Chereads / Miracle For Dark Lord / Chapter 4 - 4. The Beautiful Cellestina Night Festival pt. 1

Chapter 4 - 4. The Beautiful Cellestina Night Festival pt. 1

Keesokan paginya, matahari pagi kembali menyambut Desa Rashvarrina dan warna kehidupannya. Hari ini adalah hari yang paling ditunggu oleh semua warga Desa Rashvarrina. Yang hanya datang setiap 2 kali dalam setahun. Namun bagian yang paling penting adalah festival yang diadakan 3 minggu sebelum datangnya masa panen buah Rosalina Berry. Yang selalu dipercaya, setelah festival tersebut selesai, seluruh pohon Rosalina Berry di Desa Rashvarrina akan tumbuh semakin subur dan menghasilkan buah lebih banyak.

Semua warga sekarang sedang disibukkan dengan menyiapkan acara festival Cellestina nanti malam. Lokasi acaranya selalu diadakan di tempat yang sama. Balai lapangan desa yang dekat dengan bukit dimana monumen patung Raja Zallexander Vortexian dan istri tercintanya berada. Mereka saling membantu agar acara tersebut dapat di selenggarakan dengan baik.

Sementara itu, Yuna baru saja menyelesaikan membuat susu Rosalina Berry yang akan ia jual di malam festival nanti. Wajahnya selalu terlihat lembab karena panas dan uap air dari proses memasak susunya. Namun, Yuna terlihat menikmati proses tersebut. Yuna begitu antusias dengan festival Cellestina tahun ini. Dan sangat berharap, ia bisa menghasilkan banyak uang dari hasil menjual susu Rosalina Berrynya.

Yuna duduk, menyandarkan punggungnya yang lelah. Sambil menyeka dahinya yang lembab. Nafasnya terdengar lelah. Tapi, Yuna terlihat sangat lega dengan hasilnya meskipun harus mendapatkan lelahnya karena dikerjakan sejak semalam dan dilanjutkan pada dini hari.

Yuna : "Selesai juga... Hanya tinggal menunggu susunya menjadi dingin selama 4 jam."

Yuna menghela nafas panjang selama di atas kursinya.

Yuna menoleh keluar jendela. Ia baru menyadari bahwa hari terlihat hampir menjelang siang. Ia pun harus segera membawakan makan siang untuk ayahnya, Sasouke, Ryuga juga Kurosaki. Yang saat ini masih bekerja di sungai.

Yuna : "Sebaiknya, kubawakan saja makan siangnya sekarang."

Meskipun ia masih merasa lelah, Yuna tetap bangun dan segera menyiapkan makan siangnya. Hari ini Yuna membawa roti lapis original ditambah dengan buah-buahan seperti beberapa apel merah dalam satu keranjang anyaman yang cukup besar. Dan segera menuju gubuk kecil yang biasanya.

Langkah Yuna sedikit pelan, ia tahu bahwa tubuhnya masih merasa lelah. Yuna hanya tidur beberapa jam saja. Waktu tidurnya harus ia korbankan demi bisa membuat susu Rosalina Berry untuk malam festival. Sesekali, Yuna mengusap matanya agar tetap terjaga.

Sesampainya, Yuna merasa lega akhirnya bisa sedikit beristirahat. Tapi, tidak ada seorang pun di gubuk tersebut. Kelihatannya, mereka masih di sungai.

Yuna : "Sepertinya, aku terlalu cepat datang."

Yuna meletakkan keranjangnya. Wajahnya terlihat melamun karena terasa lelah. Perlahan rasa kantuk mulai memberinya rasa nyaman di kedua matanya.

Yuna : "Aku merasa sangat mengantuk..."

Keluh Yuna dengan nada yang lemas.

Semakin lama, Yuna semakin merasakannya. Ditambah dengan suasana teduh di gubuk terbuka tersebut yang membuat rasa nyaman yang dirasakan semakin ingin membawa Yuna dalam satu tidur.

Pikiran Yuna mulai melayang. Ia tidak bisa berpikir apa pun selain tidur. Yuna pun membaringkan tubuhnya di atas alas gubuk dengan posisi menyamping.

Yuna : "Aku mengantuk... Jika aku tertidur disini, ayah mungkin akan cemas... Tapi, aku sungguh... Tidak kuat menahannya..."

Yuna perlahan menutup matanya dan mulai tertidur. Seolah tidak ingin memikirkan apa pun lagi selain membiarkan tubuh dan pikirannya melayang dalam alam tidurnya.

Suasana menjelang siang itu benar-benar menenangkan jiwanya yang lelah. Angin sepoi berhembus dengan lembut. Membelai wajah dan rambut Yuna, seperti tangan lembut seorang ibu. Membuat Yuna semakin terbawa. Tidurnya semakin dalam. Nafasnya semakin melembut. Namun, sesuatu terjadi pada Yuna. Yuna masuk ke dalam alam mimpi.

「 In Yuna's Dream 」

Yuna melihat sesuatu dengan samar-samar. Seperti seseorang yang sedang berdiri. Dengan cahaya terang yang mengelilingi tubuhnya. Yuna mencoba menghadang sinarnya dengan tangannya. Yuna tidak tahu, apakah dia pria atau wanita.

Yuna : "Sangat menyilaukan... Siapa itu?"

Sosok itu seolah berbicara pada Yuna dalam bahasa yang asing. Suaranya seperti seorang pria. Suaranya menggema dengan lembut. Membuat perasaan Yuna menjadi tenang. Seperti melayang. Ia menyebut nama Yuna.

Yuna : "Kau memanggilku..? Kau mengenalku..?"

Mysterious Man's Voice : "Ya... Aku mengenalmu... Sangat mengenalmu... Tapi kau tidak akan ingat siapa aku..."

Yuna : "Tidak ingat denganmu..? Apakah aku memang pernah mengenalmu..?"

Mysterious Man's Voice : "Akan tiba saatnya, kau akan mengingat siapa aku..."

Tiba-tiba dari belakang sosok itu, muncul dengan perlahan sepasang sayap putih bersih yang menekuk kemudian melebar. Tidak hanya sepasang. Tapi muncul 2 pasang sayap yang lainnya. Terlihat begitu bercahaya dan indah. Yuna terkagum dengan pemandangan seindah itu.

Yuna : "Apakah kau ini seorang malaikat..?"

Mysterious Man's Voice : "Aku adalah sesuatu yang melebihi cahaya... Dan sesuatu yang melebihi cahaya matahari... Dan satu hal yang membuatku terlihat begitu berharga... Adalah apa yang ada di balik cahaya itu sendiri..."

Secara tiba-tiba, cahaya yang mengelilingi sosok itu berubah menjadi hitam. Ikut mengubah semua yang awalnya terang, menjadi gelap. Bahkan sayap-sayap dari sosok itu pun berubah menjadi hitam. Seperti sayap dari burung gagak.

Yuna terkejut. Matanya melebar. Tiba-tiba ia menjadi ketakutan dan cemas. Karena ia merasakan perubahan yang menakutkan dari sosok tersebut.

