Chapter 6 - Badai

Hari ini Hyacinth dan Miliana bermain di rumah. Aku membelikan Hyacinth mainan balok puzzle yang harganya bikin aku ingin meringis saat mengeluarkan uang dari dompetku. Tapi uang tidak ada apa-apanya dengan kebahagian Hyacinth. Lihat senyumnya yang asik bermain, harta apa lagi yang bisa menyaingi senyum serta kebahagiaan nya? Yang berani merebut senyum dan kebahagiaan nya akan ku pastikan dia menyesal telah dilahirkan di dunia ini. Lihat saja Wiliam sekarang, melihat batang hidung ku saja sudah lari terbirit-birit.

Ngomong-ngomong soal yang berani merebut senyuman Hyacinth, tidak ada kabar lagi dari Duke Kalister. Ini sudah seminggu lebih dari batas waktu yang telah dia janjikan. Yang artinya, Kaisar Xamonia yang mengaku sebagai ayah Hyacinth adalah orang bajingan yang ingin memanfaatkan Hyacinth. Dia pasti ingin memperkuat posisinya sebagai Kaisar jika dia memiliki seorang Saintess sebagai anaknya.

"Oi, Cint kelaparan!".

Miliana berdiri di depanku dengan dua tangan menyilang di dadanya. Gayanya seperti seorang bos, jika dia bukan sahabat Hyacinth sudah ku ubek-ubek itu wajah sok beraninya. Lalu Hyacinth dengan imutnya berdiri di belakang Miliana. Sesekali dia mengintip dan berlindung di belakang Miliana.

"Mau makan apa kalian?," tanyaku.

"Kamu bisa sedikit lebih sopan gak?! Cint jadi takut!".

Aku juga ingin dan memperlihatkan wajah lembut ku kepada Hyacinth. Muka seram si Dorothy udah dari setinggan pabriknya, "Baik. Nasi goreng. Atau yang lain, Hyacinth?".

Hyacinth mengeluarkan batang hidungnya yang imut. Dia melihatku dan mengangguk. Dia setuju jika makan siangnya adalah nasi goreng.

"Miliana, makanlah bersama kami."

"K-Kau tidak akan meracuniku kan?".

Segera ku jewer telinganya. Tapi pelan seperti tidak ada tenaganya. "Jika aku ingin melukaimu sudah lama aku lakukan," balasku.

Setelah itu aku menyuruh dua bocah itu untuk membantuku di dapur. Miliana menyiapkan piring dan Hyacinth membersihkan meja makan. Aku memotong bahan-bahan dan memulai memasak nasi goreng. Hanya 10 menit dan nasi goreng sudah di hidangkan di meja makan.

Hyacinth terlihat bersemangat saat dia memakan nasi goreng. Padahal rencananya aku akan memasakkan rendang untuk Hyacinth tapi karena mainan tadi aku jadi pikir 7 keliling. Tapi syukurnya Hyacinth tetap suka makan nasi goreng.

Lalu mari kita melihat Miliana yang menggali-gali tumpukan nasi goreng seperti mencari sesuatu. Anak ini lama-lama kurang ajarnya kelewatan sama aku. Biarkan saja sampai dia lelah sendiri mencari racun yang tidak ada di piring itu.

Setelah makan, yang pada akhirnya Miliana menambah porsi nasi gorengnya, mereka berdua tidur siang. Aku yang melihat mereka berdua tidur bersama merasa begitu tenang jiwaku. Seperti energi-energi negatif ku hilang melihat mereka yang imut-imut ini. Iya, Miliana dia juga imut... Kalau lagi tidur. Dia bangun macam iblis yang diutus untuk diriku.

Aku pergi ke halaman depan rumah untuk memotong kayu bakar. Aku menggulung lengan bajuku, memakai topi jerami, dan bertekad menemukan one piece—salah acara. Dan bersiap memotong kayu bakar. Satu batang, dua batang, tiga batang, hingga batang tak terhitung telah terpotong. Hasil potongan kayu aku taruh di gudang dan beberapa aku siapkan untuk memasak nanti malam.

