Apabila dalam Kalam Hikmah yang lalu kita wajib baik sangka kepada Allah s.w.t. dalam segala sesuatu, baik yang sifatnya dunia ataupun akhirat, sebabnya tidak lain ialah karena kita selaku makhluk-makhlukNya tidak mungkin menyendiri tanpa perlu dan berhajat kepadaNya.
Oleh karena itu, maka Al-Imam lbnu Athaillah Askandary telah merumuskan mengenai hal ini dalam Kalam Hikmah beliau yang ke-41, sebagai berikut:
"Betul-betul aneh pada orang yang lari dari sesuatu di mana ia tidak mungkin melepaskan diri daripadanya. Dan dicarinya sesuatuyang tidak kekal besertanya, karena bahwasanya hal tersebut bukanlah disebabkan buta penglihatan mata, akan tetapi disebabkan butanya hati yang terkandung di dalam dada."
Kalam Hikmah ini mengandung pengertian-pengertian sebagai berikut:
I. Perlu kita ketahui lebih dahulu, bahwa ada hal-hal yang tidak mungkin kita melepaskan diri daripadanya. Hal-hal itu ialah:
[a] ALLAH s.w.t. Sebab kita di dalam segala sesuatu, dalam segala hal dan keadaan tidak mungkin melepaskan diri kita dari Tuhan. Karena DIA telah menciptakan kita, kemudian memberikan rezeki, memberikan kesihatan dan lain-lain sebagainya, hingga sampai kepada gerak-gerik tubuh kita, semuanya itu adalah dijadikan Allah s.w.t. Bagi manusia tidak lain selain hanya sekedar serta ikhtiar dan usaha. Begitulah selanjutnya dalam hidup dan kehidupan kita sampai mati dan berpindah kepada kehidupan yang baru di akhirat, juga kita tidak dapat melepaskandiri dari kudratNya.
[b] HARI AKHIRAT, dan segala kejadian dalam hari tersebut. Ini pun hal-hal yang kita tidak mungkin melepaskan diri kita daripadanya.
Sebab kita pada suatu waktu pasti mati, dan kejadian-kejadian sesudahmati pasti akan kita temui, dan kita tidak mungkin melepaskan diri kita daripadanya. Dua macam inilah yang disebut dengan hal-hal di mana kita tidak mungkin melepaskan diri daripadanya.
Kemudian hendaklah kita ketahui pula, apakah sesuatu yang dimaksudkan dengan: hal-hal yang tidak kekal serta makhluk. Maksudnya ialah, segala makhluk jenis apa saja atau boleh disebutkan dengan dunia dalam arti yang luas. Kita manusia misalnya, bagaimanapun cinta dan sayangnya kita kepada ayah kita, ibu kita dan anak-anak kita, bahkan sampai kepada diri kita sendiri, tetapi pada suatu saat kita harus berpisah dengan semuanya. Apakah berpisah itu masih dalam keadaan hidup atau dengan sebab kematian.
Demikian juga dengan dunia yang lain, seperti rumah, tempattinggal, harta benda, pangkat dan lain-lain. Semuanya itu tidak kekal. Semuanya akan punah, apakah kita lebih dahulu, ataukah atas segala-galanya itu terjadi perubahan-perubahan di mana mata kita sendiri melihatnya dan diri kita menyadarinya. Manusia dari tak ada kepada ada, dari kecil kepada dewasa, kemudian berpindah kepada tua dan akhirnya ajalnya sampai, ia pun kembali kepada Tuhannya. Tidak ada yang kekal dalam alam ini selain Allah s.w.t.
II. Apabila manusia tidak mungkin melepaskan dirinya dari Tuhan, maha aneh dan ajaib kalaulah manusia menjauhkan dirinya atau dengan kata lain lari dari Tuhannya, Allah s.w.t. Segala sesuatu mulai dari kita diciptakan Tuhan hingga seterusnya, semata-mata merupakan kurnia Allah s.w.t.
Tetapi mengapa kita tidak menghampirkan diri kita kepadaNya, yakni tidak mengerjakan ajaran-ajaran agamaNya. Hal tersebut pada hakikatnya berarti tidak membawa diri hampir kepadaNya.
