Apabila kita telah begitu dekat kepada Allah s.w.t. dalam aqidah dan perasaan, bahkan kadang-kadang telah sampai pada punca segala-galanya di mana wujud Tuhanlah yang hanya kita lihat, sedangkan sekalian makhluk adalah tiada. Tuhanlah yang Maha Ada dan selain daripadaNya adalah tiada, karena asalnya tiada atau pada akhirnya akan berkesudahan dengan tiada pula.
Bagi manusia yang telah sampai martabatnya pada taraf ini tertujulah ingatannya dan seluruh perasaannya kepada Allah s.w.t. sehingga ia lupa kepada selainNya. Martabat ini adalah suatu anugerah Allah s.w.t. apalagi Dia adalah Maha Pemurah dalam segala hal.
Karena itu maka yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary memberi nasihat kepada ummat dalam Kalam Hikmahnya ke-38, sebagai berikut:
"Jangan anda lampaui niat maksudmu kepada lainNya (Allah s.w.t.) karenaYang Maha Murah tidak boleh melangkahi akannya oleh segala cita-cita (kehendak-kehendak yang baik)."
Kalam Hikmah ini mengandung pengertiannya sebagai berikut:
I. Kita sebagai manusia di mana tidak dapat melepaskan diri dari Dzat yang Maha Kuasa. Artinya kita selalu berhajat kepadaNya. Kita harus mengetahui dan yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah s.w.t. adalah Maha Pemurah. Sebab tidak mungkin secara adat kita dapat menghitung sekalian nikmat-nikmat Tuhan atas kita. Makanan yang kita makan, air yang kita minum, rumah tempat kediaman, kendaraan yang kita kendarai, udara yang kita hirup, kesihatan tubuh, mata dengan penglihatannya, telinga dengan pendengarannya, akal dan hati dengan daya tangkapnya, dan serba macam aneka nikmat-nikmat Tuhan atas kita. Itu semua adalah pemberian Allah s.w.t. dan anugerahNya. Bagi kita yang diberikan nikmat oleh Allah s.w.t. tentulah kita bersyukur dan berterima kasih kepadaNya, maka jadilah kita dalam golongan hamba-hambaNya yang baik dan dikasihi olehNya. Dan apabila kebalikannya, maka jadilah kita sebagai hambaNya yang bersalah dan tiada tahu berterima kasih.
Karena itulah maka Allah s.w.t. telah berfirman dalam Al-Quran Al-Karim:
"Dan Dia yang telah memberikan sebagian dari apa yang kamu minta, dan jika kamu hitung nikmat Tuhan itu, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu banyak kesalahannya dan tiada tahu berterima kasih (menghargai jasa)." (Ibrahim: 34)
Mudah-mudahan kita tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang disebut oleh Tuhan dalam ayat ini, berarti kita sebagai hamba-hambaNya yang tidak menghargai nikmat-nikmatNya.
II. Kita tidak boleh memohon atau meminta kepada selain Allah s.w.t. apabila dasarnya bertentangan dengan 'ubudiyah kita terhadap Allah s.w.t.
Maksudnya kita minta bantuan kepada selain Allah ialah kita berpegang kepada makhluk, kita bersandar kepada mereka. Tegasnya, kalau bukan mereka yang membantu, sungguh kita tidak beroleh bantuan, sedangkan dalam hati semiang pun tidak ada hubungan atau sangkut-paut perasaan terhadap Allah s.w.·t. Lupa kita kepada Allah s. w.t. Dan menu rut perasaan kita, bahwa sesuatu itu berhasilnya karena si makhluk yang telah membantu kita dan bukan Allah s.w.t. Tetapi apabila kita min ta bantuan kepada seseorang, sedangkan kepercayaan kita, bahwa yang menggerakkan sesuatu itu adalah Allah s.w.t., selain dari Tuhan adalah sekedar perantara-perantara belaka atau sekedar semata-mata sebab untuk sampai kepada musabab, maka permohonan atau minta bantuan kepada si makhluk dalam sifat ini, hukumnya boleh dan tidak bertentangan dengan hakikat 'ubudiyah antara kita selaku hambahambaNya dengan Dia selaku Tuhan Yang Maha Pencipta atas segala-galanya.
