Chereads / Miracle For Dark Lord / Chapter 2 - 2. The Hope That Always Wants To Dream

Chapter 2 - 2. The Hope That Always Wants To Dream

「 After The First Meeting」

Yuna's Voice : "Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasakan bagaimana rasanya berdiri di ujung tebing... Dan menunggu untuk jatuh ke dalam jurang yang dalam... Atau menanti seseorang akan datang untuk menolongku... Aku tidak tahu... Sejak malam itu, dimana pertama kalinya aku memandangi seorang Raja yang tidak pernah kuketahui, dan juga pertama kalinya nasibku akan berubah... Aku merasakan perubahan besar pada kehidupanku... Apakah perubahan itu akan menjadi baik ataukah sebaliknya..? Sayangnya... Aku tidak bisa mengembalikan waktu seperti dulu... Aku sangat menyukai kehidupanku sebelum ini semua terjadi... Di desa kelahiranku. Bersama ayah dan semua teman-temanku... Aku merindukan semua hal indah itu..."

「 The Rashvarrina Village 」

Desa Rashvarrina. Terletak di sebelah selatan dari pusat Kerajaan Varrzanian. Dan merupakan bagian dari daerah kekuasaan kerajaan tersebut. Desa Rashvarrina yang merupakan desa kelahiran Yuna itu tampak sibuk. Di awal pagi hari itu, para warga desa tengah bekerja dengan bidangnya masing-masing. Mulai dari bertani, menggembala kambing, merawat ratusan ayam, berkebun atau yang sedang mengendarai gerobak berisi beberapa kotak yang ditarik oleh tenaga kuda, dimana tujuannya adalah menjual barang tersebut ke desa lainnya hingga ke kota. Bahkan sejak pagi buta pun sudah ada sebagian warganya yang mulai bekerja.

Desa Rashvarrina terkenal dengan desa dimana seluruh warganya bekerja dengan giat dan saling membantu satu sama lain. Meskipun cita-cita dari raja terdahulu bernama Raja Zallexander Vortexian bersama dengan istri tercinta -Ratu Cellestina Lucillian Dann Vortexian-, yang ingin membangun pedesaan yang maju dengan infrastruktur yang lebih memadai belum terwujudkan. Namun seluruh warga desa tersebut saling bahu membahu membangun beberapa infrastruktur yang bisa digunakan semua warganya. Mulai dari kincir air untuk mengairi ladang, jembatan penghubung desa tetangga yang kokoh, gudang penyimpanan dengan daya penyimpanan besar dan kapabilitas penyimpanan bahan makanan dengan baik, sampai dengan green house khusus untuk pertanian buah yang terkenal di desa itu. Yaitu Rosalina Berry.

Karena itulah, sejak dulu warga desa Rashvarrina mengagumi sosok Raja Zallexander Vortexian dan cita-citanya. Maka dibangunkanlah sebuah monumen khusus mengenang kebaikan sepasang raja dan ratu tersebut dalam bentuk ukiran patung batu setinggi 3 meter. Mereka menyebutnya monumen Zallexander atau sebagian penduduk khususnya wanita menyebutnya monumen Kesetiaan Cellestina. Sebab terdapat kepercayaan yang diyakini disana.

Sementara itu, di sebuah ladang berukuran 250 x 130 meter, Yuna bersama dengan ayahnya -Akimiya- mulai terlihat sibuk di awal hari. Mereka memilih bekerja sebagai petani buah Rosalina Berry. Yang bisa mereka jual ke desa lain hingga ke kota dan menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun terkadang sebagian buahnya, Yuna gunakan untuk membuat selai atau susu yang dicampur buah Rosalina Berry. Sedangkan ampasnya bisa digunakan untuk berbagai hal. Namun kebanyakan petani Rosalina Berry menggunakannya sebagai pupuk alami. Dengan begitu, akan menghemat biaya untuk bagian pupuk.

Keduanya terlihat giat bekerja. Akimiya sedang berada di dekat sungai, membuat aliran air agar air dari sungai bisa mengalir langsung ke ladangnya. Sedangkan Yuna sedang mempersiapkan pupuk organik yang akan digunakan. Yang tersimpan di dalam gudang berukuran sedang dan terbuka. Sebelum menggunakannya, Yuna memeriksa terlebih dahulu kondisi pupuk tersebut.

Yuna's Father : "Yuna! Apakah pupuknya sudah siap?"

Ucap Akimiya sembari berteriak sebab jarak mereka yang bersebrangan. Yuna pun segera keluar dari gudang, melihat ayahnya yang begitu jauh.

Yuna : "Ya, ayah! Pupuknya terlihat bagus! Kita bisa menggunakannya!"

Balas Yuna dengan sembari berteriak juga. Lalu masuk lagi ke dalam gudang.

Yuna : "Hmmm... Sekarang apa yang bisa kugunakan untuk membawa pupuk ini tanpa gerobak kecil andalanku? Sepertinya aku harus memakai alat yang ada saja."

Yuna mulai berpikir, sambil memegang dagunya. Mencari satu solusi. Biasanya, Yuna menggunakan gerobak kecil untuk membawa pupuknya. Dalam satu gerobak itu bisa digunakan untuk memupuki satu baris yang terdiri dari 20 pohon. Jadi bisa dilakukan dalam beberapa kali balikan. Namun alat andalannya kali ini dipinjami oleh tetangga terdekatnya. Ia pun melihat sekeliling area gudang dan mencari sesuatu yang bisa ia gunakan.

Yang terlihat hanya beberapa ember kayu. Yuna memutuskan untuk menggunakan ember saja.

Yuna : "Ember ya? Sepertinya hanya itu yang bisa digunakan."

Yuna mengambil salah satu ember kayu tersebut. Lalu menyekopkan pupuk, mengambilnya dan mengisi ke dalam ember kayu tersebut. Setelah cukup penuh, Yuna membawanya keluar. Ember itu terasa cukup berat jika dibawa dengan satu tangan saja.

Matahari terasa mulai panas menusuk kulit, Yuna memandangi langit yang semakin panas di atasnya, sambil menghalangi sinar matahari dengan punggung tangannya sebagai payung. Yuna tidak lupa menggunakan topi lebarnya. Dan mulai memupuki ladang Rosalina Berry milik mereka.

Yuna's Voice : "Inilah kehidupanku yang sebenarnya... Tenang dan damai... Seharian bekerja di ladang Rosalina Berry milik keluargaku... Lebih tepatnya, milik ayah dan ibuku... Mereka membangunnya bersama-sama dari awal setelah menikah... Jadi ladang ini merupakan harta yang paling berharga bagi kami..."

Yuna menggali ke dalam pohon hingga terlihat akar yang menjulang paling atas. Dengan sekop kecil itu juga, Yuna mengambil pupuk secukupnya lalu menyebarkannya di sekeliling batang pohonnya. Dan menutup kembali dengan tanah. Cara yang dipercaya bisa membuat pohon Rosalina Berry lebih cepat menyerap pupuknya. Dan kegiatan itu dilakukan satu persatu. Pekerjaan yang melelahkan, namun selalu berhasil.