Tidak mematuhi perintah-perintahNya untuk dilaksanakan, dan tidak meninggalkan larangan-laranganNya, berarti kita ingin menjauhkan diri daripadaNya, bahkan mungkin kita menginginkan lari daripadaNya. Padahal di samping segala nikmat dan kebaikanNya, dan segala kurniaNya terus saja setiap detik dan saat dianugerahkanNya kepada kita.
Yang menjadi pokok utama bagi kita, yang kita fikirkan sehariharian bukanlah hanya bagaimana kita menjadi hamba Allah yang diridhai olehNya, tetapi adalah mulai dari bangun tidur di waktu pagi adalah berfikir, bagaimanakah kita mendapatkan dunia dalam arti yang luas.
Kita selalu sibuk mencari makanan dan minuman. Kita selalu berfikir mencari kesenangan hidup dan mencari dunia sebanyak-banyaknya. Kita terima komando syahwat dan hawa nafsu, dan kita ikuti keinginan syaitan dan tipu dayanya. Kita mengira semuanya ini adalah kekal buat kita. Tetapi mata kita melihat kejadian-kejadian yang terjadi pada manusia dan alam sekelilingnya, bahwa pangkat yang tinggi dengan kekuasaan yang hebat, sewaktu-waktu akan jatuh. Kekayaan yang besar, hingga kita kumpulkan buat sekian keturunan, juga tidak kekal dan tidak ada manfaatnya bagi kita, apabila tidak kita pergunakan kesempatan itu untuk beramal demi keselamatan kita di dunia dan akhirat.
Alangkah aneh dan ajaib, orang yang menjauhkan dirinya dari Allah s.w.t. dan dari akhirat dengan segala persoalannya, padahal ia tidak dapat melepaskan diri dari semuanya ini. Dicarinya sesuatu yang tidak kekal dengan mati-matian hingga dihabiskan umurnya untuk itu, karena dikiranya hal itu adalah kekal buat dia, tetapi kenyataan membuktikan, yang kekal adalah Tuhan dan selain daripadaNya akan musnah dan hilang.
Mengapa kita katakan aneh dan ajaib bagi orang-orang yang berlaku demikian. Sebabnya ada tiga hal:
1. Ditinggalkannya sesuatu yang penting baginya dan didahulukannya sesuatu yang tidak menguntungkannya buat selama-lamanya.
2. Dia berpaling dari Allah s.w.t. dengan sebab sibuknya berusaha mencari sesuatu yang pada hakikatnya tidak ada, sebab ia tidak kekal dan tidak abadi, sedangkan amal saleh manfaatnya adalah abadi buat selama-lamanya.
3. Dia tidak mengindahkan sesuatu yang ia perlukan, karena mengerjakan sesuatu yang tidak perlu. Waktunya dihabiskan untuk hal-hal yang tidak penting dan dia tidak mengindahkan hal-hal yang tidak dapat tidak.
Orang-orang yang demikian halnya seperti tersebut di atas tdah dibayangkan tadi dengan aneh dan ajaib menurut ahli Tasawuf <.bn Tauhid, bahwa mereka itu dianggap orang-orang buta. Bukan buta mata, tetapi hati merekalah yang buta, sebab hati mereka tidak dapat melihat hakikat-hakikat kebenaran dan hakikat kesalahan.
Maka benarlah firman Allah s.w.t. dalam Al-Quran:
"Karena sebenarnya bukan mata yang buta, tetapi sebenarnya hati yang di dalam dada." (Al-Haj: 46)
Bagaimanakah pengertian buta matahati? Seorang ulama besar dalam ilmu tasawuf bernama Syeikh Abul Hasan As-Syazily telah berkata:
"Buta hati (matahati, terbagi) dalam tiga macam: Pcrtama, melepaskan segala anggota pada segala maksiat-maksiat Tuhan. Kedua, loba dan tamak pada segala makhlukNya. Ketiga, berpura-pura dengan mentaati Allah. Maka barangsiapa yang mendakwakan ada penglihatan matahati di samping ada salah satu dari ini semua, maka hatinya tertuju bagi prasangka nafsu dan was-was syaitan."
