Aku membuka mataku, yang pertama aku lihat adalah sinar matahari yang menyilaukan mata dan rumahku yang hancur berantakan.
'A-apa yang telah terjadi? Apa kami diserang monster?'
Orangtuaku berjalan kearahku dengan wajah tercengang.
"A-Alen, jangan berbohong pada ayah. Apa kamu belajar mengendalikan Mana?"
Aku terkejut mendengar pertanyaan ayahku dan hanya bisa menjawab dengan jujur.
"I-Iya"
"Ta-Tapi ayah, apa yang sebenarnya telah terjadi dengan rumah kita?"
Ayahku hanya menunduk, aku melihat kearah ibuku dan wajahnya seperti masih dalam kebingungan, dia seperti ingin mengatakan sesuatu namun tak dapat dia ucapkan.
"Nak, ini semua karena ledakan mana yang kamu perbuat" kata ayahku dengan wajah serius.
"APA?!" Dan aku hanya bisa terkejut.
*****
Setelah apa yang telah terjadi, ibuku melontarkan banyak sekali pertanyaan padaku dan aku hanya bisa menjawab sebisaku, ayahku memutuskan bahwa kami akan langsung berangkat ke ibukota kerajaan hari ini, karena rumah yang sudah tidak bisa ditinggali.
Kami hanya berbekal uang, makanan, kereta kuda, dan beberapa baju yang masih selamat dari ledakan.
Ngomong-ngomong entah kenapa sekarang aku dapat melihat sebuah pancaran Mana atau Aura dari setiap orang, seperti pancaran Mana dari ibuku, itu berwarna biru laut dan pancaran Aura seperti api juga terlihat dari ayahku.
Pancaran Mana dan Aura mereka sama-sama besar.
Namun aku tidak dapat melihat pancaran Mana atau Aura dari pemilik kereta kuda, sepertinya dia memang tidak memilikinya.
Kami menaiki kereta kuda yang bisa membawa muatan barang ataupun manusia.
*Drrkk*
*Klotak* *Klotak* *Klotak*
Kuda akhirnya berjalan dan meninggalkan pedesaan.
Sebenarnya ada yang masih mengganjal dihati dan pikiranku, yaitu tempat yang aku datangi terakhir kali.
Tempat kuno yang gelap dan misterius.
'Tempat apa sebenarnya itu? Dan bagaimana caraku bisa kesana?'
Aku memikirkan hal tersebut sampai-sampai aku tidak mendengarkan ibuku.
"...len...Alen"
"Uh, Huh?"
"Alen, kamu kenapa sayang? Apa yang sedang kamu pikirkan?"
"Ah tidak, aku hanya sedikit melamun" jawabku dengan senyuman.
"Jika ada sesuatu yang ingin kamu katakan, bilang saja pada ibu" ibuku terlihat khawatir.
"Baik bu" jawabku singkat.
Aku kembali memikirkannya "Apa aku harus kembali bermeditasi supaya bisa masuk kesana lagi?"
Aku menutup mataku sambil mengingat apa yang ada ditempat tersebut.
*Hening*
Aku tidak mendengar suara apapun selain nafasku sendiri, dan ketika aku membuka mataku. Hawa dingin menyelimuti tubuhku, aku kembali ketempat gelap tersebut dan sedang duduk disinggasana.
"Ahh, aku bisa kesini lagi ternyata"
"Halo~"
*Halo~* *Halo~* *Halo~*
Suaraku bergema disini.
"Jika aku datang ketempat ini, itu berarti aku juga bisa kembali?"
Aku kembali menutup mata, perasaan hangat matahari kini terasa di tubuhku suara langkah kaki kuda terdengar jelas ditelinga.
'Aku kembali...' Aku melihat kearah ibuku dan bertanya.
"Ibu, apa dari tadi aku tetap berada disini?"
"Tentu saja sayang, memangnya tadi kamu pergi kemana?"
"Kenapa? Ada apa sayang?" tanya ayahku.
"Alen tadi bertanya apakah dia tetap berada disini!" jawab ibuku.
"Memangnya kamu mau pergi kemana Alen? Apa kau mau kencing? Ayah bisa menghentikan kereta kudanya terlebih dahulu jika begitu"
"Ah tidak, tidak perlu ayah"
'Mungkin tubuhku tetap berada disini dan jiwaku yang masuk ketempat itu'
Aku melihat serpihan kayu.
"Ayah bisa tolong ambilkan aku serpihan kayu itu?" aku menunjuk kearah serpihan kayu dan ayahku mengambilkannya untukku.
"Tentu, ini dia nak"
Aku mengambilnya dan menggenggamnya.
"Ayah, Ibu. Tolong tetap perhatikan aku"
"Baik" Mereka berdua menjawab bersama dan terus memperhatikan apa yang aku lakukan.
Aku menggenggam dan menutup mataku, supaya bisa pergi ketempat itu lagi.
Saat aku membuka mata, aku kembali duduk disinggasana. Serpihan kayu yang aku genggam juga ikut denganku.
"Jadi aku bisa membawa sesuatu kemari jika aku menginginkannya" Ini adalah salah satu percobaan untuk mengetahui apa saja yang bisa aku lakukan disini.
Aku meletakan serpihan kayu dilantai dan kembali.
Aku masih sedang dalam posisi duduk sambil menggenggam, ibu dan ayahku terus memperhatikanku.
Aku membuka genggamanku dan serpihan kayu tersebut hilang.
'Sepertinya apa yang aku pikirkan benar'
Aku bisa pergi kesana sesuka hati dan membawa apapun sesuai keinginanku.
