Kalaulah dalam pembahasan Kalam Hikmah sebelumnya diterangkan, bahwa segala keaiban diri adalah penghambat utama pada hubungan kita dengan Allah s.w.t. maka dalam Kalam Hikrnah yang ke-34 ini, yang mulia Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary menerangkan pula tentang jalan melepaskan diri dari keaiban-keaiban yang menjadi penghambat-penghambat itu.
Beliau berkata sebagai berikut:
"Keluarlah anda dari sifat-sifat kemanusiaan anda (berupa menjauhkan diri) dari setiap sifat yang bertentangan bagi 'ubudiyah anda (kehambaanmu terhadap Allah s.w.t.) supaya anda dapat menjawab (dengan sepenuhnya) seruan Tuhan yang Maha Benar dan supaya anda dekat pada hadiratNya."
Pengertian Kalam Hikmah ini adalah sebagai berikut:
I. Dalam Kalam Hikmah di atas kita melihat perkataan aushaafibasyariyyati, yang terjcmahannya sepintas lalu ialah: sifat-sifat kemanusiaan.
Artinya, sifat-sifat di mana manusia tidak disebut manusia apabila tidak ada sifat-sifat itu. Hal keadaannya dapat digambarkan berupa kebiasaan-kebiasaan, sebab-sebab pada menghasilkan sesuatu, akhlak sopan santun, dan lain-lain sebagainya.
Tetapi yang dikehendaki dengan sifat-sifat kemanusiaan di sini, ialah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan agama. Dan sifat-sifat manusia yang begini terbagi menjadi dua macam:
1. Yang berhubungan dengan anggota tubuh lahiriah manusia. Maka sifat-sifat ini nampak terlihat pada perbuatan tangan, pendengaran telinga, kerdipan mata dan lain-lain. Dan bahagian ini terbagi pula kepada dua bagian:
[a] Yang sesuai dengan agama dan diridhai oleh Allah. lni disebut dengan taat, tunduk dan patuh kepada ajaran-ajaran agama.
[b] Yang bertentangan dengan agama dan tidak sejalan dengan keridhaan Allah s.w.t. Maka ini disebut dengan maksiat, durhaka dan tidak patuh pada ajaran-ajaran agama Allah s.w.t. yang telah disampaikan melalui Rasul-rasulNya.
2. Yang berhubungan dengan batin dan hati manusia. Yakni segala sesuatu yang diikat oleh hati, yang baik ataupun yang tidak baik. Hal ini terbagi kepada dua bahagian:
[a] Segala ikatan hati yang sesuai dengan kebenaran atau dengan kenyataan yang sebenarnya, maka ini disebut dengan iman dan ilmu, dan orangnya disebut dengan mukmin dan alim.
[b] Segala ikatan hati yang bertentangan dengan kebenaran atau bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya atau tidak sesuai dengan hakikat yang hak, maka ini disebut dengan nifak dan jahl. Orangnya disebut munafik dan jahil.
Kemudian ketahuilah pula, bahwa tinjauan-tinjauan terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan lahiriah fisik manusia dalam istilah ahli ilmu pengetahuan disebutkan dengan ilmu Fiqh atau ilmu Syari'at. Karena itu masalah-masalah tentang sembahyang, puasa, zakat, naik haji, nikah dan lain-lain berupa hal-hal yang berhubungan dengan fisik manusia, terkumpul semuanya dalam ilmu tersebut. Sedangkan pembahasan dan pendalaman atas masalah-masalah tersebut sehingga kita mengerti persoalannya, disebut dengan tafaqquh. Adapun tinjauan pembahasan dan pendalaman mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan hati dan batin manusia, maka tinjauan untuk itu semua disebut dengan tas a dan masalah-masalahnya yang telah cukup komplit, disebutkan dalam ilmu tasawuf.
II. Ilmu Figh dan ilmu Tasawuf, di samping setelah ada ilmu Tauhid sebelumnya, merupakan dua ilmu di mana pada hakikatnya harus ada sebagai pelaksanaan tauhid yang telah diimaninya. ilmu dhamir, dan yang bertalian dengan ilmu batin itulah ilmu Tasawuf. Sebab ilmu tasawuf lebih banyak berhubungan dengan masalah hati, dan tekanannya adalah pada hati. Hati laksana raja dan anggota-anggota tubuh laksana tentara dan rakyatnya. Tentara dan rakyat harus patuh dan taat pada raja, pada segala perintah-perintahnya untuk dikerjakan dan pula segala larangan-larangannya untuk dijauhi.
