Chereads / Miracle For Dark Lord / Chapter 1 - 1. The Beginning

Miracle For Dark Lord

🇮🇩Kristina_Anjani
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 13.8k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - 1. The Beginning

Malam itu, seorang komandan senior berdiri di depan Yuna dan ayahnya, diikuti oleh lima prajurit lainnya di belakang, dengan masing-masing bertemankan tombak panjang di tangan mereka. Mereka semua mengenakan jubah jirah berwarna serba hitam. Sangat berkilau ketika cahaya lilin menerpa. Ia menunjukkan sebuah surat dari kertas perkamen klasik yang telah habis digulung dan ditulis dengan tertata rapi. Dengan sebuah cap resmi kerajaan di dalamnya yang mencolok. Dengan ekspresi wajah yang serius, komandan senior memandangi Yuna yang tampak terkejut.

Panglima Kerajaan : "Sebagai jaminan agar anggota keluargamu selamat, maka Yang Mulia Raja memintamu sebagai jaminannya!"

Ucapkan komandan itu dengan nada suara tegas dan mata yang fokus.

Yuna : "Apa?! Kenapa tiba-tiba..?"

Balas Yuna begitu terkejut, hingga matanya terbuka lebar. Jantungnya terasa berhenti dengan tiba-tiba. Tangan yang dikepalkannya pun terlihat gemetar.

Yuna : "Tapi, saya sudah mengatakannya bahwa saya pasti akan membayar kesalahan paman saya, dengan membayar tebusan untuk membebaskan paman saya! Dan pihak kerajaan sudah menyetujuinya, bukan?"

Jelas Yuna dengan wajah yang penuh kecemasan membela dirinya sendiri karena memikirkan keselamatan ayahnya juga.

Panglima Kerajaan : "Tidak! Keputusan sudah berubah dan mutlak! Keputusan yang sudah keluar dari mulut Yang Mulia Raja sendiri!"

Mainkan komandan itu sambil menggulung surat permainan itu. Terdengar ringan disampaikan, namun tegas.

Panglima Kerajaan : "Dan Yang Mulia Raja memutuskan akan mengambil salah satu anggota keluarga ini untuk dijadikan jaminannya. Ataukah kau ingin ayahmu saja yang menggantikan posisimu? Bagaimana dengan hal itu? Kau pikir, kau akan setuju dengan hal itu?"

Komandan itu berkata sambil menengok ke arah wajah ayah Yuna yang tadi berada di belakang punggung Yuna dengan wajah penuh kecemasan.

Yuna : "Apa..? Ayah..?"

Ucapkan Yuna dengan nada lemah penuh rasa keterkejutan yang memenuhi kepala dan dadanya.

Yuna : "Kumohon..! Jangan bawa ayahku... Akan saya lakukan..!"

Kalimat Yuna terdengar sedikit tertekan meski ia sendiri merasa begitu takut.

Seketika, Akimiya, ayah Yuna memegang lengan erat dengan wajah penuh kecemasan. Menggenggamnya dengan tenaga bagian. Saya tidak percaya dengan ucapan putri.

Ayah Yuna : "Yuna... Apa kau sungguh-sungguh mengorbankan dirimu sendiri? Kau tidak harus melakukannya..! Pasti ada jalan lain tanpa harus mengorbankan dirimu sendiri..."

Terdengar nada suara yang lirih. Dimana Akimiya bisa membayangkan hidupnya tanpa putri tersayangnya, sejak istrinya meninggal beberapa tahun yang lalu. Dan apakah dia akan kehilangan satu-satunya malam ini?

Yuna hanya bisa tertunduk, memalingkan wajah sedih itu dari ayahnya tanpa menjawab pertanyaan itu.

Ayah Yuna : "Tuan Komandan... Saya mohon... Jangan bawa putri saya... Dia adalah satu-satunya keluarga yang saya miliki... Bukankah pihak kerajaan sudah menyetujui permohonan putri saya saat itu? Pasti ada cara lain selain membawa putri saya, bukan? Saya memohon pada Anda..!"

Akimiya terdengar semakin cemas. Bahkan sampai harus meletakkan ayak di hadapan komandan kerajaan itu. Sebagai ayahnya, ia tidak ingin putri satu-satunya harus dibawa ke istana tersebut untuk dijadikan jaminan.

Yuna : "Ayah... Kumohon, jangan lakukan itu..."

Yuna berucap dengan nada yang cemas juga sedih saat melihat dan merespon tindakan ayahnya hingga ayak ikut di samping posisi ayahnya.

Namun, pria dengan janggut tipis itu menggelengkan kepalanya. Sempat menutup kedua matanya. Dan menatap mereka lagi dengan tatapan yang lurus.

Komandan Kerajaan : "Maafkan kami. Itu sudah menjadi keputusan dari Yang Mulia Raja. Kami datang karena perintah Yang Mulia Raja..."

Terdengar nada suara yang berbeda di akhir kalimat yang terucap. Begitu pun dengan pandangan mata pria berpangkat tinggi itu, terlihat sedikit melembutkan. Dan seketika, nada suaranya kembali terdengar tegas.

Kingdom Commander : "Biar kujelaskan kembali disini. Memang benar, pihak kerajaan telah menerima pilihanmu untuk menebus kebebasan anggota keluarga kalian. Tapi, Yang Mulia Raja telah mengubah keputusannya dua hari kemudian. Sebab tindakan dari pamanmu, gadis muda! Yang benar-benar sudah mencoreng nama kerajaan. Dan imbasnya, kerajaan tetangga pun mulai meragukan ikatan dengan kerajaan ini di masa depan dalam segala aspek! Dan Yang Mulia Raja pun mengetahui bahwa kau adalah anak perempuan dalam keluarga ini. Jadi Yang Mulia Raja menginginkan agar kau yang menjadi jaminan penuh. Dengan begitu, pamanmu akan bebas dari hukuman mati!"

Mendengar semua penjelasan itu, Yuna hanya bisa terdiam. Yuna paham, bahwa ia tidak bisa menghindari kebenaran itu. Meskipun Yuna tidak begitu paham dengan urusan antar kerajaan, namun tentang apa yang telah diperbuat pamannya adalah suatu kesalahan fatal dalam wilayah kerajaan. Dampak yang sungguh merugikan.

