Sasouke : "Yuna... Di malam festival nanti, aku ingin menunjukkan sesuatu kepadamu."
Yuna : "Padaku?"
Yuna dibuat bingung dan mulai tertarik dengan ucapan Sasouke.
Sasouke : "Aku tahu, kalau kau pasti akan sibuk berjualan susu Rosalina Berry di festival nanti. Jadi, di festival nanti aku ingin membantumu berjualan sampai dengan selesai. Dan setelahnya, aku baru bisa menunjukkan sesuatu itu. Bagaimana?"
Jelas Sasouke. Yang berusaha meyakinkan Yuna agar mau menerima tawarannya.
Yuna : "Apa kau yakin, Sasouke? Aku berharap tidak merepotkanmu. Seharusnya, kau menikmati malam festival Cellestina dengan santai sambil bersenang-senang bersama dengan teman-temanmu."
Balas Yuna dengan senyum malu dan suara yang lembut.
Sasouke : "Tidak, aku serius. Karena aku ingin bisa menunjukkan sesuatu itulah, aku ingin membantumu di festival nanti. Ryuga dan teman-teman lainnya pasti mengerti. Atau mungkin, mereka juga akan mau membantumu. Bagaimana?"
Jelas Sasouke lagi dengan senyum yang sama. Semakin ingin meyakinkan Yuna. Sepertinya sesuatu yang Sasouke maksud itu kelihatannya sesuatu yang penting.
Yuna : "Ah? Ryuga dan yang lainnya?"
Yuna berpikir dan sempat ragu. Karena disisi lain, ia tidak ingin merepotkan orang lain. Tapi ia menyadari, bahwa Sasouke berniat baik dan ucapannya terdengar tulus. Sasouke juga terkenal suka membantu keluarga Yuna.
Yuna : "Jika itu tidak merepotkan bagimu atau yang lainnya... Baiklah, aku akan menerima bantuanmu."
Balas Yuna.
Setelah mendengarnya, membuat Sasouke merasa sangat senang dalam hatinya.
Sasouke : "Senang mendengarnya. Senang karena bisa membantumu apa saja."
Ungkap Sasouke dengan nada kebahagiaannya. Sorot matanya mendalam. Sasouke sangat mengharapkan apa yang sudah ia rencanakan dapat terwujud di festival nanti.
Tidak lama kemudian, Ryuga datang setelah dari sungai. Sembari mengusap wajah bagian dahinya yang juga lembab. Bajunya terlihat setengah basah. Yuna dan Sasouke mengalihkan pandangannya pada Ryuga bersamaan.
Ryuga : "Hey, Sasouke. Aku sudah melihat situasinya di sungai tadi. Sepertinya jika hanya dengan kekuatan kita berdua, itu tidak akan cukup. Kita membutuhkan beberapa orang lagi dan perkakas lainnya yang mendukung. Ini pekerjaan yang membutuhkan tehnik."
Sasouke : "Begitukah? Kalau begitu, kita bisa mengajak Kai dan pemuda lainnya. Dan kita akan mulai mengerjakannya besok pagi saja. Tapi jika paman Akimiya meminta kita untuk membantunya memasang kincir airnya juga, kita baru bisa mengerjakannya lusa. Karena malam ini adalah malam perayaan festival Cellestina. Kau ingat'kan?"
Jelas Sasouke. Terdengar begitu dewasa.
Ryuga : "Ah, kau benar. Besok malam ya? Baiklah! Besok kita akan mengerjakan bagian yang pertama dahulu. Aah, aku akan mengajak Ryoko nanti. Dia pasti ingin sekali ikut."
Ryuga begitu antusias jika tentang besok malam. Dan mungkin berlaku bagi semua warga Desa Rashvarrina. Karena festival ini adalah festival yang sangat dinantikan. Agar seluruh ladang buah Rosalina Berry dapat berbuah semakin lebat saat waktunya panen. Dan memberikan semakin banyak kebahagiaan.
Ryuga : "Yuna, kau pasti ikut'kan?"
Tanya Ryuga yang bersemangat sambil menengok Yuna.
Yuna : "Tentu saja. Tahun ini aku akan menjual susu Rosalina Berry. Aku berharap kau mau membelinya nanti, meskipun satu botol saja."
Balas Yuna dengan menunjukkan wajah senyumnya.
