Chapter 7 - 7. Bocah Coklat

"My Young Lady, selamat malam" ucap Vio setelah ia memakaikan aku selimut lalu pergi ke luar kamarku.

Setelah memastikan Vio telah keluar, aku membuka mataku kembali. Aku tidak mungmin bisa tidur setelah begitu banyak kejadian tadi sore. Mulai dari totem, pangeran mahkota, ataupun suara yang hanya bisa ku dengar seorang. 

Awalnya aku berfikir jika itu adalah suara pangeran mahkota karena suara itu menayakan tentang coklat. Tapi jika ku dengarkan ulang, suara itu bukan suara pangeran mahkota. Suara yang menanyakan tentang coklat dan suara yang memanggil nama pangeran mahkota adalah suara dari sosok yang sama.

Aku turun dari ranjang kasur dan mendekati pintu. Jika Vio sudah pergi, berarti Vincent yang berjaga di luar kamarku. Lalu bagaimana aku bisa keluar?. Aku ingin melihat ayah ....

Tadi sore. Setelah kami tiba di rumah, ayah langsung membawaku ke kamar dan menyerahkan segalanya pada Vio dan dokter untuk memeriksaku karena aku pergi keluar rumah dalam keadaan aku baru saja sembuh dari sakit--ayah khawatir denganku. Tapi di tengah ekspresi khawatirnya, aku dapat melihat ayah nampak menyembunyikan sesuatu.

Ayah nampak seperti menahan beban berat yang tak terlihat.

Setelah dokter mengatakan aku baik-baik saja, ayah langsung meninggalkanku. Tak seperti biasanya. Ayah biasanya pasti akan tinggal sebentar untuk menemaniku, tapi tadi ayah nampak sangat buru-buru.

"Apakah Vincent ada di depan?. Bagaimana caranya agar dia pergi dari sana?" Fikirku.

Aku membuka sedikit pintu untuk mengintip. Dan seperti kenyataannya. Vincent benar-benar berjaga di luar pintu--dia sedang menguap lebar ketika aku melihatnya. Dia pasti sedang mengantuk. Duh. Seandainya aku bisa menghentikan waktu selama beberapa menit saja untuk pergi melewati penjagaan Vincent yang mengantuk.

Nging!.

Apa?. Kenapa ada suara itu lagi?. Itu suara yang sama yang ku dengar di kediaman Earl Lucca tadi siang. Suara dentingan air yang terbelah dan suara seperti jarum yang menembus dengan cepat, dan waktu yang terhenti selama sedetik!.

Tunggu!.

Kenapa Vincent tidak bergerak seperti patung?.

Apakah waktu benar-benar berhenti?!.

Aku tidak bisa memikirkannya sekarang. Yang pasti, aku harus memanfaatkan hal ini secepat mungkin atau waktunya kembali bergerak.

Dengan cepat, aku keluar dari kamar dan berlari melewati Vincent yang benar-benar tak bergerak. Bagaimana bisa?. Apa yang terjadi?. Aku bisa memikirkannya nanti. Sekarang aku harus pergi ke tempat ayah!.

Tadinya aku befikir untuk mencari ayah di ruang kerjanya, tapi saat aku melihat kamarnya, aku melihat ada cahaya dari celah pintunya yang terbuka sedikit. Jadi, ayah ada di kamarnya?.

Aku pun perlahan mendekati kamar ayah yang letaknya tak terlalu jauh dari kamarku.

"Bagaimana kondisi Tuanku?"

"Sebaiknya beliau harus istirahat sebanyak mungkin. Sekitar seminggu, atau jika bisa sebulan untuk pemulihan sempurnanya, jika tidak, mungkin totem milik beliau akan lepas kendali seperti milik Earl Lucca tadi siang"

"Lepas kendali?. Itu buruk. Tuanku satu-satunya penakluk yang tersisa. Jika totem beliau juga lepas kendali, siapa lagi yang bisa menanganinya?"

Aku tertegun. Aku melihat ayah yang terbaring di atas ranjang kasurnya, dan tentu saja aku juga mendengar percakapan dokter dan seseorang yang kukenal. Itu adalah Vio!.

Tadi, dokter bilang totem ayah akan lepas kendali?. Bagaimana bisa itu terjadi?. Jika lepas kendali maka ayah bisa terluka parah seperti Earl Lucca kan?. Saat memikirkan itu, dadaku kembali sesak. Aku tidak mau ayah sakit dan terluka seperti itu.

