Abah Jiwo, Linglung dan Jaka yang bersiap akan kedatangan seseorang, seketika melakukan ancang-ancang pertahanan untuk melindungi diri mereka. Tidak lama kemudian ada yang mengetuk pintu rumah Abah Jiwo, lantas ia membukanya untuk mengetahui siapa yang datang itu.
Tok.. tok.. tok..
"Ya siapa? Ada urusan apa berkunjung malam-malam begini?" Ucap Abah Jiwo yang belum membuka pintunya.
"Anu,, tolong, boleh minta segelas air untuk diminum?" Ungkap seseorang misterius yang baru saja mengetuk pintu.
"Di sungai banyak tuh air, minum disana sepuasmu!" Jawab Abah Jiwo yang menolak untuk membantu.
"Tolonglah, anak saya kehausan ingin minum, saya semalaman mencari bantuan tiada satupun yang ingin memberi bantuan" Balas dari orang itu.
"Pa, Sri haus Pa---" Ternyata bapak misterius tersebut membawa anaknya.
Abah Jiwo yang mendengar ada suara anak perempuan itupun tidak tega, rasa kemanusiaannya mulai menginginkan untuk membantu akan tetapi rasa kecurigaannya masih ada untuk tidak membuka pintu. Lalu Abah Jiwo mulai mengintip dari lubang kecil yang ada di dinding, ia pun melihat memang ada anak perempuan dengan bapaknya yang ada didepan pintu.
Abah Jiwo menyuruh Linglung untuk mengambilkan segelas air minum dan segeralah ia membuka pintunya.
"Ya nanti mau ambil airnya dulu. Lung ambil segelas air buat orang diluar!" Lalu Linglung mengambil segelas air lalu diberikan kepada Abah Jiwo.
Lalu Abah Jiwo membuka pintu rumahnya dan memberikan anak perempuan itu segelas air, tetapi bapak dari anak itu menolak untuk diberikan air minum. Abah Jiwo melihat dari kejauhan seperti banyak orang yang sedang mengintai rumahnya, dan insting Langur pun mulai meronta seakan akan memberitahukan ada ancaman yang akan datang.
"Ukkiii!!!! Ukkiii!!! Ukkiii!!!"
"Lung, kenapa lagi monyetnya?" Abah Jiwo mulai merasakan tidak beres dengan suasana yang berada disitu.
Tidak lama kemudian Abah Jiwo mendengar suara dari jauh seperti seperti ada yang bersiap untuk muncul dari semak belukar. Setelah anak perempuannya sudah melepaskan dahaganya, bapak itupun sangat berterimakasih.
"Matur nuwun Mbah, sudah kasih air untuk diminum." Ucap dari bapak itu yang tersenyum dan ingin meninggalkan rumah Abah Jiwo.
Shatt..shatt..shat..shat!!!.
"Lung!, Berlindung!!!" Abah Jiwo berteriak karena melihat anak panah yang melesat dari kejauhan yang mengarah ke rumahnya.
Cebrukk...cebruk...cebruk...
"Abaahh!!" Linglung panik karena Abah Jiwo menyuruhnya berlindung maka dari itu Linglung langsung bersembunyi dibawah kolong meja bersama Jaka dan Langur.
Linglung mendengar seperti ada yang menghujani atap rumah dengan sesuatu, ia pun mencoba melihat sekitar ternyata banyak anak panah yang berserakan menembus masuk kedalam rumah. Ia belum melihat keadaan Abah Jiwo setelah kejadian itu.
Abah Jiwo yang melihat bapak dan anaknya itu terkena panah segera menyelamatkan dan membawa masuk kedalam rumahnya. Melihat banyak anak panah berserakan Abah Jiwo memanggil Linglung dan Jaka agar segera keluar dari rumah tersebut, karena takut ada serangan susulan.
"Ada apa itu tadi!!??" Jaka panik karena melihat banyaknya anak panah yang ada didalam rumah.
"Cepat Lung bawa anak ini keluar!, kamu juga Jaka bawa bapak ini keluar dari sini, sudah tidak aman rumah ini, kita bergegas nanti ada serangan susulan" Abah Jiwo memberikan tubuh dari anak dan bapaknya ke Linglung dan Jaka.
Pasukan Kerajaan telah memanahi rumah kediaman Abah Jiwo, mengetahui orang didalamnya masih hidup , pasukan tersebut mulai menambahi api diujung anak panah untuk membakar rumah Abah Jiwo.
Abah Jiwo, Linglung dan Jaka segera keluar dari rumah dengan membawa anak dan bapak yang terluka. Mereka berlari untuk menghindari serangan dari panah susulan yang ditambahi oleh api untuk membakar rumah Abah Jiwo. Linglung yang menoleh kebelakang terlihat sedih rumah yang selama ini ditinggalinya dengan Abah Jiwo banyak kenangan didalamnya kini dilahap api.