Yuna : ("Bagaimana pun, dia benar... Aku tidak mungkin membiarkan mereka membawa ayahku sebagai jaminannya... Ini juga untuk ayah...")

Dalam hati Yuna berkata sambil menengok ke arah ayahnya yang dipenuhi kecemasan.

Kingdom Commander : "Disini, saya pribadi bisa memahami perasaanmu. Tapi disisi lain, kami hanya melaksanakan perintah dari Yang Mulia Raja."

Yuna merasakan sisi yang lembut dari seorang komandan kerajaan yang ada dihadapannya.

Yuna mulai merasa bimbang. Apalagi bahwa ini merupakan perintah dari seorang Raja yang memang memiliki kuasa atas desa kelahiran Yuna sepenuhnya. Dan sudah menjadi wilayah kekuasaan kerajaan. Terutama saat ini, keluarganya harus menghadapi kenyataan yang tidak terduga datangnya. Yang berawal dari satu kesalahan fatal yang telah dilakukan pamannya. Sehingga mampu mencoreng nama kerajaan dalam waktu satu hari saja.

Suara Yuna : "Lagi-lagi dia benar... Aku telah menjadi jaminan agar pamanku bisa segera bebas dari hukuman mati... Dengan akhirnya mengorbankan diriku sendiri... Tapi yang membuatku sedih adalah... Aku harus berpisah dengan ayahku.. . Satu-satunya keluarga yang kumiliki di dunia ini..."

Yuna : "Baiklah... Saya bersedia menjadi jaminan itu. Jika itu berarti bisa menyelamatkan keluarga saya..."

Yuna sudah memutuskan, meski ia menyampaikannya dengan nada suara lembut namun penuh kecemasan. Dengan perlahan mengangkatnya. Tiba-tiba Akimiya pun dibuat terkejut dengan perintah putrinya sendiri. Akimiya langsung memeluk Yuna.

Ayah Yuna : "Tidak..! Yuna, jangan lakukan ini pada ayahmu... Ayah mohon padamu..."

Akimiya hampir menangis dalam pelukan. Ia melingkarkan tubuh dan melingkarkan tangan lainnya sambil memeluk kepala putri. Menggendong tubuh putri ke dalam pelukan yang erat.

Yuna membalas pelukan ayahnya. Pelukan yang tidak ingin merasakan kehilangan.

Yuna : "Aku harus melakukannya... Aku melakukannya juga untuk melindungi ayah. Maafkan aku..."

Yuna menangis ketika harus menyampaikan ucapannya itu demi keselamatan keluarganya.

Ayah Yuna : "Ayah mengerti..."

Ucapkan Akimiya yang semakin sedih ketika putrinya ikhlas dengan keputusannya. Akimiya melepaskan pelukan itu. Lalu, angkat dan perhatikan wajah putri cantiknya dengan mata yang sudah dibasahi air mata. Lalu menyeka jejak air mata yang tersisa di wajah Yuna yang sangat ia sayangi.

Ayah Yuna : "Jika memang itu adalah keputusanmu... Ayah, disini... Hanya bisa menyelamatkan keselamatanmu..."

Akimiya memaksakan senyumnya, namun kesedihannya bercampur diantara senyuman itu. Yuna justru merasa semakin sedih melihat senyuman ayahnya, hingga air matanya kembali mengalir. Sang Komandan istana itu berjalan sedikit mendekati mereka berdua. Ia harus melakukan ini.

Kingdom Commander : "Maaf jika harus lancang disaat seperti ini. Tapi ini sudah saatnya kami harus membawa putrimu sekarang. Jadi bangunlah kalian berdua."

Mereka berdua pun berdiri dari tempatnya.

Kingdom Commander : "Mari, Nona Muda. Sudah waktunya. Siapkan kereta kudanya! Kita berangkat!"

Komandan itu berlalu pergi dan keluar dari rumah Yuna. Diikuti oleh prajurit lainnya yang sudah diminta untuk mempersiapkan kereta kuda untuk menempuh perjalanan jauh.

Yuna masih terdiam. Terlarut dalam sedih. Ia paham dengan keputusannya. Namun di sisi lain, Yuna harus segera pergi. Meninggalkan rumahnya, meninggalkan kenangannya bahkan yang terberat adalah harus meninggalkan ayahnya. Yuna menundukkan wajahnya.

Yuna : "Aku pergi, ayah..."

Ayah Yuna : "Seperti yang ayah katakan, ayah disini akan selalu mendoakanmu... Jaga dirimu baik-baik..."

Yuna : "..."

Yuna terdiam, tidak membalas dengan kata-kata apa pun lagi karena lisannya terasa semakin kelu karena kesedihannya, padahal sebenarnya ia ingin membalas ucapan ayahnya. Dengan berat hati, Yuna akhirnya melangkahkan kakinya dan keluar dari rumah sederhananya, tempat kelahirannya, yang dipenuhi banyak kenangan indah.

Di luar teras rumah mereka, Sang kKomandan istana itu telah berdiri di depan pintu kereta kuda yang sudah terbuka. Melihat ke arah Yuna.

Panglima Kerajaan : "Ayo cepat. Kita sudah tidak punya banyak waktu lagi."

Ucapan komandan kali ini terdengar sedikit melebut. Membujuk Yuna agar segera menaiki kereta kuda yang menanti. Yuna mengangguk pelan. Dan dia pun datang mendekati kereta kuda yang menunggu untuk di isi oleh seorang penumpang.

Sementara Akimiya hanya bisa berdiri di rumah kaca rumahnya. Menyaksikan detik-detik kepergian putrinya, dan entah apakah mereka bisa bersama kembali. Hatinya tentu merasa sakit karena harus menyaksikan pemandangan malam itu. Rasanya ia ingin mencegah Yuna pergi. Namun, Akimiya tidak bisa berbuat banyak selain akan terus memegang janjinya yang akan selalu menjaga keselamatan putri tersayangnya. Dilema dan momen yang menyedihkan bagi seorang ayah.

Tiba-tiba, seorang pria muda datang berlari menghampiri Yuna. Namun niatnya dihalangi oleh dua orang prajurit yang menghadangnya dengan cepat.

Pemuda : "Yuna! Jangan pergi..!"

