Miliana dan Hyacinth sedang menangis sambil berpelukan. Mereka memanggil nama satu sama lain seperti dunia akan berakhir hari ini. Hyacinth dan aku akan pergi ke kediaman Duke Kalister karena itu Miliana dan Hyacinth sedang melakukan ritual perpisahan mereka.
Aku sudah mewarnai rambut Hyacinth menjadi hitam dan warna mata Hyacinth juga diubah menjadi kuning menggunakan sihir Kaisar.
"Ini adalah penyamaran. Kita tidak tahu kedepannya bagaimana. Bisa saja sewaktu-waktu Hyacinth atau Nona Perkins bertemu dengan orang-orang gereja walaupun kita semua sudah bersusah payah menghindari gereja Elifuna," ucap Kaisar kemarin.
Setelah upacara perpisahan Hyacinth dan Miliana selesai, aku mendekati Miliana dan memberinya sebuah kalung yang terbuat dari delima. Aku sengaja memberikan salah satu perhiasanku kepada Miliana untuk jaga-jaga jika keluarganya membutuhkan uang. Walau bocah satu ini sering membuatku naik pitam tapi dia tetap sahabat Hyacinth. Jika ada apa-apa terjadi padanya, maka Hyacinth akan bersedih.
"... Kamu ingin menyogok ku untuk diam atas semua kelakuan jahat mu kepada Cint?," ucap Miliana.
Sungguh, aku tidak bisa damai dengan bocah tengil ini. Tapi... Mungkin aku akan merindukannya. Aku memegang kepalanya sebentar lalu pergi meninggalkannya untuk naik kereta kuda. "Selamat tinggal."
Aku memegang tangan Hyacinth dan mendatangi kereta kuda. Dari dalam, Duke Kalister mengulurkan tangannya untuk memandu Hyacinth naik ke atas kereta kuda. Setelahnya dia mengulurkan tangannya kepadaku. Aku melihatnya dari atas sampai bawah dan tetap berpikir dia memang bajingan. Aku menghormatinya dengan mengulurkan tanganku juga. Aku perlahan naik ke atas kereta kuda. Sebelum masuk dan menutup pintu, aku menoleh ke belakang dan melihat rumah kami... Aku akan kembali kesini dalam 11 tahun lagi. Jika Hyacinth sudah dewasa dan menjadi penerus tahta Kekaisaran Xamonia, aku akan kembali kesini hingga aku tua dan mati dimakan umur.
Aku masuk ke kereta kuda dan melihat kembali ke arah belakang. Lajunya kereta kuda memudarkan pemandangan rumahku dair mataku. Saat tidak terlihat lagi dari mataku, aku kembali mengarahkan pandanganku ke depan. Terasa sedih, namun ini bukan perpisahan tapi perjalanan yang baru untukku dan Hyacinth.
"Jika anda khawatir dengan rumah anda, saya akan mengirimkan beberapa orang untuk merawat rumah anda," ucap Duke Kalister. Dia duduk di depanku dan Hyacinth.
"Tidak terima kasih. Saya tidak ingin berhutang budi kepada anda, Duke Kalister," balasku.
Dia seperti tidak nyaman atas penolakan ku. "Sepertinya anda memiliki masalah kepada saya," ucapnya.
"Oh tentu. Saya tidak akan bilang 'tidak' karena status anda lebih tinggi dari saya," balasku.
Dia melihatku dengan raut wajah yang kesal. "Apa yang membuat anda kesal terhadap saya?," tanya Duke Kalister.
"Sifat Playboy anda bisa mempengaruhi tumbuh kembang Hyacinth."
Dia sepertinya syok mendengar ucapanku. Dia hendak menyangkal ucapakan, tapi tidak jadi. Dia berusaha lagi namun tidak jadi. Dia menggaruk kepalanya dan berkata, "Itu hanya rumor, Nona Perkins."
"Benarkah? Kalau tidak salah ada tetangga saya yang terkena rayuan maut dan mau bermalam dengan anda di sebuah penginapan," ucapku.
Tetangga itu adalah musuhku sendiri, namanya Samira. Kenapa dia jadi musuhku? Karena dulu Dorothy Perkins menantangnya dalam sebuah taruhan, jika dia berhasil tidur semalam dengan Duke Kalister dia maka dia akan mendapatkan salah satu perhiasanku dan jika sebaliknya, aku yang akan dapat salah satu perhiasan miliknya. Hasil jelas, Dorothy Perkins kalah.
