24 Desember, 2030
Lima menit telah lewat, dan radio kami semua berbunyi.
"Matikan listriknya," suara Jitka terdengar dari radio komunikasi.
Dengan itu Veran memotong listrik dari panel listrik yang berada di luar ruangan.
"Beritahu kondisimu, Jitka," ucapku lewat radio.
"Semua berjalan lancar, aku berada di lantai tiga," Jitka berhenti berbicara terdengar ragu untuk melanjutkan.
"Kapten, apa kau tahu fasilitas rahasia ini mengerjakan apa?" tanya Jitka.
"Senjata rahasia, detailnya tidak diberikan oleh Shinryoku Sakusen Butai," jawabku.
"Pertama, peta yang diberikan mereka tidak akurat, beberapa ruangan tidak ada, dan ruangan-ruangan ada yang tertukar. Kedua, aku tahu senjata apa yang mereka kerjakan di sini dari kesimpulan yang aku dapat melihat isi dari tempat ini," jelas Jitka, terdengar suaranya membuka sebuah pintu diikuti dengan suara tembakan yang diredam.
"Kau baik-baik saja?" tanyaku.
"Ya, aku sampai di ruangan generator," balasnya.
Aku masih penasaran senjata apa yang mereka kerjakan di sini, jadi aku ingin melanjutkan percakapan ini sedikit lebih lama "Tentang senjata itu, memangnya senjata apa?"
"Tentara super mungkin? Atau kloning? Ada banyak orang-orang dalam tabung kaca, kebanyakan dari mereka ber ras Darkan. Tapi ada juga yang terlihat menjijikan, rasnya tidak dapat dikenali dan terlihat sangat besar," jelas Jitka, terdengar suaranya menutup pintu.
"Kami akan masuk sekarang, bertahanlah. Hisato keluar," ucapku kemudian memutuskan sambungan radio komunikasi.
Aku berdiri dari kotak yang aku duduki, dan berjalan ke arah Hoshi kemudian berbicara "Hoshi, panggilkan yang lain."
Hoshi mengangguk kemudian berdiri dan berjalan keluar bangunan unuk memanggil yang berada di luar, selang beberapa saat seluruh anggota yang berjumlah lima orang telah berkumpul.
"Rosen, bagaimana dengan bahan peledaknya?" tanyaku kepada Rosen yang berdiri di paling depan.
"Sudah siap, jarak dari permukaan ke lantai bawah sudah dihitung dan diperkirakan hanya sedalam dua meter, bahan peledak yang kita bawa seharusnya cukup," jawab Rosen sambil menunjuk sebuah tumpukan
Bom meledak, menghasilkan suara yang memekakan telinga, dan menciptakan lubang yang cukup besar untuk seluruh regu masuk bersama-sama.
Suaranya cukup menusuk ke telinga kucingku, sepertinya aku tidak memasang pengaman telinga ku dengan benar.
"Rosen, flashbang," perintahku singkat.
Rosen mengangguk dan mengambil satu buah granat flashbang dari chest rig-nya, ia melepas pin dari granat itu dan melemparnya masuk ke dalam lubang, beberapa teriakan panik terdengar dari dalam sana.
Suara ledakan terdengar di dalam lubang, menandakan lampu hijau bagi kami untuk masuk. Aku yang masuk pertama diikuti oleh Rosen, dan seterusnya.
Di balik lubang adalah sebuah lorong yang gelap, ada banyak orang berlarian terbirit-birit, bahkan beberapa terlihat beberapa kali jatuh dan berdiri. Ada pula beberapa personil bersenjata yang terlihat telah terbutakan dan tuli sementara karena flashbang yang Rosen lempar sebelumnya.
"Jangan biarkan ada yang hidup!" perintahku.
Dengan perintah itu seluruh anggota regu melepas tembakan kepada sekumpulan orang yang tengah dilanda kepanikan, dan mungkin tuli atau buta sementara dari efek flashbang sebelumnya.
Suara senjata api kami menggema sepanjang lorong gelap itu. Selang beberapa saat kemudian, hanya ada regu ku yang berdiri dengan banyak mayat bergeletakan di depan kami.
"Bersihkan tiap ruangan," perintahku sekali lagi.
Seluruh anggota regu berpencar menyusuri setiap ruangan yang dilewati koridor sejauh 80 meter. Mereka memasuki ruangan pintu demi pintu, menembaki staf yang masih hidup,.