Karena itulah Rasulullah s.a.w. telah bersabda dalam Hadisnya yang diterima dari Abu Abdillah An-Nu'man bin Basyir r.a. dan telah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebagai berikut:
"Ketahuilah sesungguhnya dalam tubuh itu ada segumpal daging, apabila daging itu baik, maka baiklah tubuh keseluruhannya, dan apabila daging itu tidak baik, maka binasalah seluruh tubuh itu. Ketahuilah, daging itu adalah hati."
Hati baru boleh baik apabila hati itu suci dari sifat-sifat tercela, sifat-sifat yang bertentangan dengan kehambaan makhluk selaku hamba Allah s.w.t.
Sifat-sifat tercela itu adalah sifat-sifat jelek yang terdapat pada manusia. Dan apabila manusia tidak dapat mengawasi dirinya, pastilah sifat-sifat tercela itu tidak mustahil datang padanya. Sifat-sifat tercela itu adalah banyak sekali, di antaranya seperti: takabbur, 'ujub, riya', hasad, ambisius pangkat dan kedu-dukan, cinta harta, cinta masyhur dan lain-lain. Sifat-sifat ini mengeluarkan anak-anaknya pula berupa sifat-sifat keji, di mana lebih tercela lagi. Di antaranya ialah timbulnya permusuhan, kebengisan dan sakit hati, menghinakan diri pada orang-orang kaya, menghina fakir miskin, kurang percaya pada datangnya rezeki, takut jatuh pangkat dan kedudukan dari hati orang yang ditakuti, kikir, bakhil, panjang angan-angan, tipu-tepok, berminyak air dengan maksud yang tidak baik, kasar sikap, tidak sabar, sempit dada, tidak ada kasih sayang, tidak ada rasa malu, loba dan tamak, kasak-kusuk demi pangkat dan kedudukan, bermegah-megah dengan pangkat dan keduniawian semata-mata, dan lain-lain sebagainya. Ini baru sebagian dari sifat-sifat jelek manusia yang berpokok pangkal pada membiarkan hati berjalan semaunya, tidak dikendalikan oleh tuntunan iman sebagai yang telah dibawa oleh Rasulullah s.a.w. Kewajiban kita selaku hamba Allah ialah bagaimana mensucikan hati itu dari segala penyakit-penyakitnya. Dan sebelumnya sudah kita ketahui serba sedikit cara-cara mengatasi keaiban-keaiban ini seperti yang telah dinasihatkan oleh Hujjatul Islam Imam Ghazali. Ketahuilah, bahwa masalah hati adalah masalah pelik. Karena itulah hati Rasulullah s.a.w. pernah berkali-kali dibedah di mana mungkin bertempat dalam hati beliau hal-hal yang tidak baik. Bahkan diberitahukan kepada Nabi, bahwa daerah-daerah hitam dalam hati adalah tempat kontaknya syaitan pada diri manusia. Setelah hati Nabi dibersihkan berkali-kali, barulah beliau telah memenuhi sebahagian syarat-syarat yang tidak resmi, sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul Allah s.w.t. buat makhluk alam semesta.
III. Hati, dalam bahasa Arab di sebut "Al-Qalbu", artinya adalah suatu benda yang tidak tetap, bolak-balik, kadang-kadang begini dan kadang-kadang begitu. Sama sepcrti manusia, disebut dengan Al-Insan, ialah karena manusia itu tidak sunyi dari lupa dan kelupaan.
Karena itulah berkata syair sebagai berikut:
"Dan tidaklah disebut dengan manusia, melainkan karena (ada sifat) lupanya; dan tidak disebut hati melainkan bahwa hati itu (disebabkan) bolak-balik (yang mungkin terjadi padanya)."