"Oh ya, bagaimana kondisi Earl Lucca?. Apakah anda tau?".

"Tentu saja. Dia hampir saja kehilangan nyawa jika saja pangeran mahkota tidak membantu kami dengan sihirnya tadi sore ..."

Aku ingin berlari masuk ke dalam kamar dan memeluk ayah, tapi jika aku melakukan itu sekarang, aku hanya akan mengganggu waktu istirahat ayah. Dan lagi apa yang dikatakan dokter membuatku sangat khawatir. Kalau begitu, aku tidak bisa menemui ayah dulu dalam waktu yang lama ...

"Ayah ..." aku terus berada di luar kamar untuk melihat ayah yang tertidur sampai akhirnya aku merasa sangat mengantuk dan memutuskan kembali ke kamar untuk tidur.

Tubuh anak kecil memang tidak bisa di andalkan.

***

Keesokan paginya aku terbangun oleh suara ribut yang terdengar dari luar kamarku. Ini masih sangat pagi dimana matahari bahkan belum bersinar terang. 

Lantas aku pun keluar dan mendapati beberapa pelayan mengelilingi Vincent yang masih terdiam seperti patung!.

Apa?. Bagaimana bisa Vincent masih seperti ini?. Oh ya ampun. Aku belum sempat memikirkan hal ajaib ini tadi malam karena terlalu mengantuk!. Bagaimana ini?.

Aku mulai berfikir. Tadi malam aku berharap waktu berhenti dan harapanku terwujud, jadi apakah Vincent seperti ini karena ulahku?. Aku yang melakukannya?. Kalau begitu aku harus mengembalikannya!, tapi bagaimana caranya!.

Aku mulai panik.

"Jangan panik"

Sebuah suara bergema di dalam telingaku. Itu adalah suara yang sama seperti kemarin!.

"Bayangkan sebuah jam yang jarumnya berhenti bergerak"

Suara itu memberiku petunjuk. Karena aku tidak tau harus apa, jadi aku mengikuti apa yang dikatakan suara itu. Aku memejamkan mata dan mulai membayangkan jarum jam yang berhenti bergerak.

Ting!.

Suara denting air terbelah dan jarum yang melesat cepat kembali menusuk telingaku lalu secara ajaib Vincent kembali bergerak.

"Tuan Vincent, anda hebat sekali bisa menahan nafas dan tidak bergerak sedikitpun!"

"Benar!. Apakah anda sedang latihan?"

"Eh?. Ap-apa?" Vincent nampak bingung dan linglung. Untungnya dia masih dalam keadaan mengantuk, jadi aku akan membuat hal tadi seperti mimpi baginya!.

Aku keluar dan menarik jubah di pakaian Vincent untuk membuatnya mengikutiku masuk ke dalam kamar.

"Oh ya ampun!. Young Lady, maafkan kami!. Kami pasti membangunkan anda di pagi-pagi buta seperti ini!" Ucap seorang pelayan yang langsung menunduk lalu mereka semua pun pergi.

"Pagi?. Ini sudah pagi?" Gumam Vincent.

Setelah kami masuk, aku membuat Vincent duduk di sofa lalu aku pun naik ke pangkuannya.

"Young Lady, ada apa?"

"Tidur!" Ucapku. Suaraku cukup cempreng juga ternyata.

"E-eh?. Tidur?. Tapi saya harus berjaga di luar-"

"Tidur dengan Cellia!. Tidur!" Ucapku lagi. Hanya ini satu-satunya cara agar Vincent melupakan kejadian tadi.

"Apa?!. Tidak boleh Young Lady!. Saya bisa dibunuh Duke Leonhart!" Ucap Vincent. Dia sangat terkejut sampai-sampai kantuknya menghilang. Mungkin?. Kedua matanya jelas masih terlihat mengantuk meski ia sangat terkejut.

Baiklah jika begini, aku akan melakukan jurus andalanku!. Jurus air mata anak kecil!.

"Tidur dengan Cellia ..." ucapku dengan nada sedih dan mulai menangis.

"Ah!. Baik. Baik. Aku akan tidur dengan Young Lady!. Jangan menangis ya?" Ucap Vincent. Sudah kuduga, nampaknya semua orang disini selalu takut jika aku menangis. Mulai sekarang, aku akan menggunakan jurus 'air mata anak kecil' untuk hal-hal darurat.

