Beberapa tahun kemudian Bayi yang telah diadopsi Pendekar itu sudah besar dan menjadi anak asuhnya, lika liku mengasuh anak kecil membuat Pendekar lelah dan tidak sempat mencari pasangan karena sibuk mengurus Linglung.
Pendekar tersebut berpikir ini waktu yang tepat untuk mengungkapkan kisah sebenarnya kepada Linglung, akhirnya Pendekar itu menceritakan dirinya bahwa bukan Orang tua kandung dari Linglung, Linglung pun yang mendengarkan cerita itu merasa sedih atas kematian Ibunya, walaupun Linglung masih anak kecil dirinya tetap tegar saat mendengarkan cerita masa lalunya.
Linglung sekarang memanggil Pendekar itu dengan panggilan 'Abah Jiwo' yang dimana diawal cerita Pendekar tersebut masih tidak disebutkan namanya, namun akhirnya Linglung menyebutkan nama dari Sang Pendekar tersebut.
"Bah Jiwo waktunya makan, Linglung lapar tak tertahankan" Linglung yang memegang perutnya karena kelaparan.
"Iya, nanti Abah buatkan ikan bakar"
Linglung pun akhirnya memakan ikan bakar yang sudah disiapkan Abah Jiwo.
"Abah tidak ikut makan?" Linglung yang melihat Abah Jiwo yang terlihat cemas.
"Oh.. Abah sudah makan duluan tadi, tenang aja jangan cemaskan Abah" Jawab Abah Jiwo dengan senyum lebarnya.
Ternyata Abah Jiwo sedang mencemaskan keadaan diluar yang dimana Linglung sedang dicari oleh pihak Kerajaan, ada dua pihak Kerajaan yang menginginkan Linglung, satu pihak menginginkan Linglung jadi pangeran dari kerajaan Kaliasat tersebut dan ada pihak lainnya yang ingin membunuh Linglung.
Kerajaan Kaliasat mengadakan sayembara untuk menemukan Anak laki laki yang memiliki kalung jimat dan memiliki tanda lahir ditangannya yang bertanda Tompel besar.
Siapa yang menemukannya akan beruntung mendapatkan upeti dan sebidang tanah yang luas.
Warga pun mencari setiap anak laki laki yang ada di wilayah kerajaan itu.
Akhirnya Abah Jiwo punya rencana agar Linglung tidak diketahui oleh warga yang sedang mencari anak laki laki dengan tanda tompel besar ditangannya.
"Linglung, kamu harus pake baju perempuan!" Abah Jiwo yang baru beli baju perempuan yang bisa menutupi sampai tangannya.
"Lah?!, Kenapa harus pake baju perempuan Bah, kan Linglung Laki laki" Jawab Linglung yang enggan memakai baju perempuan.
"Ini demi kepentingan kamu, kamu harus nurut apa kata Abah!" Abah Jiwo yang mulai berfikir Linglung harus memanjangkan rambutnya juga biar kelihatan seperti perempuan.
"Emoh Bah..... Emoh.... Linglung bukan perempuan!!" Linglung memberontak melempar bajunya.
"Linglung, denger apa kata Abah, Abah pernah cerita 'sewaktu kamu masih Bayi, jika Kerajaan Kaliasat punya niat jahat untuk membunuh kamu' karna itu Abah harus menutupi kamu dari pihak Kerajaan agar tidak diketahui.".
Linglung yang mendengar perintah Abah Jiwo langsung terpikir untuk melawan balik dan jangan bersembunyi dari kejaran orang orang jahat. Linglung pun berniat untuk membalas semua perbuatan dari orang jahat yang telah membunuh ibunya.
"Abah kan seorang Pendekar, kenapa Abah tidak mengajarkan Linglung pelajaran bela diri agar Linglung bisa melindungi diri dari orang orang jahat?" Tanya Linglung yang bertekad untuk menjadi kuat.
"Kamu mau belajar beladiri dari Abah?" Abah Jiwo yang terlihat senang karna baru ada satu murid yang mengajukan diri untuk belajar beladiri darinya.
"Tentu saja, Linglung diajarkan Abah untuk tidak perlu takut untuk menghadapi segala sesuatu, tapi kenapa Abah takut jika Linglung akan dibunuh?, jika Linglung bisa membela diri sendiri kenapa harus bersembunyi!?"
Akhirnya Abah Jiwo memulai pelatihannya dengan Linglung, dengan tekun Linglung berlatih dengan giat. Linglung melakukan hal tersebut hanya untuk melindungi dirinya dari orang orang jahat yang ingin mencelakainya.
Hari demi hari, tahun pun mulai sudah berganti, Linglung semakin kuat dan sekarang sudah remaja, dan siap untuk menghadapi orang orang yang ingin melenyapkan dirinya.
