Chereads / War Torn: Nation of Ruins / Chapter 6 - "The Facility" Part 3

Chapter 6 - "The Facility" Part 3

25 Desember, 2030

Meja terakhir diangkat oleh kopral Yakov, namun tiba-tiba suara ledakan terdengar.

Aku melihat ke samping dan melihat kopral Yakov tergeletak di lantai, tak bernyawa dengan kedua kakinya yang hancur, sedangkan Sersan Filya selamat karena tumpukan meja dan kursi yang ia taruh di depannya, dan ia hanya terjatuh ke lantai.

"Delta-3, kami mendengar ledakan, apa yang terjadi?" tanya seseorang dari Delta-2 lewat komunikasi radio.

"Jebakan, mereka mengaitkan bom di barikade," jawab sersan Filya.

"Bagaimana kondisi kalian?"

Aku perlahan mendekati kopral Yakov dan mengecek denyut nadi di tangannya "Satu orang tewas."

Ini mengerikan... Pertama kalinya aku melihat hal semengerikan ini, tubuh bagian bawahnya hancur!

"Haruskah kita batalkan misi?" tanya seseorang dari Delta-2 lewat radio.

Letnan Marshenka berjalan mendekati kopral Yakov dan berdiri di sana terdiam, sebelum kemudian membalas pertanyaan tersebut "Kita lanjutkan. Delta-2, kita kembali berkumpul."

Setelah itu, regu Delta-2 segera kembali memasuki ruang tangga darurat, dan menutup pintu besi ke lantai dua, kali ini regu Delta-2 yang memimpin jalan masuk.

Mereka memimpin jalan dengan penuh kehati-hatian, tidak ingin jatuh ke dalam perangkap atau serangan kejutan yang lain.

Menuruni tangga dengan senter-senter yang menerangi setiap sisi dari tangga itu, kami terus berjalan turun. Kami sampai di lantai tiga, lantai terakhir dari fasilitas ini. Sersan Filya bergerak ke sisi lain dari pintu sedangkan satu orang dari Delta-2 menunggu di sisi lain pintu dengan tangan di gagang pintu bersiap untuk membuka pintu.

Pintu dibuka, sersan Filya dan aku segera mengintip keluar dengan laras senapan mengarah ke depan, melihat apa yang ada di balik pintu kami kembali menarik kepala kami masuk, sepersekian detik kemudian begitu banyak suara tembakan terdengar, beberapa peluru berhasil menembus dinding dan mengenai sersan Filya.

Sersan Filya jatuh terkapar setelah terkena banyak sekali tembakan, darah mengalir keluar dari kepala, bahu, lutut, dan pahanya.

"Granat!" teriak seseorang dari Delta-2 dan melempar granat ke dalam ruangan. Ledakan terdengar, namun tidak ada suara teriakan, dan tembakan berhenti.

Aku mengintip ke balik pintu sekali lagi dan kepalaku tertembak oleh seseorang di balik pintu itu, namun itu tidak menembus helm ku, aku segera menarik tubuhku ke belakang dan terjatuh ke belakang.

"Ada yang menggunakan perisai taktis," ucapku, kepalaku sedikit sakit dari tembakan yang mengenai helm ku.

Sebuah granat mendarat di dekatku, dengan panik aku meneriakkan "Granat!" lalu meraih granat itu dan melemparnya lagi ke sisi lain ruangan, dan meledak tak lama setelah ku lempar.

Letnan Marshenka membanu ku berdiri, dan aku melihat seseorang dari regu Delta-2 mencoba mengintip ke balik ruangan masuk ke lantai tiga dan segera mengeluarkan tembakan sebelum kembali menarik kepalanya masuk.

"Mereka masih sangat banyak, dan aku melihat makhluk aneh lagi seperti di lantai satu," ucap nya.

"Kita gunakan peledak, ambil pelontar granat dari yang mati di tangga lantai dua, kita akan bobol dan hancurkan apapun yang ada di balik sana," ucap letnan Marshenka

Aku segera berlari naik, sedangkan yang lain menaiki tangga setelah menanamkan bom di dekat dinding, dan menunggu di persimpangan tangga.

Aku dengan buru-buru mengambil senapan dengan pelontar granat dari mayat kopral Yakov, Viktor, dan dua lagi dari mayat anggota regu Delta-1 yang tidak aku kenal.

Aku segera berlari turun dan memberikannya kepada anggota Delta-2.