Dari sosok tersebut, terbukalah sepasang mata yang berwarna kuning keemasan, dengan pupil mata yang meruncing. Dan mengeluarkan cahaya langsung kepada Yuna. Seketika Yuna merasa kaku. Dadanya menjadi sesak. Ia tidak bisa bernafas. Yuna semakin takut. Ia seolah merasakan kematian yang sangat jelas. Tubuhnya langsung terduduk. Apakah mimpi bisa terasa begitu nyata?

Yuna : "Kumohon, jangan bunuh aku..."

Mysterious Man's Voice : "Aku tidak akan membunuhmu... Karena kau adalah sesuatu yang berharga saat waktunya tiba..."

Ucap sosok misterius itu dengan suara yang lembut namun tajam. Dari tubuhnya itu, keluarlah aura yang berwarna merah pekat. Dan membuat permukaan dibawahnya berubah menjadi seperti lautan merah.

Sosok itu berjalan mendekat. Langkahnya membuat gelombang kecil yang semakin membesar di atas lautan merah itu. Yuna tidak bisa bergerak. Ketakutannya semakin menguat ketika sosok itu sudah berada di hadapannya. Sosok hitam itu mengangkat wajah Yuna. Sentuhannya terasa sangat dingin yang menusuk.

Yuna : "Jangan mendekat... Aku mohon..."

Mysterious Black Soul : "Kau harus mendengar dan ingat kalimatku ini... Arech'ta illuminuz le ra Quuina tetrionaz Da Infinita... Vestaz nam Drachken..."

Yuna : "Apa... Yang baru saja... Kau katakan itu..?"

Saat mendengar kalimat dalam bahasa yang asing itu, Yuna merasakan sesuatu di dalam tubuhnya. Membuat matanya melebar.

Mysterious Black Soul : "Arech'ta illuminuz... Drachken astamorch... Ra Quuina..."

Semakin Yuna mendengar kalimat itu, Yuna semakin merasakan sesuatu yang mengalir ke dalam tubuhnya. Rasa kaku, dada yang sesak hingga ketakutannya, semua itu menghilang dengan cepat. Dan tergantikan oleh rasa nyaman yang berbeda.

Mysterious Black Soul : "Damon vertinam farch... Aur damon damisha..."

Yuna : "Aur damon damisha..."

Mysterious Black Soul : "Faramorhanh vor shi Vallta.."

Mysterious Black Soul/ Yuna : "Rachfir mir Con Fassquiraz..."

Sungguh mengejutkan bahwa Yuna seperti memahami bahasa asing tersebut dan menyebutkannya secara bersama-sama.

Mysterious Black Soul : "Bagus sekali..! Kau memang permata berhargaku..."

Sosok itu berlutut dihadapan Yuna. Membelai wajah Yuna dengan tangannya yang yang terlihat kekar, besar dan memiliki kuku tajam nan runcing. Yuna kali ini tidak merasa takut. Yuna bahkan merespon belaian tangan hitam itu dengan menyentuh tangan itu lagi. Seolah, merindukannya. Yuna menikmati sentuhan itu sembari menutup kedua matanya.

Yuna : ("Aku seperti mengenal sentuhan ini... Dan entah kenapa... Aku mulai merindukan sentuhan ternyaman seperti ini... Tangan yang dingin dan kuat... Namun menenangkan seluruh jiwaku... Aku tidak bisa mengerti lagi dengan perasaan ini...")

Mysterious Black Soul : "Tidakkah kau merindukan perasaan yang kau rasakan sekarang? Datanglah padaku..."

Yuna tidak menjawab. Saat kedua matanya terbuka perlahan, kedua bola mata Yuna telah berubah menjadi warna merah yang cantik, berkilau seperti permata ruby dengan pupil mata yang meruncing. Memandang ke arah sosok hitam itu.

Mysterious Black Soul : "Aah, mata itu... Mata yang selalu indah... Yang sangat cantik..."

Yuna mendekatkan dirinya ke arah sosok hitam itu. Menyandarkan tubuhnya di depan tubuh sosok hitam tersebut dengan penuh rasa nyaman. Meletakkan tangannya di atas dada sosok hitam tersebut. Sosok hitam itu pun membalas bahasa tubuh Yuna dengan memeluknya, sambil membelai rambut Yuna yang panjang. Tiba-tiba, bagian samping kecil rambut Yuna berubah warnanya menjadi merah. Bahkan dari rambut yang berwarna merah itu, tampak seperti sebuah huruf kuno. Yuna kembali menikmati sentuhan itu sambil menutup kedua matanya.

Mysterious Black Soul : "Aku tahu kau sangat merindukannya... Waktumu akan tiba... Waktuku juga akan tiba..."

Sosok hitam itu kemudian membaringkan tubuh Yuna diatas lautan merah. Dengan posisi sedikit miring. Kepala Yuna menyamping. Satu tangan berada di atas perut dan tangan lainnya berada di samping wajah Yuna. Yuna terlihat pasrah saat di tidurkan. Warna matanya masih sama, namun terlihat kosong.

Mysterious Black Soul : "Tunggulah sampai waktunya tiba... Kita akan bertemu kembali, ruby berhargaku..."

Sosok itu membelai wajah Yuna lagi, hanya satu usapan saja. Tiba-tiba, tangan Yuna menahan tangan hitam itu. Lalu mengalihkan wajahnya pada sosok hitam itu. Ekspresi Yuna menjadi sedih. Air mata tiba-tiba keluar dari mata kirinya. Seperti tidak ingin kehilangan sosok hitam itu.

Mysterious Black Soul : "Jangan menangis... Kau akan tahu kapan kita akan bertemu lagi..."

Perlahan, tubuh Yuna seperti akan tenggelam, masuk ke dalam lautan merah itu.

Mysterious Black Soul : "Tidurlah, ruby berhargaku... Saat kau terbangun, kau akan bisa mengembangkan sayap-sayap indahmu lagi... Kembali berdiri diantara cahaya dan titik baliknya... Dan katakan pada semua makhluk yang hidup siapa kau yang sebenarnya..."

Yuna semakin tenggelam. Tangannya perlahan melepaskan tangan hitam itu. Hingga di satu jari terakhirnya. Namun Yuna terlihat masih ingin menggenggamnya. Tangannya masih melayang di udara. Hingga akhirnya, seluruh tubuh Yuna masuk ke dalam lautan merah itu. Semakin ke bawah. Semakin dalam. Yuna masih bisa melihat sosok hitam tersebut di atas permukaannya yang beriak. Namun seketika menghilang.

Yuna merasakan ketenangan yang luar biasa. Seluruh tubuhnya mengapung di tengah kedalaman lautan merah.

Yuna : ("Apakah ini lautan sungguhan..? Aku masih bisa bernafas di dalamnya... Ini sangat nyaman...")

Yuna masih memandangi permukaan laut di atasnya yang sudah semakin jauh jaraknya. Semuanya berwarna merah. Terasa sunyi.

Yuna : ("Sosok itu... Aku merasa pernah bertemu dengannya... Siapa dia? Aku semakin merindukannya... Ini aneh... Terlalu banyak pertanyaan... Kenapa..? Rasanya aku tidak ingin pergi kemana pun selain disini...")