Ucapkan pria itu dengan nafas yang tersengal, yang berharap agar Yuna tidak pergi karena cemas. Yuna kaget karena mengenali suara itu. Ia pun langsung mengalihkan pandangannya pada sumber suara yang familiar itu.

Yuna : "Sasouke..?" ("Kenapa harus Sasouke juga..?")

Ucap Yuna yang terkejut dengan mata yang terbuka lebar saat kedatangan Sasouke di malam itu. Seorang pria muda yang seumuran dengan Yuna. Yang juga merupakan teman yang selalu bersama semas kecilnya. Yuna merasa terkejut akan bagaimana Sasouke mengetahui hal ini.

Sasouke : "Yuna, jangan pergi... Bagaimana dengan ayahmu? Teman-temanmu? Apa kau juga akan meninggalkanku..?"

Tanya Sasouke dengan wajah yang cemas, bahkan saat kalimat terakhir terdengar sangat sedih.

Yuna : "Maafkan aku, Sasouke... Aku harus melakukannya... Demi ayahku, juga termasuk demi dirimu..."

Yuna menjelaskan dan berusaha meyakinkan Sasouke, dengan tidak berniat memberikan penjelasan apa pun. Karena itu hanya akan membuatnya semakin sedih.

Yuna : "Kumohon... Jaga ayahku..."

Pinta Yuna yang seakan merupakan permintaan terakhirnya pada Sasouke. Yuna seperti merasa tidak akan pernah bisa menemui Sasouke atau ayahnya lagi untuk waktu yang tidak ia ketahui ia batasnya. Yuna memalingkan wajahnya dan segera masuk ke dalam kereta kuda tanpa menoleh lagi. Dan Sang Komandan langsung menutup pintu kereta kudanya.

Sasouke begitu terkejut. Ia berusaha membayar perlindungan dari dua prajurit yang sejak awal kedatangannya langsung menghadang Sasouke. Namun prajurit itu lebih kuat dari Sasouke.

Sasouke : "Tidak! Yuna! Jangan pergi! Lepaskan aku! Kumohon, jangan bawa Yuna pergi..!"

Sasouke terlihat sangat cemas. Tangannya ingin sekali mendekati kereta kuda itu. Menghentikannya. Namun sulit, karena tidak mampu menembus penjagaan yang menghalanginya. Sasouke tidak ingin Yuna pergi. Sebab dengan begitu, ia juga sekaligus akan kehilangan cinta pertamanya. Sasouke terus berusaha semakin keras. Tetap saja tidak bisa.

Komandan Kerajaan : "Kita pergi!"

Perintah Sang Komandan dengan tegas. Lalu menaiki kuda cokelat tunggangannya.

Panglima Kerajaan : "Jalan!"

Perintah lanjutan dari Sang Komandan. Ia dan kereta kuda itu pun mulai bergerak. Ditarik oleh sepasang kuda putih yang besar oleh perintah sang kusir. Menjauhi Sasouke yang berusaha keras menembus penjagaan. Menjauhi rumah sederhananya. Menjauhi ayahnya yang hanya bisa menyaksikan dengan berbalut wajah yang sedang berusaha menahan kesedihannya.

Sasouke : "Yunaaa! Kembalilah..! Aku mohon padamu..!"

Sasouke berteriak dengan nada yang sedih, hingga terdengar serak memanggil nama Yuna beberapa kali.

Penjagaan dari kedua prajurit itu tiba-tiba melonggar. Hingga memberikan celah pada Sasouke. Sasouke mencoba ingin berlari secepatnya. Mencegah kereta kuda itu membawa pergi cintanya. Namun tiba-tiba, Sasouke dihalangi lagi oleh salah satu prajurit yang mengendarai kuda. Kuda tersebut seolah diperintah untuk menghalangi Sasouke dengan berdiri di antara kedua kakinya sambil menendang-nendangkan kedua kaki depannya. Kuda itu sampai bersuara ringkikan yang nyaring dan keras. Seolah siap menyerang Sasouke.

Sasouke terkaget. Hingga terjatuh, lalu membuat pertahanan diri dari lengan kirinya. Berharap agar kuda dan pemiliknya tidak menyerang Sasouke yang lemah. Ia tidak bisa membayang hal yang terburuk apa yang akan menimpanya malam ini.

Seketika, kuda itu pun kembali berdiri normal dengan keempat kakinya. Sangat gelisah. Hewan itu mendengus dengan mengeluarkan hembusan napas yang berat dan keras. Sambil beberapa kali mengangguk dan menggesekkan kuku kakinya yang tertutup oleh pelindung khusus dari besi pada setiap kaki kudanya. Menimbulkan sedikit percikan api akibat gesekan yang keras. Tanah pun ikut tergores-gores akibat lecet pelindung besi di kaki kuda itu. Tidak terbayangkan jika contoh goresan di tanah itu, juga terjadi di beberapa bagian tubuh Sasouke.

Hingga kuda itu pun akhirnya bisa kembali tenang, karena penunggangnya bisa mengendalikannya secara penuh. Yang sempat berubah menjadi pembohong. Apakah Sasouke bisa merasa lega saat ini? Tidak. Saat ujung tombak berada tepat di depan matanya.

Prajurit Kerajaan : "Berhenti di sini saja! Jika kau masih ingin tetap hidup! Perintah terakhir Komandan Kerajaan - Sir Renzo! Jangan mencoba melawan keputusan Sang Raja! Tetaplah di tempatmu, anak muda. Pikirkan keselamatanmu juga. Ayo kita pergi!"

Prajurit di atas kuda itu langsung meninggalkan Sasouke yang tersungkur di tanah. Diikuti kedua orang prajurit dibelakangnya dengan berlari, menyusul kereta kuda yang sudah berada jauh di depan.

Sasouke hanya bisa terdiam. Dengan tubuh yang masih terduduk di atas tanah. Ia mungkin bisa merasa lega karena tidak terluka. Namun bagian terberatnya adalah Sasouke harus melihat kado Yuna. Sasouke terlihat begitu shock. Gambar sedih. Dadanya terasa tertusuk, sakitnya terasa hingga ke ulu hatinya sampai meremas dada kirinya. Nafasnya tidak beraturan.

Sasouke : "Yuna..." ("Kenapa..? Aku bahkan belum sempat menyatakan perasaanku kepadanya, jika memang kami tidak akan... Pernah bertemu lagi...")

