"Allicia, maafkan aku ..." lirih ayahku.
Aku sudah memperhatikan ayah selama dua puluh lima menit sejak aku sadar jika ayah tertidur ketika dia sedang berusaha keras untuk menenangkanku agar tidak menangis lagi. Ayah bahkan masih menepuk-nepuk punggungku dengan sangat lembut meski kedua matanya terpejam. Kurasa ayah setengah tidur sekarang karena sejak tadi ayah terus menyebut nama ibu.
Semua ini pasti berat. Setelah ayah kehilangan ibu, ayah jadi sangat jarang tidur. Bahkan untuk sekedar istirahat, rasanya ia tidak bisa melakukannya. Daripada istirahat dan memperdulikan tubuhnya, ia lebih baik menggunakan waktunya untuk bertemu dan menemaniku dan juga memikirkan cara agar ia dapat menemukan kembali ibu yang sampai saat ini belum juga ditemukan keberadaannya.
Meski hanya satu menit sekalipun.
Semua itu karena ia juga harus melakukan pekerjaannya sebagai Grand Duke yang mengawasi semua Duke di kerajaan Ini. Dan jangan lupakan tentang tugas utamanya sebagai seorang 'conqueror'. Ayah selalu bekerja keras untuk dapat membagi waktunya agar ia bisa menjagaku.
Begitulah kesimpulan yang dapat ku rangkum berdasarkan potongan-potongan samar ingatan tubuh ini. Cellia yang dulu nampaknya adalah anak yang sangat tenang dan pendiam. Ia lebih suka mendengarkan dan memperhatikan banyak hal sendiri, dan karena sifatnya inilah aku dapat informasi dan dapat menarik kesimpulan tentang apa yang terjadi pada ibuku dan ayahku.
Sudah setahun lebih sejak ibu dinyatakan meninggal, namun ayah dengan keras kepala percaya jika ibu masih hidup dan menganggap ibu hanya menghilang walaupun ia sendiri sepenuhnya sadar tentang kenyataan yang dihadapinya. Semua ini karena totem hitam yang muncul setahun lalu saat kami tengah melakukan perjalanan ke kerajaan tetangga untuk mengurus hubungan diplomatik antar kerajaan.
"Jika saja saat itu aku tidak meminta untuk ikut dengan ayah, hal buruk ini pasti tidak akan terjadi"
Jadi. Semua ini seharusnya menjadi salahku!. Aku sudah membuat ayah sedih ...
Naga. Aku harus mencari tau tentang hal itu juga sekarang.
"Tapi, aku harus mencari tau kemana?. Perpustakaan?. Benar!. Perpustakaan!"
Aku melihat ayah akhirnya tidur sepenuhnya. Tangannya yang sejak tadi menepuk dan membelai punggungku juga sudah berhenti sepenuhnya. Ku harap ayah dapat istirahat dan tidur lebih lama. Aku tidak akan membiarkan siapapun menganggu waktu istirahat ayah!.
Karena menjadi dewasa itu sangat melelahkan namun tak ada satupun yang akan peduli dengan rasa letihmu. Aku tau perarasaan itu. Sungguh menyedihkan ketika aku ingat kehidupanku sebelumnya jika diriku sendiri bahkan tak lagi tau apa itu lelah?.
Tapi, sejak tadi ada hal yang membuatku penasaran ...
"Apa maksudnya totem hitam?. Kenapa naga itu dipanggil totem hitam oleh ibu?"
Aku berfikir lagi dan mengingat sesuatu. Aku masih ingat dengan teman di kehidupanku yang sebelumnya meski aku tak dapat ingat nama atau wajahnya, tapi aku masih ingat bagaimana ia memberiku sebuah patung kayu, oleh-oleh dari tempat wisata yang ia kunjungi saat mengambil cuti pernikahannya.
