Waktu berlalu dengan cepat di sekolah menengah atas. Adi dengan tekun mengejar ilmu di setiap pelajaran yang dihadapinya. Bu Maya, guru yang menyadari potensinya, memberikan dukungan tak terbatas dan menantangnya dengan tugas-tugas kreatif.
Suatu hari, ketika pelajaran sains sedang berlangsung, Bu Maya mengumumkan, "Adi, kita memiliki kompetisi inovasi di tingkat nasional. Saya yakin ide-ide brilianmu bisa membuat perubahan besar. Kamu akan mewakili sekolah ini!"
Adi, dengan mata berbinar, mengangguk setuju. Ini adalah kesempatan baginya untuk membuktikan bahwa kecerdasan dan kerja kerasnya bukan hanya berhenti di tingkat desa.
Malam harinya, di rumah kayu mereka, Adi duduk bersama keluarganya untuk merancang ide inovatifnya. Mereka berkumpul di meja makan sederhana, lampu minyak menyala dengan cahaya gemerlap, dan ide-ide mulai mengalir. Dari pertanian hingga energi terbarukan, Adi ingin menciptakan solusi yang dapat memberdayakan desa mereka.
"Kamu bisa, Nak!" ucap Pak Budi sambil menyentuh bahu Adi. "Kami selalu mendukungmu."
Dengan semangat yang berkobar, Adi memulai perjalanan menciptakan prototipe untuk kompetisi tersebut. Teman-temannya, termasuk Rani dan Dito, bergabung dengannya dalam mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Setiap malam di kamar mereka yang kecil, cahaya dari lampu minyak menyinari wajah mereka yang penuh semangat.
Kompetisi pun tiba. Di panggung besar, Adi mempresentasikan ide-idenya dengan percaya diri. Meskipun tegang, dia tampil gemilang, memberikan inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya.
Prestasinya membuatnya mendapatkan perhatian seorang mentor teknologi ternama. Mentor ini, Mr. Utomo, melihat potensi besar dalam Adi dan memutuskan untuk membimbingnya lebih lanjut. Ini adalah langkah besar menuju arah yang tak terduga.