"Memangnya seperti apa Lady Helia itu?. Apakah dia benar-benar buruk?" Pertanyaan itu kini terus berputar dalam kepalaku. Sebelum melihat langsung sosok Lady Helia, aku tidak ingin menilainya buruk hanya karena orang-orang tadi mengatakan jika Lady Helia adalah wanita yang buruk. Memang apa keburukannya?.
"Dimana aku bisa menemukan lady Helia?"
"Dimana ayah?, apakah dia berada di ruang kerjanya?"
Fikiranku pun terbagi-bagi. Aku ingin memikirkan rencana, namun kepalaku benar-benar tidak berguna saat ini. Ah, inilah kelemahan menjadi anak kecil. Jika sakit, aku benar-benar tidak akan bisa apapun. Berbeda ketika aku dewasa di kehidupanku sebelumnya. Meski sakit, aku masih dapat memutar otakku. Setidaknya, jika aku belum mati, maka aku masih bisa melakukan sesuatu. Tapi sekarang semuanya sudah berubah. Aku harus bagaimana?.
"Lady Helia?"
"Apa?!" Aku tak salah dengar kan?!. Sosok yang ku pusingkan keberadaannya ini justru secara kebetulan muncul dengan sendirinya di hadapanku!. Benar-benar sebuah keajaiban!.
"Oh. Kau. Apa kau sudah menyampaikan pesanku pada Duke Leonhart?" Ucap Lady Helia.
Aku berusaha memperhatikan penampilan Lady Helia, kecuali wajahnya. Ia menutupi wajahnya dengan kipas tangan layaknya dia benar-benar seorang wanita bangsawan yang terhormat. Aku hanya dapat membayangkan jika Lady Helia seperti wanita bangsawan Inggris di abad ke-19 yang cantik. Rambutnya yang dipintal berwarna pirang, matanya berwarna biru, kulitnya seperti susu, dan gaun berwarna cerah yang di pakainya menambah kesan jika Lady Helia adalah sosok wanita yang sangat menjaga dirinya. Tapi semua itu barulah penampilan luarnya. Aku belum tau betul sosok Lady Helia.
"Saya sudah menyampaikan pesan anda, Lady Helia"
"Lalu apa kata Duke?. Kenapa aku masih tidak mendapatkan penjelasan apapun?!," Ucap Lady Helia. Cara bicaranya menawan namun ia terus memberi tekanan di setiap kata-katanya seolah-olah ia sudah tak memiliki waktu lagi. "Dengar. Aku tidak mau pembatalan pernikahan ini ..." lanjutnya lagi. Lady Helia melirik tajam ke arahku setelahnya.
"Oh, Cellia sayang, apakah kamu sudah sembuh?" Ucap Lady Helia lagi. Sekarang dia menatapku lekat, namun caranya memandang sangat tidak ku sukai. Aku mengenal cara Lady Helia menatapku. Dia melihatku seperti seorang atasan yang tidak pernah puas dengan hasil pekerjaanku sekeras apapun aku berusaha.
Dia pasti tidak suka denganku. Aku dapat memastikannya!. Aku mengkonfirmasi jika wanita ini bermuka dua!.
Lady Helia jelas buruk untuk ayahku!.
Bagaimana bisa ayah mau menikah dengannya?. Jika bukan karena cinta, lantas karena hal apa dia mau menikah dengan Lady Helia?. Ayah jelas ingin menikah karena ingin membahagiakanku, tapi tidak bisakah ia memilih wanita lain selain Lady Helia?!.
"Vincent. Apa yang kau lakukan?. Kenapa kau membawa Cellia keluar?!"
Ayahku tiba-tiba muncul!. Rupanya dia ada di ruangan ujung sana!?.
Baiklah. Sekarang semuanya berkumpul di lorong ini ...
Sementara itu, Vio yang datang ke kamar Cellia menemukan jika ruangan itu kosong. Wajahnya yang seperti robot tiba-tiba berubah drastis menjadi wajah seseorang yang seperti tak tahan untuk buang air ke kamar mandi. Dengan cepat ia berjalan bersama kecepatan angin dan akhirnya semua orang benar-benar berkumpul di lorong mansion.
"Apa yang terjadi?. Wajah Vio sa-sangat aneh ..." batinku.
"Tuan, tadi-"
"Ayah!" Aku cepat-cepat memotong ucapan pria yang menggendongku ini.
"Cellia, ada apa sayang?"