Sebab buah Rosalina Berry merupakan buah teristimewa di antara puluhan jenis buah lainnya. Karena itulah, tanaman ini harus diperlakukan dengan sangat baik dan teliti. Seperti sejarahnya dahulu.

Yuna's Voice : "Aku selalu senang melakukannya... Bersama dengan ayahku... Walaupun lelah... Tapi keringat yang menemaniku tidak pernah membuatku mengeluhkannya... Aku sungguh menikmati proses ini... Kami sekeluarga memutuskan untuk bertani Rosalina Berry sebagai mata pencaharian kami sehari-hari... Karena memang, desa ini sangat terkenal dengan Rosalina Berry yang hanya bisa tumbuh di desa ini saja... Hampir semua warga di desa ini adalah petani buah Rosalina Berry... Ini semua juga berkat perhatian dan kebaikan dari Raja Vrannver yang sangat bijaksana... Agar kami semua bisa mendapat jaminan kehidupan yang nyaman di masa depan sebagai petani buah Rosalina Berry..."

Yuna masih melanjutkan pekerjaannya. Berjuang dibawah teriknya matahari yang semakin meninggi. Satu ember pupuk hanya bisa memupuki 9 pohon saja. Dan masih ada puluhan pohon lainnya yang menunggu untuk diberi pupuk. Yuna harus kembali memenuhi ember dengan pupuk lalu membawanya lagi untuk melanjutkan pekerjaannya. Dan dia harus terus mengulang proses ini sampai selesai. Pekerjaan terasa lebih melelahkan dari biasanya tanpa gerobak kecil andalannya. Dan sang ayah juga tidak bisa membantu Yuna untuk memberi pupuk, sebab sejak tadi, sang ayah sibuk membenahi saluran air yang terhalang oleh bebatuan. Dan berencana untuk membuat saluran yang baru agar ia bisa mulai memasang kincir air berukuran sedang yang sudah Akimiya buat beberapa bulan yang lalu.

Ini sudah yang ke 9 kalinya Yuna harus kembali ke gudang. Ia sudah mulai merasa kelelahan. Yuna berhenti sejenak, hanya butuh waktu beberapa menit saja untuk bisa mengatur nafasnya. Ia merasa oksigen di dalam paru-paru sedikit berkurang.

Yuna : "Aku harus cepat menyelesaikan pekerjaan ini... Jika tidak, aku tidak akan bisa sempat membuat susu Rosalina Berry untuk malam festival nanti..."

Ucap Yuna sambil mengatur nafasnya. Mulai menyandarkan punggungnya dekat tiang kayu penopang gudang. Peluh keringat Yuna mengalir deras di dahinya, membasahi wajah cantiknya. Diantara poni sampingnya. Namun ia tidak ingin istirahat berlama-lama. Yuna pun merasa siap untuk melanjutkannya lagi setelah istirahat singkatnya tadi. Kali ini, Yuna memilih jalur yang berbeda untuk memotong jarak. Namun Yuna tidak menyadari sudah menginjak satu spot tanah yang sangat basah. Hingga membuatnya terpeleset. Yuna sangat terkejut. Membuat ember berisi pupuk itu terlepas dari genggamannya.

Yuna : "Aah!"

Teriak Yuna yang terkejut. Ia juga berpikir, pupuk yang berada di ember yang baru dibawanya, pasti akan jadi jatuh berceceran kemana-mana. Tapi, bahkan tidak terdengar suara benda jatuh sedikit pun. Kenyataannya memang tidak.

Meskipun hanya sedikit bagian pupuk yang terjatuh. Sebagian besarnya masih berada di dalam embernya. Ternyata ember berisi pupuk itu terselamatkan oleh tangan seseorang. Tangan siapa itu?

Yuna : "Aku tidak jatuh?"

Yuna terlihat bingung. Mencoba untuk menyadari alasan di balik kejanggalannya. Tapi ini memang terasa aneh, Yuna tidak merasakan sakitnya terjatuh. Bertambah lagi kebingungannya. Lalu ia menyadari, seseorang menahan tubuhnya. Seperti memeluknya dari samping. Siapa dia?

Man's Voice : "Ups! Kau hampir terjatuh. Kau tidak apa-apa, Yuna?"

Suara seorang pria muda yang lembut, penyelamat Yuna dan ember berisi pupuknya, juga jawaban dari alasan kejanggalan yang sempat Yuna pikirkan.

Yuna mengenali suara itu. Lalu menoleh ke arah suara tersebut yang berada di belakang sampingnya. Dan ternyata, itu adalah Sasouke yang tersenyum lembut. Menatap dengan sorotan yang sama lembutnya. Merupakan teman masa kecil Yuna. Yuna terkejut dengan kehadiran Sasouke yang tiba-tiba.

Yuna : "Sasouke? Kenapa kau ada disini?"

Sasouke : "Tentu saja untuk menolongmu. Dan ternyata benar. Kau bahkan hampir saja terjatuh. Firasatku benar'kan? Hehe, dan bahkan aku menyelamatkan embermu juga."

Sasouke tersenyum semakin manis. Sasouke terlihat luar biasa bagi Yuna, ia dapat melakukan 2 penyelamatan sekaligus.

Kemudian, ia melepaskan pelukan penyelamatannya agar Yuna bisa berdiri dengan normal. Dan meletakkan ember berisi pupuk di atas tanah. Yuna mulai merasa malu.

Yuna : "I-Iya, itu benar... Kau baru saja melakukannya... Tapi, bukankah seharusnya kau dalam perjalanan ke kota untuk berdagang?"

Sasouke : "Kau benar. Itu sekitar lima menit yang lalu, aku baru saja tiba kembali kesini. Sekarang semua pekerjaanku sudah selesai. Dan aku sengaja ingin mengunjungi ladang milik keluargamu untuk mencari tahu apakah ada yang bisa kubantu disana."

Sasouke sambil menatap ke arah ladang Rosalina Berry yang membentang. Lalu kembali melihat Yuna sambil menunjukkan senyuman bahagia terbaiknya.

Sasouke : "Dan begitu baru saja tiba, aku baru saja menyelamatkan seorang gadis cantik yang hampir terjatuh. Ternyata niat kedatanganku tidak sia-sia, bukan?"

Wajah Yuna sedikit memerah setelah mendengar kalimat terakhir Sasouke. Ditambah dengan ekspresi Sasouke yang dirasa berbeda saat bersama dengan Yuna khususnya. Yuna sempat mengalihkan kedua matanya, berkedip beberapa kali karena ucapan dan sikap Sasouke yang lembut.

Yuna : "Ah... I-Iya, terima kasih untuk yang tadi... Aku minta maaf jadi merepotkanmu..."

Sasouke : "Heem, jangan dipikirkan. Kita sudah sangat lama dekat, bukan? Bahkan tidak menjadi masalah buatku, jika aku tidak bisa beristirahat sekalipun hanya demi membantumu. Apa saja..."