Saat itu siluet tubuh besar memasuki pintu, tubuhnya yang sangat besar membuatnya kesulitan memasuki pintu, dan saat itu juga bom diledakan, menghancurkan dinding sekaligus makhluk mutan apa pun itu yang mencoba masuk.

Beberapa orang yang terinfeksi di balik dinding juga terkena ledakan itu, namun banyak lagi datang, menggunakan peralatan lengkap, dan saat itu juga pelontar granat yang kami punya ditembakan ke arah kerumunan orang-orang terinfeksi yang bersenjatakan lengkap itu, banyak yang mati terkena ledakannya, namun mereka terus berdatangan bagai kumpulan semut, tembakan dari senapan serbu dan senapan mesin kami kurang efektif karena satu tembakan belum cukup untuk menjatuhkan mereka.

Aku mengambil granat dari chest rig milikku, lalu melemparnya ke arah gerombolan orang-orang terinfeksi itu.

"Granat!" teriakku.

Granat itu meledak tepat di dekat gerombolan rang-orang terinfeksi yang baru saja datang, beberapa tembakan berhasil dilancarlan oleh mereka, dan mengenai tiga orang dari Delta-2.

Baku tembak terus terjadi, peluru dibalas peluru, granat satu demi satu kami lemparkan, namun kami mulai terpukul mundur ke koridor di lantai dua, dan sedikit demi sedikit pasukan kami berkurang, sampai akhirnya orang yang terinfeksi terakhir telah terbunuh, melihat sekeliling... Aku sadar yang tersisa hanya aku dan Letnan Marshenka.

Melihat sekeliling koridor yang gelap itu, sekarang hanya kami berdua yang tersisa, hanya dua senter yang menerangi gelapnya tempat ini.

"Sersan Aleksei... Bawa salah satu koper dari regu Delta-2, kita ke lantai tiga," ucap letnan Marshenka.

Gila! Dia gila! Dengan kita berdua, memasuki tempat dengan berbahaya seperti ini adalah bunuh diri!

Aku memberanikan diri untuk berbicara "Letnan... Aku tidak yakin kita harus meneruskan misi..."

Letnan Marshenka melihat ke arahku, melewati masker gas nya, aku masih merinding membayangkan tatapannya saat ini "Lalu? Lupakan apa yang akan hilang sekarang, sudah terlambat jika ingin mundur. Kita sudah rugi besar. Setidaknya misi ini harus berhasil, apapun caranya."

Aku sangat ingin berlari keluar dari tempat ini, sudah hidup sampai sini saja sudah beruntung bukan main, mengapa aku harus mendengarkannya? Aku bisa saja membunuhnya di sini sekarang, menembaknya dari belakang lalu pergi melakukan desersi, tidak akan ada yang tahu... Semua yang ada di sini akan dianggap terbunuh dalam misi, atau menghilang. Aku akan kembali ke Voslavgrad, untuk menjemput Tamara, lari ke luar negeri dan menikah.

Tunggu... Apa yang aku pikirkan? Tidak-tidak... Itu hal yang buruk untuk dilakukan... Misi ini harus selesai.

Aku merasakan sebuah tendangan yang mengenai tulang kering kaki ku yang membuatku mengaduh kesakitan.

"Ow! Untuk apa itu!?" Tanyaku.

Letnan Marshenka menatap ke arahku sebelum menghela nafas dan berbicara "Kau tidak dengar? Ayo jalan."

Aku mengangguk pelan dan segera mengikuti letnan Marshenka. Aku mengambil koper dari salah satu mayat anggota regu Delta-2.

Letnan Marshenka memimpin jalannya, pistol di tangan kanannya terarah ke depan selagi kami menuruni tangga yang dipenuhi mayat, dan senjata.

Turun ke lantai tiga, banyak mayat bergelimpangan dan menumpuk, beberapa memiliki bagian tubuh yang putus atau hampir putus dari ledakan granat. Kami berjalan masuk, dan membuka ruangan satu persatu, beberapa ruangan memiliki tabung kaca yang pecah, dengan makhluk-makhluk aneh tergeletak tak bernyawa. Menjijikan...

Letnan Marshenka membuka salah satu ruangan dan seseorang keluar dari balik dinding dekat pintu dan memukul letnan Marshenka dengan kunci inggris tepat di tulang rusuk kirinya kemudian pergelangan tangannya.

Tidak sampai di sana, orang gila itu menendang tulang rusuk letnan Marshenka dan membuatnya berteriak kesakitan sebelum memukulnya di bahu dengan kunci inggris yang dia pegang.