Vincent pun terlelap ketika ia menutup matanya. Padahal aku yakin ia awalnya hanya ingin pura-pura tidur agar aku tidak menangis, tapi Vincent nampaknya memang masih mengantuk, jadi dia benar-benar tertidur.

Setelah membuat Vincent tertidur seperti aku baru saja menidurkan bayi. Aku lantas turun dari pangkuannya dan kembali naik ke atas kasur sebelum Vio datang untuk melihatku.

Sembari menunggu mentari pagi naik dan Vio datang untuk membangunkanku, aku mulai memikirkan banyak hal dalam keadaan pura-pura tidur. Ah, aku jadi ingat di kehidupanku sebelumnya aku selalu seperti ini. Memejamkan mata namun tidak tidur dan terus memikirkan banyak hal tanpa henti karena aku tidak bisa tidur. Aku mengalami insomnia berat sehingga aku pun harus membeli obat tidur untuk bisa istirahat.

Baiklah. Mari kita mulai dengan kejadian ajaib tadi. Bagaimana bisa aku menghentikan waktu?. Apakah itu seperti kemampuan sihir milikku?. Tapi aku masih tiga tahun. Bukankah itu terlalu awal untuk bisa menggunakan kekuatan sihir?. Atau karena jiwa di dalam tubuh ini sudah bukan berusia tiga tahun lagi, jadi aku bisa menggunakan sihir lebih cepat?. Haha, jika orang-orang tau, aku pasti akan di pandang aneh atau mungkin dipandang hebat karena sudah bisa menggunakan sihir di usia tiga tahun. Tapi apa benar yang tadi itu kemampuanku?.

Aku mulai memikirkan suara yang membantuku tadi. Bagaimana jika sihir tadi sebenarnya adalah milik suara itu?. Tapi jika begitu. Lantas yang tadi malam itu juga bukan aku yang mengaktifkan sihirnya melainkan sosok suara itu yang mengaktifkannya. Tapi bagaimana bisa ia tau aku ingin waktu berhenti?. Apakah dia bisa membaca fikiranku?.

Ya ampun. Itu mengerikan!. Aku benar-benar takut pada orang yang bisa membaca fikiran orang lain!.

"Hei"

Ah!. Suara itu lagi!. Dari tadi aku sedang berfikir, apakah dia juga mengetahui apa yang sedang ku fikirkan tadi?!.

"Hei, jawab aku jika kau mendengar suaraku. Baru kali ini aku dapat menemukan seseorang yang memiliki kemampuan yang mirip denganku, jadi jangan abaikan aku!"

Apa?. Kemampuan yang mirip?. Jadi ini benar-benar kemampuan milikku?!.

"Hei!"

Aku terkejut karena suara itu sedikit membentakku, jadi secara refleks aku segera menjawabnya dengan suara bergetar. Aku sedikit takut. Padahal ayah saja tidak pernah membentakku!.

"A-apa?"

"Ehem. Jadi ... itu. Apa kau sudah memakan permen coklat yang ku berikan kemarin?. Bagaimana?. Apa kamu suka?"

Suara itu mengganti nadanya seperti malu-malu. Ada apa dengan sosok pemilik suara ini sebenarnya?. Kenapa dia cepat sekali berubah-rubah emosinya seperti anak kecil?. Lagipula, siapa dia sebenarnya?!.

"Permennya di ambil ayah. Cellia tidak boleh makan permen coklat" ucapku.

"Apa?!. Kenapa di ambil?!. Kenapa tidak boleh?!. Dasar orang tua itu!. Aku akan memberikan pelajaran untukknya!"

"Tidak boleh menyakiti ayah Cellia!. Awas saja kalau membuat ayah terluka!. Cellia akan membunuhmu!" Ucapku!. Ya ampun. Aku tak percaya aku mengatakan hal kasar ini dengan mulut anak kecil!.

Hening.

Tidak ada jawaban seperti seseorang baru saja menutup telpon secara sepihak.

Dasar bocah coklat!. Pembicaraan kita belum selesai tau!.

"Hei!. Siapa kamu sebenarnya?. Jawab Cellia!" Ucapku. Sekarang aku yang membentaknya. Tapi tidak ada jawaban.  Dia tidak sedang menangis karena ku bentak kan?.

"Aku pangeran mahkota, bodoh!"