Menurut ulama tasawuf, untuk memperbaiki hati, tak dapat tidak mesti kita laksanakan dua tugas:
1. Tugas takhallii. Yakni tugas membersihkan hati dari semua sifat-sifat yang tidak baik, seperti telah disebutkan di atas. Untuk memperbaiki hati dalam tugas takhallii ini, maka sebagian ulama tasawuf itu telah berfatwa, bahwa ada enam tugas yang tidak dapat tidak mesti dikerjakan. Antara lain:
[a] Membaca AL-Quran dengan tadabbur. Yakni bacalah Al-Quran dengan hati yang khusyuk, lidah kita membaca, hati kita mengikuti bacaan lidah tentang pengertiannya dan tujuannya. Sedangkan perasaan kita dalam membaca turut merasakan berjalan dengan isi ayat-ayat yang dibaca.
Maka bacalah Al-Quran yang sifat membacanya itu seperti tersebut di atas. Tidak perlu membaca Al-Quran itu harus panjang. Biarlah pendek tidak mengapa, asalkan istiqamah dan kontinu setiap malam atau setiap hari dalam waktu yang khusus. Mudah-mudahan! kita akan mendapat petunjuk dan taufiq Allah dari pengaruh bacaan yang demikian itu.
[b] Membiasakan perut dalam keadaan Lapar dan haus. Maksudnya, janganlah apabila makan, maka anda kenyangkan perut anda sedemikian rupa sehingga mempengaruhi rasa capai dan malas dalam mengerjakan ibadat. Karena apabila makan itu terlalu kenyang dan minum terlalu puas, maka berkumatlah gelora hawa nafsu dan syahwat, sehingga menghadapi ibadat tidak penuh perhatian dan serius, yakin dan khusyuk.
Inilah sebabnya maka orang-orang yang berkhalwat di suatu tempat atau dengan istilah bersuluk, tidak diperbolehkan makan banyak dan minum banyak, tetapi makan dan minum dalam ukuran yang tidak mengganggu kesihatan, justeru meringankan badan pada beramal. Dan apabila kebalikannya, di mana umumnya kita kalau sudah makan dan minum, menguapnya datang pada mulut, kemudian mcngantuk datang pada mata, dan merasa capailah badan karena ingin tidur, meringankan keberatan makanan dan minuman.
Yang demikian ini tentu tidak mungkin bagi orang yang ingin memper-baiki hatinya dari keaiban-keaiban hati dan penyakit-penyakitnya.
[c] Qiyaamullail. Yakni sembahyang malam. Perbanyaklah sembahyang sunnat di waktu malam, karena dengan sembahyang sunnat di waktu malam akan mendekatkan diri kita pada Allah s.w.t. dan menghaluskan perasaan kita pada hubungan kita dengan Allah s.w.t. Apalagi sembahyang malam di bulan Ramadhan. Kerjakanlah sebanyak-banyaknya sembahyang tarawih sampai 20 rakaat. Demikian juga sembahyang lainnya. Janganlah kita menghabiskan waktu dengan mempersoalkan tarawih antara 8 dan 20 rakaat itu, karena hal keadaan ini tidak membawa hasil dan faedah kebaikan apa-apa, lebih-lebih dalam memperbaiki diri dan mensucikan hati yang menjadi tugas kewajiban setiap kita, agar kita betul-betul menjadi hamba Allah yang baik, bahkan bersih pula dari segala dosa dan penyakit-penyakit hati.
[d] Meminta ampun kepada Allah di waktu sahur. Ambillah kesempatan yang paling baik di waktu malam antara jam: 2 dan 4 pagi, menyampaikan segala curahan hati pada Allah s.w.t. Berwudhu'lah, bertahajjudlah.
Kemudian duduk menghadap kiblat. Ingat segala dosa yang telah dikerjakan sejak kita baligh hingga sekarang, dan gambarkanlah semua dosa itu, kemudian bacalah istighfar:
"Aku mohon keampunan Allah yang Maha Agung, tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Hidup, Yang Maha Berdiri sendiri dan aku taubat kepadaNya."
Bacalah ini berkali-kali dengan hati yang mengharapkan keampunan Allah dan betul-betul kita taubat kepadaNya dan tidak akan mengerjakan lagi segala dosa dan kesalahan yang dikerjakan selama ini. Bacalah kalimat istighfar ini berulang kali hingga keluar air mata kita, betul-betul menangis dengan penuh haru dan penyesalan di samping menjurus hati pada memohon keampunan kepada Allah s.w.t.