Dari perkataan beliau ini dapat kita fahami, bahwa melepaskananggota tubuh dalam mengerjakan maksiat, menunjukkan bahwa hati kita telah buta. Mata melihat semaunya, telinga mendengar semaunya, kaki berjalan semaunya, adalah suatu bukti bahwa hati yang bersangkutan telah buta.
Demikian juga tamak dan loba pada makhluk-makhluk Tuhan, artinya loba pada harta, loba kepada kemewahan, loba kepada pangkat, loba kepada dunia dalam arti luas, sehingga tidak cukup pada apa yang ada, tetapi berusaha kadang-kadang di luar daya dan kekuatan untuk mencukupi kehendak nafsu, adalah juga salah satu pertanda buta matahati yang bersangkutan. Juga dapat dijadikan salah satu dalil atas buta hati yaitu tidak serius dalam beramal, berpura-pura pada 'taat. A tau dapat dikatakan tubuh lahiriahnya mengerjakan shalat, tetapi hatinya tidak sejalan dengan gerak-gerik tubuhnya. Apabila ia beramal saleh tujuannya adalah untuk dikenal orang, dan bukan tujuannya semata-mata mencari keridhaan Tuhan.
Apabila dia menjauhkan yang haram, bukan karena larangan Tuhan, tetapi adalah karena didorong oleh perasaan malu untuk mengerjakannya. Maka Abul Hasan As-Syazily, Nama beliau adalah Nuruddin dan panggilannya Abul Hasan yang dibangsakan pada negeri Syazilah, tempat beliau dilahirkan di negeri itu pada tahun 1196 H. Syazilah adalah satu negeri di negara Tunisia. Beliau sangat kuat bdajar sejak kecil hingga mata beliau buta karena banyak dan kuat membaca. Beliau belajar ilmu tasawuf kepada Al-Junaid, seorang alim besar dalam Islam. Beliau telah mendirikan Tariqat Assyaziliyah yang berkembang sekarang di Afrika Utara, dan beliau meninggal di Mesir pada tahun 1250 H. Jadi umur beliau 62 tahun. Beliau meninggalkan karangan-karangan agama, di antaranya kumpulan doa atau hizib-hizib dan paling masyhur di antaranya ialah: Hizbulbar dan Hizbul Bahr. Mengambil kesimpulan, bahwa barangsiapa yang mengatakan atau merasakan bahwasanya dia bermatahati atau dengan kata lain sudah ikhlas dalam ibadat, sudah betul-betul beramal, karena menurut anggapannya, bahwa niatnya sudah bersih, tetapi di samping itu pada dirinya sendiri diperdapat salah satu dari tiga ha] di atas, maka anggapannya dan perasaannya itu adalah bohong belaka, sebab hatinya merupakan tumpuan dan tujuan dari segala jurusan prasangka nafsu dan jurusan tempat berkumpul segala was-was syaitan.
Kesimpulan:
Orang yang buta hati adalah orang yang lari dari Tuhan, tidak mau dekat kepadaNya, tetapi ia selalu mengejar segala sesuatu yang sifatnya tidak kekal, ia tidak mau beramal yang dapat menghampirkan dirinya dengan Allah s.w.t., oleh karena dia terlalu sibuk dan tenggelam dalam alunan mengejar sesuatu yang tidak kekal bersamanya.
Al-Quran mengatakan, orang ini matanya tidak buta, tetapi hatinyalah yang buta. Apabila kebalikannya, yakni orang-orang yang dekat kepada Allah di samping tidak lupa pula bagiannya di dunia ini, orang-orang itu adalah orang-orang yang baik penglihatannya, mata jasmaninya baik, dan matahatinya pun bersinar.
Inilah orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan, karena mereka mendapat dua kebaikan di dunia dan di akhirat.
Mudah-mudahan matahati kita selamat, bersinar terang-benderang, selalu mendapat ilham dan petunjuk dari Allah dan berlindung kita kepadaNya dari buta lahir dan buta batin, yaitu hati di dalam dada.
Insya Allah, harapan dan permohonan kita diizinkan olehNya.