aku senang sekali Hyacinth menyukai makanan yang aku buat. Di dunia asalku, rendang adalah makanan paling enak no.1 di dunia. Jadi aku bangga menghidangkan makanan ini kepada Hyacinth.
Dia sangat lahap makan. Dia harus menaikan badanya karena anak seumur dengan Hyacinth tinggi dan lebih berisi. Intinya dia harus menaikan berat badannya dan jangan sampai kelebihan beban. Aku ingin pipinya tembem, saat ku angkat tidak hanya tulang yang aku rasakan, dan ingin dia tumbuh dengan cantik seperti namanya.
Bunga Hyacinth. Aku rasa ada alasan tersendiri kenapa Camelia menamainya Hyacinth. Namanya pun "Camelia" yang berasal dari nama bunga Camelia dan bunga itu memiliki bahasa bunga yang berarti cinta, kasih sayang, dan keagungan. Dorothy Perkins dahulu menganggap Camelia sebagai cinta dan kasih sayang yang dia miliki.
Kemudian Hyacinth juga berasa dari bunga bernama Hyacinth dan memiliki bahasa bunga pengampunan, kebahagiaan, dan ketulusan. Aku jadi berspekulasi jika Camelia memberi nama Hyacinth kepada anaknya mungkin karena dia tahu jika Hyacinth akan diasuh oleh Dorothy. Camelia seperti meminta pengampunan kepada Dorothy dan memberi kebahagian serta ketulusan kembali kepada Dorothy.
"B-Bibi... Aku sudah selesai."
Aku tersadar dari lamunanku dan melihat piring Hyacinth yang begitu bersih. Aku bangga kepada Hyacinth karena dia tidak seperti anak-anak yang pernah aku temui selama hidup. Piringnya tidak bersisa makanan sedikit pun.
"Kamu masih lapar? Aku akan ambilkan nasi lagi jika kamu mau."
"Ti-tidak... Aku sudah kenyang..."
Dia seperti malu-malu lalu senyum sambil menundukkan kepalanya. "Apakah makanannya enak?," tanyaku.
Hyacinth terperanjat dan melihatku sungguh-sungguh. Dia mengangguk dengan penuh semangat. Aku senang melihatnya.
"Apa kamu suka rendang ini?".
"J-jadi ini nama makannya rendang ya... Ya! Aku suka."
Aku berdiri dan mengambil piring Hyacinth. Menaruhnya di tempat cucian piring lalu kembali menghampiri Hyacinth. Aku mengelus rambut putihnya dengan pelan. "Senang mendengarnya. Apakah kamu mau jika kedepannya aku memasakkan rendang untukmu?".
"T-tapi ini kan ayam? Bukannya mahal?".
Aku seperti tertusuk jarum. Anak sekecil Hyacinth sudah memikirkan berapa mahal makanan yang dia sudah makan. "Bibi kaya! Tenang saja."
Dia melihatku dengan berbinar lalu menundukkan kepalanya lagi sambil mengangguk pelan. Telinganya memerah, sepertinya dia senang aku berucap seperti itu.
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu yang diiringi suara panik, "Tolong! Siapapun! Tolong bantu kami."
Suara laki-laki. Suara asing. Tidak terdengar seperti suara si bajingan Wiliam. Dari suaranya dia sangat panik seiring dengan ketukan pintu yang makin menjadi. Tapi aku harus berhati-hati karena takutnya dia adalah penjahat. Segera kuangkat Hyacinth dan menempatkannya di kamarku.
"Hyacinth, kamu tidak boleh keluar kamar ini. Jika aku berteriak atau terdengar suara aneh, abaikan saja. Apapun yang terjadi jangan keluar."
"T-Tapi bibi."
"Ikuti perkataan ku Hyacinth," aku melirik pada ruangan tersembunyi di balik rak buku ku. "Jika ada yang mendekat ke kamar ini, segera tarik buku nomor 3 dari bawah rak buku itu. Kamu harus bersembunyi di sana."
Hyacinth hanya diam. Aku memeluknya dan mengelus punggungnya secara perlahan. "Apapun yang terjadi, aku akan melindungi mu."
Segera aku pergi keluar kamar dan menguncinya. Pintu dan suara minta tolong semakin ricuh. Segera aku pergi ke depan pintu. Aku memegang besi di belakang badanku. Akan ku gunakan besi itu sebagai alat pertahanan diri jika yang aku temui adalah orang jahat.
Aku membuka pintu dan, "Nona! Kami butuh pertolongan!".
Dua sosok pria. Satunya adalah orang menggedor pintu dan satunya lagi adalah pria terluka yang pingsan.