Gayatri terkejut mendengar suara timpukkan sebuah benda yang di duga adalah batu, pada jendela kayu kamar. Indera pendengaran ia pertajam kembali. Hatinya diliputi kecemasan dan tanda tanya.
KELOTRAK!
GEDUBRAK!
Gayatri terkejut kembali sampai tubuhnya refkek menengok ke arah jendela. Suara-suara berisik itu menambah panik perasaan wanita cantik berambut panjang ikal tersebut. Kali ini jantungnya seakan berhenti berdetak, ia pandangi jendela yang tertutup rapat itu, tangannya yang memegang pena sedikit gemetaran. Ingin melihat keadaan di luar jendela tapi, dia ragu.
"Suara apa sih? Apakah ada nangka jatuh? Tapi ... jika nangka, bunyinya tidak keras begitu. Seperti suara orang jatuh dari ketinggian." Gayatri berbisik sendiri. Pikirannya berubah kacau dan tidak fokus untuk menulis diary kembali. Pelan-pelan ia bangkit dari kursi karena penasaran dan berjalan menuju jendela, maksud hati ingin memeriksa keadaan di luar kamar setelah apa yang terjadi barusan.
Kedua kaki yang memakai alas sandal jepit itu, perlahan bergerak menuju jendela dengan hati berdebar tidak karuan. Tapi saat mendekati ke jendela, tanpa di duga sebelumnya tahu-tahu daun jendela tersebut terbuka sendiri bersamaan dengan angin kencang masuk lewat jendela lalu menerpa tubuh mungilnya. Aroma bunga melati dan bau kapur barus sungguh menyengat indera penciumannya membuat dadanya sesak.
Gayatri terhempas keras jatuh terduduk di atas lantai. "Astaghfirullahal'adzim!" serunya sambil memegangi tepian kaki tempat tidurnya yang terbuat dari besi. Rambutnya beriap-riap terhembus angin hingga berantakan menutupi wajahnya.
Angin terus berputar di sekitar ruang kamar tersebut, menerbangkan seluruh barang-barang yang ada dalam kamar. Suasana menjadi berantakan bagai kapal pecah. Tak lama kemudian jendela kamar tertutup lagi dengan sendirinya begitu keras.
BLAM!
Sesaat tubuh Gayatri bergetar hebat' karena ada sinar biru masuk ke dalam rongga mulutnya yang sedikit menganga. Ia menggelinjang, kala sinar tersebut masuk keseluruhan dalam tubuhnya. Kedua matanya berubah menjadi liar, bola mata itu berputar-putar mengerikan. Lalu diam menatap kosong ke depan. Energi aneh itu telah menyatu dalam aliran darah dan otak hingga membuat kesadarannya seperti hilang.
Tak lama ia segera bangkit saat mana angin berhenti berhembus. Berjalan keluar kamar dengan langkah kaku. Sepertinya ia sedang dikendalikan sesuatu. Belum sempat ia memeriksa keadaan di luar kamar, alih-alih sekarang sikapnya menjadi aneh.
Ada suara ghaib yang terus memanggil namanya. "Ga-ya-trii ke-ma-ri-lah, Sa-ya-ng! A-ku di- lu-ar me-nu-ng-gu-mu!"
Suaranya terputus-putus namun begitu jelas yang ia dengar. Bagai terhipnotis langkahnya menuju ke pintu dengan pandangan kosong.
"Gayatri! Kau mau kemana?" tanya Jaka saat keluar dari dapur dengan membawa dua piring nasi goreng di tangannya. Lelaki muda bertubuh kurus dan tinggi tersebut menatap heran pada sepupunya itu. Rencana ingin makan bersama.
Pertanyaan Jaka tidak di jawabnya, menoleh pun tidak. Ia tetap berjalan lurus, lalu dengan cepat membuka pintu dan melangkah keluar yang pemadangan pada malam itu begitu gelap di sekitarnya.
"Gayatri! Mau kemana? Hey, tunggu!"
Jaka meletakan dua piring nasi goreng ke atas meja. Kemudian segera menyusul langkah Gayatri yang menjauhi rumah. Dia merasa bingung campur aneh dengan Gayatri yang diam saja.
"Mau ngapain sih, malam-malam begini keluar tuh, anak?" Jaka bergumam sendiri.
"Gayatri! Kau mau kemana? Ini sudah malam. Ngapain keluar?" Jaka mencoba memegang pundak wanita itu ketika berhasil mengejarnya. Jaka ingin membalikkan tubuh Gayatri, tapi ....
