Setelah Maharani Sasandoro naik takhta Kerajaan Kaliasat dan mulai memerintahkan rakyatnya, masyarakat semakin kesusahan karenanya. Kerajaan Kaliasat memiliki seorang pemimpin tetapi seperti tidak ada pemimpin untuk memimpin Kerajaan. Kemanakah Sang Maharani Sasandoro kenapa beliau tidak memakmurkan rakyatnya. Tidak tahu kemana arah tujuan dari Kerajaan Kaliasat ini karena Maharani Sasandoro tidak ada niatan untuk menjadi seorang pemimpin yang bijaksana, dia hanya menginginkan tujuannya segera tercapai.
Hari demi hari perekonomi dari rakyat semakin menurun setelah Maharaja Saka wafat dan digantikan oleh Maharani Sasandoro yang menjadi pemimpin nya, akan tetapi setelahnya Maharani Sasandoro menjadi pemimpin Kerajaan Kaliasat tidak ada kemajuan dan perkembangan dari hasil ekonomi maupun pendapatan mereka. Rakyat yang sedang memikirkan akan masa depannya pun mulai ingin melakukan kudeta agar segera mengganti seorang pemimpin Kerajaan yang layak memajukan dan mensejahterakan rakyatnya.
Maharani Sasandoro yang dengan kekuatan telepatinya dapat mendengarkan dari jarak jauh mengetahui adanya musyawarah orang-orang yang ingin kudeta terhadap kepemimpinannya, Ia pun segera mengambil tindakan untuk menggagalkan kudeta tersebut.
"Pasukan, segera pergi ke tempat balai yang aku tunjukan, dan segera habisi orang-orang yang berada disana tanpa tersisa" Maharani Sasandoro menyuruh pasukan untuk mendatangi tempat musyawarah para warga. "Jangan ada satu orang pun yang lolos!, Awas jika ada yang sampai lolos nyawa kalianlah yang menjadi bayarannya."
"Baik yang mulia" Mereka pun segera pergi meninggalkan istana Kerajaan Kaliasat.
Para warga yang tengah bermusyawarah dan merencanakan untuk mendatangi didepan Istana Kerajaan Kaliasat untuk memprotes atas kinerja dari Maharani Sasandoro yang buruk. Tetapi mereka tidak mengetahui akan adanya pasukan Kerajaan yang ingin datang dan menghabisi semua orang-orang yang didalam balai tersebut.
Tiba-tiba....
Bcrat...
"Aahhkkk". Salah satu warga terkena sabetan golok dari pasukan Kerajaan. "Tolong--"
Ternyata pasukan Kerajaan telah sampai di balai desa dan mulai menghabisi orang-orang yang ada didalamnya, warga pun berteriak meminta tolong dan berlarian keluar namun pasukan Kerajaan yang handal dalam memburu, akhirnya mereka ditemukan walaupun sudah bersembunyi.
Abah Jiwo, Linglung dan Jaka yang sedang ingin menuju ke istana Kerajaan Kaliasat mendengar adanya orang yang meminta tolong mereka pun bergegas segera menuju sumber suara tersebut. Alangkah terkejutnya setelah mereka tiba disumber suara minta tolong namun semua itu telah terlambat, banyak mayat para warga yang tergeletak dengan bekas sayatan benda tajam tubuhnya.
"Kita terlambat" Abah Jiwo menyesal karena terlambat. "Ini perbuatan siapa membantai banyak orang!?"
"Kemungkinan ini ulah dari pasukan Kerajaan yang diperintah oleh Maharani Sasandoro Mbah" Jaka curigai bahwa dalang dibalik pembantaian warga adalah Maharani Sasandoro.
"Kita harus bagaimana Bah?" Linglung bertanya. "Apakah kita harus menguburnya dahulu atau pergi langsung ke istana Kerajaan untuk mengalahkan Maharani Sasandoro?"
"Abah tidak tau Lung, kenapa warga ini pada dibunuh, jika kita menguburkan semua warga kelamaan dan akan diketahui oleh pihak kerajaan" Abah memikirkan cara lain. "Jaka kamu cari bantuan dari desa lain, suruh datang dan membantu menguburkan mayat-mayat ini, Abah dan Linglung akan melanjutkan menuju istana Kerajaan Kaliasat"
"Baik Mbah, pamit pergi dulu" Jaka pun pergi untuk mencari bantuan.
Setelah itu Abah Jiwo dan Linglung bergegas menuju istana Kaliasat, namun mereka melihat sekelompok pasukan Kerajaan yang sedang berjaga di sekeliling istana. Abah Jiwo sekali lagi harus memikirkan cara untuk masuk tanpa diketahui pasukan yang berjaga, namun Linglung memberikan usulan.