Yuna menutup kedua matanya. Memegang dadanya. Tiba-tiba, muncul sesuatu dari belakang punggungnya. Sesuatu yang berwarna hitam. Yang semakin memanjang. Keluar hingga beberapa pasang.

Yuna : ("Rasanya aku ingin sekali memutar waktu lebih cepat...")

Yuna membuka matanya dengan spontan. Dengan warna bola mata yang masih sama. Namun, suara Yuna terdengar berbeda. Terdengar bukan Yuna.

Yuna's Strange Voice : "Agar aku bisa kembali mengambil milikku..!"

Suaranya terdengar lembut namun kejam. Wajahnya tersenyum manis. Apakah itu benar-benar suara yang berasal dari Yuna?

Aura hitam yang berkombinasi dengan merah mulai menyebar. Dan mulai menyelimuti tubuh Yuna. Hampir menutupi seluruhnya. Perlahan Yuna menutup matanya.

Yuna's Strange Voice : "Selamat tidur... Cahaya diluar sana... Kita pasti akan bertemu lagi..."

Akhirnya, aura kombinasi hitam merah itu pun menutupi seluruh tubuh Yuna tanpa celah.

「 Back To Reality - In Yuna's Bedroom 」

Perlahan Yuna mulai terbangun. Pandangannya terasa buram. Ia mendengar suara yang selalu memanggil namanya. Terdengar cemas. Ternyata itu adalah suara Sasouke. Yang mencoba membangunkan Yuna, memegang wajahnya.

Sasouke : "Yuna? Yuna! Kau dengar aku? Kau sudah mulai bangun. Yuna, kau bisa dengar suaraku, bukan?"

Yuna mengalihkan pandangannya pada Sasouke. Semua terlihat semakin jelas. Ia bisa melihat wajah Sasouke yang mencoba tersenyum namun dipenuhi kecemasan.

Yuna : "Sasouke..?"

Sasouke : "Akhirnya, kau terbangun juga... Syukurlah..."

Sasouke langsung memeluk Yuna yang masih berbaring. Yuna terlihat bingung. Ia baru menyadari bahwa sekarang ia berada di kamarnya sendiri. Bagaimana bisa? Apakah Sasouke yang membawanya?

Sasouke : "Aku... benar-benar khawatir sekali... Aku sempat merasa... Akan kehilanganmu..."

Ucap Sasouke. Suaranya terdengar sedih. Pelukannya semakin erat.

Yuna : "Apa yang terjadi..?"

Tiba-tiba, seseorang membuka pintu. Dan itu adalah Ryuga bersama dengan 2 orang lainnya. Ryoko dan Kurosaki. Ketiganya merasa sangat lega saat melihat kondisi Yuna. Ryuga dan Kurosaki langsung menghampiri. Yuna terlihat semakin bingung dan tidak mengerti.

Ryuga : "Aah, terima kasih Dewa-Dewi. Syukurlah, kau sudah kembali... Kami sangat mencemaskanmu..."

Ungkap Ryuga dengan ekspresi cemasnya.

Kurosaki : "Tadinya kupikir, sesuatu yang buruk akan terjadi padamu. Aargh! Dasar pikiran negatifku."

Ungkap Kurosaki sambil memegang kepalanya.

Ryoko : "Baiklah, kalian bertiga. Tolong beri ruang untuk Yuna. Biar aku yang memeriksanya."

Ryoko datang diantara mereka. Lalu, mereka pun langsung menjauhi tempat tidur Yuna. Yuna pun terbangun, duduk di atas ranjangnya. Ia masih terlihat bingung.

Yuna : "Kenapa kalian semua ada disini? Apa yang terjadi?"

Kemudian, Akimiya pun datang setelah tahu tentang kabar putrinya. Wajahnya terlihat sangat cemas. Dan langsung memeluk putrinya.

Akimiya : "Syukurlah, kau baik-baik saja... Ayah sempat takut jika terjadi sesuatu padamu..."

Ucap Akimiya dengan suara penuh kesedihan dan kecemasan. Sambil membelai kepala Yuna dengan lembut.

Yuna : "I-Iya, ayah... Maafkan aku..."

Meskipun Yuna terlihat bingung, namun ketika melihat ekspresi ayahnya yang begitu cemas, Yuna mulai menyesalinya.

Setelah Yuna kembali sadar, Ryoko membawakan air rebusan jahe yang manis dengan madu yang sebelumnya sudah Ryoko buatkan. Yuna pun langsung meminumnya dengan perlahan setelah ramuan itu terasa hangat. Dikamar itu, sekarang hanya tinggal Yuna dan Ryoko saja. Hatsu Haru, kucing kesayangannya pun ikut tertidur di atas ranjang Yuna.

Ryoko : "Bagaimana perasaanmu sekarang?"

Yuna : "Aku merasa lebih baik sekarang. Terima kasih."

Yuna memberikan cangkir tersebut pada Ryoko. Ryoko pun menyimpannya di meja laci samping ranjang Yuna. Lalu, Ryoko melakukan prosedur pemeriksaan dasar pada Yuna.

Ryoko adalah satu dari teman masa kecilnya juga, seperti Sasouke, Ryuga, Kurosaki dan Takako. Ryoko bekerja sebagai asisten dokter di sebuah klinik Desa Rashvarrina. Yang merupakan satu-satunya klinik kesehatan di desanya. Namun berkat jasa mereka, warga Desa Rashvarrina sangat terbantu.

Ryoko : "Sekarang, ijinkan aku untuk memeriksa mu sebentar saja."

Ryoko mulai mengerjakannya dari memeriksa mata Yuna dengan senter khusus. Menggerakkannya ke kiri dan ke kanan dengan perlahan.

Ryoko : "Kelihatannya pupil matamu merespon cahaya dengan normal."

Ryoko melanjutkan dengan memeriksa denyut nadi Yuna dari tangannya. Ryoko merasakan dan mencoba untuk membacanya. Kemudian, menyentuh dahi Yuna.

Ryoko : "Nadimu juga normal. Suhumu juga normal. Wajahmu juga tidak pucat. Kau terlihat sehat. Syukurlah. Sepertinya tidak ada yang serius."

Ungkap Ryoko dengan lega.

Yuna : "Aku memang merasa tidak sakit. Memangnya, apa yang terjadi padaku? Kenapa kau, Ryuga dan Kurosaki bisa sampai datang kemari?"

Ucap Yuna yang terlihat masih bingung. Ryoko pun sebenarnya juga sama bingungnya. Dengan tenang, Ryoko pun menjelaskan.

Ryoko : "Kau sungguh tidak ingat apa pun?"

Yuna menggelengkan kepalanya perlahan dengan polosnya.

Yuna : "Aku hanya ingat, aku sedang tertidur di gubuk pohon. Hanya itu."

Ryoko : "Ya, kau memang tertidur. Tapi, kau sangat sulit untuk dibangunkan. Dan seluruh suhu badanmu sempat turun drastis. Terasa dingin sekali. Sasouke langsung datang menemuiku untuk meminta pertolongan."