"Woah, serpihan kayunya menghilang. Alen apakah kamu juga belajar sulap?" Tanya ibuku dengan antusias.
"Hmm, untuk awalan sihir itu tadi cukup bagus, apa itu yang tadi ingin kamu perlihatkan pada kami?" tanya ayahku.
"Ah iya" aku hanya bisa menjawab seperti itu.
"Ngomong-ngomong, tadi berapa lama aku menutup mataku?"
"Hmm? Apa maksudmu sayang? Saat kamu menutup mata kamu langsung membukanya kembali"
'Apa? Perkiraan aku berada disana sekitar 5 sampai 10 detik, namun ibuku mengatakan aku langsung membuka mata setelah menutupnya?'
'Apakah waktu juga berhenti saat aku pergi kesana?'
Aku langsung menutup mata dan kembali ke tempat tersebut.
Aku berdiri dari singgasa dan mulai mencoba menghabiskan waktu disini.
"Tapi apa yang harus aku lakukan untuk menghabiskan waktu ditempat gelap seperti ini?"
Ide bagus mulai muncul dipikiranku, aku bisa sedikit berlatih sihir disini.
"[Fire Ball]"
Bola api muncul dari lengan kananku.
"Aku ingin tau apakah tempat ini bisa hancur?"
Aku meimikirkan ide aneh, yaitu menghancurkan tempat ini. Dan Fire Ball kulemparkan ke lantai.
*Boom*
Setelah ledakan Fire Ball, aku melihat lantai tempat ini tidak hancur atau bahkan tergores.
"[Fire Ball]"
Aku membuat Fire Ball yang baru namun kali ini jauh lebih besar, ukurannya mungkin sekitar 10 meter.
*Swooosh*
*Booooooom*
*Phssssshhh*
Setelah asap dari ledakan Fire ball menghilang, aku melihat lantainya tetap tidak hancur.
"Sepertinya tempat ini memang tidak bisa dihancurkan"
"Namun jika begitu-"
Aku memikirkan sebuah ide jenius, aku bisa menghabiskan waktuku disini sambil berlatih kemampuan sihirku.
"[Fire Ball] [Water Drop] [Wind Cutter] [Stone Bullet]"
*Swooosh*
*Shoooosh*
*Slaaaaash*
*Swoooosh*
*Boom* *Boom* *Boom* *Boom*
Empat mantra sihir pemula aku lemparkan sekaligus.
"Astaga, aku benar-benar bisa menggunakan empat elemen"
Tapi aku tidak boleh senang dulu, aku ingin mencoba 3 elemen lainnya lagi.
"[Lightning Step]"
*Zap* *Zap* Zap*
Aku berlari dan berteleportasi dengan jarak 5 meter, skill ini cukup berguna untuk kabur dari musuh.
"Seperti yang diharapkan dari element langka"
Salah satu dari 3 Elemen langka didunia ini, "Element Petir"
"Dua element langka lainnya adalah Cahaya dan kegelapan".
"[Light]"
Sebuah bola cahaya menerangi kegelapan ditempat ini, "Ah dengan sedikit cahaya, tempat ini terasa lebih baik"
"Aku juga bisa menggunakan elemen cahaya."
Ibuku juga entah kenapa memiliki element cahaya, mungkin dulunya dia adalah seorang priest.
Sekarang adalah element terakhir, yaitu element kegelapan. Dari ketujuh element, Element kegelapan didunia ini dianggap sebagai kutukan, karena orang yang memiliki element ini hanyalah iblis dan darah campuran atau biasa disebut dengan setengah iblis.
"Didalam buku bahkan tidak pernah ditulis mantra kegelapan, sepertinya itu benar-benar dilarang"
Namun aku tetap ingin mencobanya.
"[Darkness]"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
*Swoooooooooooooooooooooooooosshhh*
"Ugh"
Gelombang kegelapan besar menyelimuti tubuhku
"Apa ini? Argghh!!!"
Setelah beberapa saat gelombang kegelapan tersebut mereda dan menyelimuti tubuhku dengan tenang.
Yang aku tau dari buku, jika kau berada pada kegelapan. Akan ada rasa sakit, mental terganggu, dan terpengaruh oleh kegelapan. Namun yang aku rasakan sekarang adalah kehangatan tapi juga terasa dingin.
"Sepertinya kekuatan kegelapanku tidak berbahaya untukku"
Namun tetap saja, aku harus menyembunyikan kekuatan ini dari siapapun. Jika tidak, hidupku akan dalam masalah besar dan yang terburuknya adalah aku bisa dibunuh oleh orang-orang dari kerajaan.
Aku mencoba menyerap kegelapan tersebut dan menyembunyikannya.
"Kurasa sudah cukup"
Kini aku harus berfikir lagi, sepertinya aku tidak bisa mengatakan fakta bahwa aku bisa menggunakan 6 atau 7 element, maka aku akan memilih tiga element yang bisa aku tunjukan kesemua orang.
Aku akan memilih Api, Air, Dan Cahaya. Persis seperti milik ayah dan ibuku.
Dan untuk 4 element lainnya akan aku gunakan sebagai kartu AS.
"Aku sudah cukup lama berada disini, sudah saatnya aku kembali"
"Ah sebelum itu, kurasa aku harus menamai tempat ini terlebih dahulu. Tapi aku harus menamainya apa?"
Aku bingung memilih nama untuk tempat ini, karena aku tidak cukup pintar dalam memilih nama.
.
.
.
.
.
"Arasy"
"Mulai sekarang tempat ini bernama Arasy"