Wanita tersebut menoleh dengan tatapan mengerikan, kedua bola matanya memancarkan cahaya aneh, Jaka seketika bergidik.
"Jangan campuri urusanku! Pergi kau!" Gayatri mendorong kencang tubuh kurus Jaka hingga membentur sebuah pohon besar.
Na'as kepala bagian belakang terbentur keras sebatang pohon itu hingga membuat pusing dan matanya berkunang-kunang. Dorongan yang dilakukan oleh Gayatri tidak sembarangan, ada kekuatan lain yang turut membantu, hingga begitu kerasnya tubuh Jaka terhempas dan mendarat ke sebatang pohon. Membuatnya lama-lama tak sadarkan diri.
Gayatri menyeringai saat mengetahui Jaka ambruk pingsan. Kemudian melangkah kembali ke arah gelapnya malam menuju area pemakaman.
*****
Di tepi area pemakaman umum dekat pohon Kamboja, berdiri sesosok lelaki berbaju putih yang berwajah kurang jelas karena gelap di sekitarnya. Hanya cahaya rembulan saja yang menyinari dengan redup.
Tiba-tiba, ada petir menyambar di angkasa dan suara Guntur yang mendebarkan jantung. Akan tetapi Gayatri tidak takut sama sekali dengan suasana alam di pemakaman tersebut.
Suara burung gagak begitu menggidikan dan suara-suara binatang lain khas penghuni pemakaman saling bersahutan membuat irama syahdu kematian. Sungguh suasana yang mistis dan menegangkan. Wanita yang sudah hilang separuh kesadaranya itu, mendekati sosok lelaki yang berdiri dekat pohon.
"Kang Irawan!" ucapnya dengan mimik wajah kaku. Lelaki yang dikira Irawan tersebut menyambut lengan Gayatri yang terjulur. Kemudian menciumnya mesra.
"Iya, Sayang."
"Tapi ..., bukankah kau sudah ...," kata Gayatri terputus. Sebab jari telunjuk Irawan sudah menempel di bibir tipisnya.
"Sstthh! Ayo, ikut denganku! Sebenarnya aku belum mati, itu tubuh lain yang dikuburkan. Ini aku, suamimu yang asli." Lelaki yang mengaku Irawan menjelaskan. Gayatri hanya bergeming, menatap lurus pada lelaki itu.. Antara sadar dan tidak, ia seperti bingung. Bukankah Irawan telah meninggal dua tahun yang lalu? Mengapa sekarang berada di sini?
Irawan lalu memeluk erat tubuh Gayatri diciumi seluruh wajah pucat itu dengan penuh kerinduan. Sesaat keduanya terhanyut oleh suasana yang melenakan. Hanya pemakaman yang sepi, dingin dan menyeramkan menjadi saksi bisu atas pertemuan yang tidak terduga ini.
*****
Mobil truk Colt Diesel yang dikendarai Asep, sudah memasuki Desa di mana Gayatri dan keluarganya tinggal. Perjalanan dari kampungnya menuju kemari sungguh jauh dan melelahkan. Alhamdulillah, sudah tiba dengan selamat di gerbang Desa Harapan Baru, biarpun menjelang tengah malam begini. Sementara dari gapura desa menuju rumah Gayatri memerlukan waktu satu jam lagi.
Asep melirik jam weker di atas dash board. Pukul 23.45 WIB. Ia menghela napas berat. Sungguh melelahkan sehari semalam dalam perjalanan menuju desa mantan kekasihnya itu. Bukan tanpa alasan pria muda dan tampan berkumis tipis tersebut, jauh-jauh datang mencari alamatnya.
Ada urusan bisnis yang coba ia tawarkan pada Gayatri. Asep akan mengajak wanita kembang desa pada masa gadisnya dulu, untuk bergabung ke group Jaipongan milik ibunya. Hingga kini kenangan bersama mantan terindahnya itu tidak dapat terlupakan. Sampai-sanpai Asep gagal move on saat putus cinta ditinggal kawin pacarnya tersebut.
Ia ingat, saat rebutan Gayatri dengan Irawan anak Pak Kades yang sombong dan sok jago itu. Ketika dirinya kalah dan terluka karena perkelahian, justru Gayatri memihak padanya. Sehingga Irawan bertambah murka, dilihatnya Gayatri malah memeluk tubuh Asep yang terkapar. Asep senyum-senyum sendiri, bila teringat kenangan itu.
Saat di tengah perjalanan dekat hutan karet, mendadak truck tersebut mogok. Asep jadi kesal dan bingung karena keadaan gelap di sekitarnya.