Yuna : "Aku tidak bisa dibangunkan?"

Yuna terkejut. Ia merasa tidak percaya.

Ryoko : "Itu benar. Sasouke yang menceritakannya padaku."

Yuna : "Sasouke?"

Ryoko : "Ya, benar. Sasoukelah yang pertama kali menemukanmu tertidur di gubuk pohon, setelah pekerjaannya selesai dari sungai. Ia mencoba untuk membangunkanmu, karena paman Akimiya dan yang lainnya akan datang. Tapi, kau menjadi sulit dibangunkan. Bahkan, setelah yang lainnya datang pun, kau masih sulit dibangunkan. Suhu tubuhmu terasa dingin. Kupikir awalnya, kau terkena serangan hipotermia atau sejenisnya. Tapi kau juga terlihat sedang mengalami fase tidur yang sangat dalam. Mungkin karena itulah, kau sulit untuk dibangunkan. Jadi, kami membawamu kembali ke rumahmu. Dan berdoa semoga tidak terjadi apa-apa."

Yuna : "Maafkan aku... Sampai membuat kalian semua cemas..."

Yuna tertunduk, wajahnya terlihat menyesal. Ryoko pun memegang tangan Yuna dengan penuh perhatian. Sambil menawarkan senyuman.

Ryoko : "Sudah. Tidak apa-apa. Ini bukan salahmu. Semua mencemaskanmu, karena kami semua sangat menyayangimu, Yuna."

Wajah Yuna terangkat. Dan terlihat masih menyesalinya. Kesedihan pun tergambar.

Yuna : "Terima kasih, Ryoko. Aku sungguh menyesal..."

Ryoko : "Sudah, jangan kau pikirkan lagi."

Ryoko sejenak berdiri dan menghampiri meja yang ada di kamar Yuna. Ia mengambil sebuah nampan yang berisi sepiring roti susu lembut dan piring lainnya yang berisi potongan buah apel merah. Lalu, menyajikannya di atas ranjang.

Ryoko : "Lebih baik sekarang, cobalah untuk makan. Kau belum makan siang'kan?"

Yuna : "Baiklah. Terima kasih..."

Perasaannya mulai sedikit membaik, meskipun masih ada rasa penyesalan di dalam hatinya. Yuna mulai mengambil roti susu itu tanpa ragu. Lalu, memotong sedikit bagiannya. Dan mencoba memberikannya pada Hatsu Haru yang tertidur di sampingnya.

Yuna : "Hatsu Haru, kau mau roti ini? Ambillah."

Hatsu Haru sempat terbangun, namun kucing itu tidak menghiraukan potongan roti itu. Ia justru menjilati tangan Yuna, menggosokkan kepalanya juga dan kembali tertidur. Yuna merasa heran dengan tingkah kucing kesayangannya yang sebenarnya juga menyukai roti susu.

Yuna : "Kau tidak mau? Kenapa? Bukankah kau menyukai roti susu ini juga'kan?"

Ryoko : "Sepertinya, kucingmu juga memikirkanmu. Ia ingin, agar kau saja yang memakan semua roti susu ini. Agar kau kembali pulih. Bahkan tidak hanya kami saja, kucingmu juga sepertinya ikut merasa cemas karena sangat menyayangimu."

Yuna : "Kau juga ya, Hatsu Haru. Maafkan aku ya..."

Yuna membelai kepala Hatsu Haru dengan lembut, hingga membuat Hatsu Haru terdengar mendengkur.

Yuna : "Baiklah. Aku akan memakannya, supaya tidak ada lagi yang mencemaskanku.."

Dengan perlahan, Yuna memakan roti susu itu. Mengunyahnya dengan perlahan namun cepat. Kelihatannya, Yuna memang lapar.

Ryoko : "Perlahan saja, Yuna. Kau bisa tersedak nanti."

Ucap Ryoko yang perhatian. Sambil mengusap bahu Yuna dengan lembut.

Yuna : "Ma-Maaf..."

Ucap Yuna dengan mulut yang penuh. Sembari menutup mulutnya dengan kelima jarinya.

Ryoko pun menawarkannya air. Yuna menelan sisa roti di mulutnya dengan cepat. Dan mengambil air tersebut dan langsung meminumnya dengan perlahan sampai habis. Melewati tenggorokannya dengan sensasi dingin dari air tersebut. Yuna merasa lebih baik. Ryoko sampai terheran. Lalu tersenyum.

Ryoko : "Kelihatannya, kau sudah terlihat lebih baik."

Ryoko mengambil gelas kosong dari tangan Yuna.

Yuna : "Maaf..."

Ucap Yuna yang menyadarinya dan malu. Lalu, membersihkan mulutnya dengan jarinya. Lalu, Ryoko menawarkan Yuna piring dengan potongan apel merah.

Ryoko : "Kau mau makan buahnya juga?"

Yuna : "Iya, tentu."

Yuna langsung menusuk satu potongan buah apelnya dengan garpu dan langsung memasukkannya ke dalam mulutnya. Ia bisa merasakan rasa manis berair dan sedikit asam dari daging buah apel itu. Yuna merasa segar kembali. Akhirnya pun, piring itu kosong. Ryoko merasa senang juga lega. Ia sudah bisa menilainya bahwa Yuna sudah kembali pulih dan sehat.

Ryoko : "Kelihatannya kau lapar, Yuna. Mau kuambilkan lagi?"

Ryoko menawarkannya lagi pada Yuna. Tapi Yuna membalasnya dengan menggelengkan kepalanya dengan wajah yang terkejut dan malu.

Ryoko : "Baiklah, aku mengerti."

Ryoko pun membereskan piring-piring yang sudah kosong itu dan meletakkannya kembali ke meja yang sebelumnya.

Ryoko : "Ngomong-ngomong, apa kau akan mengikuti festival Cellestina tahun ini? Kudengar, kau akan menjual susu Rosalina Berry."

Yuna : "Itu benar."

Ryoko kemudian duduk di sebuah kursi yang ada di kamar Yuna. Bersebelahan dengan ranjang Yuna.

Ryoko : "Dan kau membuatnya sangat banyak. Sepertinya, kau mengalami kelelahan, Yuna. Waktu tidurmu berkurang demi bisa membuat susu Rosalina Berry dalam jumlah banyak. Kau bahkan terus terjaga sampai lewat tengah malam. Tidur sebentar, dan saat fajar belum terlihat, kau melanjutkan lagi pekerjaanmu. Jadi aku menduga, itulah yang menyebabkanmu mengalami fase tidur yang sangat dalam. Karena kau kurang tidur."

Yuna : "Ka-Kau benar. Bagaimana kau bisa tahu?"

Yuna terkejut, sampai menundukkan wajahnya.

Ryoko : "Ayahmu."

Yuna : "Ayahku?"

Ryoko : "Ah, maaf. Aku tidak bermaksud menyalahkanmu lagi. Sungguh."

Ucap Ryoko dengan senyum haru.

Ryoko : "Sekarang, cobalah untuk mengambil waktu istirahatmu sampai malam tiba."