Ungkap Sasouke yang menyesal juga sedih. Air mata itu pun mengalir begitu saja. Aku menyesal karena tidak bisa menghentikan Yuna sekaligus sedih karena aku belum sempat mengutarakan perasaan cintanya. Ini mungkin akan menjadi penyesalan terbesarnya.

Sedangkan Akimiya, tubuhnya tersungkur ke tanah. Tangisan yang ditahannya selama itu, akhirnya terlepas. Begitu sedih saat ia harus menerima kenyataan terpahit malam itu.

Ayah Yuna : "Maafkan aku, Yuiri... Aku justru tidak bisa melindungi putri kita... Sungguh... Aku sungguh minta maaf..."

Ungkapkan Akimiya dengan air matanya. Sebuah permintaan maaf pada mendiang istri tercintanya.

「Perjalanan Ke Istana Varrzanian」

Malam itu, perjalanan pun dimulai.

Suara Yuna : "Semakin aku menjauh dengan ayahku... Aku merasa semakin kehilangan diriku sendiri... Bagaimana nasibku nanti di masa depan? apakah aku masih bisa bersama dengan ayahku lagi?"

Air mata Yuna mengalir dari kedua matanya. Melewati pipinya yang dingin dan pucat. Beberapa tetesannya jatuh membasahi di atas kulit tangannya yang mengepal. Kemudian Yuna menyeka bekas aliran air matanya.

Yuna's Voice : "Bagaimana pun... Mau tidak mau, aku harus melakukannya demi keluargaku. Terutama untuk melindungi ayahku. Jika itu berarti harus mengorbankan diriku sendiri... Aku harus bisa bertahan hidup... Ini sudah menjadi keputusan akhirku..."

Ucap dalam hatinya. Yuna berusaha menguatkan dirinya sendiri.

Perjalanan masih berlanjut di tengah malam yang berhiaskan bulan purnama yang begitu putih dan terang. Melewati jalan setapak yang memang merupakan akses antara desa kelahiran Yuna dan area pusat kerajaan. Dua kali melewati area hutan, dan lebih banyak melewati area padang terbuka hingga terakhir melewati sebuah peternakan sapi yang besar. Perjalanan mereka juga tidak terlalu sulit karena terbantu dari cahaya bulan purnama malam itu.

Yuna menengok keluar jendela dari dalam kereta kuda. Ia mengenal satu persatu beberapa spot yang sudah terlewati. Ia merasa semakin jauh dari desanya.

Yuna's Voice : "Sudah semakin jauh... Aku rasa ini sudah saatnya... Aku tidak akan bisa kembali lagi..."

Tiba-tiba terdengar suara ketukan 2 kali dari luar kereta kuda sebelah kanan.

Kingdom Commander : "Sebentar lagi, kita akan memasuki area pusat kerajaan."

Terdengar suara bernada setengah keras sang komandan dari luar kereta kuda yang memberitahukan pada Yuna yang berada di dalam. Mendengar penjelasan dari Sang Komandan, Yuna semakin yakin bahwa sekarang ia sudah sangat jauh dari desanya.

「 To The Varrzanian Palace 」

Hingga akhirnya, mereka sampai di area pusat kerajaan, setelah melewati sebuah pintu gerbang besi yang besar juga tinggi. Yang dibukakan setelah kereta kuda berjarak 100 meter terlihat oleh menara pengawas yang berjaga. Kereta kuda sempat memelankan lajunya dan berhenti. Apa yang terjadi di luar sana? Yuna mendengar sebuah pembicaraan. Yuna tidak berani menengok meskipun sedikit terlihat punggung dari Sang Komandan yang baru turun dari kudanya. Ia takut jika perbuatannya dianggap tidak sopan.

Guardian Man : "Sir Renzo! Anda baru saja darimana? Apa yang ada di dalam kereta kuda ini?"

Suaranya terdengar masih muda.

Kingdom Commander : "Perintah Yang Mulia Raja. Kami baru saja dari Desa Rashvarrina. Membawa seseorang yang diminta Yang Mulia Raja, malam ini juga. Seorang penjamin."

Guardian Man : "Ah, begitu rupanya. Apakah ini berhubungan tentang kasus seorang pria yang juga adalah seorang komandan distrik, yang seharusnya dihukum mati itu?"

Kingdom Commander : "Akan kukatakan itu benar. Tapi lebih dari itu adalah bagian dari urusan Yang Mulia Raja. Kita sebaiknya tidak banyak ikut campur. Karena Yang Mulia Raja sendiri yang akan menentukan nasibnya."

Saat mendengar kalimat terakhir itu, Yuna sangat terkejut. Matanya melebar. Ia sempat merasa sulit bernafas. Seolah dadanya tertusuk benda tajam dengan cepat. Wajahnya tertunduk dan cemas, menghela nafas dengan berat.

Yuna : ("Yang Mulia Raja sendiri yang akan menentukan nasibku..?")

Kingdom Commander : "Kita semua hanya harus tetap bekerja dengan maksimal untuk memulihkan nama baik kerajaan. Apalagi setelah insiden itu terjadi. Tidak mengherankan jika para penasehat hingga para jenderal bersikap sangat posesif."

Guardian Man : "Baik, Komandan! Saya mengerti! Kalau begitu, silahkan lanjutkan tugas Anda. Beri jalan untuk Komandan Sir Renzo dan kereta kudanya!"

Penjaga yang terdengar masih muda itu pun memberi arahan. Dan kereta kuda itu pun kembali berjalan menuju area istana.

Tanpa sengaja, penjaga itu melihat sedikit sosok yang berada di dalam kereta kuda melalui jendela dari kereta kuda tersebut, saat kendaraan itu melintasi penjaga yang baru saja berbicara dengan Sang Komandan. Sosok Yuna yang hanya menundukkan wajah, sedikit terlihat ketika cahaya dari obor masuk ke dalam ruang gelap kereta kuda itu. Ia mengamati dan tanpa berkomentar apa pun. Namun ternyata, penjaga muda itu merasakan sedikit simpati pada sosok Yuna.