Ryuga : "Benarkah? Kau bilang susu Rosalina Berry? Jadi karena itulah kau memesan susu sebanyak 40 liter dari peternakanku waktu itu?"
Tanya Ryuga. Sembari mengingat saat Yuna mendatangi peternakan sapi miliknya beberapa waktu yang lalu untuk memesan susu. Dimana saat itu, Yuna ingin membayarnya secara penuh. Namun, justru Ryuga memberikan potongan harga pada Yuna karena alasan pertemanan.
Sedikit cerita, Ryuga memiliki sapi sebanyak 16 ekor. Dan dia memperlakukan ke 16 sapinya seperti anak-anaknya sendiri. Bahkan setiap sapinya memiliki nama masing-masing sesuai dengan jenis kelaminnya. Akan tetapi ada satu sapi betina yang diberi nama Vivi yang cemburu saat Yuna datang berkunjung. Karena rasa cemburu itu, Vivi sampai tidak mau mengeluarkan setetes pun susunya. Dan Ryuga pun harus membujuk Vivi dengan segala cara. Mulai dari memujinya sampai menawarkannya rumput yang lezat. Dan ternyata, kecemburuan Vivi mereda saat seseorang tiba-tiba datang berkunjung. Seorang pria muda, salah satu teman dekat Ryuga bernama Hiroshi. Saat Vivi pertama kali melihat wajah tampan dan manis Hiroshi, Vivi langsung terpikat. Barulah disaat itu Ryuga mencuri kesempatan untuk mengambil susu dari Vivi. Ryuga bahkan meminta pada Hiroshi untuk terus berdekatan dengan Vivi sampai dengan tugas Ryuga memerah susunya selesai dikerjakan. Itu merupakan momen yang unik. Dan akhirnya Yuna pun bisa mendapatkan susu yang diinginkannya.
Yuna : "Itu benar. Untuk membuat susu Rosalina Berry."
Ryuga : "Ooh, aku mengerti sekarang. Kalau begitu, aku mungkin akan membeli banyak susu Rosalina Berry darimu nanti malam. Dan..!"
Ryuga memberikan tanda jari telunjuknya di hadapan Yuna, sambil menunjukkan senyum super bahagianya.
Ryuga : "Jangan beri aku potongan harga ya! Aku ingin membayarmu penuh! Jangan lupa ya!"
Yuna : "Eeh..? I-Iya... Aku tidak akan lupa... Hehe..." ("Jika kuingat, waktu itu pun aku ingin membayarnya penuh untuk susu yang kupesan. Tapi, dia justru memberiku potongan harga. Padahal, aku juga ingin membalasnya dengan hal yang sama. Sepertinya tidak akan bisa ya... Ryuga seperti sudah membaca pikiranku lebih dulu...")
Yuna merasa bingung, sembari tersenyum dalam malu dengan kedua alis yang melengkung ke bawah. Ucapan Ryuga seperti De Ja Vu.
Tidak lama kemudian, Akimiya datang. Yuna menyadari kehadirannya lebih awal. Diikuti Sasouke dan Ryuga.
Yuna : "Ayah, kau sudah kembali?"
Ryuga : "Paman, aku baru saja mendiskusikannya dengan Sasouke. Kita bisa melakukannya besok pagi. Hari ini aku akan mulai mencari bantuan beberapa orang lagi. Seperti yang kukatakan tadi. Kondisi batu terakhir cukup sulit. Jadi dibutuhkan perkakas yang tepat untuk memindahkannya. Akan seperti katrol nantinya. Sasouke juga setuju setelah mendengarnya."
Sasouke : "Benar, paman. Besok, aku pastikan akan membawa bantuan yang tepat. Tapi jika paman meminta untuk pemasangan kincir airnya juga, kita baru bisa melakukannya sehari setelah hari festival Cellestina."
Akimiya : "Ah, benar juga. Besok malam ya? Baiklah, paman setuju dengan idemu itu. Paman sungguh terbantu berkat teman-teman Yuna. Terima kasih ya."
Balas Akimiya dengan senyum sepenuh hati. Yuna pun turut senang. Ditambah ia kagum dengan yang apa baru saja di ucapkan Ryuga dan Sasouke yang terdengar begitu detail dan ringan. Terdengar dewasa dan penuh pertimbangan.
Ryuga : "Kalau begitu, sampai besok lagi, paman! Sebaiknya, aku harus segera mencari beberapa pemuda lagi sebelum malam. Sampai besok semuanya!"