Yuna : "Tapi, aku harus menyiapkan susu Rosalina Berrynya sekarang..."

Balas Yuna dengan nada cemas. Tapi Ryoko membalasnya lagi dengan senyuman.

Ryoko : "Jangan khawatirkan itu. Tugas bagian itu sekarang sedang dikerjakan oleh para pria."

Yuna : "Maksudmu, Sasouke dan yang lainnya? Ayahku juga?"

Yuna semakin cemas saat tiba-tiba membicarakan tentang ayahnya.

Ryoko : "Harus kukatakan itu benar. Awalnya, kami juga tidak setuju jika sampai paman Akimiya ikut membantu. Tapi kelihatannya, ayahmu bersikeras ingin tetap membantumu. Apa boleh buat? Kelihatannya dia sangat menyayangimu."

Yuna : "Maafkan aku..."

Yuna tertunduk lagi. Dan kembali meminta maaf. Ia merasa telah merepotkan banyak orang.

Ryoko : "Baik. Sudahlah. Kau sudah meminta maaf terlalu banyak. Aku terdengar seperti wanita yang jahat saja."

Ucap Ryoko dengan wajah senyum harunya, mencoba untuk menghibur Yuna, sembari memegang tangannya. Yuna merasa terkesan.

Ryoko : "Yang penting saat ini, kau baik-baik saja. Itu sudah lebih dari cukup."

Ryoko tersenyum dengan sepenuh hatinya.

Ryoko : "Sekarang, akan kubiarkan kau beristirahat. Kucingmu tentu dengan senang hati akan menjagamu disini. Jika kau membutuhkan sesuatu, panggil saja. Jangan sungkan."

Yuna : "Terima kasih, Ryoko."

Ryoko berdiri dan meninggalkan Yuna di kamarnya. Pintu pun tertutup dengan perlahan.

Sejenak, Yuna memikirkan apa yang terjadi padanya hari ini. Ia melihat telapak tangannya sendiri. Wajahnya terlihat masih dipenuhi tanda tanya. Semua perasaan bercampur aduk di dalam dadanya. Bingung dan cemas. Kombinasi yang sempurna untuk membuat Yuna bingung. Buntu tanpa jawaban yang diharapkan.

Yuna : "Sebenarnya, apa yang terjadi padaku..."

Yuna's Voice : "Aku bisa merasakan sedikit tentang pengalaman mimpi yang baru kualami hari itu... Tapi yang tidak kumengerti adalah kenapa aku tidak ingat sama sekali? Aku merasa mimpi yang baru kualami itu seperti sesuatu yang penting... Tapi apa? Apakah lebih baik aku tetap menganggapnya sebuah mimpi kosong saja?"

Yuna merasa tidak ingat dengan mimpi misterius yang baru dialaminya.

「 In The Yuna's House Kitchen 」

Sementara itu, hari sudah semakin sore. Akhirnya, para pria pun berhasil menyelesaikan tugasnya. Ryuga terlihat kelelahan. Sampai harus menyandarkan punggungnya, hingga kepalanya tertarik ke belakang.

Ryuga : "Lelah sekali..."

Keluh Ryuga.

Kurosaki : "Aku tidak. Aku merasa sangat segar."

Ucap Kurosaki dengan wajah semangatnya.

Ryuga : "Bagaimana tidak? Kau lebih banyak meminum susu Rosalina Berrynya dibandingkan menuangkannya ke dalam botol kaca. Kau sudah menghabiskan 4 botol, Kai!"

Ryuga mengangkat kepalanya dan bergumam kesal pada Kurosaki.

Kurosaki : "Aku jadi ketagihan dengan susu buatan Yuna ini. Aku tidak pernah tahu kalau kombinasi susu dan buah Rosalina Berry akan jadi seenak ini. Aku mau satu lagi."

Kurosaki mengambil satu botol lagi. Dan langsung meminumnya tanpa ragu. Ryuga pun langsung kesal pada Kurosaki.

Ryuga : "Kaaii! Jangan minum lagi. Kau jadi menghabiskan 5 botol! Susu ini untuk dijual! Kalau kau mau lagi, sebaiknya kau membelinya!"

Kurosaki baru saja menghabiskannya. Wajahnya terlihat sangat senang setelahnya. Dan berubah kesal sambil bergumam juga pada Ryuga, dengan satu alis terangkat.

Kurosaki : "Iya, iya..! Aku mengerti. Tenang saja, aku akan membayarnya 2 kali lipat! Kau senang'kan?"

Ryuga : "Humph! Tepati saja janjimu itu langsung pada Yuna..! Semoga saja kau tidak sakit perut!"

Gumam Ryuga kembali sembari memalingkan wajahnya karena kesal.

Sementara itu, Sasouke baru saja menyelesaikan bagian terakhir membersihkan sisa susu yang tertumpah di bagian botolnya sampai kembali bersih.

Sasouke : "Hei, hentikanlah kalian berdua. Seperti anak kecil saja. Seharusnya kalian malu, bertengkar di rumah paman Akimiya!"

Keluh Sasouke, sembari bersandar dan menyilangkan kedua tangannya. Wajahnya juga terlihat sama kesalnya. Berhasil membuat Ryuga dan Kurosaki tersentak dan merasa menyesal.

Ryuga : "Maaf, Sasouke..."

Kurosaki : "Ma-Maafkan aku juga..."

Sasouke menghela nafas panjang, sembari menyisir rambut dengan jarinya, berusaha menenangkan dirinya.

Sasouke : "Haaah... Sudahlah, lupakan saja yang tadi. Yang terpenting, kita sudah menyelesaikan tugas Yuna tepat pada waktunya."

Ryuga : "Aaahh... Benar juga. Aku jadi mengerti kenapa Yuna sampai kelelahan seperti tadi. Ternyata terasa seberat ini. Padahal kita mengerjakannya lebih unggul karena dilakukan bersama. Tidak bisa kubayangkan bagaimana lelahnya Yuna jika dia mengerjakannya sendirian..."

Ungkap Ryuga dengan ekspresi cemasnya.

Kurosaki : "Tapi, jika dia melakukan semuanya sendiri, Yuna bisa jatuh sakit karena kelelahan. Aku bisa merasa bersalah jika itu terjadi."

Karena ucapan Kurosaki, Sasouke dan Ryuga sama-sama merenungkannya. Sasouke jadi teringat lagi di hari kemarin itu. Saat ia juga melihat Yuna yang hampir terjatuh saat bekerja di ladang siang itu. Dan membayangkan kembali, saat mengambil pesanan botol kaca itu. Dalam benaknya selalu dihantui pertanyaan, bagaimana jadinya jika Sasouke tidak ada disana untuk membantunya.

Sasouke : "Karena itulah, jika kita masih bisa membantunya, kita harus memberikannya tenaga kita. Apalagi karena kita adalah pria yang terbiasa bekerja lebih keras dari wanita. Sudah seharusnya, kita juga harus membantu teman wanita kita yang membutuhkan. Karena batas kekuatan pria dan wanita itu berbeda. Seseorang tidak akan pernah bisa mengerjakan satu pekerjaan berat sendirian. Setidaknya, kita tidak boleh membiarkannya sendirian."