Ucapan Sasouke terdengar memiliki pesan tersendiri untuk Yuna. Ditambah dengan senyuman manisnya yang selalu merekah di hadapan Yuna. Hingga membuat Yuna tersipu.

Tiba-tiba, Sasouke mendekatkan wajahnya. Berhasil membuat Yuna terkejut. Sasouke memperhatikan wajah Yuna yang dipenuhi keringat.

Yuna : "A-Ada apa? Kenapa tiba-tiba kau melihatku seperti itu..?"

Sasouke : "Kau terlihat berkeringat sekali. Apa begitu lelahnya? Jangan bergerak ya."

Sasouke mengeluarkan sebuah handuk kecil yang selalu dibawanya. Tapi kelihatannya, kali ini dia membawa 2 handuk yang berbeda. Sasouke mengambil yang berwarna putih. Kemudian mengangkat dagu Yuna, sehingga wajahnya terangkat. Sasouke mulai menyapukan keringat yang membasahi setiap sudut wajah Yuna. Kain handuk itu berbau segar. Seperti harum buah apel hijau. Yuna mulai merasa canggung.

Yuna : "Ngh... Aku bisa melakukannya sendiri nanti. Jadi--"

Ucap Yuna sembari menunjukkan senyum malu dan memegang tangan Sasouke yang menahan dagunya.

Sasouke : "Jangan bergerak, Yuna."

Sasouke bergumam sambil mengangkat satu alisnya. Terlihat manis karena dilakukan oleh pria setampan Sasouke. Ia terlihat tidak setuju dengan ucapan Yuna. Karena hal itu, berhasil membuat Yuna terdiam kembali karena terkejut. Membuat jantungnya berdebar tidak seirama.

Sasouke masih melanjutkan menyapu keringat di wajah gadis cantik di hadapannya. Dengan perlahan dan penuh kelembutan. Yuna merasakan setiap perlakuan tangan Sasouke yang dikenal pekerja keras, namun ternyata lembut saat bersentuhan di kulit wajahnya. Jantungnya terasa semakin berdebar.

Dengan terangkatnya wajah Yuna, ia selalu memperhatikan wajah teman masa kecilnya yang ternyata sudah berubah. Terlihat lebih maskulin.

Warna kulitnya sedikit kecoklatan karena lebih sering terpapar sinar matahari saat bekerja di area terbuka. Wajahnya terlihat sedikit tirus dan terlihat bersih. Meskipun pekerja keras, sepertinya Sasouke rajin membersihkan dirinya. Gambaran rahang wajahnya terbentuk sempurna. Alis mata yang tebal dan terbentuk dengan baik. Sangat cocok dengan bentuk matanya. Sorot mata Sasouke yang dalam seperti menyimpan pesan tersembunyi. Yuna sampai bisa melihat bayangan refleksinya di kedua mata Sasouke yang berwarna menyerupai oranye itu. Sungguh berkilau.

Tatanan rambut Sasouke juga terlihat sudah berubah. Apakah Sasouke sendiri yang menatanya, seperti yang Yuna pikirkan? Terlihat cocok dengan wajah tampannya. Benar-benar menyempurnakan penampilannya. Tubuh Sasouke juga lebih tinggi dari Yuna. Tegap dan lebih berisi. Bisa terlihat dari otot tangannya. Ia merasa yakin dengan sifat pekerja keras Sasouke itulah yang bisa membentuk fisiknya sampai dengan sekarang. Yuna baru menyadarinya. Bahwa teman masa kecilnya telah banyak berubah.

Yuna : ("Apakah benar pria ini adalah Sasouke..? Teman masa kecilku yang waktu itu..? Aku tidak pernah membayangkannya sedikit pun jika sekarang dia memiliki tinggi tubuh yang melebihi tinggiku sekarang... Padahal saat kami masih anak-anak, tinggi tubuh kami hanya berbeda sedikit... Dan sekarang, Sasouke yang sudah dewasa ini ternyata... Sudah banyak berubah... Dan harus aku akui kalau Sasouke yang sekarang terlihat...")

Yuna terlihat mengagumi perubahan fisik Sasouke. Sampai mencoba membandingkan antara Sasouke dulu dan sekarang. Sudah tentu berbeda. Perubahannya begitu signifikan. Yuna mengakuinya jika Sasouke ternyata memiliki wajah yang tampan setelah dewasa. Suara versi dewasanya terasa nyaman didengar. Hingga membuat jantung Yuna semakin berdebar. Apalagi disaat Sasouke masih menyapu keringat diwajahnya. Yuna hanya bisa terdiam sambil memikirkan kekagumannya.

Tiba-tiba, Sasouke dan Yuna mengalami satu kontak mata secara langsung. Mereka saling menatap dalam diam. Sampai-sampai membuat Sasouke berhenti menyeka wajah Yuna yang ada di hadapannya. Seolah sudah terkunci satu sama lain, Sasouke memandangi dalam ke setiap sudut wajah cantik Yuna. Memandang dari alis matanya, turun ke bola mata biru cerahnya, hidungnya yang mancung dan mungil, pipinya yang putih merona, terus hingga jatuh ke bibir merah muda milik Yuna yang terlihat seperti bunga mawar yang baru saja berkembang dan basah karena embun pagi. Sungguh indah. Sasouke tertarik dengan semua keindahan itu. Sebuah proporsi fisik yang indah dan sempurna dari seorang Yuna dimata Sasouke. Ia kembali memandangi kedua mata Yuna. Sorot mata yang dalam. Sasouke merasakan jantungnya berdebar karena Yuna.

Sasouke : "Yuna, kau itu..."

Bisik Sasouke dengan lembut. Ia ingin sekali meraih sesuatu yang sejak dulu ingin ia wujudkan. Namun, harus melalui penantian yang tidak sebentar. Ia hanya tidak ingin gadis yang ia akui sebagai cinta pertamanya terluka karena perlakuannya.

Kedua mata mereka masih saling mengunci. Tatapan lembut Sasouke membuat Yuna semakin berdebar. Berusaha untuk kembali pada akal sehatnya, namun rasanya sulit. Yuna terlihat pasrah akan apa yang akan terjadi selanjutnya. Pandangan Sasouke sempat tertuju pada bibir merah muda Yuna yang terlihat manis itu. Ia berpikir, apakah bibir itu akan semanis buah Rosalina Berry jika ia mencoba mencicipi sarinya? Sasouke terlihat terpesona dengan bibir itu. Sampai menelan ludahnya sendiri.

Yuna : "Sasouke..? Kau... Baik-baik saja, bukan?"

Bisik Yuna.

Sasouke : "Yuna... Apakah aku bisa--?

Balas Sasouke dengan nada yang lembut dan nafas yang mendesah. Namun tiba-tiba...

Man's Voice : "Hey, Sasouke! Ternyata kau sudah sampai lebih dulu ya? Kau tahu? Aku mencarimu."