Setelahnya aku mengambil kursi goyang dari dalam rumah, mengangkatnya ke bawah pohon yang berdiri di depan rumah, dan duduk di bawah pohon. Aku membaca buku tentang sihir sambil di terpa angin sepoi-sepoi. Damainya dunia... Itu yang terlintas dikepalaku hingga terdengar suara langkah kaki kuda yang mendekat ke rumah kami. Aku tetap duduk di kursi dan berusaha meyakinkan diriku itu hanyalah suara khayalan yang tercipta di kepalaku. Tapi sayangnya tidak, bukan suara di kepalaku.

Kereta kuda parkir di depan rumahku. Begitu mewah kereta kuda itu karena terlihat menyilaukan saat terkena sinar matahari. Di pintu kereta kuda ada lambang elang... Tidak lain tidak bukan itu pasti Duke Kalister. Aku seolah-olah tidak memperhatikan atau menyadari kedatangan Duke Kalister. Aku hanya mengintip dari ujung pangkal buku ku. Kulihat Duke Kalister turun dari kereta kuda dengan pakaian begitu mewah. Dasar bangsawan, suka sekali berpakaian rapi dan mewah.

Yah wajar juga, mereka harus menjaga martabat kebangsawanan mereka.

Duke Kalister berjalan mendatangiku yang sedang duduk di kursi goyang. Dia melakukan pose menyapa seseorang di hadapanku, "Nona Perkins, lama tidak bertemu."

Aku membalik halaman buku ku. "Aku tidak terima tamu. Silahkan pulang."

"Haha. Maafkan saya karena tidak bisa menepati janji saya."

"Karena itu silahkan pulang," aku membalik halaman buku ku lagi. "Hyacinth juga tidak ingin bertemu dengan anda atau siapapun yang anda bawa sekarang ini."

"Jadi benar... Anakku masih hidup...," ucap suara misterius.

Aku menurunkan buku ku. Melihat ke sosok yang di belakang Duke Kalister. Seorang pria dengan pakaian biasa... Apa yang dia ucapkan tadi.

"Anda sungguh mirip dengan Camelia... Warna mata anda sangat mirip dengannya."

Entah kenapa aku naik pitam mendengarnya. Aku berdiri dan berjalan cepat mendatangi pria itu. Aku menarik kedua kerah bajunya, "Jangan sebut namanya!".

Duke Kalister beusaha melepaskan tanganku tapi genggamanku lebih kuat dari usahanya. "Nona Perkins, tenangkan diri anda," ucap Duke Kalister.

"Tidak apa-apa, Kaden," balas pria ini.

Aku jelas tahu siapa dia namun amarahku benar-benar tidak bisa dikendalikan. Aku bingung, kenapa hanyalah marah yang ada dikepalaku sekarang. Aku mudah sekali marah, tapi susah sekali untuk terlihat senang dan bahagia. Terkutuk wajah ini.

Baik. Dorothy, tenanglah. Jika kau bertindak gegabah maka Hyacinth akan dalam bahaya. Aku melepaskan kerahnya dan berucap, "Untuk apa mengaku sebagai Ayah anak itu setelah 4 tahun anda buang dia?".

"Aku tidak membuangnya. Gereja Elifuna berusaha memisahkan Hyacinth denganku," balasnya.

Aku berdecak, "Hah! Bodoh. Kaisar bodoh! Anda adalah seorang kaisar! Matahari Kekaisaran Xamonia! Kenapa anda malah takut kepada seorang fanatik penyembah entitas yang belum tentu ada?!".

"Nona Perkins jaga ucapan anda—"

Tangan Kaisar menghentikan Duke Kalister. "Aku akan menjelaskan semuanya. Tapi... Biarkan aku bertemu dengan Hyacinth terlebih dahulu."