Aku menarik pistol yang tersarung di pinggangku, dan mengarahkannya kepada orang itu. Melihat itu, dia merespon dengan memukulku di wajah dengan kunci inggris berkali-kali sambil mendorongku hingga terjatuh, dan merusak masker gas ku hingga pecah. Dia memojokkanku ke lantai dan  membuka masker gas ku kemudian memukulku di dahi, rasa sakitnya bukan main, kepalaku langsung terasa berputar.

Aku mendengar suara tembakan sebanyak tiga kali, kepalanya berlubang, begitu pula dengan lehernya, darahnya tersembur ke wajahku.

Aku mendorong orang yang sudah tidak bernyawa itu ke samping, kemudian aku berdiri dan menyarungkan pistolku kembali sebelum  menendang mayat orang gila itu tepat di kepala sambil berteriak "Brengsek!"

Setelah itu aku mengenggam senapan serbuku sebelum menembaki kepala dari mayat itu sebelum letnan Marshenka mengenggam tanganku dan menggelengkan kepalanya.

Nafasku sedikit berat, namun aku menghembuskan nafas panjang mencoba menenangkan diri... apa yang baru saja aku lakukan? aku memegangi dahi ku yang orang gila itu pukul, rasanya sangat sakit, dan aku melihat darah di tanganku setelah menyentuh dahi ku. Darah nya? Tidak... Ini darahku.

Aku melihat ke arah letnan Marshenka yang memegangi daerah rusuk kirinya dengan tangan kanan dan tangan kirinya memegangi tanganku yang mengenggam pegangan senapan.

"Maaf untuk yang itu... Kau tidak apa-apa?" tanyaku kepada letnan Marhsenka.

"Kau sendiri bagaimana?" letnan Marshenka bertanya balik.

"Ini bukan apa-apa... Hanya perlu diobati," jawabku.

Letnan Marshenka mendekat dan membuka tasnya sambil menahan sakit, kemudian mengeluarkan perban.

"Duduklah, aku tidak dapat mencapai mu," pintanya.

Aku mengikuti perintahnya dan mulai duduk sambil bersandar ke dinding, dan dengan itu letnan Marshenka mulai melakukan pertolongan pertama untuk menghentikan pendarahan di kepalaku, dia sangat dekat, namun wajahnya tertutup oleh masker gas nya.

Aku ingin sekali membuka masker gasnya, melihat wajah putih pucatnya, mata kemerahannya... Kemudian... Menusuknya dengan pisau? Apa yang aku pikirkan? Aleksei... Kendalikan dirimu... Apa yang terjadi, apa kunci inggris itu memengaruhi otak ku?

"Kau menggumamkan sesuatu?" tanya letnan Marshenka sambil membersihkan luka di kepalaku.

"Apa? Tidak, aku tidak mengatakan apa-apa," jawabku bingung.

"Tidak sakit?" tanya nya sekali lagi.

Aku terdiam sebentar "Anehnya tidak sama sekali."

Letnan Marshenka terdiam, gerakan tangannya berhenti saat sedang membalut kepalaku dengan perban sebelum ia menghela nafas dan lanjut membalut kepalaku dengan perban.

"Selesai, kau bisa berdiri sendiri?" tanya letnan Marshenka.

Aku mengangguk dan segera berdiri, dan mengambil senapanku. Kami mulai berjalan, memasuki satu ruangan dengan banyak sekali laci-laci.

Letnan Marshenka membuka koper besar hitam yang ia ambil dari salah satu anggota regu Delta-2 dan membuka laci-laci dokumen itu satu persatu.

"Bantu aku mengumpulkan berkas-berkas ini," ucapnya sambil memasukan berkas-berkas yang ada ke dalam koper.

Aku menganggguk dan membuka koper yang aku bawa dan memasukan semua berkas yang ada di laci satu persatu, dengan hati-hati. Terkadang ia meringis kesakitan sambil memegangi tusuk atau bahunya.

Aku mengalihkan pandanganku ke sekeliling ruangan dan melihat lima orang tergeletak tak bernyawa... Mereka menggunakan peralatan militer yang sangat lengkap dan mumpuni, tapi aku yakin sekali itu bukan milik Svartov... melihat kepala mereka, aku menyinarinya dengan senter, dan melihat salah satu mereka memiliki telinga kucing, dua dengan telinga anjing, dan sisanya hanya memiliki tanduk kecil di dahi mereka. Apa mereka dari kekaisaran Teikokuten?

"Letnan... Lihatlah mayat-mayat itu," ucapku.