Keduanya sama-sama terkejut hingga tersentak, karena tiba-tiba terdengar suara khas sengau nan bersahabat dari pria muda lainnya yang berada di belakang Sasouke. Seketika hal tersebut memecah keheningan dan momen mendebarkan di antara Sasouke dan Yuna pun terhenti total. Yuna pun langsung membalikkan badannya karena malu. Dan khawatir akan ketahuan.

Yuna : ("Apa tadi dia juga melihat kami yang-- Tadi itu apa yang baru saja terjadi..?")

Yuna terlihat tegang. Sambil menutup mulutnya sendiri dengan kesepuluh jarinya. Sedangkan Sasouke terlihat sedikit kecewa karena momen romantisnya harus di interupsi oleh sahabat terdekatnya, bernama Ryuga. Sasouke segera membalikkan badannya, memberikan senyumannya untuk merespon kedatangan sahabatnya.

Sasouke : "Oh, kau rupanya, Ryuga. Ya, aku memang sengaja memutuskan untuk datang lebih awal. Untuk memastikan apa yang bisa kita kerjakan di ladang paman Akimiya."

Ryuga : "Begitukah? Jadi apakah ada yang bisa kita kerjakan disini?"

Sasouke : "Ya, tentu saja. Kita bisa..."

Sasouke sukses menganalisa dan berpikir cepat dengan melihat ember berisi pupuk yang dibawa oleh Yuna untuk dijadikan alasannya. Juga untuk menutupi yang baru saja terjadi di antara mereka berdua. Sebuah kemungkinan besar yang bisa meyakinkan sahabatnya.

Sasouke : "Kita bisa memberi pupuk. Yuna hanya baru bisa menyelesaikannya sebagian kecil. Dia sudah kelelahan. Aku tidak tega saat sudah tiba disini."

Jelas Sasouke sambil tersenyum dalam haru, melengkungkan alisnya ke bawah karena merasa cemas melihat Yuna yang kelelahan.

Ryuga : "Oh, begitu rupanya. Hey, Yuna..? Bukankah biasanya kau menggunakan gerobak kecil yang sangat membantu itu'kan?"

Tanya Ryuga yang menengok ke arah Yuna yang sedang membelakangi keduanya. Ia masih seperti itu karena berusaha untuk menutupi wajah memerahnya sejak tadi. Yuna pun segera membalikkan badan dan memasang senyuman, agar tidak dicurigai Ryuga.

Yuna : "Y-Ya, kau benar, Ryuga... Tapi sayangnya, gerobak kecil itu sedang dipinjam oleh tetangga kami. Paman Yuuta. Kau juga mengenalnya'kan? Jadi aku memakai alat yang ada. Seperti ember kayu ini."

Ryuga : "Heeh? Apa? Jadi kau hanya memakai ember kayu sekecil ini untuk memupuki satu ladang sebesar ini? Sudah pasti kau akan merasa lebih kelelahan dari biasanya."

Ryuga merasa tidak percaya dengan kenyataan tersebut dengan mata melebar dan kedua alis yang terangkat. Tapi akhirnya dia mengerti dan semakin mempercayai alasan Yuna yang terlihat kelelahan.

Yuna : "Tapi mau tidak mau, kami harus tetap mengerjakan bagian pupuk ini. Karena memang sudah bagian dari jadwalnya. Jika ditunda, kami tidak yakin pohon Rosalina Berry di ladang ayahku akan tumbuh dengan baik dari sebelumnya."

Jelas Yuna, sambil tersenyum haru, melengkungkan kedua alisnya ke bawah. Yuna begitu cerdas bisa mengungkapkan alasan yang lebih masuk akal setelah kejadian drama romantisme bersama Sasouke tadi. Ryuga pasti akan semakin memahami situasinya. Dan ia yakin bahwa Ryuga tidak akan ingat untuk membahas yang baru saja terjadi. Yuna berharap demikian.

Ryuga : "Kalau memang begitu, sudah seharusnya aku dan Sasouke membantumu dan paman Akimiya di ladang Rosalina Berry milik kalian. Ayo, Sasouke! Kita kerjakan sekarang!"

Ucap Ryuga yang cemas di awal kalimat. Namun sekarang, ia terlihat bersemangat saat membujuk Sasouke, sambil menggulung lengan baju hingga ke pundak, dan tergambarlah otot-otot di tangannya. Ia merasa sangat siap untuk menyumbangkan tenaganya hari ini. Sasouke membalasnya dengan mengangguk sembari ikut merasakan semangat bekerja dari sahabatnya itu. Sasouke kembali melihat ke arah Yuna dan memberikan senyuman lembut yang sama.

Sasouke : "Yuna, sebaiknya kau beristirahat saja."

Ryuga : "Atau kau bisa menyiapkan sedikit makanan dan air untuk kami nanti. Sebagai upah lelah kami. Bagaimana?"

Pinta Ryuga yang bersemangat dengan suara khas sengaunya yang selalu terdengar nyaman di dengar. Namun, berbeda dengan Sasouke yang tiba-tiba menunjukkan wajah berekspresi senyuman palsu pada Ryuga. Yang sebenarnya tersimpan sedikit rasa kesal pada sahabatnya yang terlalu polos untuk meminta sesuatu kepada Yuna.

Sasouke : "Ryugaaa~!"

Tegas ucap Sasouke dengan nada lembut sambil menahan giginya. Kelihatannya dia tidak setuju dengan ide Ryuga. Melihat ekspresi wajah sahabatnya, awalnya Ryuga merasa bingung.

Ryuga : "Kenapa? Apakah aku salah meminta seperti itu? Karena masalahnya, aku tidak sempat sarapan sejak awal pagi. Hanya minum 2 gelas susu saja. Itu tidak cukup memberiku tenaga. Setidaknya, itu lebih baik dari pada meminta imbalan dalam bentuk uang'kan? Kau setuju'kan?"

Ryuga terdengar mengeluh. Tapi, ucapannya itu ada benarnya juga. Namun Sasouke merasa sebaliknya, dengan masih menunjukkan ekspresi senyum palsu yang sama. Namun di dalam kepalanya, ia bisa merasakan urat kepalanya berdenyut-denyut, tanda perasaan kesalnya yang sesekali menggema di dalam kepalanya.

Sasouke : "Aku tahu kau benar. Tapi, kita bekerja untuk paman Akimiya dan Yuna adalah dengan senang hati. Kau mengerti'kan?"

Ryuga : "Ayoolah... Setidaknya biarkan kali ini saja ya..?"

Sasouke tetap menjelaskannya dengan nada yang semakin manis, dibalik rasa kesalnya. Ryuga justru semakin mengeluh. Hingga membungkukkan sedikit tubuhnya yang memiliki tinggi yang hampir sama dengan Sasouke. Dan perdebatan antar sahabat itu masih terus berlangsung dihadapan Yuna.

Melihat tingkah kedua laki-laki ini membuat Yuna tersenyum. Ia merasa bahagia dengan kedekatan keduanya yang dinilainya melebihi ikatan persahabatan mereka itu sendiri.