Kemudian bacalah Fatihah satu kali dan surat Al-Ikhlas 3 kali.Setelahnya hadiahkan pahalanya kepada Rasulullah s.a.w., kepada keluarga dan sahabat-sahabat beliau, seterusnya kepada ulama-ulamanya dan guru-guru kita yang telah mengajar kita jalan petunjuk kepada agama Allah.
Selanjutnya berzikirlah di dalam hati dengan mengingat kepada Allah yang tidak serupa dan tidak seumpama dengan sesuatu. Ingatlah, Allah, Allah, Allah di hati sanubari kita, sehingga meresap di seluruh tubuh kita, sedangkan telunjuk kita memutar tasbih atau kalau tak ada tasbih cukup menggerak-gerakkan telunjuk saja. Hikmahnya, supaya ada kesatuan gerak antara hati dengan telunjuk, seperti dalam kita mengerjakan shalat pada waktu kita membaca tasyahhud. Apabila zikir "Allah" dalam hati telah sampai 100 kali, maka ucapkanlah dengan lidah serta ingat dalam hati pengharapan kita kepada Allah, yaitu:
"Tuhanku, Engkau adalah maksudku dan keridhaan Engkau yang aku cari."
Bacalah permohonan ini sampai tiga kali berulang-ulang dan resapkanlah dalam hati dan perasaan kita, semoga pintu hati kita dibukakan Allah s.w.t. dalam mengenal dan menerima limpahan-limpahanNya.
Kemudian terus berzikir, dan kalau boleh kita berzikir itu sambil mengingat Allah s.w.t. dengan: Allah, Allah, Allah, dalam hati kita sampai 5000 kali dan setiap 100 kali janganlah lupa dibaca seperti tersebut di atas.
Sebagai penutup zikir itu, maka kita berhentilah sejenak dengan mata kita masih kita pejamkan. Dalam waktu berhenti itu kita mengharapkan semoga Allah memberikan limpahan zikir yang kita kerjakan tadi dan keberkahannya buat diri kita sendiri, buat keluarga kita dan buat seluruh yang menjadi tanggungjawab kita. Kemudian setelah kita berhenti selama 5 menit barulah kita tutup amaliah zikir kita sebagai berikut:
"Ya Allah sesungguhnya kami memohon kepada Engkau taubat, kembali (ke jalan yang benar) dan istiqamah (berdiri betul) atas syariat (Nabimu) yang indah dan tariqat (jalan agama) yang suci dengan rahmatMu. Wahai Tuhan yang paling Pengasih dari segala yang pengasih!"
Bacalah doa tersebut berulang kali, sampai tiga atau lima kali dengan mengingat maknanya. Dan boleh juga sesudahnya di tambah dengan doa-doa yang lain, doa apa saja yang baik yang kita kehendaki. Inilah salah satu cara kita beramal, duduk tafakkur mcnghadap Tuhan di akhir malam, di kala manusia sedang tenggelam dalam alam mimpi pada tidur yang nyenyak, dan di kala alam sedang tenang setenang-tenangnya, maka di kala itulah kita kerjakan zikir dan amal di atas.
Kita duduk bersimpuh, kebalikan dari duduk tawarruk, dan mulailah kita mengerjakannya. Insya Allah s.w.t. permohonan kita akan diperkenankan olehNya. Sebab kita memilih waktu yang tepat dan cara yang layak dalam mengemukakan seluruh perasaan pada memohonkan keampunanNya.
Semoga kita menjadi hamba Allah yang diridhai olehNya.
[e] Bergaul dengan orang baik-baik, orang-orang saleh. Akhlak rnereka dapat dicontoh dan amalan mereka dapat diikuti. Apalagi kalau kita bergaul dengan para ulama yang mengamalkan ilmunya dan berjuang dengan ikhlas demi untuk ketinggian agamanya. Bergaullah dengan mereka yang tidak ada pada mereka itu penyakit-penyakit di atas, ataupun ada tetapi jauh lebih berkurang penyakitnya dari kita. Dengan pergaulan yang demikian, maka hati kita akan makin bertambah baik dan kita Insya Allah akan terus menjadi orang baik. Jangan sekali-kali bergaul dengan ahli bid'ah. Yakni orang-orang yang tidak sefaham dan sejalan dengan kaum Ahlus Sunnah wal Jamaah. Karena bergaul dengan mereka, mematikan hati dan menjauhkan diri dari hikmah-hikmah ketuhanan.
