Mendengar jeritan dari kamar pengantin, semula orang-orang yang masih berada di ruang tamu itu mengira hal yang biasa di lakukan perawan dan bujang setelah menikah. Mereka tidak menggubris, asik dengan obrolan keluarga. Akan tetapi jeritan dari mulut Irawan bertambah kencang dan menyayat hati. Begitu juga teriakan Gayatri yang minta tolong. Ini bukan biasa lagi tapi sungguh luar biasa'.
Bahkan ada banyolan dari kerabat yang mengatakan, mereka begitu hot mainnya sampai jerit-jerit. Tidak malu dengan tamu-tamu yang masih ada di luar. Ini sangat tidak lucu pengantin digunjingkan, namun kedua orang tua Irawan justru ketawa-ketawa ada yang bilang Irawan sungguh tangguh. "Biasa lah anak muda zaman sekarang. Permainannya macam-macam. Ha ha ha." Pak Kades malah menimpali omongan kerabatnya yang dari luar daerah itu.
Tapi tidak buat kedua orang tua Gayatri yang mencium ada gelagat tidak baik. Selang beberapa saat terdengar lagi jeritan panjang dari mulut Irawan. Spontan orang-orang yang berkumpul di ruang tamu besar itu menoleh pada kamar pengantin yang mencurigakan. Di tambah teriakan Gayatri yang membuat orang-orang tersebut dengan sigap menuju pintu kamar pengantin.
Pak Kades mengetuk-ngetuk pintu namun tidak ada sahutan. Beberapa kali di ketuk, bahkan digedor pun tidak juga dibukakan. Mereka semua panik dan penasaran. Sunyi tidak ada suara lagi dari dalam kamar.
"Irawan! Gayatri! Ada apa? Buka pintunya!" teriak Pak Kades was-was. Istrinya---Bu Daryanti, menatap pada suaminya dengan penuh kekhawatiran. Sedangkan, kedua orang tua Gayatri cuma terpaku di belakang mereka bersama kerabat lainnya. Masih tidak ada suaranya lagi dari balik kamar itu.
Akhirnya Pak Kades memutuskan mendobrak pintu dengan dibantu beberapa lelaki di situ termasuk Bapak Gayatri. Beberapa kali dorongan pada pintu, akhirnya terbuka juga. Dan mereka terbelalak melihat keadaan di dalam kamar pengantin ini.
Hanya diterangi bola lampu berukuran 20 Watt, mereka semua melihat bagaimana sosok tubuh Irawan terbujur kaku di lantai dengan selangkangan penuh darah segar.
"Astaghfirullahal'adzim!" seru mereka serempak. Buru-buru Pak Kades dan istrinya mendekati putranya itu yang sudah tidak bernyawa lagi. Yang lain hanya terpaku di ambang pintu ada juga yang ikut masuk. Setelah diperiksa ternyata kemaluan Irawan sudah lepas dari badannya dan sepertinya kantung kemihnya pecah.
"Ya, Allah! Tega sekali yang melakukan ini. Tidaaakkk!" Ibu Daryanti pun jadi shock melihat keadaan putranya yang mengenaskan. Dia pun pingsan di tempat. Keluarga yang lain cepat menutup tubuh Irawan dengan kain batik panjang. Sebagian menggotong tubuh agak gemuk itu keluar dari kamar. Pak Kades terlihat tampak murka sekali. Mereka yang menyaksikan jadi merinding dan penuh keheranan.
Sementara Gayatri berjongkok di sudut ruang kamar dekat ranjang pengantin. Tubuhnya yang hanya berbalut selimut tampak gemetar hebat. Sorot matanya menyiratkan ketakutan yang mendalam. Mulutnya ia dekap sendiri agar tangisnya tidak terdengar. Matanya basah dan sembab. Pak Kades lalu berpaling menatap tajam pada Gayatri.
"Apa yang sudah kau lakukan pada putraku, Yatri! Kau membunuhnya? Apa-apaan ini?!" Bentak Pak Kades yang kini sudah menjadi mertuanya.
Gayatri malah semakin ketakutan ia semakin memojokkan diri ke tembok. Rambutnya yang panjang acak-acakan itu, sebagian menutupi wajahnya. Air mata terus mengalir membasahi pipi. Hatinya tercekat oleh keadaan yang sungguh di luar dugaan.