"Bah, gimana kalau Linglung dilempar ke atas dan masuk lewat atas istana" Linglung menggunakan cara yang sama sekali tidak terpikirkan oleh Abah Jiwo.
"Waduh... gimana jika diketahui nantinya?" Abah Jiwo meragukan usulan Linglung. "Lebih baik kita masuk bersama"
"Udahlah Bah jangan khawatir, Linglung mampu mengatasinya" Linglung pun meyakinkannya.
Akhirnya Linglung bersiap untuk dilempar keatas dengan bantuan Abah Jiwo yang menadah tangannya untuk jadi pijakan.
"Yo... Satu... Dua... Tiga...." Abah Jiwo melempar Linglung keudara. "Semoga anak itu bisa mendarat diatas istana"
Linglung akhirnya mendarat bersama Langur diatas istana Kerajaan. Ia pun langsung mencoba mengalihkan pengawasan para pasukan yang sedang berjaga dengan kayu yang sudah dibawa nya, lantas ia menyuruh Langur melempar kayu tersebut kearah pasukan untuk mengalihkan pandangan agar Abah Jiwo bisa memasuki lewat belakang istana.
"Ukkiii....ukkiii...ukkiii..." Langur melempari kayu.
Bletuk...
"Hah! Siapa yang melempar kayu ini" Pasukan Kerajaan menoleh keatas. "Sialan monyet itu melempari kayu!"
Para pasukan pun langsung pergi ke depan istana untuk melihat keributan yang Langur buat. Pada saat itu Abah Jiwo yang melihat pasukan sudah tidak menjaga bagian belakang istana langsung bergegas untuk merangsek pintu belakang istana.
"Cerdik juga itu monyet" Abah Jiwo langsung mencoba membuka paksa pintu. "Waduh... Susah masih terkunci"
Abah Jiwo mulai menggunakan ilmunya untuk memotong kayu pengunci yang menahan pintu tersebut. Ilmu Abah Jiwo yang bisa mengeluarkan angin tipis yang mampu memotong kayu.
Disisi lain Langur yang masih melempari kayu ke pasukan akhirnya berhasil membuat mereka berkumpul untuk mengusirnya. Pasukan Kerajaan pun mulai mengambil panah untuk memanah Langur, sontak Langur yang mengetahui akan dipanahi karena sebelumnya dirinya pernah terkena panah Langur pun langsung ketakutan dan pergi.
"Ada apa? Kenapa kamu seperti ketakutan?" Linglung melihat Langur yang panik. "Ayo segera kita masuk lewat atap genteng ini, mungkin Abah sudah bisa masuk kebelakang istana" Linglung membuka satu persatu atap genteng untuk bisa menyelinap kedalam istana.
"Heh~ akhirnya terbuka pintunya, Linglung udah masuk duluan belum ya?" Abah Jiwo berhasil membuka kunci pintu palang.
Saat memasukinya Abah Jiwo melihat tak ada siapapun didalamnya, sepi seperti tidak ada penghuninya ia pun berjalan melihat lihat setiap ruangan yang berada didalam istana.
Alangkah terkejutnya Abah Jiwo setelah menginjak darah dikakinya lalu ia mengikut dari mana darah itu berasal. Setelah mencari ke sumbernya dia kaget hingga terduduk ketika ia melihat seorang wanita memakan tubuh dari jasad, Sontak wanita yang sedang menyantap jasad itu mendengar ada suara dari balik pintu.
Abah Jiwo bersiap untuk menyerang saat wanita itu keluar dari ruang dan ketika ia bersiap terdengar sesuatu jatuh dari atas, ternyata suara itu berasal Linglung dan Langur yang jatuh dari atas atap istana, Abah Jiwo yang sudah menunggu wanita itu keluar akhirnya tidak jadi untuk menyerang secara dadakan, dan langsung pergi ke arah suara Linglung jatuh tadi.
"Haduh... Pasti itu suara dari Linglung yang jatuh" Abah Jiwo langsung berlari secepatnya. "Sebelum wanita itu menemukan Linglung, lebih baik menyembunyikan nya dahulu."
"Aduh...duh..duh.. sakit, kenapa bisa jatuh?" Linglung kesakitan memegangi bokongnya.
"Lung! Sini!." Abah Jiwo memanggil Linglung dari suatu kamar dari istana. "Shh... Jangan berisik!"
"Kenapa Bah?" Linglung berbisik kepada Abah Jiwo. "Kenapa harus bersembunyi?"
"Kita nanti menyerang secara bersamaan saja" Abah Jiwo memberitahukan untuk jangan gegabah.