Yuna : "Baiklah, sudah cukup. Aku akan tetap menyediakan air dan makanan kecil untuk kita semua."

Keduanya langsung menoleh karena ucapan Yuna dan wajah bahagianya. Hingga berhasil meredam perselisihan kecil diantara Sasouke dan Ryuga. Ryuga merasa sangat senang atas kebaikan Yuna. Membuat kedua matanya berbinar.

Ryuga : "Aah... Sungguh? Kau memang yang terbaik, Yuna..."

Yuna : "Ahaha..."

Respon Yuna dengan tawa kecilnya.

Sasouke : "Jangan memaksakan dirimu sendiri, Yuna. Kau baru saja hampir terjatuh karena kelelahan."

Sasouke terlihat cemas. Begitu memperhatikan kondisi Yuna.

Yuna : "Tidak apa-apa. Sebenarnya aku hampir terjatuh karena menginjak tanah yang sangat basah. Dan sepertinya, kau kebetulan datang dan bisa menolongku tadi. Dan aku rasa, aku setuju dengan ide Ryuga. Tanpa diminta pun, aku pasti akan membawakan air dan makanan untuk kalian berdua. Sekaligus sebagai ucapan terima kasih kami. Aku yakin, ayahku juga berpikir seperti itu."

Jelas Yuna dengan menunjukkan rasa senangnya dan tidak sungkan mau melakukannya. Ryuga pun merespon dengan melebarkan senyumannya.

Ryuga : "Memang tidak diragukan lagi, kau yang terbaik, Yuna! Apa mungkin sebaiknya aku menikahi gadis sepertimu saja ya? Kau sudah terdengar seperti Yang Mulia Ratu Cellestina. Kira-kira siapa ya yang bisa seperti Yang Mulia Raja Zallexander untukmu?"

Yuna : "Aah... Aku..?"

Wajah Yuna memerah seketika karena pujian dari Ryuga.

Tiba-tiba saja Sasouke menepuk punggung Ryuga begitu keras beberapa kali. Sambil menorehkan wajah senangnya. Namun sebenarnya, itu juga merupakan ekspresi kekesalan pada Ryuga yang terlalu terbuka.

Sasouke : "Kau ini bicara apa, Ryuga? Tentu saja suatu hari nanti Yuna akan menikah. Dan siapa yang akan menjadi suaminya kelak, itu adalah pilihannya sendiri. Jadi lebih baik kita bekerja saja. Dan lupakan basa-basi yang tadi ya?"

Ryuga menyadari tepukan yang keras itu, lalu mengusap-usap punggungnya yang terasa sedikit panas karena pukulan Sasouke.

Ryuga : "Itu bukan basa-basi, tapi fakta. Lihat saja, sekarang Yuna sudah tumbuh menjadi wanita yang semakin dewasa, wajahnya cantik, baik hati, matanya indah, pandai membuat selai terenak di desa kita, lalu... Lalu, apalagi ya?"

Ryuga kembali memuji Yuna, bahkan menghitung kelebihannya dengan jari. Dan memikirkan apa lagi kelebihan gadis ini yang juga ikut menemani masa kecil Ryuga dulu.

Sasouke : "Baiklah, sudah cukup. Kita harus bekerja sekarang! Simpan saja untuk nanti."

Sasouke segera merangkul Ryuga dan menyeretnya pergi atau mereka tidak akan segera memulai pekerjaan seperti yang dijanjikan karena Ryuga yang tidak berhenti memuji Yuna.

Ryuga : "Ba-Baiklah, Sasouke..! Aku mengerti! Baik, kita kerjakan..! Jangan mencekikku, Sasouke..!"

Ryuga menahan cengkraman lengan sahabatnya yang hampir mencekiknya. Ryuga sepertinya tahu bahwa Sasouke sudah mulai kesal. Bahkan setelah mereka berlalu pun, Ryuga masih terus berceloteh dan Sasouke terlihat santai meresponnya walaupun ia juga merasa kesal.

Melihat momen tersebut, Yuna tersenyum. Ia merasa bahagia karena mereka. Dua orang pria yang ikut menghiasi masa kecilnya, bahkan setelah Yuna harus merasakan kesedihan mendalam karena kepergian sang ibu untuk selamanya. Yuna tentu sangat berterima kasih atas kehadiran mereka.

Meskipun terkadang, persahabatan Sasouke dan Ryuga selalu diwarnai dengan perbedaan, seperti sikap Ryuga yang terkadang suka berterus-terang, sedangkan Sasouke yang tenang yang terkadang ia juga suka merasa kesal dengan hal itu, tapi perbedaan tersebut merupakan bagian dari warna persahabatan mereka. Dan Yuna menilainya sebagai warna yang terindah dalam suatu ikatan. Namun satu-satunya kelebihan yang Yuna kagumi dari mereka berdua adalah ketika mereka bekerja dalam satu tim, mereka bisa mencapai tujuan lebih cepat. Selalu terlihat ada rasa kebanggaan yang tercipta di wajah mereka. Kerja sama mereka sangat impresif di mata Yuna.

Yuna pun memutuskan kembali ke rumahnya, yang cukup dekat dengan area ladang miliki keluarganya. Setelah membuka pintu, Yuna disambut oleh kucing dengan corak kombinasi putih, abu-abu dan hitam berjenis kelamin jantan yang Yuna pelihara sejak kecil. Kucing itu bernama Hatsu Haru. Hatsu Haru langsung terbangun saat mendengar suara pintu terbuka. Dan seolah ia sudah menyadari bahwa yang telah kembali itu adalah nona kesayangannya. Hatsu Haru langsung menghampiri Yuna dan mengeong dengan suara yang nyaring. Ia menyambut kepulangan nonanya.

Yuna : "Halo, Hatsu Haru. Kau tidak nakal selama aku bekerja'kan?"

Yuna membalas sambutan manis dari kucing peliharaannya yang sekarang sudah bertubuh besar, dengan senyuman dan belaian penuh kasih sayang. Hatsu Haru sangat menyukai perlakuan itu. Sampai terdengar suara dengkurannya.

Yuna pun segera menuju dapur. Hatsu Haru bahkan mengikutinya. Seperti janjinya, ia akan membawakan air dan makanan untuk para pria tangguh di ladang. Yuna pun memutuskan untuk membuatkan roti dengan isi selai dari Rosalina Berry yang selalu ia buat sendiri. Ia akan membuatnya dalam jumlah banyak. Yuna membuat roti isi itu dengan dua varian. Varian roti isi selai original dan varian roti isi selai dan tambahan keju khas dari desa tetangga yang cukup terkenal, karena ayahnya sangat menyukai varian roti kombinasi selai dan keju tersebut. Yuna juga ikut memikirkan kondisi Ryuga yang mengeluhkan dirinya yang tidak sempat sarapan apa pun selain 2 gelas susu. Wajar saja jika Ryuga sampai mengeluh seperti tadi. Dia pasti akan cepat merasa lapar selama bekerja.