Tanpa disangka Pak Kades berjalan kearah Gayatri, lalu menarik rambutnya agar bangkit. Gayatri bertambah ketakutan dengan tubuh bergetar hebat melihat ekspresi wajah Ayah mertuanya yang murka.
Plak! Plak!
Dua kali tamparan keras mendarat ke pipi Gayatri hingga wanita itu terhuyung ke belakang. Di tariknya lagi rambut panjang Gayatri, wanita itu meringis kesakitan.
"Jawab! Kenapa kau membunuh anakku!?" bentaknya. Tubuh Gayatri tersentak saat tangan lelaki mertuanya itu begitu keras menjambak rambutnya.
"Ti-ti-dak, Pak. Bu-bukan aku yang membunuh Kang Irawan." Wanita itu menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat.
"Lalu siapa yang membunuhnya? Kalian cuma berdua dalam kamar. Tidak mungkin setan yang membunuh anakku! Atau jangan-jangan ..., kau lah Iblisnya!" Pak Kades melotot tajam padanya.
"Demi Allah, Pak. Bukan aku pembunuhnya. A-ku ti-ti-dak tahu." Gayatri gugup.
"Bohong! Lalu siapaaa ... yang bunuh Irawan!? Dia itu suamimu kenapa tega kau membunuhnya. Bi***b!" Suara Pak Kades menggelagar bagai geledek, kemudian mendorong tubuh Gayatri ke atas ranjang. Di atas pembaringan Gayatri tergugu, perasaannya hancur lebur. Pikiran wanita itu sudah tidak karuan lagi antara bingung, heran dan takut.
Saat Pak Kades ingin memukul Gayatri kembali dengan tali pinggang punya Irawan yang tergelak, Bapak Gayatri dan dua kerabat Pak Kades langsung mencekal lenganya.
"Sabar, Pak! Sabar! Jangan melakukan kekerasan. Tidak akan menyelesaikan masalah," ucap seorang kerabatnya.
"Tidak bisa! Nyawa harus dibayar nyawa!" sela Pak Kades.
"Tapi Negara kita, Negara hukum pak. Bapak di sini adalah Kepala Desa kami. Seharusnya selesaikan masalah ini dengan kepala dingin." Bapak Gayatri ikut bersuara.
"Hey, Pak Sulaiman! Jelas-jelas anakmu pembunuh anakku. Kau malah santai saja menanggapi semua ini. Aku tahu Kepala Desa di sini dan aku mengerti hukum. Sangat mengerti. Tapi belum puas rasanya kalau tidak kuhajar sendiri!" katanya geram.
"Belum tentu putriku pembunuhnya, Pak Burhanudin! Biarkan masalah ini polisi yang menangani. Jangan main hakim sendiri. Jika kenyataan putriku memang bersalah, kami sebagai orang tua harus menerima dia dihukum penjara. Maka sebaiknya kita buktikan dulu, dengan penyidikan pihak yang berwajib." Dengan tenang Bapak Gayatri menjelaskan, walaupun sebenarnya tidak terima tadi putrinya itu ditempeleng dan didorong olehnya.
Akhirnya kemarahan Kepala Desa itu sedikit mereda. Dua kerabatnya langsung membawa dia keluar kamar untuk mendinginkan suasana. Ibu Gayatri langsung memeluk tubuh putrinya yang kini sudah duduk di ranjang dan dalam pelukan orang tuanya itu Gayatri menumpahkan tangisannya yang sejak tadi ditahan-tahan
"Sumpah demi Allah, Mak. Bukan Yatri yang bunuh, Kang Irawan. Hu-hu- hu-hu." Wajahnya ia benamkan ke dada sang Ibu.
"Iya, Emak tahu. Sabar lah, semua pasti akan selesai masalahnya," ujar Ibu Gayatri ikutan sedih dan menangis menciumi kepala anaknya.
Malam menjelang subuh telah terjadi peristiwa mengenaskan pada pasangan pengantin baru Irawan dan Gayatri. Pembunuhan sadis pada mempelai prianya, banyak orang mengira Gayatri lah yang membunuh. Sementara wanita itu sendiri masih dalam kebingungan dan shock. Dia pun menyesali mengapa secepat itu suaminya pergi meninggalkan dirinya. Siapa yang menjadi pembunuh Irawan, masih menjadi misteri.
**********