Jelas Sasouke sambil memikirkan Yuna.

Yang ketika itu pun, Sasouke teringat momen di masa lalunya. Saat Yuna yang dilanda kesedihan mendalam setelah ibunya meninggal. Melihat pertama kalinya Yuna yang sangat sedih itulah, membuat Sasouke kecil tergerak ingin menghapus kesedihan dan mengubah kesendirian yang dialami Yuna dengan kehadiran Sasouke dan lainnya dalam hidup Yuna. Dengan menawarkan tangan kebahagiaan pada Yuna. Sasouke tidak pernah melupakannya.

Ryoko : "Kita semua, Sasouke. Kau ingat seperti janji kita dulu, bukan? Kita akan selalu membantunya."

Ucap Ryoko yang tiba-tiba hadir diantara pembicaraan tersebut. Ketiganya secara bersamaan mengalihkan pandangannya pada Ryoko.

Ryoko menghampiri meja dan ikut duduk.

Ryoko : "Kita semua tahu, apa yang telah dialami Yuna. Saat itu, situasinya begitu sulit baginya. Tapi pada akhirnya, kita semua bisa mengubah kesedihan Yuna sejak saat itu. Ya. Semakin kita dewasa, semakin banyak pekerjaan yang harus kita lakukan. Kita mungkin tidak bisa seperti dulu. Bebas dan bermain sepuasnya. Sekarang, kita memiliki kesibukan masing-masing. Tapi meskipun kita sudah sama-sama dewasa, pekerjaan menolong harus bisa kita lakukan dengan semua kemampuan kita. Ditambah, sekarang kita memiliki kelebihan masing-masing. Dengan begini, kita tetap bisa membantu Yuna dengan kelebihan yang kita kuasai. Tidakkah kalian setuju?"

Mendengar ungkapan penuh makna dari Ryoko membuat ketiganya sama-sama tersenyum.

Ryuga : "Ah, benar juga. Aku setuju."

Kurosaki : "Kau benar."

Ryoko : "Karena itulah, kita juga harus bisa bekerja sama untuk menjadikan malam festival Cellestina yang terindah bagi Yuna."

Ryuga : "Kalau begitu, kita siapkan saja stand terbaik untuk menjual susu Rosalina Berry ini. Kai, ayo kita kerjakan!"

Kurosaki : "Ide bagus! Ayo lakukan!"

Ryuga dan Kurosaki terlihat sangat bersemangat dan langsung beranjak pergi.

Ryoko : "Hehe... Mereka berdua sangat kompak. Dan, Sasouke?"

Sasouke : "Hmm?"

Ryoko : "Maukah kau menengok keadaannya sekarang?"

Sasouke : "Aku? Apa tidak apa-apa?"

Ryoko : "Kau akan tahu nanti. Pergilah."

Bujuk Ryoko dengan senyuman. Seolah dia juga mengetahui bagaimana perasaan Sasouke pada Yuna. Sasouke pun segera beranjak.

Sesampainya di depan pintu kamarnya, Sasouke mengetuk pintu tersebut beberapa kali.

Yuna : "Siapa?"

Sasouke : "Ini aku. Sasouke. Boleh aku masuk?"

Yuna : "Ngh... Aku tidak yakin."

Sasouke : "Ada apa, Yuna? Apa kau merasa sakit lagi?"

Ucap Sasouke yang mulai cemas.

Yuna : "Ngh... Bukan. Aku tidak apa-apa. Hanya saja, aku begitu kacau disini."

Sasouke : "Kacau? Yuna, biarkan aku membantumu kalau kau memang membutuhkannya. Jadi, ijinkan aku masuk ya?"

Yuna : "Ngh, ba-baiklah... Masuk saja."

Setelah mendapatkan ijin itu, Sasouke pun masuk. Ia sempat merasa cemas. Namun setelah melihat kondisi yang sebenarnya, Sasouke menjadi bingung dengan kondisi kamar Yuna yang berantakan dan penuhi bulu-bulu angsa putih dimana-mana. Bahkan rambut Yuna terlihat berantakan dan dipenuhi bulu.

Sasouke : "Apa yang..?"

Sasouke melihat kucing kesayangan Yuna sedang asyik bermain dengan bulu-bulu yang bertebaran, mengejar, berguling dan menangkap bulu-bulu halus tersebut. Membuat bulu-bulu lainnya ikut berterbangan. Terlihat sangat menggemaskan. Ternyata, semua bulu angsa itu berasal dari bantal.

Bahkan sebagian tubuh Hatsu Haru juga dipenuhi oleh bulu-bulu halus yang menempel.

Yuna hanya memberi jawaban dengan senyum malu.

Yuna : "Kau lihat? Semuanya kacau."

Sasouke tersenyum lega. Ia pun menghampiri Yuna. Dan duduk disampingnya.

Sasouke : "Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tapi ini benar-benar kacau. Bahkan rambutmu juga."

Yuna : "Karena itulah, aku tidak yakin jika kau sampai masuk ke kamarku yang kacau seperti ini."

Sasouke : "Biar kutebak. Ini semua ulah kucingmu?"

Yuna : "Ehehe, kau benar."

Jawab Yuna dengan senyum malu. Sasouke menghela nafas dengan tenang, lalu tersenyum haru.

Sasouke : "Kalau begitu, aku akan membantu membersihkan rambutmu dulu. Sebentar lagi malam festival akan dimulai. Berbaliklah ya."

Bujuk Sasouke dengan nada yang lembut. Sambil memutar pundak Yuna sehingga Yuna membelakangi Sasouke.

Satu persatu, Sasouke mengambil bulu-bulu angsa yang menempel di rambut panjangnya dan mengumpulkannya. Yuna mulai merasa canggung karena sikap Sasouke yang lembut.

Sasouke : "Jika sakit, katakan padaku. Jangan ditahan."

Yuna : "Baik..."

Balas Yuna dengan wajah yang malu.

Yuna : "Sasouke... Terima kasih..."

Sasouke : "Untuk apa?"

Yuna : "Kudengar dari Ryoko, kau yang pertama kali menemukanku sedang tertidur sampai sulit dibangunkan. Dan kau juga yang sampai membawaku ke kamar. Maaf sudah merepotkanmu dan membuatmu cemas..."

Ucap Yuna dengan menyesal.

Sasouke : "Ah, yang itu ya. Sudah, jangan dipikirkan. Seperti yang selalu kukatakan, aku senang membantumu apa saja."

Balas Sasouke dengan nada suara yang lembut. Yuna menjadi terdiam dan beruntung wajah malu itu tidak dilihat oleh Sasouke.

Sasouke : "Ini rasanya De Ja Vu. Apa kau ingat?"

Yuna : "De Ja Vu?"