Ryuga begitu bersemangat. Ia bergegas pergi dan meninggalkan mereka bertiga.
Sasouke : "Sampai besok, Ryuga."
Akimiya : "Ya, sampai besok lagi. Ayo, Yuna. Kita juga harus pulang."
Yuna : "Ah! aku baru ingat..! Aku harus pergi mengambil pesanan botol kacaku di tempat Yukito."
Akimiya : "Begitu ya? Kalau begitu cepatlah pergi. Dan kembalilah sebelum malam. Karena kau harus membuat susu itu, bukan?"
Begitulah isi nasihat Akimiya yang dipenuhi kasih sayang pada putrinya.
Yuna : "Baik, ayah."
Sasouke : "Kalau begitu, biarkan aku yang menemanimu."
Ucap Sasouke yang begitu perhatian pada Yuna. Yuna menoleh ke arah Sasouke yang tersenyum.
Yuna : "Kau yakin, Sasouke?"
Sasouke : "Ya. Aku sangat yakin. Tidak apa-apa'kan, paman?"
Sasouke menoleh ke arah ayah Yuna dengan harap. Tentu saja, Sasouke menyadari adab baik dengan meminta ijin dahulu pada ayah Yuna.
Akimiya : "Ya, sudah. Tidak apa-apa kalau tidak merepotkanmu, nak Sasouke. Setidaknya ada seseorang yang menemani Yuna."
Ucap Akimiya yang merasa senang atas perhatian dari Sasouke yang peduli. Meskipun, Yuna sendiri merasa bingung karena tidak ingin merepotkan Sasouke. Mau bagaimana pun, Yuna tetap menuruti ucapan ayahnya demi kebaikan dirinya sendiri.
Yuna : "Baiklah... Kalau itu tidak merepotkan."
Akimiya : "Kalau begitu, ayah akan menunggu kepulanganmu saja di rumah. Sampai besok, nak Sasouke."
Sasouke : "Ya, paman."
Akimiya berlalu, meninggalkan Sasouke dan Yuna berdua. Sasouke mengalihkan lagi pandangannya pada Yuna.
Sasouke : "Kau mau pergi sekarang?"
Yuna : "Ah! I-Iya! Baiklah..."
Yuna sempat terkejut karena ajakan Sasouke yang lembut. Apakah masih karena efek dari drama romantis yang singkat siang itu?
Mereka pun segera menuju tempat dimana Yuna memesan sisa botol kaca untuk susu Rosalina Berrynya nanti.
Sebenarnya, ada alasan lain kenapa Sasouke harus ikut bersama dengan Yuna ke tempat Yukito itu. Sasouke tahu bahwa pria pengrajin kaca itu juga memiliki perasaan pada Yuna. Kelihatannya, Sasouke khawatir jika sampai hal itu terjadi. Ia pertama kali mendengarnya dari Kai, teman dekatnya. Apakah ini artinya, Sasouke cemburu? Lebih tepatnya, Sasouke hanya tidak ingin kehilangan cinta pertamanya itu. Tapi, hanya ada satu hal yang membuat Sasouke lebih khawatirkan tentang Yukito dan kemungkinan terbesar yang bisa membuat cinta pertamanya lebih cepat menghilang dari kehidupannya. Itulah yang sangat dicemaskannya saat pertama mendengar nama Yukito.
Sasouke : "Yuna, aku baru ingat sesuatu. Kau bisa lebih dulu ke tempat Yukito. Aku akan menyusulmu."
Yuna : "Oh, baiklah.."
Awalnya Yuna sedikit bingung. Padahal, sebentar lagi mereka akan sampai. Tapi Yuna tetap menganggap ucapan Sasouke itu adalah dalam artian yang positif. Yuna pun melanjutkan sendiri ke tempat Yukito tanpa Sasouke.
Sesampainya, Yuna menemui Yukito yang kebetulan berada di depan pintu masuk. Benar saja, wajah Yukito terlihat bahagia saat melihat Yuna yang datang. Yukito menyambutnya dengan kelembutan. Seperti seorang gentleman.
Yukito : "Yuna, akhirnya kau datang juga. Aku sudah menunggumu. Kau pasti bekerja dulu di ladang milik keluargamu ya? Seharusnya aku membantumu saja ya, supaya kau bisa beristirahat."