Hatsu Haru tiba-tiba naik ke atas kursi dan mengeong ke arah Yuna. Yuna mengerti apa arti dari meong kucingnya tersebut. Tandanya, Hatsu Haru ingin Yuna memberinya makan.

Yuna : "Baik. Aku mengerti. Tunggu sebentar ya."

Yuna pun menyiapkan makanan untuk kucingnya. Dari sisa ikan bakar pemberian dari tetangganya. Dan langsung memberikannya pada Hatsu Haru di atas sebuah piring kecil. Tanpa ragu, Hatsu Haru langsung melahapnya.

Roti yang sudah selesai, kemudian dikemas dengan kertas khusus untuk roti. Yuna membungkusnya dengan sangat apik hingga semua roti tersebut selesai terbungkus. Lalu memasukkannya ke dalam keranjang anyaman rotan yang cukup besar. Dan tidak lupa untuk membawa air minum. Yuna merasa yakin bahwa mereka semua akan menyukai makanan yang sudah dibuatkannya. Yuna pun segera kembali ladang.

Sesampainya di ladang pun, Sasouke dan Ryuga masih melakukan pekerjaannya. Dan sungguh mengejutkan, mereka sudah terlihat hampir menyelesaikan pekerjaannya. Mereka terlihat kompak saat bekerja sama. Itulah kelebihan yang Yuna kagumi. Yuna pun membiarkan mereka tetap fokus dengan pekerjaan. Lalu menuju sebuah gubuk kecil terbuka dengan beratapkan dedaunan lebat yang rindang dari pohon tua yang menjadi sandarannya. Jajaran papan kayunya yang cukup luas hingga bisa dibuat untuk tempat berbaring setelah lelah bekerja. Tempat ternyaman untuk beristirahat yang sudah dibuat oleh Akimiya saat pertama kalinya mulai bertani buah Rosalina Berry bersama dengan istri tercinta.

Yuna meletakkan bawaannya dulu. Lalu memutuskan untuk melihat keadaan ayahnya yang kelihatannya masih berada di dekat sungai. Dan benar saja, Yuna menemukan ayahnya yang sedang duduk di pinggiran sungai dengan kondisi pakaian yang setengah basah. Yuna menghampirinya dan duduk di samping ayahnya yang tidak terlalu dekat dengan sungai.

Yuna : "Ayah, bagaimana dengan saluran airnya? Ayah sampai basah kuyup."

Akimiya : "Ah, iya. Tentu saja ayah akan menjadi basah. Sejak tadi ayah beristirahat sebentar sambil mengeringkan pakaian yang basah. Ayah hampir menyelesaikannya. Hanya tinggal memindahkan tiga buah batu besar. Dan ayah sulit memindahkannya karena ukurannya yang besar. Ayah membutuhkan bantuan tenaga lagi."

Yuna : "Jadi begitu? Sebaiknya ayah jangan melakukannya sendiri. Karena ayah juga sudah tua dan tidak bisa bekerja terlalu berat. Lebih baik, aku akan meminta Sasouke dan Ryuga untuk membantu ayah nanti. Atau aku juga bisa membujuk Kurosaki untuk ikut membantu. Begitu lebih baik'kan?"

Jelas Yuna dengan suara yang lembut juga karena mengkhawatirkan kesehatan ayahnya Akimiya merasa senang saat putri cantiknya mengkhawatirkannya.

Akimiya : "Baiklah, ayah minta tolong padamu ya."

Yuna : "Sebenarnya, Sasouke dan Ryuga ada disini. Mereka menggantikanku untuk memberi pupuk."

Akimiya : "Benarkah mereka disini? Kenapa kau tidak memberi tahu ayah?"

Yuna : "Aku lupa. Hehe..."

Yuna terlihat manis saat mengakui keteledorannya.

Yuna : "Kalau begitu, ayo istirahat dan makan siang dulu. Aku sengaja kembali rumah untuk membuat makanan kesukaan ayah. Dan juga untuk kedua temanku."

Akimiya : "Aah... Kebetulan sekali. Ayah memang butuh beristirahat. Senangnya setelah tahu bahwa kau membuatkan makanan kesukaan ayah. Apakah roti yang itu?"

Yuna : "Itu benar."

Yuna mengangguk, tersenyum bahagia setelah melihat ayahnya merasa senang karena suatu hal kecil yang ia sukai.

Akimiya : "Kalau begitu, apa yang kita tunggu? Ayo, pergi."

Mereka berdua pun berdiri, berjalan bersama menuju gubuk pohon. Akimiya pun akhirnya bisa melepaskan rasa lelahnya setelah hampir setengah hari berada di sungai.

Akimiya : "Yuna, panggil juga kedua temanmu itu. Kita makan bersama-sama."

Yuna : "Baik, ayah."

Yuna pun segera menuju ladang. Dan sesampainya, ia melihat Sasouke dan Ryuga di ujung ladang terlihat sedang beristirahat. Kelihatannya, mereka sudah menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat. Yuna pun memanggil mereka dari jauh.

Yuna : "Sasoukeee! Ryugaaa! Apa kalian sudah selesaiii? Ayo istirahat dan makan duluuu!"

Sasouke dan Ryuga membalasnya dengan melambaikan tangan mereka. Yuna pun akan menunggu keduanya di gubuk pohon bersama dengan ayahnya.

Sasouke dan Ryuga pun akhirnya sampai. Ryugalah yang terlihat paling bersemangat. Ia langsung duduk manis dan sangat mengharapkan yang selama ini diharapkannya. Seperti seekor anak kucing yang begitu sabar menanti ikan kesukaannya. Aksen fantasi pun muncul, telinga kucing yang meruncing, kumisnya yang mengembang, mata besar yang menggemaskan dan ekor kucingnya yang terus berayun ke kiri dan kanan. Akimiya memperhatikan sikap Ryuga yang membuatnya tertawa.

Akimiya : "Ahahaha! Ya ampun, anak ini sudah seperti anak yang manis saja."

Ryuga : "Waah! Apa yang kau bawa ini, Yuna? Kenapa baunya manis?"

Sasouke : "Ini bau dari Rosalina Berry, bukan?"

Ryuga terlihat penasaran dengan isi bungkusan itu. Lalu Yuna membukakan setengah dari bungkusan itu.

Yuna : "Sasouke, benar. Aku membuatkan roti lapis isi selai buah Rosalina Berry."

Ryuga begitu senang dengan makanan sederhana itu, hingga membuat matanya berbinar. Lalu Yuna memberikannya untuk Ryuga dan Sasouke.

Yuna : "Makanlah. Kalian pasti sudah lapar."

Bujuk Yuna dengan lembut. Mereka pun tanpa segan mulai melahapnya. Terutama Ryuga.

Saat gigitan pertama, lalu mengunyahnya, Ryuga merasa sangat bahagia, hingga ingin rasanya menangis karena terharu. Seolah bunga-bunga fantasi sedang berterbangan di seklilingnya.

Ryuga : "Eemmm! Ini enak sekali..! Selai buatanmu memang yang terbaik, Yuna."