Sasouke : "Saat kita masih kecil. Saat itu, kita semua sedang bermain layang-layang di atas bukit. Hari itu, cuacanya cukup berangin. Dan tiba-tiba angin besar datang. Sampai menerbangkan daun-daun yang berguguran. Kita semua sempat terkejut. Dan yang lebih mengejutkannya, rambutmu dipenuhi dedaunan yang terbawa angin besar itu. Hehe... Dan membuat rambutmu jadi ikut berantakan juga. Lalu, aku membantumu membersihkan rambut panjangmu. Benar-benar sama, seperti yang sekarang kulakukan."

Jelas Sasouke dengan bernostalgia. Dia benar-benar mengingat kejadian itu.

Yuna : "Benar juga. Aku baru ingat. Angin besar waktu itu ya? Benar-benar kenangan yang lucu. Hehe, sepertinya semua daun-daun itu hanya menempel di rambutku saja ya?"

Sasouke : "Hehe... Ya, tentu saja. Diantara teman-teman wanita, hanya kau yang memiliki rambut terpanjang. Tapi syukurlah, rambutmu bisa kembali seperti semula. Itu ajaib."

Yuna : "Ajaib?"

Sasouke : "Karena sepertinya, rambutmu itu sangat lembut. Dan sejak dulu, aku mengagumi rambut panjangmu. Sampai sekarang. Aku selalu suka dengan rambut panjangmu."

Mendengar ungkapan Sasouke dengan nada lembutnya, membuat jantung Yuna mulai berdebar. Wajahnya mulai memerah.

Yuna : "Apa... Masih belum selesai juga, Sasouke?"

Tanya Yuna yang malu.

Sasouke : "Karena ini bulu angsa, ini lebih sulit dari yang kukira. Sabarlah sedikit lagi."

Yuna : "I-Iya..."

Sasouke masih terus melanjutkannya. Dengan cermat dan perlahan walaupun harus memakan waktu yang tidak sedikit. Dan akhirnya, Sasouke pun berhasil mengambil semua bulu angsa tersebut.

Sasouke : "Sekarang, tunggu sebentar ya."

Yuna : "Apa yang akan kau lakukan lagi?"

Sasouke beranjak sejenak. Berjalan menuju meja rias Yuna dan mengambil sisir sikat yang Sasouke amati sejak tadi. Yuna memperhatikannya. Lalu, Sasouke kembali duduk di belakang Yuna.

Yuna : "Kenapa kau membawa sisir sikatku?"

Sasouke : "Tentu saja untuk merapikan rambutmu. Sekarang, jangan bergerak ya."

Sasouke memutar kepala Yuna dan kembali membelakangi Sasouke.

Sasouke : "Dan jangan banyak bicara juga ya."

Ucap Sasouke dengan suara lembutnya sembari membisikkannya tepat di samping telinga Yuna. Seolah, Sasouke sudah membaca pikirannya. Mampu membuat Yuna terkejut dan langsung terdiam.

Sasouke mulai merapikan rambut Yuna yang kusut. Dengan perlahan dan berhati-hati. Yuna hanya bisa terdiam. Pasrah dengan apa yang Sasouke lakukan pada rambutnya.

Dari tangan seorang pria yang pekerja keras itu, ternyata bisa memberikan kelembutan pada rambut panjang Yuna yang berwarna kecoklatan.

Momen itu hanya dihiasi keheningan. Sasouke masih sibuk merapikan. Terlihat sangat menikmati tugasnya. Sedangkan Yuna, hanya terdiam namun ia masih merasa canggung.

Saat Sasouke melihat rambut panjang itu, ia teringat sesuatu yang indah di masa lalunya. Yang membuat jantungnya pertama kali berdebar tidak menentu.

Ia ingat, terkadang Yuna suka menguncir atau mengepangkan rambutnya saat masih kecil. Namun bagi Sasouke, ia lebih suka dengan rambut Yuna yang tergerai bebas. Terutama saat angin membawa terbang rambut panjangnya. Bagi Sasouke itu merupakan pemandangan terindah yang pernah ia lihat. Dari sejak saat itulah, Sasouke melihat kecantikan Yuna yang terpancar dengan rambut panjang yang terurai. Dan menyadari tentang perasaan yang mulai tumbuh di saat usianya masih 8 tahun. Sehingga, selalu terbersit dalam benaknya yang ingin sekali menyentuh rambut panjang kecoklatan yang berkilau dan indah itu. Karena alasan itulah, saat ini Sasouke sangat menikmati momen untuk bisa menyentuh rambut Yuna yang ia kagumi.

Sasouke's Voice : "Aku tidak pernah sekalipun melupakan ingatan pertamaku, bagaimana aku pertama kalinya jatuh cinta hanya dengan melihat rambut panjang ini... Aku selalu ingin bisa menyentuh rambut itu... Yang terlihat lembut... Dan setelah aku bisa menyentuh untuk yang pertama kalinya pun... Aku ingin menyentuhnya lagi dan lagi..."

Sasouke mengambil satu genggam rambut Yuna, dan menciumnya. Ia menghirupnya dengan perlahan. Sasouke bisa mencium bau yang sangat wangi, manis dan menenangkan. Seperti wangi bunga Gardenia. Semakin membangkitkan perasaan yang selalu ia simpan sejak lama. Wangi yang selalu Sasouke rindukan.

Yuna : "Maaf, Sasouke... Apakah sudah selesai? Kita harus segera pergi ke tempat festivalnya. Karena aku harus menjual susu Rosalina Berry."

Tanya Yuna yang malu. Namun berhasil membangunkan Sasouke yang larut dalam lamunan kenangan terindah masa lalunya.

Sasouke : "Ah! Iya, su-sudah selesai. Rambutmu memang ajaib. Sudah rapi kembali dengan cepat. Kau pasti merawat rambutmu dengan sangat baik."

Sasouke memuji, lalu memberikan sikat sisir itu pada Yuna.

Sasouke : "Jangan khawatirkan itu. Sepertinya, yang lainnya sedang berusaha menjual susu Rosalina Berry buatanmu. Mereka sudah lebih dulu ke sana. Sebaiknya, kau bersiap-siaplah."

Yuna : "Ryuga dan yang lainnya membantu menjualnya?"

Ucap Yuna yang terkejut. Sasouke berdiri dan melihat ke arah Yuna sambil menawarkan senyum lembutnya.

Sasouke : "Jangan khawatir. Semuanya akan baik-baik saja. Dan mereka semua dengan senang hati mau membantumu. Bersiaplah. Aku akan datang lagi untuk menjemputmu. Kita akan pergi ke tempat festivalnya bersama-sama. Sampai nanti."

Yuna : "Tapi--"

Sasouke sudah meninggalkan Yuna sendirian lagi bahkan sebelum Yuna selesai menyampaikan sesuatu.

Yuna : "Ah, sudah pergi. Mau bagaimana lagi?"

Keluh Yuna. Tapi mau tidak mau, Yuna harus menerima kenyataan, bahwa sekarang semua teman-temannya datang membantu bahkan sampai ikut membantu menjual susu Rosalina Berry buatannya.

