Chapter 6 - 6. Pemburu & Penakluk

Meski tidak sebesar naga yang menculik ibuku saat itu, tapi aku yakin jika totem naga milik pangeran mahkota pasti dapat memberiku petunjuk tentang naga besar hitam itu. Yah, setidaknya aku sudah mendapatkan dua benang merah dan tinggal menyusuri benang-benang merah ini.

ROAARR!!

AAAAUGHH!

WAANGH!

Suara-suara mengerikan itu terus membuat merinding. Aku hanya bisa mengintip dari balik lengan Vio. Bayangan hewan-hewan totem itu nampak seperti melakukan sesuatu, seperti kumpulan gagak yang tengah memangsa bangkai untuk makanannya. Sangat menyeramkan. Aku tidak dapat membayangkan apa yang tengah terjadi di tengah kobaran api itu, yang jelas aku dapat melihat jika kobaran api yang menyelimuti bangunan di sekitar aula utama sudah mulai mengecil.

Ting!.

Sebuah suara seperti air yang dibelah dengan kecepatan tak terbayangkan berdengung cepat. Telingaku seperti baru saja dilewati sebuah jarum yang dilemparkan dengan kecepatan penuh lalu menghilang begitu saja.

Aku tidak tau apa yang baru saja terjadi, tapi rasanya aku bisa merasakan jika waktu sempat berhenti selama satu detik ketika suara yang menusuk itu berbunyi.

"Tuanku!" Seseorang berteriak sambil berlari menuju dua orang yang baru saja keluar dari dalam kobaran api yang telah mereda.

"Cepat pindahkan Earl Lucca ke ruang perawatan!" Teriak Duke Carrion yang keluar dari dalam mansion dengan memapah Earl Lucca.

Aku secara refleks juga melihat ke arah Duke Carrion, tapi aku tak menemukan ayahku bersama dengannya juga. Dimana ayah?!.

"Ayah!" Teriakku. Aku menarik-narik pakaian Vio.

Vio juga memahami perasaan khawatirku. Dia pun menghampiri Duke Carrion sembari mencari-cari sosok ayahku yang entah kenapa belum keluar, padahal Duke Carrion dan Earl Lucca sudah keluar. Aku sangat khawatir dan kecemasanku terus bertambah saat melihat Earl Lucca yang dipenuhi luka bakar. Tak hanya Earl Lucca. Duke Carrion pun nampak terluka meski hanya sedikit.

Ayah adalah orang yang paling dekat dengan Earl Lucca saat totem lepas kendali, jadi ku fikir ayah juga pasti terluka parah. Dimana ayah?!. Tanpa sadar, aku mulai mengeluarkan air mata lagi dan menangis.

"Ayah!. Ayah!"

"Young Lady ..."

"Vio ..." Duke Carrion membuat isyarat untuk Vio lalu membisikan sesuatu yang tak dapat ku dengar. Setelah itu, Vio hanya mengangguk seperti memahami apa yang baru saja Duke Carrion sampaikan padanya.

"Cellia kecil, kenapa kau menangis hm?. Kemarilah. Biarkan paman menggendongmu ..." ucap Duke Carrion.

Tanpa menghindari Duke Carrion seperti kejadian sebelumnya. Vio dengab senang hati memberikan aku kepada Duke Carrion sehingga aku di gendong olehnya, sementara Vio pergi ke dalam mansion dengan berlari.

Apa yang terjadi?. Kenapa Vio melakukan ini?. Pasti terjadi sesuatu dengan ayah!.

"Ayah!!!" Aku terus menangis semakin kencang meski Duke Carrion berusaha keras membuatku terdiam.

"Sayang Cellia, jangan menangis. Vio hanya ingin ke toilet sebentar. Dia akan kembali lagi secepat mungkin. Kau dengan paman dulu oke?" Jelas Duke Carrion. Nampaknya ia sedikit salah paham dengan tangisanku. Aku menangis bukan karena ditinggalkan oleh Vio, tapi aku menangis karena khawatir dengan ayah. Kenapa kau tidak mengerti juga?!. Duke Carrion benar-benar bodoh!.

"Cellia mau ayah!!"

Duke Carrion nampak terkejut ketika ia mendengarku menekan kata-kataku. Aku bahkan menegaskan kata 'ayah' agar dia sedikit paham apa yang ku maksud sejak tadi.