Ryuga mulai melahapnya dengan mulut yang besar. Yuna ikut senang melihatnya. Akimiya merasa terhibur dengan tingkah Ryuga yang tidak ada habisnya memuji sambil melahap roti lapis isi selainya. Sasouke merasakan hal yang sama juga. Ia bisa ikut merasakan kebahagiaan sahabatnya.

Akimiya : "Nak Ryuga, apa kau juga mau mencoba rasa roti lapis yang berbeda yang dibuatkan Yuna?"

Ryuga : "Hmmm! Ada yang lainnya?"

Tanyanya dengan mulut yang penuh dengan makanan. Dan ia memperhatikan dengan betul bahwa roti lapis milik ayah Yuna terlihat berbeda.

Ryuga : "Apa yang berwarna seperti putih ini?"

Tanya Ryuga pada Yuna.

Yuna : "Itu adalah keju sejenis parmesan. Kau tahu, bukan? Keju dari Desa Kaasttarina. Ayahku sangat menyukai keju di sana. Dan ini adalah roti dengan rasa yang sangat disukai ayahku. Selai buah Rosalina Berry ditambah dengan keju dari Desa Kaasttarina yang enak. Apa kau mau mencobanya?"

Yuna menawarkan roti dengan varian yang berbeda kepada Ryuga. Ryuga pun menerimanya. Membuka bungkusnya lalu mulai mengigitnya. Ia mulai mengunyahnya dengan perlahan.

Dan tiba-tiba, Ryuga merasakan sesuatu yang menurutnya luar biasa. Tidak terkatakan. Terasa seperti melayang. Membuatnya terharu. Ekspresinya sungguh diluar dugaan. Ryuga menangis terharu.

Ryuga : "Ini luar biasa..! Roti lapis terenak yang pernah kumakan seumur hidupku... Hiks! Benar-benar makanan dari para Sang Dewi..."

Akimiya : "Makanan dari Sang Dewi katanya? Ahahaha... Dia pandai sekali menilai ya?"

Itulah bagaimana Ryuga mengungkapkan rasa roti lapis isi selai Rosalina Berry bersamaan dengan keju dari Desa Kaasttarina yang gurih. Membayangkan dirinya berada di tengah-tengah taman bunga surga yang indah dan ditemani seorang Dewi cantik yang adalah Yuna itu sendiri, sambil membawakan satu piring perak besar berisi roti lapis yang banyak. Sampai membuat pria tua itu merasa terhibur.

Melihat sikap Ryuga, mereka benar-benar merasa terhibur. Mereka mengekspresikan tawa bahagianya karena tingkah Ryuga.

Ryuga bahkan tidak berhenti makan. Selalu mengunyahnya dengan penghayatan versinya.

Ryuga : "Paman, kau beruntung sekali memiliki seorang putri yang bisa membuat roti lapis seenak ini. Paman pasti bisa selalu memakannya setiap saat ya? Aku iri..."

Ekspresi Ryuga terlihat sedih, mengharu biru, dengan mata yang berkaca-kaca, mengatakan ungkapan hatinya pada ayah Yuna. Akimiya kembali merasa terhibur karena Ryuga. Dan memberikan satu lagi roti lapis selai dengan keju itu.

Akimiya : "Ahahaha... Ini, makanlah yang banyak. Kalau kau memang menyukainya sampai seperti itu, putri paman pasti akan membuatkan lebih untukmu juga."

Ryuga : "Eh? Apa bisa?"

Mata Ryuga yang melebar.

Yuna : "Kalau kau memang suka, aku akan membuatkannya lagi untukmu. Bagaimana?"

Ryuga : "Benarkaaah? Aah! Aku senang sekali mendengarnya. Aku jadi ingin menikahimu saja! Apa aku bisa begitu, paman?"

Ryuga terlihat sangat bahagia. Sampai-sampai terlalu terbuka dengan apa yang ia rasakan. Akimiya lagi-lagi terhibur. Yuna juga ikut tertawa meskipun ia menahannya. Sasouke juga merasa terhibur, sampai-sampai sulit untuk menghabiskan roti lapisnya karena perutnya merasa geli. Tapi harus diakui, bahwa Ryuga terlihat lucu hari itu. Menghiasi istirahat siang hari mereka dengan momen yang membahagiakan.

Akimiya : "Ahahaha... Kau pemuda yang lucu ya? Sudahlah, makan saja semua roti lapisnya. Setelah itu bisakah membantu paman di sungai?"

Ryuga : "Tentu saja! Aku siap, paman!"

Ryuga merasa sangat bersemangat.

Yuna : "Sasouke, apa kau juga mau mencoba roti isi selai dan keju juga?"

Sasouke : "Kalau pun aku menerimanya, aku mungkin akan memberikannya pada Ryuga juga. Aku mengalah saja kali ini..."

Sasouke tersenyum dalam haru.

Yuna : "Aah, aku mengerti. Kau memang sahabat yang sangat baik ya? Senang ya bisa melihat Ryuga sebahagia itu."

Yuna mengagumi sikap Sasouke untuk sahabatnya. Kebahagiaan Ryuga telah menyebarkan kebaikan untuk sekitarnya.

Mereka pun masih melanjutkan sisa makan siang mereka bersama. Setelah selesai, Akimiya yang terlebih dulu selesai, memutuskan menuju sungai terlebih dahulu. Ryuga baru saja selesai makan siang.

Ryuga : "Sasouke, aku akan ke sungai bersama paman. Dan melihat apakah kita bisa mengerjakannya berdua saja, atau tidak."

Sasouke : "Baiklah. Beritahu aku secepatnya."

Ryuga : "Tentu!"

Ryuga berlalu. Menyusul ayah Yuna yang sudah menunggunya di sungai.

Saat ini hanya tinggal mereka berdua. Yuna sedang merapikan bekas makan siang yang tersisa. Sasouke menyadarinya. Lalu perlahan menoleh ke arah Yuna yang sibuk. Sasouke terlihat mengagumi wajah cantik itu dari samping. Bahkan sejak dulu. Sasouke pun mendekat.

Sasouke : "Apa ada yang bisa kubantu lagi?"

Yuna : "Ah, sepertinya tidak ada."

Sasouke : "Mungkin seperti membantu membawakan keranjangmu itu sambil mengantarkanmu pulang?"

Yuna : "Ehehe... Keranjangnya sudah kosong dan sekarang menjadi ringan. Dan rumahku tidak begitu jauh dari ladang. Kau ingat'kan? Kau terlihat lucu seperti Ryuga."

Ucap Yuna yang dipenuhi kebahagiaan hari ini. Karena masih terbayang fantasi Ryuga seperti anak kucing yang sangat menggemaskan sambil mengunyah roti lapis kesukaannya. Dengan suara dengkuran yang manis.

Sasouke : "Haaah... Kenapa kau berpikir aku selucu Ryuga?"

Sasouke bergumam. Ekspresi wajahnya sedikit kesal namun terlihat rona merah diantara tulang pipinya, dengan satu alis terangkat, namun ia mencoba menutupnya di depan gadis yang disukainya.