Yuna pun beranjak dari tempat tidurnya. Dan segera mempersiapkan diri. Malam ini, Yuna memutuskan untuk mengenakan gaun warisan dan mendiang ibu tercinta. Yang sengaja dibuat khusus untuk Yuna. Gaun berwarna ungu Lilac yang lembut, dengan desain yang sederhana. Dengan bagian atas yang berbuka hingga setengah pundak. Berhiaskan bordil berdesain bunga yang indah di bagian dadanya.

Gaun itu memiliki bagian lengan hingga setengah. Lalu bagian serempatnya membentuk A-line berhiaskan pita yang serasi di bagian atas sikunya.

Bagian roknya memiliki keistimewaan tersendiri. Berhiaskan bordil cantik yang membentuk seperti bunga. Sehingga gaun sederhana ini, meskipun tidak berhiaskan batu permata satu pun, tetap terlihat sangat cantik. Yuna terlihat semakin cantik.

Dibagian rambutnya, Yuna menatanya dengan gaya wavy half updo dan menjepitnya dengan jepitan rambut berhiaskan bunga dari kristal kaca yang juga berwarna ungu. Terlihat serasi.

Yuna juga sedikit berdandan. Dengan begitu, penampilan terlihat semakin cantik. Terlihat sempurna. Kemudian, Yuna memandangi dirinya sendiri di sebuah cermin tinggi. Sambil mengusap kain dari gaun tersebut. Wajahnya tersenyum.

Yuna : "Ibu... Ayo, pergi ke festival Cellestina tahun ini?"

Yuna seperti bisa merasakan kehadiran sang ibu lewat gaun yang dipakainya. Ekspresinya berubah menjadi senyum haru yang manis. Yuna lalu menghela nafas sambil memegang dadanya.

Yuna : "Aku pergi dulu... Ibu."

Sekali lagi, Yuna melihat dirinya sendiri ke cermin. Lalu keluar dari kamar.

Sesampainya di ruang tengah, Yuna melihat Akimiya yang tertidur di atas kursi kayu yang dekat dengan perapian yang menyala dengan api sedang. Sempat terpikirkan sejenak, Yuna ingin memberitahukan ayahnya. Tapi setelah melihat ayahnya yang sudah tertidur, Yuna pun memutuskan untuk membiarkannya. Yuna tersenyum haru. Ia tahu bagaimana ayahnya telah banyak menolongnya hari ini.

Tidak lama, terdengar seseorang mengetuk pintu.

Yuna : "Siapa?"

??? : "Ini aku. Sasouke. Kau sudah siap pergi ke festival?"

Yuna : "Baik. Aku segera keluar."

Yuna pun membuka pintu. Dan terlihat Sasouke yang sudah berdiri di depannya. Yang sedang merapikan kancing baju lengannya. Sasouke sudah terlihat rapi. Dengan satu setelan sederhana. Sasouke terlihat gagah dan tampan.

Setelah terdengar suara pintu terbuka, Sasouke pun langsung mengalihkan pandangannya. Dengan senyumannya yang siap menyambut Yuna. Namun...

Sasouke : "Jadi, kau sudah--"

Sasouke terkejut saat melihat penampilan Yuna malam itu dengan gaun berwarna Lilac. Hingga tidak satu pun ucapan yang keluar lagi. Sasouke terpesona dengan kecantikan Yuna yang berbeda.

Sasouke : ("Cantik sekali...")

Sasouke masih terus memandangi Yuna. Dari atas hingga ke bawah. Yuna sendiri merasa bingung dengan Sasouke yang terus terdiam.

Yuna : "Kau baik-baik saja? Kenapa kau melihatku seperti itu?"

Sasouke tersadar. Mencoba untuk kembali pada akal sehatnya.

Sasouke : "Ah! I-Iya! Tentu. Aku baik-baik saja. Kau sudah siap rupanya. Aku bisa melihatnya. Itu bagus."

Sasouke terlihat mulai salah tingkah sampai memalingkan wajahnya sembari menggaruk belakang kepalanya. Padahal tidak terasa gatal sedikit pun. Wajahnya juga terlihat memerah samar-samar. Membuat Yuna semakin bingung.

Sasouke menyadari sikapnya yang serba salah itu. Lalu mengalihkan lagi pandangannya.

Sasouke : ("Hari ini Yuna terlihat cantik sekali... Tapi kenapa aku jadi merasa serba salah seperti ini? Ada apa denganku..? Aku seperti baru kehilangan setengah akal sehatku...")

Sasouke memang sejak awal menyadari perasaannya pada Yuna. Namun dengan melihat kecantikan Yuna malam ini, perasaan itu seperti terus bergejolak di dalam dadanya. Sesuatu yang mendorong perasaan itu untuk ingin selalu bersama. Sasouke tahu itu apa.

Sasouke : "Ah, apa yang kupikirkan ini."

Sasouke tersenyum sendiri. Lalu berjalan menghampiri Yuna yang sejak tadi merasa bingung dengan sikap Sasouke. Dan pandangan matanya tidak pernah ia lepaskan. Bahkan ketika sudah berada di hadapannya pun, mata Sasouke tidak sedetik pun terlepas. Lalu, Sasouke menawarkan lengannya pada Yuna. Sebuah tanda seorang gentlemen jika ingin mengajak jalan seorang wanita dengan penuh etika.

Sasouke : "Kau siap, Nona Sakurana?"

Yuna terkejut. Tapi ia paham maksud Sasouke. Yuna membalasnya dengan tawa kecil manisnya. Lalu sedikit merendahkan sebentar tubuhnya sambil mengangkat kedua sisi rok gaunnya, seperti yang dilakukan wanita bangsawan pada umumnya.

Yuna : "Tentu, Tuan Sakagimaru."

Yuna pun menyambut lengan Sasouke. Lalu berjalan bersama ke tempat dimana festival Cellestina diadakan.

Entah apa yang terjadi pada Sasouke, sesekali mencoba untuk mencuri pandang demi bisa melihat kecantikan yang luar biasa dari Yuna. Gadis cinta pertamanya.

Sasouke merasakan perasaan yan luar biasa malam itu. Keindahan yang lebih indah dari malam festival Cellestina. Dan Sasouke menikmatinya sepanjang kebersamaan itu. Cintanya semakin tumbuh dengan kuat. Mendorongnya untuk bisa mewujudkan perasaan yang dulu.

Sasouke : "Yuna, apa kau ingat dengan ucapanku kemarin?"

Yuna : "Bukankah tentang ingin menunjukkan sesuatu?"

Sasouke : "Itu benar. Kau mau ikut denganku'kan?"

Bujuk Sasouke dengan tatapan yang lembut dan senyuman yang sama lembutnya.

Sasouke : "Tapi, aku ingin memperingatkanmu sesuatu."

Gumam Sasouke.

Yuna : "Memperingatkanku sesuatu? Apa itu?"

Yuna sedikit terkejut, seolah ucapan itu berarti serius. Berhasil membuat Yuna merasa penasaran.

Sasouke : "Apa kau yakin mau mendengarnya?"

Sasouke tersenyum. Yuna merasakan sesuatu yang janggal. Karena sebelumnya ekspresi Sasouke seperti cemas, namun sekarang menjadi tersenyum. Apa yang Sasouke rencana sebenarnya?