Setelah berlarian menempuh jarak lumayan jauh, Jaka yang tengah memikirkan kemana mereka akan menuju ingin mengusulkan untuk pergi ke tempat kediaman Jaka agar bisa menetap sementara di sana.
"Mbah, kita harus pergi ketempat aman agar bisa menyembuhkan bapak dan anak ini, bagaimana ke rumahku saja?" Jaka berhenti berlari dan menanyakan untuk tempat pemberhentian.
"Ya sudah, dimana letak rumahnya?, Apakah masih jauh?"
"Sebentar lagi sampai Mbah--"
Akhirnya mereka sampai di rumah Jaka, mereka segera meletakan tubuh dari bapak dan anak perempuan itu diatas tempat tidur untuk disembuhkan oleh Abah Jiwo.
Abah Jiwo yang memulai membaca mantra untuk mengobati luka dari bapak dan anaknya, mulai mencabut anak panah yang masih menancap pada tubuhnya karena jika dicabut sewaktu pelarian kemungkinan mereka berdua tidak selamat karena kehabisan banyak darah. Seketika sesudah merapal mantra penyembuhan, lubang bekas anak panah itu mulai menutup dan rapat lagi kulitnya seperti tidak ada bekas luka sama sekali. Lalu bapak dan anak itu mulai sedikit sadar karena efek penyembuhan nya sangat cepat dan efektif untuk memulihkan tenaga.
"Ada dimana ini?" Bapak itu terbangun dan kebingungan karena merasa dirinya sudah tewas dihujani panah.
"Ini di rumahku, tadi ada pasukan yang kemungkinan adalah suruhan dari Maharani Sasandoro untuk menghabisi ku, dan bapak sudah diselamatkan oleh Mbah Jiwo, bersama putrimu kini kalian sudah sembuh" Jaka menjelaskan semua kejadian kepada bapak tersebut.
"Aku sempat berpikir bahwa putriku akan mati, tetapi malah diselamatkan, seharusnya kita berdua ini mati hanya untuk dijadikan umpan" Ungkap bapak itu yang menahan rasa sedihnya dan mengusap matanya.
"Kalau boleh tahu nama bapak siapa? Dan kenapa bapak ini harus dijadikan umpan oleh pasukan Kerajaan?!" Jaka bertanya karena tega sekali menjadikan anak dan bapaknya sebagai umpan untuk menyerang seseorang.
"Namaku Surto, dan ini anakku, Sri . Kami dijadikan umpan karena terpaksa, dulu aku punya hutang dan tidak mampu untuk membayarnya, lalu para pasukan Kerajaan itu berani membayar hutangnya tetapi dengan jaminan untuk dijadikan umpan, jika aku sendiri yang dijadikan umpan nanti tiada lagi orang yang mengurus anakku, jadi kubawa saja anakku mati bersama" Bapak Surto yang menceritakan alasannya.
"Bodoh! Ingin membawa anakmu mati bersamamu!? Jika bukan aku yang menghadapi situasi seperti itu kalian berdua sudah tewas ditempat" Abah Jiwo marah karena mendengar cerita bapak Surto yang ingin bunuh diri bersama anaknya.
"Sudah, sudah. Jangan ada keributan, kita harus bersyukur karna bisa menyelamatkan bapak Surto dan anaknya, Sekarang kita harus mengatur rencana untuk menyergap Maharani Sasandoro didalam istana Kaliasat, Dan membongkar siapa sosok sesungguhnya dari Maharani Sasandoro" Jaka menenangkan Abah Jiwo yang naik pitam.
Jaka yang memikirkan bagaimana untuk menyerang balik kepada Maharani Sasandoro mulai mengusulkan Abah Jiwo untuk membantunya mengalahkan Maharani Sasandoro agar segera dihilangkan dari Kerajaan Kaliasat. Akan tetapi Abah Jiwo yang mendengar bahwa Maharani Sasandoro adalah bawahan dari Raja Dunia Bawah mulai meragukan kemampuan dirinya, apakah mampu menghadapi sendirian.
Linglung yang ingin mengetahui rencana apa yang Jaka usulkan kepada Abah Jiwo mulai penasaran dan menguping pembicaraan mereka.
"Mbah mungkin bisa mengalahkannya, dilihat dari kemampuannya mungkin bisa menang atas Maharani Sasandoro" Jaka bersemangat mendukung Abah Jiwo untuk menghadapi Maharani Sasandoro.
"Jangan asal serang dulu semprul! Kita tidak tahu kemampuan macam apa yang dia miliki, meskipun aku pendekar yang memiliki kemampuan yang mampu menghadapi puluhan pasukan, jika tanpa rencana yang matang kita akan kalah dalam sekali serangan, karena yang nanti kita hadapi bukanlah manusia" Abah Jiwo mondar-mandir untuk mencari cara untuk menghadapi Maharani Sasandoro.
Linglung mengetahui akan hal itu ingin sekali membantu dan mengalahkan Maharani Sasandoro. Tetapi sama seperti Abah Jiwo yang masih meragukan akan kemampuan dirinya.