Ucapan sambutan Yukito dengan nada lembut, terdengar lebih berarti. Ditambah dengan sorot mata yang berbeda dan hiasan senyuman bahagia di wajahnya. Sebuah pesona dari seorang Yukito yang memiliki wajah yang tampan dan fisik yang sempurna. Bahkan, dengan mengenakan kacamata pun, Yukito terlihat semakin mempesona di mata para wanita di Desa Rashvarrina.
Yuna : "Ah... Jangan dipikirkan. Kau pasti sangat sibuk di bengkelmu. Kita sama-sama memiliki kesibukan. Jadi, mau bagaimana lagi?"
Balas Yuna dengan senyum malu.
Yukito : "Ya, memang disayangkan. Jika waktunya masih panjang, aku masih bisa sempat membuatkanmu seni kaca yang menggambarkan tentang dirimu."
Ucap Yukito, sebuah ungkapan yang sangat manis.
Yuna : "Begitu ya? Mungkin lain waktu saja."
Yukito : "Kalau begitu, masuklah ke dalam. Dan katakan pada Tenji bahwa kau datang untuk mengambil pesananmu. Aku sudah memberitahunya."
Yuna : "Baiklah, aku akan menemui Tenji."
Yuna pun segera masuk ke dalam bengkel tersebut untuk menemui Tenji dan mengambil pesanannya. Yukito pun mengikuti, namun langkahnya harus terhenti setelah mendengar seseorang di belakangnya.
Sasouke : "Yuna benar. Jangan khawatirkan lagi, karena ada aku yang membantunya selagi kau terlalu sibuk di bengkelmu."
Nada Sasouke terdengar sedikit tajam. Yukito pun menoleh dari punggungnya, lalu berbalik. Sasouke memandangnya dengan sorot mata yang berbeda. Tubuhnya bersandar pada tiang besi. Sambil menyilangkan kedua tangannya.
Yukito mengenali Sasouke. Ia benar-benar bisa merasakan ucapan Sasouke yang terdengar kurang ramah itu. Sekejap saja, raut wajah Yukito berubah.
Yukito : "Oh? Sasouke ya? Kalau itu benar, aku berterima kasih atas bantuanmu untuk Yuna. Itu bagus. Yuna pasti merasa sangat terbantu karenamu."
Sasouke : "Tentu saja. Terima kasih kembali."
Sasouke tersenyum, yang adalah sebuah senyuman palsu untuk menutupi suasana hatinya saat itu.
Yukito : "Katakan. Kau datang bersama dengan Yuna? Atau kau sengaja membuntutinya sampai datang kemari? Seperti waktu itu?"
Yukito terdengar mencibir Sasouke. Tidak hanya Sasouke, Yukito pun sama tidak sukanya dengan Sasouke.
Sasouke : "Tentu saja, aku datang bersama dengan Yuna. Kami berjalan bersama. Dan aku mengantarkannya ke tempatmu hanya untuk mengambil pesanannya. Tapi, aku membiarkannya sebentar agar kalian bisa bertemu. Lalu, aku datang belakang agar bisa menemuimu secara pribadi! Aku hanya ingin kau tahu sesuatu, aku yang dulu dan sekarang tentu saja berbeda. Setidaknya, aku masih yakin dengan satu gadis saja. Dan pantang bagiku untuk mempermainkan perasaan seorang wanita. Bukankah dari sini, karakter kita sudah berbeda?"
Sasouke mengungkapkannya dengan senyuman yang penuh percaya diri. Ia juga membalas cibiran dari Yukito.
Yukito : "Berbeda ya? Mempermainkan perasaan seorang wanita, katamu? Heh! Memang kau tahu apa tentang masa laluku?"
Yukito mulai terpancing dengan cibiran Sasouke dan mulai merasa kesal.
Sasouke : "Tidak banyak. Walau pun aku bukan seorang peramal... Setidaknya, aku tidak sampai membuat wanita terlalu percaya padaku karena janji manis disetiap malam festival Cellestina!"
Ucap Sasouke dengan nada tegas saat di akhir kalimat. Hingga berhasil membuat Yukito terkejut dan semakin terpancing.
Yukito : "Sakagimaru! Apa yang kau inginkan? Aku tahu juga menyukainya'kan? Apa itu yang kau inginkan? Dengan mengintimidasiku?"