Masih harus menempuh sedikit perjalanan lagi sebelum akhirnya akan tiba di istana. Istana yang hanya bisa dilihat oleh Yuna dari desanya. Dan tak pernah terpikirkan olehnya untuk pergi ke tempat dimana seorang raja yang dikenal misterius tinggal disana. Hingga akhirnya, mereka sampai tepat di sisi bangunan istana tersebut. Kereta kuda itu berhenti. Yuna bisa merasakannya. Pintu kereta kuda itu pun dibukakan. Terlihatlah Sang Komandan yang memperhatikan Yuna dari luar.

Kingdom Commander : "Kau boleh keluar."

Yuna pun keluar dari kereta kuda yang telah membawanya jauh dari desa kelahirannya. Yuna merasa terkejut dengan ukuran pintu masuk yang besar dan tinggi. Ditambah dengan pencahayaan dari api obor yang menerangi istana malam itu. Ternyata istana itu terlihat jauh lebih besar dari gambarannya. Sejenak, Yuna memandangi tingginya tembok istana itu. Membuat jantungnya semakin cemas. Tapi Yuna tidak boleh menangis dan takut lagi. Meskipun di dalam hatinya, kesedihan itu masih menyertainya.

Yuna's Voice : "Inilah aku... Berdiri di depan tembok istana yang tidak pernah terpikirkan olehku untuk mendatanginya... Aku yang tidak pernah membayangkan akan mengalami hal seperti ini sepanjang hidupku... Dimana saat ini pun, aku berdiri bukan sekedar mengagumi tembok besar itu... Tapi juga menunggu dan mendengarkan langsung tentang nasibku selanjutnya, dari seorang raja yang belum pernah kutemui seumur hidupku..."

Kingdom Commander : "Ikutlah denganku. Kau akan kuantar untuk menemui Yang Mulia Raja."

Yuna terbangun dari lamunan pendeknya yang sejenak mencemaskan dirinya sendiri. Yuna mengangguk sedikit, setelah mendengar ajakan Sang Komandan. Mereka pun mulai memasuki bangunan istana yang sangat besar dan megah itu. Bahkan saat di malam hari seperti ini, istana tersebut terasa misterius. Tanpa adanya pencahayaan. Semuanya gelap. Hanya mengandalkan cahaya dari bulan purnama malam itu. Sang Komandan berjalan di depan. Yuna terus mengikuti langkah Sang Komandan. Berusaha sedikit fokus karena lorong yang terbuka itu temaram.

Mereka pun akhirnya akan melewati sebuah lorong yang panjang. Sepertinya sudah memasuki bangunan istana. Dengan banyaknya jendela besar dan tinggi yang berjajar di sebelah kanan. Semua tirai putihnya terbuka, sehingga cahaya bulan purnama bisa masuk ke dalam dan menerangi jalan gelap lorong itu. Terlihat semakin misterius. Yuna bisa melihat bulan purnama yang terlihat besar dan putih dari jendela-jendela itu sepanjang berjalan.

Yuna merasakan sesuatu yang janggal, setelah melewati jalan area lorong terbuka. Kenapa istana ini begitu gelap? Dan mereka tidak menyalakan pencahayaan satu pun di dalam ruangan. Kecuali yang berada di luar istana. Sesaat Yuna ingin sekali menanyakannya pada Sang Komandan, namun Yuna terlalu takut. Dan memilih untuk diam dan tetap mengikuti arahan Sang Komandan.

Suara langkah kaki dari baju jirah hitamnya Sang Komandan terdengar begitu jelas nyaringnya. Memecah kesunyian malam di istana itu. Yuna terlihat pasrah. Ia tidak bisa berpikir apa yang akan terjadi padanya nanti.

Hingga akhirnya, mereka pun sampai di sebuah pintu ganda tertutup yang dijaga oleh 4 orang penjaga pria dewasa. Pintu itu memiliki ukiran dengan lambang yang tidak Yuna pahami. Berhasil menghentikan langkah mereka. Di depan sebuah ruangan tertutup tersebut, Yuna mulai merasakan bahwa dari sinilah awal nasibnya akan ditentukan.

Kingdom Commander : "Disinilah tempatnya."

Firasat Yuna benar dan menguat setelah Sang Komandan memperjelasnya.

Kingdom Commander : "Buka pintunya!"

Perintah Sang Komandan. Suara tegasnya memecah kesunyian. Pintu pun dibukakan dengan tenaga 4 orang pria dewasa. Apakah beban pintu ini seberat itu hingga harus dibutuhkan 4 tenaga pria dewasa? Suara pintu yang terbuka itu membuat Yuna mulai merinding. Terlihat ruangan yang temaram di depannya. Namun masih terbantu oleh pencahayaan meskipun minim. Jantung Yuna mulai berdebar kencang. Seolah ia baru saja merasakan angin yang dinginnya sangat menusuk ke seluruh tubuh dan syarafnya, sampai menelan salivanya.

Kingdom Commander : "Masuklah kedalam. Yang Mulia Raja sudah menunggumu. Hanya sampai disini aku mengantarkanmu, Yang Mulia Raja hanya ingin menemuimu secara pribadi."

Ucap Sang Komandan sambil menengok ke arah Yuna yang berada di belakangnya sejak awal. Yuna langsung dihantui rasa takut saat mendengar penjelasan terakhirnya. Jantungnya berdebar semakin kencang. Kali ini Yuna harus melakukannya sendirian. Yuna pun harus mau menggerakkan kakinya untuk memasuki ruangan yang temaram itu.

Namun, Yuna masih belum berani untuk masuk. Ia terlihat takut.

Yuna's Voice : "Seluruh tubuhku bergetar saat di depan ruangan yang temaram itu... Aku benar-benar takut... Aku merasakan sesuatu yang menakutkan di dalam sana... Sulit untuk bisa mundur sekarang... Aku bisa saja lari dari tempat ini... Tapi keselamatan keluargaku akan terancam... Atau mungkin membiarkan pamanku dihukum mati saja, agar kehidupanku bersama dengan ayah menjadi lebih tenang... Aku mungkin akan memilih pilihan yang kedua jika aku mulai kehilangan akal sehat dan perasaanku..."

Kingdom Commander : "Ini yang terakhir kukatakan padamu, masuklah ke dalam ruangan ini sekarang. Jangan sampai membuat Yang Mulia Raja menunggu terlalu lama!"

Bisikan jelas dari Sang Komandan yang terasa seolah menusuk pendengaran Yuna di tengah kesunyian.

Kingdom Commander : "Pikirkan, ini demi keselamatan ayah yang kau sayangi itu..."