Kita harus belajar sedikit demi sedikit untuk sampai kepada perasaan yang mantap, bahwa kita mernsa cukup dengan sesuatu yang memang telah begitu menurut Allah s.w.t. Kita harus yakin dan percaya, bahwa kehendak Allah s.w.t. sejalan dengan ilmuNya dan tidak ada perpisahan antara keduanya. Karena itu bagi orang yang beragama Islam dunia ini adalah lapang baginya. Sebab agama sudah mencukupi baginya daripada hal-hal yang bersifat dunia. Kita tidak boleh berputus asa, bahkan kita berhak dan merdeka membuat rencana, asal saja dalam batas-batas kemampuan kemanusiaan yang beragama. Dan apabila kita telah sampai pada titik terakhir di mana kita tidak boleh berbuat apa-apa selain kita harus menerimanya, dengan yakin dan lapang dada, bahwa itu adalah kehendak Tuhan. Dan pada Tuhanlah bertemunya sesuatu, dan inilah yang dimaksud oleh ucapan Nabi Yusuf a.s. setelah beliau keluar dari tahanannya:
"Aku rasa cukup agamaku dari duniamu, dan aku rasa cukup Tuhanku mengenai agamaku."
Justeru inilah, maka ada pepatah atau peribahasa agar kita melihat alam mayapada ini dengan tersenyum dan dada yang lapang, tersenyumlah niseaya alam akan tersenyum bersamamu. Dan anda boleh menangis tetapi cuma anda sendiri.
Keyakinan yang demikian itu pulalah yang menyebabkan Nabi Ibrahim berkata kepada orang-orang yang melihatnya, tatkala ia akan dipelantingkan ke dalam api:
"Aku merasa cukup (tidak merasa perlu) dari bermohon (kepadaNya, sebab) Ia mengetahui hal keadaanku."
Pada waktu itu Nabi Ibrahim a.s. dengan seluruh perasaannya dan ingatannya melihat Allah yang tidak seumpama dengan sesuatu. Karena itu Nabi Ibrahim mengatakan, bahwa untuk apa ia meminta kepada Allah s.w.t. padahal Allah telah mengetahui segala-galanya.
Itulah perasaan seorang Nabi dan ini adalah martabatnya Nabi Allah Ibrahim a.s. Marta bat ini tidak boleh diturut-turut oleh kita apabila kita belwn sampai kepada tingkat yang demikian. Tingkatan kita ialah bahwa kita wajib mengi'tikadkan dalam hati, dan i'tikad ini disambut pula oleh perasaan keyakinan yang mendalam, bahwa yang memperkenankan segala sesuatu adalah Allah s.w.t. Dan kita tidak boleh memalingkan hati kita kepada yang lain, sdain hanya kepadaAllah saja.
III. Tuhan kita yang bersifat dengan sifat yang Maha Agung dan Sempurna dalam segala-galanya dan Dia adalah Maha Pemurah. Yang dimaksud dengan Maha Pemurah bagi Allah s.w.t. menurut ahli tasawuf dan hakikat ilmu Tauhid, ialah Tuhan apabila berkuasa atas segala sesuatu, maka dibarengi kekuasaannya itu dengan kemaafanNya. Bukan dengan keperkasaanNya. Apabila Ia berjanji, maka Dia sempurnakan janjiNya. Apabila Ia memberi, maka pemberianNya itu sampai kepada sehabis-habis harapan hambaNya. Tidak perduli bagiNya berapakah banyaknya pemberian yang telah la berikan dan tidak perduli pula bagiNya kepada siapakah la memberikan pemberian-pemberianNya itu.
