Chereads / AL HIKAM / Chapter 44 - Bersahabatlah Dengan Orang-Orang Baik

Chapter 44 - Bersahabatlah Dengan Orang-Orang Baik

Apabila dalam Kalam Hikmah yang lalu segala arah hati kita haruslah baik dalam menghadapi keadaan apa saja, supaya jangan luput dan lupa pada Allah s.w.t., maka dalam Kalam Hikmah yang ke-43 ini Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary akan menyampaikan pula pada kita supaya kita berusaha agar dalam pergaulan hidup duniawi ini, kita harus mencari teman dan sahabat demi untuk mencapai hikmah di atas. Beliau berkata:

"Janganlah anda bersahabat (dengan) orang yang tidak menggerakkan anda ha! keadaannya dan perkataan-perkataannya tidak menunjukkan anda terhadap Allah."

Kalam Hikmah ini yang terjemahannya seperti kita lihat di atas agak sedikit terikat dengan kaedah bahasa Arab, dan memang harus demikian. 

Tetapi akan jelas dan terang dari uraian dan pengertian-pengertian yang akan kita terangkan sebagai berikut:

I. Pokok utama dalam ilmu akhlak tasawuf untuk mencapai maksud ilmu ini yaitu mendekatkan diri kepada Allah s.w.t. dalam segala keadaan yakni dengan berteman dan bersahabat dengan orangorang baik. Berteman dan bersahabat itu adalah menentukan untuk sampai atau tidaknya kita kepada cita-cita dan tujuan hakiki, untuk apa kita diciptakan oleh Allah s.w.t. ke alam dunia ini. Oleh karena itulah maka seluruh ulama yang sayang kepada manusia dan kemanusiaan tidak ketinggalan memperingatkan manusia tentang masalah ini. Mereka semua memperingatkan kita ummat manusia agar kita berteman dan bersahabat dengan orang-orang baik, yakni orang-orang yang hal keadaannya menggerakkan kita untuk bergerak menuju keridhaan Allah s.w.t. Orang-orang itu baik perkataannya dan perbuatannya menjadi petunjuk bagi kita untuk berjalan menuju keridhaan Allah s.w.t., dan juga petunjuk buat hamba dan makhlukNya sekalian.

II. Itulah yang dikehendaki oleh orang-orang baik. Tegasnya orang-orang baik menurut akhlak tauhid dan tasawuf ialah orang-orangnya Allah s.w.t. Pengertian keadaan yang menggerakkan pada orang-orang baik itu maksudnya bahwa segala kemauannya, segala kehendak dan keinginannya tetap selalu terikat dengan Allah s.w.t.

Artinya menurut tuntunan-tuntunan Tuhan yang Maha Esa. Mereka tidak menggantungkan dirinya kepada makhluk dalam segala hajat keperluannya, tetapi kepada Tuhanlah segala sesuatu itu dikembalikan, dan Tuhanlah tempat memohon, dan kepadaNyalah mereka berserah diri sambil berusaha selaku makhlukNya. Inilah yang menyebabkan hati mereka tidak tersangkut kepada manusia, baik dalam hal-hal yang keadaannya boleh menimbulkan mudharat dan bahaya. 

Mereka itu pada lahirnya sama dengan makhluk manusia yang lain. 

Mereka berusaha dalam hidup dan kehidupan dari berbagai cara dan berbagai usaha. Kadang-kadang mereka sebagai saudagar seperti saudagar-saudagar yang lain-lain, tetapi perbuatan-perbuatan dalam usahanya itu tidak melupakan ajaran agama, bahkan terus ingat pada Allah s.w.t. Demikian juga apabila sebagian mereka selaku penguasa atau selaku petani dan lain-lain dari bermacam-macam usaha yang mereka kerjakan dan yang mereka hadapi dalam hayat mereka.

Bahkan keadaan mereka itu sampai kepada top pendirian dan perasaan yang kukuh kuat, di mana mereka tidak mematuhi sekalikali keheendak nafsu dan syahwat mereka, tetapi iman kepada Allah yang begitu mendalam yang menjadi imam dalam segala sesuatu dimana selainnya menjadi makmum dan pengikut. 

Meskipun nafsu mereka itu tidak menentang ajaran-ajaran agama, namun nafsu tetap menjadi makmum dan pengikut, sedang iman dan ihsan di samping pertimbangan akal yang menjadi pedoman mereka yang abadi.

Dengan demikian terpeliharalah mereka dalam segala tindak-tanduk dan amal perbuatan dari berlebih-lebihan yang tidak layak dan pantas sebagai hamba Tuhan yang hidup sementara di permukaan bumi. 

III. Orang-orang baik itu tidak disyaratkan harus ibadatnya banyak, mengerjakan sunnat banyak dan lain-lainnya. Tidak, dan itu bukan sebagai syarat. Meskipun ibadat mereka tidak banyak, tetapi ibadat yang mereka kerjakan betul-betul terpuji, karena menjalankannya dengan sebaik-baiknya. 