Aku tidak punya pilihan. Dia memang Ayah Hyacinth. Warna mata emas kuning itu persis dengan Hyacinth. Jika aku tidak menemukan dia dengan Hyacinth maka aku adalah orang jahat.

Miliana masih tidur bersama Hyacinth. Miliana harus pergi dari sini secara diam-diam. Dia tidak boleh terlibat dalam masalah ini karena bisa saja dia dibunuh oleh Kaisar.

"Tunggu disini. Hyacinth sedang tidur, aku akan membangunkannya."

"Baik. Terima kasih, Nona Perkins," ucap Kaisar.

Aku masuk ke dalam rumah dan langsung pergi ke kamar Hyacinth. Aku membangunkan kedua bocah itu. Miliana saat aku bangunkan dia heboh sendiri. Kembali ku jewer telinga nya agar dia sadar. Aku memintanya pulang dari pintu belakang. Awal dia menolak sampai aku menjanjikannya sesuatu yang tidak bisa dia tolak.

"Akan kubiarkan kamu menginap malam ini."

"Perintah saya laksanakan, Ratuku."

Lalu dia pulang dengan damai. Benar-benar bocah itu.

Aku segera mengangkat Hyacinth ke kamar mandi. Mencuci mukanya, merapikan rambutnya, dan mengenakan pakaian rapi. Hyacinth sepertinya kebingungan apa yang sedang terjadi. Aku harus memberitahukan kepadanya untuk tetap membuat dia tenang.

"Hyacinth, Ayahmu ada di sini."

Hyacinth melihatku dengan muka kaget. Dia hendak menangis namun segera ku usap. "Tahan tangismu. Jangan kelihatan lemah di depan Ayahmu."

Dia menahannya sebisanya. Aku tahu, dia sangat kebingungan dengan situasi yang begitu tiba-tiba seperti ini. Jadi aku memeluknya dan berucap, "Maafkan aku. Aku tidak akan memaksakan kehendak mu." Benar, aku baru sadar sekarang. Ini tidak hanya tentang ku, tapi tentang Hyacinth juga.

"Jika kamu tidak ingin bertemu dengannya, aku akan mengusirnya. Jika kamu ingin bertemu dengannya, maka aku akan menyuruh Ayahmu masuk," Hyacinth masih belum bisa menumbuhkan rasa percayanya kepadaku. Yang dia katakan hanya dari mulutnya saja.

"Ak-Aku ingin..."

Aku tersenyum... Loh? Bibirku... Ah persetan! Aku mengelus kepalanya Hyacinth dan menggendongnya. Aku membawanya ke ruang tamu dan menaruhnya di atas sofa.

Segera aku keluar dan menyuruh masuk Duke Kalister dan Kaisar. Duke Kalister masuk seperti tidak tahu malu sedangkan Kaisar seperti ragu untuk masuk.

"Saya tidak akan memberi kesempatan kedua untuk anda," ucapku kepada Kaisar.

"Saya juga tidak ingin menghindari kesempatan yang saya dapatkan," balasnya.

Segera dia masuk ke rumah. Dia melihat ke arah kanan dan menemukan Hyacinth yang duduk dengan manisnya. Sangat terlihat jelas dari raut wajahnya dia sedih, bahagia, dan merasa lega. Dia menangis begitu deras.

"Hyacinth...."

Hyacinth nampak terkejut. Dia jadi kaku seperti patung. Kaisar berjalan perlahan mendatangi Hyacinth. Dia berada di hadapan Hyacinth. Dia berlutut, memegang tangan Hyacinth dan menangis terisak-isak.

"Dewa... Terima kasih... Terima kasih... Camelia... Anak kita sudah besar."

Hyacinth juga ikut menangis. Dia melepaskan tangannya dari Kaisar dan memeluk kepala Kaisar dengan tangannya yang kecil.