"No-Nona Perkins... Apakah tidak masalah jika Hyacinth mendengar hal ini?," ucapnya.
"Tidak. Aku akan mendidik Hyacinth untuk tidak pernah mengikuti sifat buruk mu," ucapku sambil tersenyum jahat.
Duke Kalister menyerah untuk meyakinkanku. Dia menoleh ke arah jendela luar kereta kuda dengan muka gelisah. Mau setampan apa dia, tapi kalau buaya jangan pernah berharap aku bisa jatuh hati kepadanya.
Perjalanan menuju Duke Kalister dipenuhi keheningan dengan Duke Kalister yang sesekali melirikku. Entah apa yang terjadi padanya tapi aku menghiraukan nya sepanjang jalan. Aku lebih suka melihat Hyacinth yang bersemangat melihat pemandangan sepanjang perjalanan... Awalnya begitu sampai dia mabuk perjalanan.
Kami berhenti tepat pada jam makan siang. Hyacinth muntah banyak sekali sampai dia menangis. Sekarang aku menggendongnya, mengelus-elus punggungnya, dan berusaha menidurkannya.
"Saya ada obat mabuk perjalanan," ucap Duke Kalister sambil mengulurkan sebuah plastik berisikan obat.
Aku melihat obat itu, melihat ke wajahnya, dan tidak yakin itu obat mabuk perjalanan. Duke Kalister sadar jika aku mencurigai obat yang dia berikan.
"... Nona Perkins... Anda benar-benar punya 0% kepercayaan kepada saya."
"Kita baru kenal dan anda terkenal dengan sifat playboy anda. Jika anda ingin mendekati saya maka itu akan buang-buang waktu anda."
Duke Kalister menggaruk kepalanya lagi. Entah berapa kali dia menggaruk kepalanya hari ini. Dia dengan paksa mengambil tanganku dan menyerahkan plastik obat itu kepadaku. Anehnya saat dia mengambil tanganku, aku tidak melawan sama sekali. Kemudian dia pergi mendatangi kusir kereta.
Aku harus memberi makan Hyacinth terlebih dahulu sebelum memberinya obat. Dia sudah tertidur sekarang, jadi aku membaringkan di dalam kereta kuda.
Kereta kuda satunya dinaiki beberapa pelayan dan kesatria. Mereka sedang mempersiapkan makan siang. Aku menghampiri mereka dan melihat bahan makanan yang mereka bawa. Ada daging dan beberapa bumbu yang aku kenali. Bisa aku buatkan rendang untuk Hyacinth dan mereka.
"Ah, Nona Perkins. Apakah Nona Hyacinth sudah baikkan?".
"Terima kasih atas perhatiannya, Sir Rafael. Hyacinth sedang tidur sekarang. Ngomong-ngomong boleh aku saja yang memasak?," ucapku.
Salah satu pelayan melihatku dan berkata, "Mohon maaf saya tolak permintaan anda, Nona. Anda bisa beristirahat dan biarkan saya—".
"Sudah. Biarkan aku yang memasak," segera aku mengambil kotak kecil yang berisikan daging. "Sir Rafael, disekitar sini ada sungai kan?".
"Benar. Apa anda memerlukan air?," tanya dia.
"Iya, untuk mencuci daging ini."
"Kalau begitu saya akan menemani anda. Sekitar sini memang tidak berbahaya, namun bisa terjadi sesuatu kepada anda," balas Sir Rafael.
Aku tidak menjawabnya dan berjalan ke dalam hutan. Sir Rafael segera menyusul ku dan memandu jalanku ke arah sungai. Tidak jauh dari tempat kami beristirahat, terlihat sungai yang begitu jernih sampai terlihat ikan yang sedang bersantai di bebatuan besar. Aku menggulung kedua lengan bajuku, menaikan sedikit gaun bajuku sampai kelihatan lutut, dan turun perjalanan ke sungai. Aku menoleh ke arah Sir Rafael dan dia membuang mukanya ke arah lain.
"Sir Rafael?".
"Maaf Nona Perkins. Kaki seorang Nona tidak boleh dilihat dan diperlihatkan ke orang sembarangan," balasnya.
Oh ya aku baru ingat. Dunia ini memiliki beberapa sopan santun yang berbeda dari dunia ku. Salah satunya larangan kepada laki-laki untuk melihat kaki telanjang perempuan dan larangan untuk perempuan agar tidak mempertunjukkan kaki telanjangnya di depan umum.