Temanku memberiku patung kayu berbentuk panjang seperti tongkat pendek seukuran vas bunga. Patung kayu itu memiliki ukiran wajah yang aneh karena bergambar wajah manusia dengan campuran wajah hewan yang ditumpuk tiga bagian. Walaupun aneh, tapi temanku bilang jika itu bisa menjadi jimat pelindung. Aku tetap menerima oleh-oleh patung itu dan memajangnya di atas lemari etalase sebagap hiasan saja karena aku tidak percaya dengan hal-hal seperti jimat.
"Kalau tidak salah, patung kayu itu dinamakan totem kan?"
"Jadi, naga itu adalah mahluk yang dapat menjadi pelindung?, tapi jika ia seharusnya melindungi, kenapa ia justru menyerang dan mengambil ibu?"
Percuma saja. Aku tidak akan mendapatkan jawaban jika hanya terus berada di dalam pangkuan ayah. Aku harus pergi ke perpustakaan untuk mencari tau informasi tentang totem ini.
Aku kembali melihat wajah ayah. Dia masih tertidur, jadi aku berusaha untuk turun dari pangkuan ayah dengan hati-hati agar tidak membangunkannya.
Tok!.
Tok!.
Eureka!. Victory!. Aku baru saja ingin menyebutkan kalimat-kalimat itu setelah berhasil turun dari pangkuan ayah, namun usahaku untuk membuat ayah tetap terlelap sia-sia. Ayah dengan cepat langsung terbangun dari tidurnya dan menyadari diriku yang tak ada dalam pangkuannya.
"Cellia?!" Teriak ayahku. Dia menunjukan wajah khawatir yang mengerikan.
"Oh, ya ampun. Kamu disitu. Syukurlah ..." ucapnya lagi setelah ia sadar jika aku berdiri di depan kakinya. Wajah ayah yang cemas memudar. Ia menghela nafas lega.
Ayahku pun menggendongku lagi dan aku kembali ke dalam dekapannya yang hangat.
"Tuan, ini saya Vincent" ucap Vincent yang rupanya sosok yang mengetuk pintu sehingga ayah menjadi bangun. Awas saja kau Vincent!. Aku tidak akan melepaskanmu karena sudah menganggu waktu istirahat ayah!.
"Ada apa?" Tanya ayahku setelah membuka pintu.
"Tuan, Totem milik Earl Lucca lepas kendali!"
"Apa?!. Ini gawat. Totemnya adalah seekor Phoenix. Segera siapkan kendaraan!. Kita pergi ke kediaman Earl Lucca sekarang ..." perintah Ayah.
"Baik, Tuanku!" Jawab Vincent. Ia pun segera meninggalkan tempat secepat mungkin dengan setengah berlari.
Sementara itu, ayahku langsung keluar dan pergi ke ruang kerjanya untuk mengambil barang yang akan dibawa dan dipakainya pergi.
"Vio!"
"Ya Tuan. Saya disini" jawab Vio yang entah bagaimana caranya ia sudah berada di ruang kerja ayahku dalam sekejap mata ketika ayah memanggilnya.
"Jaga Cellia. Aku harus pergi ke kediaman Earl Lucca karena totemnya lepas kendali"
"Baik tuan"
"Cellia sayang, pergilah bersama dengan Vio dulu ya. Ayah harus pergi sebentar" ucap ayah padaku.
Tapi ayah, aku tidak bisa membiarkanmu pergi kali ini. Bukan karena khawatir tentang lady Helia yang mungkin akan merayumu, tapi aku harus melihat dan mencari tau apa itu totem yang kau dan ibu maksud!.
Aku kembali memeluk leher ayah erat-erat dan menggelengkan kepalaku cepat-cepat.
"Cellia mau ayah!. Jangan tinggalkan Cellia!. Jangan pergi!" Ucapku. Padahal di kepalaku ada begitu banyak kata-kata, tapi yang keluar di mulutku hanyalah kalimat sederhana yang to the point. Ah, jadi anak kecil itu memang hanya bisa bicara jujur ya?.