Ucap Yukito dengan nada marah. Namun tetap berusaha meredam tensi nadanya agar tidak memancing keributan.
Sasouke : "Anggap saja itu benar. Aku menyukainya. Yang terpenting..."
Seketika, Sasouke mulai menunjukkan tatapannya yang sangat serius.
Sasouke : "Dia tidak boleh hidup bersama dengan pria pemberi harapan palsu sepertimu!"
Yukito : "Apa?"
Yukito begitu terkejut karena ucapan Sasouke.
Sasouke : "Aku tidak mengerti dengan kepribadianmu itu, Yukito. Di antara para pria di Desa Rashvarrina, hanya kaulah yang memiliki bakat dalam seni kaca. Kau mampu menciptakan karya yang indah dari kombinasi api dan pasir kaca. Semua mengakui kehebatanmu. Tapi, tidak dengan kepribadianmu, kau sama seperti kaca. Indah saat dilihat. Semua orang mengagumi keindahanmu. Namun menyakitkan saat terkena pecahan kacanya. Dan justru, setelah kaca itu pecah, kau memilih untuk membuang semua pecahan itu. Kenapa tidak kau buat kembali kaca yang lebih bagus dengan pecahan itu? Daripada membuangnya?"
Yukito : "Heh! Cobalah berpikir secara realistis, Sasouke. Jika aku tidak membuang pecahan kacanya, seseorang bisa terluka termasuk aku."
Ucap Yukito dengan percaya diri sambil memamerkan senyum sinisnya.
Sasouke : "Kau benar. Tapi, itu membuatmu menjadikan seniman kaca yang tanpa arti! Seorang seniman kaca yang takut terluka karena pecahan kaca? Apa kau bercanda? Bukankah hampir setiap harinya, kau bekerja dengan kaca dan api?"
Yukito : "Apa katamu?!"
Ungkap Sasouke dengan begitu jelasnya dihadapan Yukito. Hingga membuat Yukito tidak bisa membalas ucapannya. Seolah, Sasouke berhasil menebak semuanya dengan benar.
Yukito : "Cih! Kau tidak mengerti apa pun, Sasouke!"
Sasouke : "Hanya satu hal yang aku mengerti. Tentang bagaimana kau menganggap wanita itu seperti kaca. Kau mengaguminya, mencintainya dan membuatnya terlihat semakin berkilau karena perlakuanmu. Seolah kau menjaga kaca itu dengan sepenuh hatimu. Tapi apa yang kau lakukan setelah tanpa sengaja memecahkannya? Kau mungkin mencoba membersihkannya, agar tidak ada yang terluka. Tapi kau langsung membuangnya ke sebuah lapang kosong! Lalu mengabaikannya begitu saja! Apa kau masih berpikir bahwa kau adalah seorang seniman kaca? Ah, tidak. Kurasa kau adalah seniman kaca yang tidak memiliki hati!"
Wajah Yukito menjadi semakin masam. Memalingkan pandangannya. Sembari tersenyum kecut. Ia merasa kesal karena semua ucapan Sasouke, batinnya menolak semua kenyataan itu.
Yukito : "Heh! Sulit kupercaya. Kau mengatakan semuanya. Jadi, kau berpikir kalau kau adalah satu-satunya pria yang terbaik untuknya? Itu belum tentu terjadi, bukan? Kau terlalu berlebihan!"
Sasouke : "Ya. Asalkan pria itu bukan kau, Yukito!"
Balas Sasouke dengan nada yang tajam. Bersamaan dengan sorot mata yang sama tajamnya.
Sasouke : "Aku lebih memilih, dia bahagia dengan pilihannya, dibandingkan dengan dirimu!"
Yukito : "Sikapmu sangat arogan, Sasouke!"
Sasouke : "Kenapa? Kau berkata seperti itu karena aku mengatakan semua kebenarannya? Dan kau menolak semua kenyataan itu? Kau takut mengakui semuanya? Kau hanya perlu tahu, aku sampai menunjukkan sikap arogansiku dihadapanmu adalah untuk memperingatkanmu dan juga untuk melindunginya dari pria sepertimu!"
Ucap Sasouke yang semakin menegaskan. Yukito semakin merasa geram dibuatnya. Saat itu pun, Sasouke mulai menyadari kedatangan Yuna dan Tenji dari kejauhan.