"Semuanya tetap di dalam ruangan, ada sepuluh orang yang datang," ucap Veran lewat radio komunikasi.
Aku berada di salah satu ruangan, dan Veran tengah berbaring dalam posisi tengkurap di koridor, menggunakan mayat-mayat staf peneliti, dan penjaga untuk berbaur sebagai mayat.
"Kapten, izinkan untuk melempar flashbang," bisik Veran lewat radio.
"Izin diberikan," balasku.
Beberapa saat kemudian terdengar suara bising yang memekakan telinga, diikuti dengan cahaya yang sangat cerah, kemudian Veran membuka tembakan dengan senapan gentelnya, tembakan semakin deras setelah seluruh reguku keluar dari tempat persembunyian dan menembaki empat orang yang masih di koridor.
Salah satu dari mereka samar-samar aku bisa dengar berteriak "Kontakt! Vse Naydite Ukrytiye!"
"Veran, kami akan memberikan tembakan pendukung, kau maju dan mauki satu ruangan di depan sana," peritanhku.
"Dimengerti," jawab Veran singkat.
"Hoshi, Rosen, bersiap untuk tembakan pendukung," perintahku lewat radio kepada Hoshi, dan Rosen yang berada di ruangan lain.
Aku mengintip keluar, dan mengarahkan pistol mitraliur ku ke salah satu ruangan, dan menembaki pintu masuk ke ruangan itu, agar tidak ada musuh yang dapat mengeluarkan kepala mereka dan balik menembak.
Beberapa saat kemudian, suara Hoshi dan Rosen terdengar di radio "Siap untuk tembakan dukungan."
Dengan itu, Veran segera berlari, rentetan peluru mengikuti dari belakangnya, ia membukuklan tubuhnya, berharap tidak ada tembakan yang mengenainya.
Ia masuk ke salah satu ruangan yang dekat dengan ruangan yang dijadikan tempat berlindung musuh.
Veram melemparkan granat ke dalam salah satu ruangan yang ada di sisi lain ruangan, terdengar teriakan seseorang dari dalam ruangan itu.
Aku mengganti magasin pistol mitraliurku dan memerintahkan seluruh anggota regu untuk maju "Semuanya maju perlahan, jangan biarkan musuh dapat balik menembak."
Semua anggota regu segera keluar dari tempat berlndung mereka sambil mempertahankan tembakan mereka ke arah ruangan yang ditempati para penjaga.
"Granat!" ucap Rosen sebelum melempar granat ke salah satu ruangan yang ditempati musuh.
Saat Hoshi, aku, dan Rosen mengisi peluru, salah satu dari musuh dari dalam ruangan yang telah dilempari granat keluar dan menembak ku tepat di dada.
Aku terjatuh, dan rasa nyeri terasa dan sesak dapat terasa di dada ku, pandanganku kabur saat itu juga, detak jantungku berdetak kencang.
Waktu terasa melambat, dan saat pandanganku kembali normal, aku melihat Hoshi yang terlihat khawatir dan memegangi rompi anti peluruku untuk mencari lubang yang mungkin tembus ke tubuhku.
"Hisato! Hisato! Kau tidak apa-apa?!" Tanyanya panik.
"Ya," jawabku.
Melihat ke arah pintu masuk salah satu ruangan di mana penjaga yang baru saja menembak ku berada, kepalanya sudah hancur Veran telah keluar dari ruangan tempat ia berlindung, ia merupakan yang paling dekat dengan penjaga itu.
"Rompi anti pelurunya menghentikan tembakan bajingan itu, tenang saja," ucapku sebelum berdiri dari lantai koridor.
Hoshi melepas nafas lega.
Seluruh anggota regu perlahan kembali maju sambil memastikan setiap ruangan sudah bersih, semua orang di lantai ini telah mati.
Aku mulai menyambungkan radio komunikasiku ke Jitka, kemudian beranya "Jitka, bagaimana kondisimu?"
"Baku tembak, aku mulai kelelahan menggunakan sihirku berlebhan," ucap Jitka, terdengar suara baku tembak dari radio komunikasi.
"Beratahanlah, kau di mana?" tanyaku.
"Masih di ruang generator, cepatlah datang!" ucap Jitka panik.
"Kami akan segera ke sana, bertahanlah!" balasku.
"Semuanya, kita harus bergegas, Jitka sedang baku tembak sendiriran," perintahku kemudian menmpercepat langkah maju sambil tetap menjaga kewaspadaan.I