Sang Komandan kembali memperjelas dengan nada yang terdengar peduli, sambil memegang pundak Yuna yang tegang. Namun tangan yang berlapis pelindung besi itu terasa tidak begitu berat saat mendarat di pundaknya. Yuna justru merasakan sedikit kehangatan lewat tangan yang pasti sudah banyak mengalami pertempuran dimana-mana. Wajah Yuna tertunduk. Dadanya menjadi terasa sesak saat ia kembali mengulang ucapan Sang Komandan saat menyebutkan nama ayahnya.

Yuna : ("Ayah...")

Setelah Yuna bisa mengumpulkan sedikit keberanian, ia pun mulai menggerakkan kakinya. Membawanya masuk ke dalam ruangan temaram di depannya. Berharap tidak terjadi hal yang buruk.

Setelah memasukinya, pintu pun tertutup, hawa terasa dingin seketika. Suara pintunya begitu nyaring. Bergema ke seluruh ruangan. Yuna kali ini berada di tengah-tengah kegelapan. Seketika itu pun, tubuh Yuna terasa kaku, namun ia harus tetap berjalan. Ia merasa ruangan ini begitu luas. Yuna memperhatikan sekelilingnya. Meskipun segala sudutnya tidak bisa ia jelaskan karena kurangnya pencahayaan. Langkahnya melambat dan berhenti. Yuna merasa semakin cemas. Seperti ada sesuatu yang sedang mengawasinya di antara kegelapan. Tiba-tiba, Yuna dikejutkan dengan suara pria bernada tegas nan ringan yang menggema.

Yuna : ("Aku merasa, ada sesuatu yang sedang mengawasiku...")

Man's Voice : "Kenapa kau diam saja disana? Aku tahu kau disana. Jangan pernah berani membuat seorang Raja menunggu."

Yuna : "Hah?!" ("Apa baru saja dia bilang Raja? Jangan-jangan suara ini...")

Yuna begitu terkejut dan langsung mengalihkan pandangan ke arah sumber suara itu. Seolah jantung Yuna dibuat berhenti berdetak setelah mendengar suara tersebut.

Kemudian dari kejauhan, terdengar suara langkah sepatu yang juga menggema. Berasal dari suatu kegelapan yang ada tidak jauh dari hadapan Yuna.

Man's Voice : "Aku tahu, kau ketakutan. Bukankah sulit untuk berjalan? Kalau begitu, biarkan aku saja yang mendatangimu. Sebagaimana seorang pria sejati melakukannya."

Suara langkah sepatu itu semakin jelas, semakin dekat dan akan mendatangi Yuna. Lalu terlihatlah satu cahaya merah seiring dengan suara langkah sepatu itu. Sosok itu semakin terlihat saat cahaya dari pencahayaan redup di ruangan itu mulai menyinari sosok misterius ini. Yuna mulai semakin ketakutan. Rasa panas dan dingin menyelimuti tubuhnya. Semuanya terasa kaku dan kesemutan. Yuna berkeringat dingin. Yuna pun sampai ingin menutup kedua matanya karena terlalu takut. Kedua tangannya saling menggenggam di depan dadanya.

Yuna's Voice : "Ketakutanku semakin menguat malam itu... Aku tidak bisa bergerak... Mengeluarkan satu kata pun tidak bisa... Apakah ini akan menjadi akhir bagiku? Jika benar aku akan menemui akhir hidupku, setidaknya aku bisa melindungi ayahku... Begitulah hal terakhir yang kupikirkan saat itu... Dan mungkin setelah itu, aku bisa pergi dengan tenang... Tapi ternyata, tidak semudah itu saat dia mendatangiku..."

Sosok itu semakin jelas. Semakin ia mendekat, satu persatu, pencahayaan di ruangan itu berubah menjadi biru. Hawa ruangan itu seketika menjadi berubah drastis. Seorang pria bertubuh tinggi terlihat, mengenakan jubah kerajaan dengan warna serba hitam dan atributnya yang berkilau. Rambutnya sedikit panjang juga berwarna hitam, ujungnya menutupi tengkuk belakang leher. Sebagian rambut samping kiri depannya yang sedikit panjang, dengan samar menutupi matanya yang bercahaya merah terang. Sedangkan mata kanannya menegaskan warna merah terang yang mencolok. Kedua mata merah terangnya, menatap ke arah Yuna dengan ekspresi yang dingin. Dia berdiri di hadapan Yuna yang tertunduk sambil menutup matanya karena ketakutan, terlihat tubuhnya gemetar. Mereka hanya berjarak 5 meter.

Red Eyes Man : "Kenapa kau menutup matamu? Tidakkah kau tahu siapa aku yang sekarang berdiri dihadapanmu?"

Yuna : "Anda... Adalah Yang-Yang Mulia Raja..."

Yuna menjawabnya dengan nada yang gugup dan takut.

Red Eyes Man : "Benar sekali. Lalu, kenapa kau menutup matamu? Aku adalah Rajamu, kuminta buka matamu dan tatap aku. Aku berjanji tidak akan melukaimu sedikit pun."

Pria misterius ini terdengar membujuk dengan suaranya yang lembut dan ringan. Namun Yuna masih terlalu takut untuk mengiyakan permintaan itu.

Yuna : "Ha-Hamba tidak sanggup..."

Suara Yuna yang dipenuhi ketakutan. Ia tetap memilih bertahan seperti ini.

Pria bermata merah ini tersenyum sinis. Tiba-tiba, pria bermata merah ini mulai berjalan mengitari Yuna dengan perlahan. Yuna bisa merasakan hembusan angin saat pria itu melewatinya. Yuna merasakan tubuhnya semakin merinding.

Red Eyes Man : "Akan kukatakan sesuatu yang baik padamu. Ada satu peraturan dimana tidak boleh ada satu pun yang langsung memandang tajam ke arah Raja tanpa etika. Dan itu dianggap pelanggaran yang berat. Hukumannya adalah cambukan 200 kali! Tidakkah terdengar menyakitkan? Aku yakin kau tidak mau mencobanya, bukan? Hehe!"

Diakhir kalimat itu, pria bermata merah ini menyampaikannya tepat di samping telinga kiri Yuna, sembari menyibakkan rambut panjang Yuna dengan lembut. Ditambah dengan diakhiri tawa kecil yang terdengar sadis. Hingga membuat Yuna terkejut dan semakin menambah daya ketakutannya. Pria itu berlanjut mengitari Yuna.