"Cellia mau ayah. Cellia mau ayah" ucapku. Aku benar-benar tidak tau harus berfikir seperti apa. Sepertinya tubuh anak kecil juga dirancang memiliki keterbatasan memikirkan hal berlebih.
Ayahku lantas langsung mengambil alih diriku dan kini aku berada dalam gendongannya.
"Sepertinya Cellia masih sakit. Bukankah seharusnya dia berada di kamarnya?" Celetuk Lady Helia.
Ya ampun. Aku dapat dengan jelas menangkap maksud wanita ini. Dia jelas ingin aku pergi dari sini agar dia bisa bersama dengan ayahku saja!. Lihatlat tatapannya yang berkata "enyahlah kau dari sini dasar serangga kecil pengganggu!"
Harusnya kau yang pergi!. Pernikahanmu sudah dibatalkan oleh ayahku kan?!.
"Cellia sayang, kamu seharusnya istirahat di kamar. Ayo kembali ke kamar, oke?"
Ayah. Jangan terhasut oleh wanita serigala ini!. Aku tidak akan ke kamar!. Aku akan berada di sini untuk melindungimu!. Wanita ini tak boleh memanipulasi ayahku!.
Aku menggeleng dan memeluk erat leher ayahku.
"Cellia mau ayah!" Ucapku dengan sedikit manja dan merengek.
"Hei pelayan, kenapa kau diam saja?. Seharusnya kau membawa Cellia kembali ke kamar kan?. Dia masih sakit!. Dan kau, Vincent. Bukankah kau seharusnya tidak membuat Duke Leonhart repot?!. Dia masih punya banyak urusan!" Ucap Lady Helia. Ia tak kehilangan akal rupanya. Kali ini dia menggunakan cara lain dengan memanfaatkam kesibukan ayah untuk mengusirku!.
"Nona Cellia, ayo kita ke kamar. Saya sudah membawakan susu dan roti daging manis yang anda minta tadi ..."
Aku menggeleng cepat. Aku tidak akan kemanapun sampai wanita ini mengangkat kakinya keluar dari mansion!. Aku tidak akan membiarkan dia merayu ayahku agar dia dapat menikah dengan ayah!. Dasar serigala berbulu rubah!.
"Ayah!. Cellia mau ayah!" Rengekku. Kali ini aku mencoba trik air mata. Orang tua mana yang tidak tersentuh melihat anaknya menangis?. Walau ku akui ini bukanlah sifat Cellia yang asli karena Cellia yang asli pasti hanya akan diam dan menurut. Dia pasti akan memendam perasaannya lagi. Tapi kali ini berbeda!. Aku akan menyelamatkan ayahku dan diriku sendiri!.
"Sayang, jangan menangis. Ayah disini" ucap Ayahku. Dia mengusap punggungku dengan lembut.
"Tidak seperti biasanya. Cellia menjadi sangat manja padaku ... apa karena sedang sakit?. Tidak. Ini adalah hal baru!" Batin Duke Leonhart. Ia merasakan perubahan pada putri kecilnya itu.
Tanpa berkata apapun. Ayahku mengambil langkah untuk pergi dari sana. Ia bahkan benar-benar mengabaikan Lady Helia. Aku cukup puas. Lady Helia terlihat sangat kesal.
"Duke Leonhart. Ingatlah. Kau masih berhutang padaku!" Teriak Lady Helia lalu dia pun pergi.
Berhutang?. Apa maksudnya?. Kenapa ayahku bisa memiliki hutang?. Hutang apa yang dimiliki ayahku dari wanita itu?.
Ya ampun. Sepertinya aku melakukan sedikit kesalahan dan memperburuk kondisi ayah. Apa yang harus ku lakukan?. Aku harus mencari tau hutang apa yang dimiliki ayah dari wanita itu. Aku yakin, hal itu yang membuat ayahku tertekan dalam mengambil keputusan untuk tidak menikahi wanita itu.
"Cellia sayang. Kamu sangat manja hari ini. Apakah ada sesuatu yang bisa ayah lakukan?" Tanya Ayahku. Dia membawaku ke kamarnya yang terlihat sangat rapih seperti kamar ini tak permah ia gunakan sedikitpun. Dan juga ... kamar ini terasa sangat dingin dan sepi.
"Cellia mau ayah!" Jawabku.