Sasouke : "Ini hal terakhir yang ingin kukatakan padamu, sebelum mereka berdua kembali. Aku tidak akan membiarkan siapa pun merusak senyuman gadis ini! Dia bukan kaca yang bisa kau sentuh, dan setelah pecah, kau membuangnya!"
Yukito : "Kenapa kau melakukan ini padaku? Kau harus tahu, aku sudah berubah! Apa aku tidak boleh bahagia?!"
Ucap Yukito yang geram.
Sasouke : "Berubah ya? Kalau kau sudah mengakuinya bahwa kau sudah berubah, seharusnya gadis bernama Keiko, Yumi dan Renka itu masih berada disini sampai dengan sekarang! Seharusnya kau menemui mereka satu persatu dan bertanggung jawab penuh. Sebagai jalan bagimu untuk menebus semua kesalahanmu pada mereka! Bukan dengan mengabaikan mereka selama ini!"
Yukito : "A-Apa katamu..?"
Yukito terlihat sangat terkejut, saat Sasouke menyebutkan 3 nama seorang gadis. Apa hubungannya ke 3 gadis ini dengan Yukito di masa lalu? Dan bagaimana Sasouke bisa mengetahuinya sampai sejauh itu? Sehingga berhasil membuat Yukito menjadi sangat cemas dibalik wajah geramnya, seolah semuanya benar terjadi. Karena Sasouke seperti sedang memegang kartu AS milik Yukito yang berharga.
Sasouke : "Kenapa? Apa kau masih sanggup mengatakan, apakah kau berhak bahagia setelah apa yang sudah kau lakukan? Jadi, kau menganggap kau telah berubah dengan melupakan mereka begitu saja? Dan kau ingin mewujudkan kehidupan yang bahagia bersama dengan gadis incaranmu sekarang? Heh! Seperti kataku, kau seniman kaca, tapi tidak manusiawi! Jadi kuperingkatkan padamu sekarang! Jangan pernah berpikir untuk memperlakukan dia sama seperti mereka. Sama seperti kaca yang kau buat. Ketika sudah pecah, kau membuang semua pecahannya! Dan kau hanya akan mengulangi kesalahan terbodohmu pada 3 tahun yang lalu itu!"
Ucap Sasouke yang tegas dibalik sikapnya yang tenang. Terus menyerang Yukito dengan berbagai fakta yang mengejutkan yang pernah terjadi di masa lalu. Sasouke tidak ingin jika Yuna mengalami hal yang sama dengan ke 3 gadis tersebut. Dengan begitu, juga berhasil membuat Yukito semakin terdiam. Dan memalingkan wajahnya sembari menahan emosinya. Yukito pun beranjak pergi dan meninggalkan Sasouke dengan membawa hatinya yang geram. Sasouke hanya membiarkannya pergi. Melihat kepergian Yukito, Sasouke menghela nafas panjangnya. Seolah, ia merasa lega setelah apa yang baru saja ia lakukan demi melindungi seseorang.
Tidak lama kemudian, Yuna datang bersama dengan Tenji. Tenji terlihat membawa sebuah kotak kayu yang berisi botol kaca bersih seperti yang dipesan Yuna.
Yuna : "Tenji, terima kasih sudah sampai membawakannya untukku. Maaf sudah merepotkanmu ya."
Tenji : "Haha... Tidak masalah. Lagipula kotak ini berat. Aku siap membantumu. Kau mau aku atau kak Yukito yang membawakannya? Atau--"
Secara tiba-tiba, Sasouke langsung mengambil kotak kayu itu dari tangan Tenji.
Sasouke : "Jangan khawatir, Tenji. Biar aku saja yang membawakannya untuk Yuna."
Sasouke tersenyum pada Tenji juga. Tenji terkejut dengan sikap Sasouke yang tiba-tiba.
Tenji : "Oh, ternyata ada kak Sasouke juga ya. Kak Sasouke terlihat sangat kuat. Ya, syukurlah kalau begitu. Bukankah kak Yuna jadi tertolong karena ada kak Sasouke?"
Sasouke : "Ya, tentu. Aku memang sengaja ingin membantunya hari ini."
Ucap Sasouke, yang seolah sengaja ia ucapkan agar terdengar lebih baik dari Yukito.
Tenji : "Waah! Itu bagus, kak. Ngomong-ngomong, dimana kak Yukito ya? Bukankah tadi kak Yuna bertemu dengannya'kan saat datang pertama kali?"