Yuna : "Baik, sudah selesai."

Sasouke : "Yuna, apakah nanti kau akan datang ke festival Cellestina besok malam?"

Yuna : "Festival Cellestina? Tentu saja aku akan datang. Ketua festival juga sudah bicara padaku dan meminta agar aku bisa ikut serta dalam festival Cellestina tahun ini. Jadi di festival nanti, aku akan membuat susu Rosalina Berry untuk dijual. Lalu, sebagian hasil penjualannya ingin kusumbangkan pada sekolah di desa kita."

Yuna terdengar antusias dengan acara festival Cellestina nanti.

Sasouke : "Oh, begitu ya? Ternyata Ketua yang memintamu?"

Sasouke terdengar tidak suka saat mendengar nama Ketua. Sebab Sasouke mengetahui sesuatu tentang Ketua dari Organisasi Kelompok Pemuda Rashvarrina, yang bernama Akira itu. Dan kakak Sasouke adalah salah satu anggotanya.

Yuna : "Hmmm? Ada apa?"

Yuna merasa bingung saat mendengar ucapan Sasouke yang terdengar berbeda.

Sasouke : "Aah! Bukan apa-apa. Karena tadinya aku ingin mengajakmu ke festival bersama-sama. Tapi setelah tahu, pada akhirnya kita bisa bertemu di sana juga'kan?"

Jawab Sasouke dengan senyuman, hanya demi menutupi sesuatu yang baru saja membuat hatinya enggan.

Yuna : "Ya, kau benar. Pasti kita akan saling bertemu juga di malam festival nanti."

Sasouke : "Yuna, apa kau mau mencoba mawar Ratu Cellestina tahun ini?"

Yuna : "Aku tidak tahu. Karena harus menjual susu Rosalina Berry. Tapi yang kudengar, Takako akan mencobanya lagi tahun ini."

Sasouke : "Takako?"

Yuna : "Ya, dia merasa sangat yakin bahwa tahun ini akan terjadi. Apa kau mau mencobanya juga, Sasouke?"

Sasouke : "Aku? Mungkin... Tapi juga tidak..."

Sasouke memalingkan wajahnya, dengan sedikit senyuman yang terlihat. Seperti menyembunyikan sesuatu.

Yuna : "Kenapa tidak? Mungkin tahun ini kau bisa menemukan jodohmu. Semoga dia adalah gadis impianmu."

Yuna seolah memberi dorongan. Namun respon wajah Sasouke menunjukkan sesuatu yang berbeda. Membuat senyumannya menghilang.

Sasouke : "Aku mungkin akan mencoba mawar Ratu Cellestina di malam festival nanti. Tapi, aku merasa tidak yakin dengan cara seperti itu akan berhasil."

Ungkap Sasouke dengan nada datar. Apakah Sasouke skeptis? Yuna terheran dengan ungkapan tersebut.

Yuna : "Kenapa kau berpikir seperti itu? Bukankah suatu hari nanti, kau akan menikahi gadis yang kau cintai, bukan? Apa itu berarti kau lebih percaya bahwa jodohmu itu bisa kau temui tanpa mencoba mawar Ratu Cellestina?"

Sasouke tertunduk dan tersenyum.

Sasouke : "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyinggung tradisi di desa kita. Tapi aku hanya percaya, bahwa suatu hari nanti aku akan merasakan jodohku dengan hatiku sendiri. Atau mungkin sebenarnya, aku sudah lama mencintai gadis itu sejak lama. Dan aku belum menyampaikannya saja karena belum menemukan kesempatan yang baik."

Yuna terkejut, hingga menutup mulutnya saat mendengarkan Sasouke yang sudah mencintai seorang gadis sejak lama.

Yuna : "Kau sudah mencintai gadis itu sejak lama?"

Sasouke : "Eh? Apa? I-Itu... Maksudku--" ("Gawat..! Bagaimana ini..? Tanpa kusadari, aku sudah mengatakannya... Setidaknya, Ryuga tidak ada disini...")

Sasouke panik. Walau mencoba bersikap tenang.

Yuna : "Apakah itu benar? Apakah aku mengenali gadis itu?"

Sasouke : "Ah, Itu... Kau tidak akan mengenalinya, tapi... Aku yang mengenalnya lebih lama... Dia memang gadis di desa kita..."

Sasouke menjadi gugup. Pandangannya menyamping. Padahal, hal tersebut harus menjadi rahasianya di depan Yuna.

Yuna : "Apa artinya, kau akan mencoba mengutarakan cintamu pada gadis itu di malam festival Cellestina?"

Yuna penasaran, ekspresinya polos, membuat Sasouke semakin gugup. Hingga salah tingkah. Berusaha menutupinya dengan bersikap tenang. Namun yang semakin membuat Sasouke terkejut adalah ucapan Yuna seperti undian lotre yang langsung tertebak. Wajahnya memerah.

Sasouke : "Mu-Mungkin saja... Mungkin juga tidak..."

Yuna : "Tidak? Kenapa?"

Sasouke merasa terpojok dengan Yuna yang terus bertanya dan penasaran. Sampai membuat tingkahnya menjadi semakin serba salah.

Sasouke : "Po-Pokoknya, aku tidak tahu..! Kau membuatku jadi..." ("Aku benar-benar dibuat serba salah...") "Aahhh..."

Sasouke berpaling untuk menutupi wajahnya yang memerah. Sekaligus untuk melindungi rahasianya.

Yuna : "Oh... Aku sungguh minta maaf. Aku tidak bermaksud sampai membuatmu sampai segugup ini. Aku hanya ingin mengatakan bahwa jika itu benar, aku akan ikut bahagia untukmu."

Yuna tersenyum dalam haru. Sasouke terkejut dengan ucapannya. Dan mengalihkan lagi wajahnya pada Yuna.

Sasouke : "Benarkah? Kalau kau percaya denganku karena ceritaku tadi, kau akan bahagia untukku?"

Yuna : "Ya, tentu saja. Aku berharap kau selalu bahagia..."

Yuna tersenyum bahagia. Sasouke pun perlahan ikut tersenyum karena ekspresi wajah seindah itu. Seolah telah terhipnotis oleh keindahan wajah Yuna yang bersinar. Berhasil membuat Sasouke melupakan momen yang dianggapnya memalukan itu.

Sasouke : ("Jika saja kau tahu tentang rahasiaku ini... Rahasia yang kusimpan sejak aku kecil... Yang kuanggap berharga... Yang selalu kutunggu sampai nantinya aku bisa mengungkapkan pesan rahasiaku ini... Dan di saat usiaku semakin dewasa, perasaan itu semakin tumbuh besar... Aku semakin merasakannya kuat setiap waktu... Sampai akhirnya aku memutuskan untuk membuat tujuan terbesar dalam hidupku... Dan aku ingin mewujudkannya... Sebuah harapan yang selalu kuimpikan... Bersama denganmu... Mungkin waktunya sudah tiba...")