Ayahku tersenyum. Dia sepertinya kehabisan kata-kata juga dan tidak tau harus melakukan apa untukku. Tadinya ayahku hendak membaringkanku di ranjang kasurnya agar aku bisa tidur dan istirahat lagi, tapi aku segera memeluk ayahku dengan erat. Untungnya ayahku mengerti isyarat ini. Aku tidak mau lepas dari dirinya. Aku tidak akan membiarkan dia pergi dariku dan menemui wanita itu. Jadi, sekarang aku dalam pangkuannya. Ayah duduk di sebuah sofa yang menghadap ke perapian yang tidak menyala. Tidak. Lebih tepatnya. Tempat perapian itu benar-benar terlihat sangat bersih. Tak ada tanda-tanda pernah digunakan.
Sepertinya ayah memang tak pernah ke ruangan ini. Kenapa?. Apakah karena ia terlalu sibuk mengurus banyak hal?. Tapi setidaknya, sesekali ia harusnya pergi tidur disini kan untuk istirahat?.
Tak ada percakapan di antara aku dan ayahku. Aku tidak tau harus bicara apa dan ayah. Sepertinya dia tak hanya kehabisan kata-kata, tapi juga terlihat lelah. Ayah bahkan duduk bersandar di sofa dan membuat pundaknya yang tegar menjadi terlihat lunak.
Aku mengintip wajah ayah beberapa kali dan menyadari sesuatu. Sorot matanya terlihat seperti sedang menatap sesuatu sejak tadi. Sesuatu yang membuat ayah berwajah sedih. Lantas aku pun mencoba mengikuti arah tatapan ayah. Apa yang ia lihat sehingga ia menjadi sedih?.
"I-bu ..." gumanku tanpa sadar. Tubuh ini tenti masih sangat jelas mengingat siapa sosok wanita yang tersenyum sangat lembut di dalam lukisan besar yang terpajang di atas tembok perapian itu. Itu adalah sosok ibuku.
"Cellia?"
"Ibu ... ibu ..." ucapku lagi dengan refleks. Air mataku bahkan turun tanpa harus ku minta. Aku merindukan ibuku.
"Ibu!" Ucapku. Aku kini membiarkan beban emosi yang selama ini terpendam lepas dari kurungannya.
"Cellia!. Sayang. Ayah disini, tenanglah. Ayah tidak akan meninggalkanmu lagi. Ayah tidak akan menikah dengan siapapun. Ayah hanya untuk Cellia dan ibu, oke?. Jangan menangis sayang"
Ayahku kini memelukku dengan erat lagi. Ia juga nampaknya terlihat sangat terkejut sehingga mengatakan apa saja yang tersimpan di kepalanya selama ini. Ayah sama-sama melepaskan beban fikirannya, seperti diriku yang melepas beban emosiku.
Beberapa kenangan muncul dalam ingatanku. Itu adalah saat aku, ayah, dan ibuku melakukan perjalanan ke sebuah tempat bersama. Selama dalam perjalanan, kami terlihat sangat bahagia dan menikmati banyak hal. Terutama kedua orang tuaku. Mereka nampak sangat bahagia dengan kehadiranku. Diriku jauh lebih menarik dari segala pemandangan indah yang membuatku senang selama di dalam perjalanan.
"Cellia, jangan berdiri seperti ini terus. Bahaya" ucap ibuku. Suaranya sangat lembut. Aku mengingatnya dengan jelas. Aku juga melihat wajahnya yang khawatir.
"Cellia, kamu membuat ibumu kerepotan. Kemarilah" ucap ayahku. Dia mengambil alih diriku dari penjagaan ibuku lalu membuatku berdiri di dekatnya sementara aku terus melihat pemandangan di sepanjang jalan dari dalam kereta kuda.
"Sayang, pegang Cellia erat-erat atau dia bisa jatuh!. Berdiri di dalam kereta yang sedang bergerak itu bahaya!" Ucap ibuku yang terus berwajah khawatir.
"Tenang saja. Aku dapat menjaga kalian semua tetap aman dalam kereta yang terbang sekalipun" ucap ayahku.
"Sayang!"
"Ibu!. Ibu!" Ucapku dengan penuh semangat ketika aku melihat sesuatu yang sangat menarik muncul. Itu adalah sebuah naga yang amat besar yang terbang mendekati kami.
"Cellia, kamu terlihat sangat bersemangat. Apa yang kamu lihat-" ibuku ikut melihat ke arah luar jendela lalu berteriak.
"Sayang!. Naga!" Lanjut ibuku yang kini berwajah ketakutan.