Seorang ulama besar Tasawuf bernama Fudhail bin 'Iyadh (wafat: 803 H.) telah berkata dalam salah satu nasihatnya kepada ummat, sebagai berikut:
"Barangsiapa duduk (bergaul) dengan ahli bid'ah (pengikut bid'ah, pengamal bid'ah) maka orang tersebut tidak akan diberikan hikmat (ilmu-ilmu yang bermanfaat oleh Allah s.w.t.)."
Karena itulah, maka berhati-hatilah di akhir zaman, karena pada akhir zaman sekarang ini seolah-olah kekuatan dan kekuasaan adalah pada uang dan kedudukan. Misalnya seorang milyuner dapat mengangkat dirinya dengan uangnya, meskipun ia sama sekali jauh dari ilmu pengetahuan agama.
Malahan dijadikan ia karena pengaruh uangnya sebagai Kiyai dan Ulama, hingga campur tangan ia dalam soal-soal agama. Pidato ke sana ke mari mengenai agama adalah karena uangnya, bukan karena ilmunya. Demikian juga pengaruh pangkat dan kedudukan dapat melupakan seseorang dari ajaran agamanya bahkan dapat membahayakan ummat, dan sebagainya.
[fl Makanan yang halal. Tidak mungkin hati kita akan menjadi baik dari aneka macam penyakit hati, bahkan juga tidak mungkin kita menjadi orang yang baik apabila kita tidak makan makanan yang halal, tidak berpakaian dengan pakaian yang halal dan tidak berharta dengan harta yang halal. Kalau toh masih ada sesuatu yang masih belum halal pada kita, apakah pada makanan, perumahan dengan alat-alatnya dan lain-lain sebagainya,maka payahlah kita akan menjadi orang yang baik, bahkan juga doa kita pun tidak akan diterima oleh Allah s.w.t. Na'udzubillahi min dzalik.
Salah seorang Tabi'in yang bernama Wahab bin Munabbih, lahir pada tahun 646 H. dan wafat pada tahun 733 H., berasal dari Parsi kelahiran Yamamah dan juga salah seorang Ulama besar ahli sejarah bangsa Arab pada periode Tabi'in. Beliau telah meriwayatkan satu riwayat, bahwa pada satu kali Nabi Musa a.s. bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang berdiri membaca doa dengan doa yang panjang sekali. Nabi Musa memperhatikan kepada laki-laki tersebut. Kemudian Nabi Musa menjauh dari laki-laki itu dan memanjatkan doa kepada Allah dengan bertanya kepadaNya:
"Ya Tuhanku, apakah tidak Engkau perkenankan doa hambaMu itu?"
Kemudian Allah s.w.t. menurunkan wahyu kepada Nabi Musa a.s. dengan mengungkapkan:
"Meskipun si laki-laki itu berdoa menangis kepadaKu, sehingga ia tidak sadar pada dirinya dan meskipun ia mengangkatkan tangannya setinggi-tingginya dalam berdoa itu, namun Aku tidak akan memperkenankan doanya."
Nabi Musa bertanya:
"Kenapa demikian wahai Tuhanku?"
Allah menjawab:
"Sebabnya, karena di dalam perut laki-laki tersebut terdapat yang haram, pada badannya pun terdapat barang yang haram dan dalam rumahnya juga. Maka bagaimanakah doanya akan Aku perkenankan?"
Inilah satu bukti bagi kita, bahwa menjauhkan diri dari yang haram adalah syarat utama apabila kita ingin menjadi orang yang bersih dan dekat dengan Allah s.w.t.
2. Tugas Tahap II, yakni suatu tugas yang dengan kata lain dapat disebut dengan mengisi wadah yang sudah bersih. Ibarat kain kotor maka tugas takhalli, ialah mencuci kain itu sehingga menjadi bersih dan keluarlah semua daki-dakinya. Apabila kain itu sudah bersih maka dikanjilah dan dijemurlah kain tersebut hingga kering dan barulah kain itu disetrika (digosok). Mengkanji kain, menjemur dan menggosoknya, semuanya itu disebut dalam ilmu tasawuf dengan "tahalli". Atau dengan kata lain, adalah suatu tugas yang melengkapi dengan hal-hal baru, sebab wadahnya sudah bersih.