"O-oh. Ayahmu ... ayahmu baik-baik saja. Dia tidak terluka parah seperti Earl Lucca-"

"Ayah!"

Akhirnya aku melihat ayahku keluar. Dia bersama dengan pangeran mahkota dan Vio. Dan mereka sepertinya baik-baik saja. Mungkin karena pelindung milik Duke Carrion yang melindungi ayah?. Tapi jika begitu, bagaimana bisa Earl Lucca terluka begitu parah?. Bukankah dia juga berada dalam pelindung Duke Carrion sebelumnya?.

"Cellia sayang, kenapa kamu menangis?" Ucap ayahku. Dia langsung mengambilku dari gendongan Duke Carrion.

"Ayah!. Ayah!"

Aku memeluk ayah dengan sangat erat. Perasaanku masih bercampur antara lega dan khawatir. Entah kenapa, aku merasa ayah sedikit tidak baik-baik saja, tapi aku tak melihat ayah menunjukan reaksi seperti orang yang terluka. Ayah tidak terlihat sakit atau ... mungkin dia menahan rasa sakitnya?.

"Apa yang kau lakukan pada Cellia-ku?. Kau mau mati, Carrion?!" Tukas Ayah selanjutnya. Ia menatap Duke Carrion dengan tatapan yang sangat mengerikan. Nampaknya ayah sangat marah karena aku menangis. Ayah pasti mengira jika Duke Carrion yang membuatku menangis.

"Apa. Aku tidak melakukan apapun Cellia tau!"

"Kau tau?, sepertinya singa-singaku membutuhkan protein tambahan. Apakah kau mau ikut denganku dan masuk ke kandang singa?"

"Tidak. Terimakasih. Aku akan pulang saja. Anjing-anjingku masih butuh diberi makan ..."

"Jangan khawatirkan anjing-anjing kecilmu. Aku bisa mengurus mereka jika majikan mereka menghilang dari bumi sekalipun"

Aku merasakan energi besar yang berkobar dalam diri ayah seperti seekor singa yang terus mengaum. Apakah itu energi yang berasal dari totem milik ayah?.

"Duke Carrion, Duke Leonhart, terimakasih atas kerjasama anda sekalian" ucap seseorang yang akhirnya membuat pertarungan dalam diam antara ayah dan Duke Carrion mereda.

"Yang Mulia Yvone ..."

"Yang Mulia, ini berkat anda. Terimakasih sudah datang membantu kami" ucap Ayah. Entah hanya perasaanku saja atau ayah memang berbicara dengan pangeran mahkota dengan nada yang sangat dingin.

"Tentu saja aku akan datang membantu jika ada yang kesulitan, terutama jika itu adalah kalian. Tanpa sang Pemburu dan sang penakluk, kerajaan ini pasti akan selalu diliputi ketakutan" jelas pangeran mahkota. Dia tersenyum--dia nampaknya tak terganggu dengan sikap dingin ayah, atau memang dia sama bodohnya seperti Duke Carrion sehingga tak menyadari sikap ayahku?.

Sayang sekali jika dia bodoh, padahal dia setampan ini, fikirku.

Tapi, apa itu sang pemburu dan sang penakluk?. Apakah yang dimaksud pangeran mahkota adalah ayahku dan duke Carrion?

"Hm?. Oh, apakah ini lady Cellia Leonhart?" Ucap pangeran mahkota. Sepertinya penilaianku sedikit salah tentangnya. Dia menyadari diriku yang terus memperhatikannya.

Wush!.

"Benar. Dia adalah putri saya, Yang Mulia" ucap ayah.

Aku merasa Deja vu. Apakah ayah baru saja menghindari pangeran mahkota yang berusaha menyentuh pipiku?. Tiba-tiba aku teringat adegan Vio yang menghindari Duke Carrion sebelumnya.

"Begitu ya. Dia pasti akan mewariskan dua kemampuan sekaligus ya. Kemampuan penaklukan milik ayahnya dan kemampuan memburu milik ibunya, Lady Alliciaa" 

Ayahku mengerutkan dahinya. Nampaknya ia tidak suka dengan obrolan ini. Aku dapat merasakan energi yang mangamuk dalam diri ayah seperti tadi menjadi lebih besar, tapi aku juga merasakan energi lain yang jauh lebih besar dari ayah.

Itu pasti energi yang berasal dari totem milik pangeran mahkota!.