"Jika kita tidak bertindak secepat mungkin, mereka akan menemukan persembunyian kita" Linglung mulai bergabung dengan pembicaraan Jaka dan Abah Jiwo.
"Ah!, kamu dengar tadi percakapan kita Lung?" Abah Jiwo kaget karena Linglung datang tiba-tiba mengajukan diri untuk ikut penyerangan ke Kerajaan Kaliasat.
"Tenang saja Bah, Linglung sudah menguasai ilmu dari Abah" Linglung yang memberanikan diri walaupun masih sedikit ragu.
"Ya sudah, kita berangkat pada esok hari sekarang kita istirahat dan mengumpul tenaga kita terlebih dahulu" Abah Jiwo meninggalkan Jaka dan Linglung untuk pergi keluar sebentar.
Abah Jiwo yang pergi keluar dari rumah Jaka menuju kedalam hutan untuk bertapa dan ingin mengumpulkan kekuatan untuk bersiap menghadapi Maharani Sasandoro. Abah Jiwo mengetahuinya bahwa Maharani Sasandoro bukanlah manusia tetapi jelmaan makhluk terkutuk yang telah diciptakan oleh Barong untuk diperintahkan mencari orang yang kelak mampu mengalahkan Sang Raja Dunia Bawah.
Dalam bertapanya Abah Jiwo mulai merapalkan mantra yang dimana bisa mengeluarkan senjata pusaka yang berbentuk Keris. Senjata tersebut nantinya akan digunakan untuk mengalahkan Maharani Sasandoro dalam pertarungan yang akan datang.
"Akhirnya selama ini sudah ku jaga senjata ini dari Guru akan digunakan pada waktunya. Dengan senjata Keris ini semua serangan akan diserapnya" Abah Jiwo senang akhirnya senjata pusaka yang lama tidak pernah dipakai akhirnya akan dipakai juga untuk mengalahkan Maharani Sasandoro.
Jaka dan Linglung yang masih berada di rumah mencemaskan dengan keberadaan Abah Jiwo yang sebentar keluar untuk bertapa. Linglung yang berinisiatif untuk mencari Abah Jiwo langsung dicegat oleh Jaka karena keadaan diluar sudah malam dan gelap takutnya dia tersesat dijalan.
"Aku pergi dulu, mau cari Abah" Linglung melangkah untuk untuk pergi.
"Jangan pergi, ini sudah malam"
"Tapi kita tidak tahu kemana Abah pergi, takutnya dia pergi dan ditangkap oleh pasukan Kerajaan, Linglung tidak mau itu terjadi" Linglung memaksa untuk pergi mencari.
"Mbah Jiwo tidak semudah itu untuk ditangkap, beliau adalah seorang pendekar ingat" Jaka menenangkan Linglung agar tidak keluar dari rumahnya.
Tidak lama kemudian Abah Jiwo pulang dari pertapaannya dan ingin mengatur rencana dengan matang agar tidak ada kesalahan sama sekali dalam pertarungannya nanti. Jaka dan Linglung yang mengetahui Abah Jiwo baru pulang menanyakan kemana beliau pergi semalaman.
Abah Jiwo menjelaskan bahwa dirinya pergi untuk mengambil senjata Pusaka dan bertapa di hutan. Linglung yang mengetahui hal tersebut kesal karena tidak mengajaknya ikut untuk bertapa agar dia mendapat senjata Pusaka juga.
"Abah kenapa tidak mengajak Linglung? Kalau tahu tujuan Abah untuk hal seperti itu Linglung mau juga mendapatkan senjata Pusaka" Linglung dengan kesalnya menaikan suaranya yang kecewa karena hal tersebut.
"Hey..hey.. tenang dulu! Ini senjata Pusaka tidak boleh sembarang orang mendapatkannya, ini harus turun menurun diberikan dari Guru kepada muridnya, jadi kemungkinan senjata Pusaka ini bakal kamu miliki Lung" Abah Jiwo menjelaskan kepada Linglung dan menenangkannya.
"Turun menurun, berarti nanti Linglung boleh memakainya?" Linglung penasaran akan jawaban Abah Jiwo.
"Pastinya, cuma Linglung satu-satunya murid Abah. Jadi senjata Pusaka ini bisa juga digunakan kamu Lung"
Jaka yang mendengarkan pembicaraan Abah Jiwo dan Linglung tentang senjata Pusaka tersebut, ia pun semakin yakin bahwa Abah Jiwo mampu mengalahkan Maharani Sasandoro.
Abah Jiwo pun ingin mengumumkan rencananya untuk penyergapan ke dalam istana tanpa diketahui oleh pasukan penjaga, ia mengarahkan untuk berpencar dan jika salah satu dari mereka ketahuan oleh penjaga akan memberikan sinyal peringatan untuk segera cepat menemukan Maharani Sasandoro.