"Lady Cellia, mari kita kembali ke kamar" ucap Vio yang berusaha untuk membantu membujukku agar aku membiarkan ayahku pergi.
"Jangan tinggalkan Cellia!. Ayah!. Ibu!" Teriakku. Aku menjadi histeris saat perasaan kehilangan muncul dalam diriku. Dadaku seketika menjadi sesak.
Saat mengingat naga yang disebut totem hitam itu mengambil ibuku, aku pun menjadi sangat ketakutan ketika mendengar kata totem yang akan membuat ayah juga pergi. Aku takut jika ayah juga akan pergi meninggalkanku selamanya. Aku takut tidak dapat merasakan kehangatan ini lagi. Saat memikirkan hal itu, emosiku menjadi bergejolak dan akhirnya aku hanya bisa menangis sambil memeluk ayah erat-erat.
Sebenarnya, apa arti totem di dunia ini?!.
Duke Leonhart nampak tertegun sesaat ketika aku histeris, namun ia segera sadar ketika ingat tugasnya dan langsung mengambil keputusan dengan cepat.
"Tidak ada pilihan lain. Vio, ikut aku dan bantu aku jaga Cellia ketika tiba di rumah Earl Lucca!" Ucap ayahku.
"Baik, Tuanku"
Akhirnya aku pun dibawa ayah pergi ke rumah Earl Lucca bersama dengan Vio yang ditugaskan untuk menjagaku selama ayah mengurus totem yang dikatakan lepas kendali itu.
***
Kediaman Earl Lucca.
Saat sampai di depan gerbang, aku dapat melihat cahaya kemerahan terang menyelimuti mansion sehingga membuat mansion terlihat seperti terbakar api yang amat besar.
"Vio, jaga Cellia!"
Ayahku menyerahkanku pada Vio dan ia segera turun dari kereta untuk pergi masuk ke dalam mansion yang nampaknya dikelilingi kubah aneh berwarna kebiruan tipis.
"Ayah ..." panggilku, tapi sayangnya ayah tak menghiraukan panggilanku. Dia terlihat sangat buru-buru. Aku tidak marah, tapi aku khawatir. Jadi aku menarik-narik pakaian Vio dan membuat isyarat untuk ikut ke dalam mansion.
"Ayah!. Cellia mau pergi bersama ayah!"
"My Young Lady. Kita tidak boleh kesana. Di dalam sana berbahaya. Kita harus berada di luar kubah sihir penyegel ..." ucap Vio.
Justru karena bahaya aku ingin kedalam!. Jika itu bahaya, maka ayah juga berada dalam bahaya kan?!. Ayo kita pergi kesana juga!. Aku harus mencari tau tentang toten itu juga!.
"Ayah!. Ayah!. Ayah!. Cellia mau ayah!" Ucapku. Lagi-lagi aku hanya dapat mengeluarkan kata-kata sederhana.
Aku terus-terusan menarik pakaian Vio dan berusaha berontak dari gendongannya.
Turunkan aku!. Turunkan aku, cepat!.
"Baiklah, tolong jangan menangis lagi My Young Lady atau Duke Leonhart akan melepaskan totemnya jika beliau melihat saya membuat anda meneteskan air mata" ucap Vio. Gaya bicaranya benar-benar kaku seperti mesin pembaca otomatis.
Lagi-lagi totem!. Bahkan ayah juga punya totem?!. Apa sih totem itu?. Jangan-jangan aku juga punya mahluk yang disebut totem itu?!. Seperti apa bentuknya?. Apa gunanya?. Apakah dia akan melindungi atau menyerangku?.
Kalau tidak salah dengar, tadi ayah bilang jika totem milik Earl Lucca adalah seekor phoenix. Lalu, bagaimana dengan totem milik ayah?. Seperti apa bentuknya? Lalu totem milikku?. Dan, apakah ibu juga memiliki totem-nya sendiri?.