Red Eyes Man : "Dan aku memberimu satu pengecualian khusus. Diruangan ini hanya ada kau dan aku saja. Aku ingin melihat matamu. Jadi penuhi permintaanku sekarang."

Posisi pria bermata merah itu sudah kembali menghadap Yuna.

Red Eyes Man : "Angkat wajahmu, buka matamu dan lihatlah aku. Rajamu yang ada di hadapanmu sekarang!"

Pinta pria bermata merah itu lagi dengan sedikit lembut namun tegas.

Yuna : "Ha-Hamba tetap... Tidak bisa... Maafkan atas kelancangan hamba, Ya-Yang Mulia..."

Yuna terlihat bersikeras karena takut. Namun mendengar penolakan itu lagi, pria bermata merah itu terlihat sedikit geram. Rasa ketidak-puasan. Hingga tiba-tiba, kedua mata merahnya bersinar lebih merah. Lebih tajam saat memandangi Yuna yang ketakutan.

Red Eyes Man : "Jangan membantah! Kuperintahkan, buka matamu dan tatap aku!"

Perintah pria bermata merah itu dengan tegas. Yuna merasakan sesuatu yang tiba-tiba saja merasukinya. Matanya terbuka dengan spontan dan perlahan wajahnya terangkat. Semua diluar kendalinya.

Yuna : ("Kenapa aku bergerak dengan sendirinya?")

Hingga pada akhirnya, wajah Yuna terangkat. Dan menatap wajah pria bermata merah yang ada dihadapannya tanpa ada celah untuk berkedip. Mulut Yuna sedikit terbuka karena terkejut. Namun sulit untuk berteriak meminta pertolongan. Yang sekarang hanya berjarak 2 meter diantara mereka.

Yuna merasakan keterkejutan hebat saat menatap kedalam mata merah pria tersebut. Yuna merasakan sesuatu yang tidak bisa ia gambarkan, namun menakutkan. Bukan seperti manusia. Pria bermata merah itu mulai tersenyum namun bukan senyuman manis, tapi seringaian yang menggambarkan seorang Devil. Kesan itu membuat pria ini terlihat semakin menyeramkan dibalik wajahnya yang tampan, bersuara ringan dan berpenampilan bangsawan terhormat. Seolah, pria ini ingin sekali memakan Yuna hidup-hidup.

Red Eyes Man : "Bukankah itu lebih baik? Kau pertama kalinya memandang wajah dari seorang Raja Kerajaan Varrzanian, penerus Raja Vrannver, dan Raja terdahulu. Dan seperti yang kau dengar. Kau adalah jaminan berharga yang kuminta. Dan kau akan segera mengetahui bagaimana aku akan memutuskan nasibmu!"

Ucap pria bermata merah itu dengan sedikit mengangkat dagunya, lalu memiringkan kepalanya sedikit dan menolak pinggang. Yuna begitu terkejut. Ketakutan. Dimana saat itu, Yuna dalam kendali Raja tersebut. Ia tidak bisa berbuat banyak, bahkan membalas ucapan Raja tersebut, seolah pita suaranya ikut tersihir.

Yuna : ("Apakah aku akan mati demi melindungi keluargaku..?")

Sang Raja mendekati Yuna yang masih berada dalam kendalinya. Menyentuh pipi kiri Yuna dengan lembut. Membelainya dengan penuh perasaan. Namun bagi Yuna sentuhan itu terasa dingin. Wajah yang menyeringai itu mendekat sambil membisikkan sesuatu.

King of Red Eyes : "Tidak, kau tidak akan mati disini. Tenang saja. Kau akan tetap hidup untuk satu tujuan."

Yuna terkejut. Sepertinya Raja tersebut bisa membaca pikirannya. Kontak mata dengan Sang Raja yang tidak bisa dihindari.

King of Red Eyes : "Kau akan mengerti alasan sebenarnya kenapa aku memintamu menjadi penjamin pamanmu yang seharusnya kuhukum mati! Akan kukatakan bahwa kau lebih dari sekedar penjamin! Kau akan memahaminya suatu saat nanti."

Ekspresi wajahnya berubah sedikit melembut, namun masih berkesan menakutkan bagi Yuna, sekalipun Sang Raja menyampaikannya dengan nada yang lembut.

Ketika Raja tersebut mengedipkan satu kali matanya, tiba-tiba Yuna menjadi lemas. Pengaruh kendalinya menghilang. Membuat tubuh Yuna sempat terhuyung. Hingga tidak sadarkan diri dan hampir terjatuh ke arah samping.

Secara tiba-tiba, seolah telah berteleportasi dengan cepat, Sang Raja sudah berhasil menahan tubuh Yuna yang terjatuh karena tidak sadarkan diri. Hingga harus berlutut untuk menopang tubuh Yuna. Menahan kepalanya dengan sudut tangannya. Sang Raja sejenak memandangi wajah Yuna yang tidak sadarkan diri. Senyuman pun tergambar di wajahnya. Senyuman khas Devil. Manis namun menakutkan. Raja itu mengucapkan satu kalimat dengan bahasa yang berbeda. Apakah itu suatu mantra sihir juga?

Tiba-tiba, keheningan menjadi pecah saat terdengar suara wanita bernada lembut nan tajam di antara kegelapan.

Woman's Voice : "Jangan terlalu sering menggunakan kekuatan pengendalianmu. Atau dia akan lebih cepat mati! Dia hanya manusia biasa yang sangat lemah."

King of Red Eyes : "Mau apa kau sampai datang kemari? Saudariku. Kau datang karena merasa penasaran atau hanya untuk mengkritikku saja?"

Sang Raja menoleh ke arah sumber suara tersebut sampai menyebutkan wanita itu adalah saudarinya. Sang Raja terlihat tidak suka dengan kedatangan saudarinya.

Sister's King : "Dia hanya manusia biasa. Apa kau yakin bahwa dia adalah yang dimaksud dalam ramalan Dewa 50 tahun yang lalu?"