Oleh karena itu maka wajiblah bagi kita apabila segala penyakit tadi telah beransur-ansur kita buang, hendaklah kita isi diri kita dengan sifat-sifat yang terpuji, seperti sifat tawadhuk, lapang dada, ridha dengan qadha' dan qadar Allah, ikhlas dalam beramal dan lain-lain sebagainya.
Apabila diri kita telah berpakaian dengan sifat-sifat yang terpuji itu, barulah kita pada waktu itu betul-betul merupakan hamba Allah, dimiliki olch Allah dan tidak oleh lainNya. Barulah kita setapak demi setapak terus mendekat ke hadirat Allah, di mana hijab antara kita dengan Allah semakin lama semakin tipis dan akhirnya hilanglah semua hijab-hijab itu. Kemudian barulah kita dapat melihat diri kita bahwa kita selalu di hadapan Allah s.w.t. di dalam segala gerak-gerik kita dan juga segala tindak-tanduk kita. Pada waktu itulah Tuhan memanggil kita:
"Wahai anak adam ... !, Wahai manusia ... !, Wahai orang-orang yang diberikan Al-Kitab ... !, Wahai orang-orang yang beriman ... ! Bahkan wahai hambaKu ... ! Dan waktu itulah hati dan jiwa kita akan menjawab: "Labbaik ya Rabbi", "Aku perkenankan seruanMu ya Tuhanku!"
Hati kitalah yang menjawab dan jiwa kitalah yang menyambut panggilan Allah kepada hambaNya yang Dia cintainya. Seruan dan jawaban secara langsung antara Tuhan dengan hambaNya dan tidak ada yang mengantarai antara keduanya. ltulah jawaban yang hakikidan itulah pula jawaban yang sebenarnya. Sebab hatinya menjawab dan membenarkan seruan Allah, sedang anggota tubuhnya mengamalkan dan melaksanakan isi seruan itu dengan maksud tidak lain dan tidak bukan ialah karena Allah s.w.t. Karena Ilaahii anta maqshuudii waridhaaka mathluubii. Itulah orang-orang yang digambarkan oleh Allah dalam Al-Quran :
"Sesungguhnya orang-orang yang ada di sisi Tuhanmu, mereka tidak takabbur dari menyembah Allah, mereka terus bertasbih dan terus bersujud. kepadaNya." (Al-A'raf: 206)
Demikianlah gambaran Allah s.w.t. tentang hamba-hambaNya yang telah sampai pada tingkat di mana segala sesuatu yang mereka hadapi dan yang mereka kerjakan, semuanya jadi ibadat, dan semuanya itu bersifat 'ubudiyah dan kewajiban hakiki mereka terhadap Allah s.w.t.
Kesimpulan:
Apabila kita ingin menjadi orang baik di sisi Allah s.w.t., yakni orang baik yang menurut agama dan manusia, maka buanglah segala sifat-sifat yang tidak baik itu. Dan itu adalah tugas anda yang pcrtama kalinya, tugas terse but dinamakan dengan tugas takhalli. Setelah segala sifat yang tidak baik itu dibuang, maka kerjakanlah tugas kedua, yaitu tugas tahalli, yakni mengisi diri anda, jiwa dan hati anda dengan sifat-sifat kemanusiaan yang baik, dan sifat-sifat yang membawa anda dekat kepada agama, bahkan dekat kepada Tuhan, sehingga hubungan anda denganNya secara langsung tidak ada sesuatu yang membatasi, dan tidak ada pihak ketiga selain hanya antara anda dengan Allah s.w.t. Pelajarilah peribadi Nabi kita Muhammad s.a.w., semoga anda dapat mengikuti jejak beliau, Rasulullah s.a.w. dalam syariat dan hakikat, zahir dan batin. Insya Allah anda akan langsung dapat merasakan bagaimana lezatnya berdialog dengan Allah, dan bagaimana tenangnya serta tenteramnya jiwa apabila kita beserta Allah, kapan saja dan di mana saja!
Insya Allah wa bi idznillah, amin!