"Kalau begitu maafkan saya, Sir Rafael."
Kemudian aku melanjutkan mencuci daging dengan suasana canggung di antara kami. Setelahnya, kami kembali ke tempat peristirahatan dan melihat Hyacinth yang sedang bermain dengan Duke Kalister. Hyacinth terlihat sangat bahagia jadi aku tidak masalah jika dia berada dekat dengan Duke Kalister dengan wajah seperti itu.
Aku pergi ke perapian dan wajan yang sudah disiapkan. Aku menghaluskan bahan-bahan dan menumisnya dengan menambahkan sedikit air. Baunya sangat enak, orang-orang disekitar yang tadinya sibuk dengan pekerjaan masing-masing langsung menoleh ke arah aku memasak. Terdengar langkah lari yang begitu tidak asing di telingaku. Hyacinth datang dengan wajah penasaran.
"Bibi... Ini rendang itu lagi ya?".
"Iya. Tunggu sebentar lagi. Bermain saja sana dengan Yang Mulia."
Aku masih merasakan tatapan penasaran dari Hyacinth. Tak berlangsung lama dia pergi dan bermain kembali bersama Duke Kalister.
Lalu muncul lagi langkah kaki dari arah kanan. Aku menoleh dan... Duke Kalister.
"Cara bicara anda terhadap Hyacinth begitu dingin. Tapi anda begitu menyayanginya. Apakah ini yang dinamakan 'tidak apa-apa aku kelihatan jahat asal dia bahagia', begitu?," ucap Duke Kalister sambil meniru gaya bicaraku.
Bajingan ini... "Dimana Hyacinth? Bukankah Yang Mulia bermain bersamanya tadi?".
"Hmm? Sekarang dia bermain dengan Rafael," Duke Kalister duduk di sebelahku. "Aku tidak pernah melihat masakan seperti ini," ucapnya sambil menunjuk wajan.
"Ini adalah resep turun-temurun keluarga Perkins," jelas bohong. "Jika anda tidak ingin makan makanan rakyat jelata maka saya tidak akan memaksa anda memakannya."
"Sungguh anda kenapa begitu dingin kepada saya. Saya belum mengatakan apa-apa tentang makanan yang anda buat," ucap Duke Kalister.
Padahal dia yang sebut aku dingin tadi, "Kalau begitu anda duduk diam anteng, sedangkan biarkan saya fokus memasak."
Dia pun diam—Tidak diam juga, dia bersenandung di sebelahku. Agak menyebalkan tapi lebih menyebalkan lagi dia berbicara. Tak lama setelah itu, rendang sudah jadi dan aku meminta semuanya untuk ikut makan. Aku menggendong Hyacinth dan menempatkannya di sebelah tempat dudukku. Kami berdua duduk bersama pelayan di rumput, sedangkan Duke Kalister dan kesatria duduk di kursi kayu.
"Ke-Kenapa anda duduk di rumput?".
"Saya bukan siapa-siapa, hanyalah pelayan. Dan Hyacinth belum jadi anak anda."
Duke Kalister untuk kesekian kalinya menggaruk kepalanya. Dia melihatku dan tiba-tiba duduk di sebelahku. Diikuti para kesatria yang ikut duduk di atas rumput. Para pelayan terkejut, sedangkan aku jadi bingung. Kenapa dia malah duduk di atas rumput... Dan duduk di sebelah ku?
"Ayo makan," ucapnya.
Dia menyuap sesendok rendang dan terlihat dari raut wajahnya yang terkejut karena rasa enaknya rendang. Sama seperti Hyacinth yang pertama kali mencicipi rendang. Ngomong-ngomong soal Hyacinth... Dia sudah menghabiskan piringnya. Aku bersyukur dia menyukai rendangku, tapi tidak kusangka akan habis secepat itu.
Kulihat para pelayan dan kesatria juga menikmati rendang yang aku buat. Syukurlah itu sesuai dengan selera mereka.
"Nona Perkins... Anda berbakat dalam memasak. Saya tidak menyangka daging dengan cairan coklat ini bisa seenak ini!," ucap Duke Kalister.
"Terima kasih atas pujiannya."
Lalu setelahnya, para kesatria ingin menambah nasi dan rendang hingga tidak tersisa lagi di mangkuk. Syukurlah tidak mubazir.