Tanya Tenji pada Yuna.
Yuna : "Itu memang benar. Mungkin dia sudah kembali ke dalam?"
Tenji : "Kelihatannya begitu ya. Aku akan mencarinya nanti."
Sasouke : "Apa kita bisa pulang sekarang, Yuna? Ini sudah hampir senja?"
Bujuk Sasouke pada Yuna dengan senyuman. Dengan tidak membicarakan apa pun tentang pertemuannya dengan Yukito yang baru saja terjadi. Memilih berpura-pura tidak mengetahui apa pun.
Yuna : "Baiklah, kita bisa pulang. Walau sebenarnya, aku belum sempat mengucapkan terima kasih pada Yukito."
Tenji : "Jangan khawatir, kak Yuna. Aku akan menyampaikannya nanti. Sebaiknya kak Yuna cepat pulang saja, sebentar lagi malam akan datang."
Yuna : "Baiklah. Terima kasih, Tenji. Kami pulang dulu ya."
Tenji : "Iya, kak. Terima kasih kembali. Kalian berdua, hati-hati di jalan ya!"
Balas ucapan Tenji dengan nada yang senang, yang usia memang lebih muda dari Yuna dan Sasouke. Yang bekerja di bengkel seni kaca milik ayah Yukito. Yuna dan Sasouke pun beranjak pergi.
「 Behind The Workshop Area 」
Sementara itu, Yukito masih merasa kesal dengan Sasouke. Saat ini, ia sedang menyendiri di suatu tempat disekitar area belakang bengkelnya. Tempat yang cukup sepi.
Hatinya masih geram. Semua ucapan Sasouke masih menghantui isi kepalanya. Lalu, ia melimpahkan kekesalannya pada sebuah batang pohon terdekat dan memukul batang itu dengan sekuat tenaganya.
Yukito : "Aaargh!"
Suara pukulannya cukup terdengar keras. Namun, pohon berukuran sedang itu tidak membuatnya bergetar sedikit pun. Tapi, justru meninggalkan jejak darah dari tangan Yukito yang terluka. Yukito merasakan sakit ditangannya, hingga membuatnya tersungkur. Lalu memperhatikan punggung tangannya yang terluka parah dan terlihat gemetar. Tiba-tiba, ia teringat sesuatu.
Girl's Voice : "Yukito, sebagai seorang seniman kaca, kau harus menjaga tanganmu ya. Jangan sampai terluka. Karena tanganmu itu, kau bisa membuat karya seni kaca yang sangat indah. Kau harus selalu ingat pesan ini ya..."
Yukito teringat dengan suara ceria seorang gadis di masa lalunya. Siapa dia?
Namun setelah ingatan itu berlalu, tiba-tiba membuat Yukito mulai menyesalinya dengan hati yang berat, sambil masih memandangi tangan yang berdarah itu. Kemudian, wajah itu berubah menjadi senyum kecut.
Yukito : "Sulit kupercaya..! Ternyata dia benar..."
Ungkap Yukito, terdengar pedih di akhir kalimat. Hingga tiba-tiba, kesedihan memenuhi jiwanya. Wajahnya tertunduk, air mata itu mengalir begitu saja. Dadanya terasa seperti tertusuk. Tangan yang terluka itu terasa semakin sakit. Sakitnya terasa seperti menjalar sampai ke ulu hatinya. Begitu sakit. Yukito sampai memegang bagian ulu hatinya. Meremas bajunya. Tapi ia akhirnya menyadari, bahwa yang membuatnya sakit seperti itu adalah apa yang telah dilakukannya di masa lalu itu.
Yukito : ("Kupikir... Aku sudah berubah... Tapi ternyata tidak... Aku sungguh menyedihkan...")
Ungkap Yukito dalam hatinya, bersamaan dengan penyesalannya. Sembari merenungkan apa yang pernah dilakukannya di masa lalu yang berhubungan dengan 3 nama gadis yang Sasouke sebutkan secara terus terang. Ia menyadari, bahwa betapa bodohnya ia di saat itu. Keegoisannya di masa lalunya itu telah membuatnya semakin berani mengabaikan sesuatu yang sangat penting. Seperti yang selalu Sasouke tekankan saat di tengah pembicaraan yang menegangkan tadi. Bagaikan pecahan kaca yang dibuang, lalu diabaikan. Yukito masih terus berlarut dalam penyesalan itu di antara matahari senja.