Letnan Marshenka mengalihkan perhatiannya ke arah mayat-mayat yang aku sinari dengan senter. Ia berhenti memasukan dokumen-dokumen dari laci ke dalam koper. Ia perlahan mendekati mayat-mayat itu dengan terpincang-pincang sambil memegangi daerah rusuk sebelah kirinya.

"Ras Inujin, Nekojin, dan Onirin... Mereka sepertinya bunuh diri... Atau mungkin tidak?" aku dengar gumaman letnan Marshenka.

"Cari identitas mereka, dog tag, atau apapun," perintahnya.

Ia kembali ke arah laci-laci berkas dan melanjutkan memasukan berkas-berkas fasilitas.

Aku mengangguk dan segera merogoh kantong-kantong dan melihat leher mereka untuk mencari kalung dog tag mereka.

Aku mendapatkan kelimanya, sayangnya itu ditulis dengan bahasa Rujin.

Beberapa menit lagi terlewat, letnan Marshenka terdiam sebentar di tengah-tengah melihat isi brankas dokumen.

"Kau menggumamkan sesuatu lagi?" tanya nya.

Aku mengerutkan kening ku, apa yang dia bicarakan dari tadi? Apa orang gila itu memukul kepalanya hingga bermasalah?

"Tidak. Ada apa?" aku balik bertanya.

"Bukan apa-apa, cepat selesaikan. Tubuhku semakin sakit," Jawab nya.

Beberapa menit kemudian akhirnya semua laci dan brankas telah dikosongkan, meninggalkan beberapa berkas tidak penting.

Selama beberapa menit itu aku mulai merasakan sakit kepala yang hebat, penglihatanku sedikit kabur untuk beberapa saat.

"Ayo segera keluar," ucap letnan Marshenka lalu mengangkat koper itu dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya memegangi bagian rusuk sebelah kirinya.

Aku mengikutinya berjalan menaiki tangga, pikiran-pikiran buruk terus melewati kepalaku, aku ingin membunuh letnan Marshenka... Aku ingin bermain dengan tubuhnya... Ada apa denganku?

"Hei, Aleksei... Maaf," celetuk letnan Marshenka.

Aku terdiam sebentar,berdiri di tengah-tengah koridor, dia kenapa?

"Untuk apa?" tanyaku.

Letnan Marshenka ikut berhenti berjalan, tangan kanannya masih memegangi tulang rusuk kirinya, tangan kirinya mengenggam sebuah koper hitam.

"Tidak. Jika ada salah, aku ingin minta maaf," balasnya.

"Letnan, kau sedikit aneh sedari tadi, ada apa?" tanyaku lalu tertawa kecil.

"Hanya perasaan mu, berhenti memanggilku disertai dengan pangkat, kita cuma berdua," balasnya.

Kami kembali berjalan, menuju tangga darurat, lalu berjalan naik. Aku membantu Marshenka untuk berjalan menaiki tangga. Kemungkinan besar kakinya patah.

Kami berjalan keluar fasilitas, dan keluar bangunan gudang itu. Letnan Marshenka membuka maskernya dan menjatuhkannya ke tanah, ia bernafas lega... Kemudian menatapku dengan tajam.

Ia mendekatiku... Kemudian memelukku... Apa yang terjadi? Apa aku bermimpi? Marshenka Marecka yang dikenal dingin dan tak berperasaan memelukku? Dia bukanlah orang yang begitu saja menunjukan emosinya seperti ini.

"Maaf," ucap letnan Marshenka dengan nada dingin.

Aku merasa sebuah beban dari pinggulku menghilang... Marshenka melepas pelukannya, kemudian mendorongku hingga terjatuh. Pistolku sudah berada di tangannya. Dia merampas pistolku!

"Apa yang kau-"

Belum selesai ucapanku, Marshenka melepaskan pengaman pistolku dan menodongkannya ke kepalaku, dia sedikit menjaga jarak denganku

Tidak... Tidak! Aku tidak boleh mati di sini! Tamara menunggu ku! Aku yang akan membunuh wanita jalang ini sebelum dia membunuhku!

Aku meraih senapan serbuku, dan segera mengarahakn laras senapan itu ke arahnya. Aku menarik pelatuknya, namun yang terdengar hanyalah suara "klik," pelurunya habis!

Hal terakhir yang aku lihat adalah wajah datar nan dingin Marshenka yang tengah menodongkan pistol ke arahku, dengan tangan kanannya memegangi bagian rusuk sebelah kirinya, dan hal terakhir yang aku dengar adalah suara tembakan sebelum semuanya menjadi gelap.