"Bah, Linglung sekarang sudah bertambah kuat, Linglung sudah siap menghadapi orang kerjaan Kaliasat yang sudah membunuh Ibu Linglung"
"Kamu belum siap sepenuhnya, kamu masih belum masuk ketahap pelatihan batin, selama ini kamu hanya berlatih fisik" Jawab Abah Jiwo yang tersenyum mendengar Linglung berkata seperti itu.
"Tapi Bah, Linglung sudah mampu mengimbangi bela diri Abah, sepatutnya Linglung mampu mengalahkan orang banyak" Linglung bangun dari duduknya dan tergesa-gesa untuk menuju kerajaan yang dimana ada orang yang telah membunuh Ibunya.
Abah Jiwo pun memberhentikan laju Linglung, dan menenangkannya agar tidak perlu terburu-buru dalam mengambil keputusan.
"Linglung, dengarkan apa kata Abah, pelatihan diluar diri sudah hampir mendekati sempurna, akan tetapi didalam dirimu masih lemah. Kamu harus ikuti pelatihan kejenjang selanjutnya yaitu pelatihan kebatinan"
Linglung yang mendengarkan apa kata Abah Jiwo langsung mengikuti perintahnya, Linglung sekarang diajak kedalam hutan dimana pelatihan kebatinan tentang penguasaan diri dari hawa nafsu baik amarah maupun dendam.
Linglung diberitahukan agar mengetahui tujuan dirinya sendiri harus bermeditasi didalam hutan agar dapat melihat kedalam jiwanya, jika Linglung melihat dirinya masih dikuasai oleh amarah kebencian untuk membalas perbuatan orang lain, berarti Linglung harus mengulangi lagi dari awal.
Hari demi hari, belum sampai sebulan Linglung sudah mampu menguasai dirinya sendiri. Abah Jiwo pun bangga dengan pencapaian dari Linglung yang mampu menguasai dirinya dari perasaan kebencian dan amarah.
Abah Jiwo yang melihat Linglung tidak sendirian saat keluar dari hutan, terheran heran melihat LingLung membawa seekor monyet yang dibawanya.
"Abah senang melihatmu sudah mampu menguasai ilmu kebatinan, Abah dulu berlatih hingga bertahun tahun untuk menguasainya tapi kamu mampu menguasai dengan cepat bahkan belum sebulan sudah mampu menguasai, tapi tunggu dulu, kamu bawa monyet buat apa?, Mau dimasak?" Tanya Abah Jiwo yang heran.
"Linglung tadi bertemu monyet ini saat mau keluar dari hutan, monyet ini sepertinya kesakitan karna ada sebuah anak panah yang menancap dikakinya" Jawab Linglung yang terlihat sedih melihat monyet tersebut.
Linglung dan Abah Jiwo pulang membawa monyet tersebut ke rumah, dan mencoba mengobati monyet tersebut.
Setelah sembuh dari lukanya monyet tersebut semakin dekat dengan Linglung dan sering bermain dengan Linglung.
"Uukkiii....uukkkii..ukkiii..." Suara monyet yang terlihat senang bermain dengan Linglung.
"Sepertinya kamu harus memberi nama untuk monyet ini, Lung" Abah Jiwo sambil menepuk pundak Linglung.
"Nama?, Kan sudah ada namanya monyet 'lutung'." Jawab Linglung yang sedang bermain dengan monyet tersebut.
"Ya itu nama jenis monyetnya, maksudnya nama seperti Abah kasih nama Linglung ke Linglung karna Abah kebingungan pada saat itu" Abah Jiwo yang berfikir untuk memberi nama yang bagus untuk Monyet.
"Bagaimana jika dinamai 'Langur'." Jawab Linglung yang sudah menemukan sebuah nama bagus untuk monyetnya.
"Terserahlah, itu monyet harus dikasih makan ingat!" Abah Jiwo yang sedikit kesal kenapa Linglung memberi nama monyet 'Langur' yang dimana nama lain dari monyet lutung itu sendiri.
Abah Jiwo dan Linglung mendapat keluarga baru yang bernama Langur. Setiap harinya Linglung sudah mulai berlatih dengan Langur peliharaan barunya, dan mencoba ilmu ilmu baru yang dia ciptakan sendiri. Mereka kompak berlatih sehingga Abah Jiwo tidak perlu cape-cape melatih Linglung.
Linglung yang awalnya hanya memikirkan soal pembalasan terhadap pembunuh Ibunya sekarang mulai berangsur melupakan kebencian didalam dirinya. Ilmu bela diri dan ilmu kebatinan Linglung sudah pada tahap menyempurnakannya, kemungkin Linglung bisa melampaui kemampuannya Abah Jiwo.