Meski energi totem pangeran mahkota tidak bergejolak seperti milik ayah, namun aku dapat merasakan tekanan yang amat besar darinya. Bagaiman jika energi itu bergejolak?. Pasti kekuatannya sangat besar dan melebihi kekuatan totem milik ayah.

Apakah totem naga sangat mengerikan seperti ini?.

Ngomong-ngomong, totem milik ayah itu hewan apa?. Jika Phoenix yang tadi adalah milik Earl Lucca, Naga milik pangeran mahkota, maka yang tersisa adalah Cerberus dan Griffin. Totem ayah adalah salah satu dari dua hewan itu. Cerberus atau Griffin?.

Jika aku tebak berdasarkan suara yang ku dengar tadi, apakah itu berarti totem milik ayah adalah Griffin--mahluk setengah singa dan elang itu?. Dan Cerberus--anjing berkepala tiga itu adalah totem milik Duke Carrion?.

Oh, aku penasaran. Kenapa Duke Carrion memanggilku sebagai keponakannya?. Hubungan apa yang dimilikki ayah dengan Duke Carrion?. Atau mungkin ibu yang memiliki hubungan dengan Duke Carrion?.

"Yvone, kembali ke kastil"

sebuah suara menggema di dalam telingaku. Aku mencari-cari sosok orang yang berbicara itu, tapi tenti saja aku tak menemukan siapapun karena suara itu benar-benar hanya menggema di dalam telingaku, dan nampaknya hanya aku yang bisa mendengarnya.

"Baiklah. Karena urusan disini sudah selesai. Aku akan kembali" ucap pangeran mahkota lalu ia pergi begitu saja.

Ku fikir suara tadi ditujukan untuk pangeran mahkota karena suara itu menyebut namanya. Dan kurasa suara itu pun harusnya hanya bisa di dengar olehnya seorang, tapi kenapa aku bisa mendengarnya juga?. Saat aku memikirkan itu, pangeran mahkota berhenti berjalan dan berjalan berbalik ke arah tempat ayahku berdiri.

"Aku memiliki sesuatu untuk Young Lady Cellia. Ayo ambillah" ucapnya. Ternyata ia berbalik hanya untuk memberiku sebuah permen coklat. Setelah itu dia tersenyum dan pergi.

Aku menatap permen coklat itu dan entah kenapa aku merasa sangat senang. Di kehidupanku yang sebelumnya, aku tidak pernah menerima sebuah coklat. Tidak. Kurasa aku pernah menerimanya dari suamiku, tapi aku tak pernah sempat memakannya. Dan saat aku berada di panti asuhan, aku juga selalu tak pernah kebagian coklat valentine yang dibagikan para donatur. Bahkan saat hari valentine sekalipun, aku juga tak pernah sempat untuk membeli coklat untuk diriku sendiri. Di waktu itu aku juga sudah tak lagi memiliki waktu untuk mencintai diriku sendiri atau sekedar membeli coklat untuk ku makan sendiri. Padahal hanya hal remeh dan kecil seperti itu, tapi rasanya aku sulit mendapatkannya.

"Cellia sayang, berikan permennya pada ayah. Kamu tidak boleh memakan permen sembarangan atau nanti kamu bisa sakit" ucap ayah. Dia hendak mengambil permen coklat dari tanganku perlahan.

"Punya Cellia!" Ucapku. Aku jadi posesif terhadap coklat, maafkan aku ayah. Lagipula ayah, kenapa kau namoak mencurigai coklat dari pangeran mahkota?. Dia tidak mungkin memberiku racun kan?. Jangan khawatir, aku tidak akan sakit hanya karena sebuah coklat ayah.

"Sa-sayang. Ayah akan membelikanmu coklat yang banyak lain kali, tapi jangan makan coklat yang ini, oke?. Ayah janji akan membelikan coklat kesukaanmu nanti" ucap ayah.

Aku hanya bisa membuat bibirmu mengerucut dan memberikan coklat itu pada ayah. Lebih baik aku menurut daripada membuat ayah menjadi khawatir.

Ayahku tersenyum lega lalu memberikan coklat tadi kepada Vio dan kami pun kembali ke mansion.

"Apakah kamu suka coklatnya?"

Suara yang hanya bisa ku dengar itu kembali menggema dalam telingaku. Sama seperti suara yang memanggil pangeran mahkota tadi.