Jika anda bermohon kepada lainNya, Dia tidak ridha dan tidak suka.
Apabila si hambaNya keras sikap terhadapNya, meskipun Dia kadang-kadang tidak senang, tetapi bukan berarti Dia jauh. Dia tidak mensia-siakan siapa saja yang berlindung di bawahNya dan antara Dia dengan makhluk-makhlukNya, tidak ada perantaraan yang mengantarai, tetapi dapat saja langsung kepadaNya.
Inilah Allah s.w.t., yang bersifat dengan sifat yang Maha Murah dalam segala keadaan. Maka adalah tidak pantas bagi makhluk-makhlukNya melampaui Tuhannya, sehingga mereka lebih mendahulukan selain Allah s.w.t. Tidak, dan tidak mungkin kejadian demikian apabila kita telah benar-benar mengetahui sifat-sifat kemaha-pemurahan Allah s.w.t.
Bagi kita apabila telah mendalam pengertian sifat tersebut, maka akan meningkatlah hubungan kita dengan Tuhan, sehingga kita memperoleh empat macam kebahagiaan yang merupakan ketenangan hati dan ketenangan jiwa. Keempat macam tersebut seperti telah disebutkan oleh wali Allah Sariy Saqaty, Panggilan beliau ialah Abul Hasan. Beliau adalah saudara ibu dari Al-Junaid, seorang ulama tasawuf besar di samping Al-Junaid seorang guru besar beliau pula. Beliau berteman baik dengan Ma'ruf Karkhi, seorang alim besar tasawuf yang masyhur. Beliau Ulama pertama kali di Baghdad yang mengungkapkan hakikat-hakikat tauhid, dan beliau adalah guru besar ummat Islam Baghdad di zamannya. Sebagai berikut:
Empat macam tidak tenanglah hati pada selainNya:
1. Takut kepada Allah yang Maha Esa.
2. Harapan kepada Allah yang Maha Esa.
3. Mencintai Allah yang Maha Esa.
4. Berjinak-jinak dengan Allah yang Maha Esa.
Keempat macam sifat keutamaan ini dapat kita miliki apabila himmah kita dan semua perasaan hati kita bertemu di satu titik, yaitu pada Allah yang telah memberikan segala nikmat apa saja pada kita, tentu kita takut kepadaNya, sehingga bagi kita tidak berkeinginan untuk menentangNya. Kalaulah Tuhan telah sedemikian murah dengan pemberian kurnia-kurniaNya kepada kita, maka tentulah tempat harapan kita hanya satu saja, yakni Allah s.w.t.
Kalaulah Dia tidak menghiraukan berapa yang Dia telah berikan dan siapa saja yang mendapat nikmatNya, maka tentulah kecintaan kita dan mahabbah kita hanya satu saja, yaitu Allah s.w.t. Dan kalaulah antara Dia dengan makhlukNya di mana pada hakikatnya tidak ada perantara-perantara, tetapi hubungan itu boleh langsung antara hamba dengan Tuhannya, maka alangkah syahdunya apabila kita selaku makhlukNya dekat hati dan perasaan kepadaNya, sehingga hubungan kita denganNya terjalin dengan mesra dan kasih sayang.
Kesimpulan:
Dialah yang Maha Pemurah, karena Dia Maha Kaya dalam segala hal, karena itu janganlah sekali-kali kita lampaui Allah yang Maha Pemurah, sehingga kita mendahulukan yang lain daripadaNya. Dan tentulah yang begini membawa kepada hubungan yang tidak baik antara hamba-hambaNya dengan Khaliqnya yang Maha Pemurah dan Maha Kaya. Jagalah hubungan kita yang sebaik-baiknya dengan Allah s.w.t. supaya Allah kasih sayang kepada kita, di mana kita mendapat keridhaanNya dalam segala hal.
Amin, ya Rabbal-'alamin