Saudari Raja berjalan mendekat. Hanya berjarak jauh dari posisi diamnya Sang Raja. Sosoknya terlihat samar-samar, karena kondisi ruangan yang temaram. Seorang wanita yang memakai pakaian formal bangsawan dengan satu sisi terbelakang yang memanjang, hanya menutupi bagian belakang. Sarung tangan hitam. Celana skinny dan sepatu boots hingga dibawah lutut. Semuanya serba hitam. Terkecuali aksesoris berbatu kristal yang berwarna merah menghiasi pakaian formal bagian dadanya. Perhiasan anting yang menggantung, terlihat begitu berkilau, juga berwarna merah. Scraf hitam satin melingkar di lehernya, membentuk simpul pita yang disematkan bros kristal merah yang mewah. Rambutnya terlihat sama hitamnya dengan milik Sang Raja. Panjang, berkilau dan bergelombang dengan gaya ikat ekor kuda. Terlihat menawan, sangat anggun dan memiliki kharisma tersendiri. Kedua matanya juga berwarna merah. Terlihat bersinar di tengah kegelapan. Kini ia berdiri dengan tangan yang terlipat di depan dadanya.

King of Red Eyes : "Aku sangat yakin! Tapi sayangnya, belum bisa kupastikan sekarang."

Sister's King : "Bagaimana jika ternyata bukan gadis ini? Apa yang akan kau lakukan? Menghabisinya lalu mencari lagi?"

Ucap saudari Sang Raja yang merasa ragu dengan Yuna.

King of Red Eyes : "Humph! Sudah kukatakan bahwa semua akan terjawab nanti. Terus perhatikan saja poros perputaran bulan. Sampai nanti waktunya tiba!"

Raja tersenyum sinis atas ucapannya yang penuh rasa percaya diri.

Sang saudari Raja menghembuskan nafas panjang. Ia merasa saudaranya akan melewati batas. Meskipun tentang kejadian yang akan terjadi di masa depan itu adalah hal yang sangat penting bagi mereka, khususnya bagi Sang Raja.

Sister's King : "Kau terlalu percaya diri, saudaraku. Ya, kita memang masih menunggu momen berharga itu. Tapi aku hanya merasa kau akan melakukan sesuatu yang-- Bisa kusebut tindakan tidak wajar dengan gadis itu. Jangan lupa, dia hanya penjamin. Bukan subjekmu."

King of Red Eyes : "Humph! Aku bertindak tidak wajar? Benarkah seperti yang kau pikirkan nanti?"

Sister's King : "Atau lebih tepatnya, berbuat yang aneh-aneh!"

King of Red Eyes : "Heh! Apa saja akan kulakukan untuknya. Jika harus melakukan dengan cara saudaramu sendiri, kenapa tidak? Asalkan aku bisa mendapatkan apa yang kuinginkan!"

Sang Raja justru tersenyum sambil memandangi wajah Yuna yang tidak sadarkan diri, dan tidak terpengaruh dengan kritikan saudarinya.

Sister's King : "Aah! Terserah kau saja!"

Ucap saudari Raja bernada ketus.

Sejenak, saudari Raja itu memperhatikan sesuatu yang berbeda dengan saudaranya. Caranya melihat Yuna yang tidak sadarkan diri di dalam pelukannya adalah sikap yang tidak wajar di matanya. Bukan karena saudarinya cemburu. Namun ia meyakini bahwa telah terjadi sesuatu pada saudaranya. Sang saudari memperhatikan sejenak Yuna yang sejak tadi tidak sadarkan diri itu. Ia merasakan sesuatu dari wanita muda itu.

Sister's King : ("Ada sesuatu yang misterius tentang wanita muda ini. Sesuatu yang tidak hanya sekedar sama dengan kegelapan atau yang sudah Dewa ramalkan. Tapi ada yang lebih besar dari itu. Siapa gadis ini sebenarnya?")

Saudari Raja itu pun berbalik dan segera pergi meninggalkan mereka berdua. Tanpa berkomentar lagi. Ia memilih untuk melihat perkembangannya.

Setelah hanya mereka berdua di ruangan itu, Sang Raja masih memandangi wajah Yuna. Seperti mengagumi sesuatu. Kemudian, Sang Raja mengeluarkan sebuah potongan batu ruby merah pekat dan meletakkannya di atas dahi Yuna. Seketika, batu ruby itu bereaksi, bersinar dan membuat seluruh tubuh Yuna mengeluarkan aura merah yang sedikit pekat. Menyusul keluarlah aura berwarna hitam. Hingga menimbulkan campuran warna merah dan hitam. Apa yang terjadi dengan Yuna?

Melihat hal tersebut, membuat ekspresi wajah Sang Raja terkejut namun ada rasa kepuasan di matanya yang melebar. Seolah eksperimennya telah berhasil 100 persen. Sang Raja menghirup aura tersebut dalam-dalam sambil menutup matanya. Hingga mendongakkan kepalanya sampai ke atas. Lalu menghembuskan nafas lewat mulutnya yang sedikit terbuka. Gigi taringnya baru saja terlihat memanjang.

King of Red Eyes : "Inilah yang kucari selama ini!"

Sang Raja menyeringai. Bernada suara kejam. Ekspresi Devilnya muncul lagi. Memandangi Yuna dengan kedua mata merahnya yang bersinar lebih merah. Dia merasakan kepuasan dari apa yang baru saja dilakukannya.

Kemudian, Sang Raja mulai mengangkat tubuh Yuna. Dengan tumpuan kedua tangannya. Menyandarkan kepala Yuna ke dalam dadanya. Lalu mulai beranjak pergi. Seketika aura merah mulai menyelimuti lantai dan membuat jejak.

King of Red Eyes : "Akhirnya! Penantianku akan berakhir! Sudah saatnya! Semuanya akan terjawab semakin jelas setelah kemunculan fase bulan kami! Hehehe... Hahahahaha..!"

Tawa Sang Raja begitu menggema. Terdengar mengerikan. Pintu menuju ke luar ruangan itu pun terbuka dengan sendirinya. Sang Raja berjalan keluar dari ruangan tersebut dengan wajah seringaian Iblis. Aura kombinasi merah hitam dari tubuh Yuna masih terlihat aktif. Ketika Sang Raja sudah benar-benar keluar, pintu tersebut ditutup dengan sendirinya dengan keras. Seperti di tutup dengan tenaga yang sangat kuat dengan paksaan.

Bagaimana nasib Yuna selanjutnya?