Tetapi bukan pula berarti bahwa mereka tidak mengerjakan yang sunnat atau mengurangkannya di luar batasan yang dikerjakan Nabi dan sahabat-sahabatnya, seperti mengurangi tarawih dua puluh rakaat menjadi delapan rakaat saja, karena menganggap bahwa 20 rakaat itu bukan sunnah Nabi. 

Anggapan yang demikian tidak akan mungkin kita akan sampai kepada cita-cita menjadi orang baik seperti penjelasan di atas, terkecuali kita mengerjakan sesuatu itu kurang karena uzur yang tidak memungkinkan kita beramal pada tingkatan yang sempurna atau yang lebih sempurna. Jadi yang perlu menjadi penglihatan utama apabila kita hendak mencari teman yang baik ialah semoga orang yang baik itu melebihi diri kita dalam aqidah dan amal ibadatnya. Tetapi apabila teman dalam pergaulan kita itu sama keadaannya dengan kita atau kurang dari kita, maka bergaullah dengannya secara lahir saja dan jangan lebih dari itu. A was jangan sampai tertarik kita dalam pergaulan dengan macam-macam teman yang mungkin akan membawa kita kepada kerendahan budi, tegasnya mengerjakan dosa. Kita harus tahu bahwa tabiat kemanusiaan cepat sekali berpindahnya antara seorang dengan orang lain melalui pergaulan, apalagi pergaulan itu intim dan mendalam.

IV. Itulah sifat-sifat orang baik yang dikehendaki oleh ajaran Tauhid dan Tasawuf. Mereka yang bersifat dengan sifat-sifat yang demikian dipanggil dengan gelar "Al-'Aarifuunal Muwahhiduun" yakni orang-orang yang kenal dekat kepada Tuhan disebabkan Tauhid yang telah demikian mendalam. 

Kalau boleh, bahkan suatu keharusan bagi kita mencari teman dan sahabat yang intim seperti mereka itu. Dalam hal ini seorang ulama besar ilmu Tasawuf yang terkenal dengan panggilan nama Abul Hasan As-Syadzily r.a. berkata: 

"Janganlah anda bersahabat dengan orang-orang yang mendahulukan nafsunya atas persahabatannya dengan anda, karena mereka itu adalah orang-orang yang tercda. Dan jangan pula anda bersahabat dengan orang-orang yang mendahulukan anda pada sesuatu yang baik atau pada yang tidak baik atas dirinya sendiri. Karena persahabatan yang demikian tidak lama umurnya. Bersahabatlah anda dengan orang-orang yang apabila ia berzikir betul-betul ia ingat kepada Allah s.w.t., meskipun Allah Ta'ala tidak berhajat kepada zikirnya. Dan Allah Ta'ala akan mcnggantikan orang itu apabila dia meninggal dunia, (sebab) zikirnya kepada Allah merupakan cahaya pada semua hati, dan hubungan batinnya dengan Tuhan merupakan kunci-kunci segala yang ghaib (tersembunyi)."

Kemudian Abul Hasan As-Syadzily melanjutkan perkataannya sebagai berikut:

"Telah berwasiat kepadaku oleh temanku, sebagai berikut: Jangan anda angkat kedua kaki anda terkecuali pada tempat yang anda, harap padanya pahala dari Allah s.w.t. Dan jangan anda duduk melainkan pada tempat yang pada umumnya anda aman dari maksiat pada Tuhan. Dan jangan anda bertemu, melainkan dengan orang-orang yang dapat membantu anda pada mentaati Allah dan jangan anda ikutkan diri anda melainkan pada orang yang dapat menambah keyakinan anda. Wahai ... alangkah sedikitnya orang yang seperti itu."

Demikianlah wasiat Abul Hasan As-Syadzily r.a. di mana telah mem-perkuat pula kebenaran yang telah disampaikan kemudian oleh Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary seperti tersebut di atas.

Kesimpulan:

Dalam hidup kita di dunia ini kita tidak dapat menyisihkan diridari pergaulan, apakah pergaulan itu dalam sifatnya keluarga, famili atau hubungan sesama kepentingan dalam hidup dan kehidupan. Pedoman kita dalam pergaulan yang demikian hendaklah kita berusaha mencari teman dan sahabat yang dapat mengajak menggerakkan kita untuk berjalan ke jalan keridhaan Allah s.w.t. Perkataannya, perbuatannya dan tindak-tanduknya menarik orang ke arah yang demikian. Tetapi apabila kebalikannya maka jangan bergaul dan bersahabat, terkecuali sekedar lahiriah saja, tegasnya pergaulan lahir tidak membawa bekas apa-apa pada aqidah dan amaliah kita. Hati-hatilah dalam zaman mutaakhir sekarang ini, karena yang buruk jauh lebih banyak dari yang baik. Abujahal lebih banyak daripada Abu Bakar, dan tukang ngomong jauh lebih banyak dari orang alim yang mengamalkan ilmunya.

Mudah-mudahan Allah s.w.t. menjauhkan kita dan menyelamatkan kita dari Abu Jahal-Abu Jahal yang banyak berkeliaran dalam zaman-zaman mutakhir sekarang ini.