Tiba-tiba sosok wanita itu keluar yang ternyata Maharani Sasandoro, Abah Jiwo meyakini bahwa Maharani Sasandoro bukanlah manusia karna barusan dia memakan jasad dari seorang gadis di kamar yang barusan Ia lihat. Abah Jiwo mulai berancang-ancang untuk memulai penyerangan terhadap Maharani Sasandoro.
"Lung, itu dia yang harus kita lawan, dia dihadapan kita sekarang" Abah Jiwo memberikan targetnya. "Ikuti Abah, Lung"
Abah Jiwo menyerang Maharani Sasandoro dari belakang dan tiba-tiba....
"Haahh!!! Akhirnya kena juga makhluk siluman ini" Abah Jiwo menusuk Maharani Sasandoro dari belakang. "Tugas selesai Lung, fyuh..."
"Hah? Secepat ini Bah?".
Tidak lama kemudian tubuh Maharani Sasandoro yang ditusuk Abah Jiwo berubah menjadi seekor ular kecil. Betapa kagetnya Abah Jiwo dan Linglung yang melihat itu. Langur merespon adanya bahaya dia pun berteriak.
"Ukkii!!"
"Awas Lung! Kita sudah diketahui keberadaanya" Abah Jiwo berwaspada dengan melihat sekitarnya. "Kemungkinan kita akan diserang?!"
"Ternyata tadi itu hanyalah umpan Bah" Linglung berancang-ancang.
Tidak lama keluarlah Maharani Sasandoro namun setengah badannya ular yang dimana sosok itu jelmaan dari siluman ular. Ia pun tertawa karena penyusup tertipu oleh umpannya.

"Akhirnya dia keluar Lung"
"Bah, makhluk apa yang akan kita hadapi?" Linglung sedikit takut karena wujud Maharani Sasandoro yang sesungguhnya telah muncul.
"Itu siluman Lung, orang yang telah bersekutu dengan Raja Dunia Bawah akan berubah menjadi siluman" Abah Jiwo menjelaskannya. "Kita harus berhati-hati, mungkin dia lebih kuat dari kita berdua"
"Dua tikus masuk kedalam perangkap ku, bodohnya tikus-tikus itu shishishi..." Ia pun mengenalkan dirinya. "Panggil aku Nyi Sasandoro, aku adalah anak buah dari Raja Dunia Bawah yang akan menguasai dunia ini shishishi..."
"Ingat Lung, semua latihan yang aku ajarkan kepadamu akan digunakan sekarang jadi bersiaplah! Jangan takut!"
"Baik Bah"
Abah Jiwo merapal sebuah mantra yang mampu memberikan keberanian terhadap Linglung agar dia tidak ragu untuk bertarung. Linglung takut karena baru pertama kali melihat makhluk siluman.
Gbraakkk!!! Dubrak!!! Krakk!!!
"Hyaat!!." Nyi Sasandoro menyerang duluan. "Rasakan ini!" Ia pun menyemburkan racun dari mulutnya.
"Awas Lung!!" Abah Jiwo mendorong Linglung dari serangan racun yang disemburkan oleh Nyi Sasandoro.
Mereka bertarung dengan sengit sehingga membuat keributan dan didengar oleh pasukan Kerajaan yang berada diluar istana, namun ketika pasukan ingin memasuki istana Jaka datang membawa warga yang baru ia ajak untuk menyerang bersamanya, Jaka sudah memberitahukan bahwa orang-orang yang tewas di desa adalah perbuatan dari pasukan Kerajaan Kaliasat dan meminta bantuan untuk menghukum atas pembantaian keji tersebut.
"Kami hanya ditugaskan dari Maharani Sasandoro untuk segera menghabisi warga yang tengah berkumpul dibalai desa" Salah satu pasukan itu menjelaskan perbuatannya. "Sama sekali bukan atas keinginan kami"
"Jika kalian tidak menuruti makhluk sundal itu apakah kalian akan dibunuh? Tidak! Kalian hanya menuruti hasrat ingin membunuh orang-orang yang tidak bersalah!" Jaka yang naik pitam ingin segera menyerang pasukan Kerajaan tersebut.
"Ya sudah mau mu apa? Membunuh kita? Coba kalau bisa" Ejek dari pasukan Kerajaan.
"Tidak! Kami tidak akan membunuh kalian, hanya saja ingin memberi pelajaran atas apa yang kalian perbuat" Jaka bersiap untuk memberi perintah menyerang kepada pasukan Kerajaan. "ini saatnya untuk menyerang!!."
Di luar istana Jaka dan para warga bertempur dengan pasukan Kerajaan, sedangkan didalam ada Linglung dan Abah Jiwo melawan Nyi Sasandoro. Akankah Abah Jiwo dan Linglung mampu mengalahkan Nyi Sasandoro?