「 A Calm Street In Rashvarrina Village 」
Sementara itu, Yuna dan Sasouke dalam perjalanan pulang. Senja mulai semakin turun, seiring langkah pulang mereka. Langit sudah sepenuhnya dihiasi warna jingga yang berkilau.
Yuna : "Sasouke, maaf sampai merepotkanmu. Aku yakin kotak ini sangat berat untukmu ya?"
Ucap Yuna yang merasa cemas dibalik senyumannya.
Sasouke : "Jangan dipikirkan. Kotak ini masih terasa ringan untukku. Aku sudah terbiasa dengan beban seperti ini setiap hari. Jadi, ini bukan apa-apa."
Jelas Sasouke dengan senyumannya. Terlihat percaya diri.
Yuna : "Aah, tentu saja kau terbiasa. Aku lupa bahwa kau itu pekerja keras."
Sasouke tersenyum, saat melihat Yuna yang tersenyum malu. Namun seketika, raut wajahnya berubah. Seperti ada yang mengganjal. Sampai mengalihkan kedua bola matanya.
Sasouke : "Yuna, bisa kita bicara sebentar saja? Kita akan mencari tempat untuk bicara. Tidak apa-apa'kan?"
Yuna : "Kau mau bicara denganku?"
Tanya Yuna yang bingung. Sasouke langsung menoleh ke arah Yuna sembari menunjukkan sedikit senyuman.
Sasouke : "Jangan khawatir. Aku akan bertanggung jawab. Aku juga akan mengantarmu pulang. Dan memberi penjelasan pada ayahmu. Bagaimana?"
Yuna : "Baiklah.."
Balas Yuna yang merasa sedikit terkejut. Yuna merasa bahwa ini akan menjadi pembicaraan yang serius, sehingga Yuna pun mengiyakan permintaan Sasouke.
Langit senja masih menaungi di atas mereka. Mereka pun akhirnya bisa menemukan tempat yang bagus untuk berbincang. Mereka pun duduk bersama secara bersebelahan. Sasouke pun meletakkan kotak berisi botol kaca itu disampingnya.
Yuna : "Apa yang ingin kau bicarakan denganku, Sasouke? Apakah kita tidak bisa bicara di rumahku saja? Aku bisa sambil membuatkan minuman hangat untukmu."
Bujuk Yuna dengan lembut.
Sasouke : "Ah... Tidak. Walaupun kedengarannya itu ide yang bagus. Tapi, aku hanya ingin suasana yang sedikit berbeda."
Balas Sasouke dengan ucapan yang lembut juga. Sembari sedikit menundukkan wajahnya yang tersenyum. Tapi seketika itu pun, raut wajahnya berubah kembali.
Sasouke : "Yuna? Suatu hari nanti kau akan menikah, bukan?"
Yuna : "A-Apa..? Me-Menikah..?"
Yuna terkejut, seketika wajahnya memerah. Sampai memalingkan pandangannya.
Yuna : "Kenapa kau bertanya seperti itu..? Memikirkan siapa calon suamiku di masa depan pun, aku tidak tahu..."
Sasouke : "Setiap pria atau wanita akan menikah suatu hari nanti, bukan? Kelak, aku akan menikah. Kau juga akan mengalaminya. Bukankah karena itulah pria dan wanita diciptakan? Saling melengkapi, saling menyayangi, saling mencintai, saling melindungi dan saling memiliki. Keduanya menikah, lalu memiliki keluarga dan bersama-sama membangun kehidupan yang baru."
Ungkap Sasouke yang wajahnya menghadap langit senja yang mulai meredup. Yuna dibuat terkejut dengan ucapan tersebut. Tiba-tiba, Yuna tersenyum.
Yuna : "Kau terlihat sangat ingin menikah dengan gadis yang kau ceritakan siang tadi ya, Sasouke? Ucapanmu terdengar begitu dalam."
Sasouke : "Eh? Bu-Bukan begitu... Ma-Maksudku, aku kelak akan menikah, bukan? Aku berkata seperti itu, bu-bukan berarti besok aku akan langsung menikah..! A-Aku bilang itu akan terjadi suatu hari nanti... Ka-Kalau kau saja belum tahu siapa calon suamimu, aku juga begitu... Aku masih berusaha..." ("Aah..! Lagi-lagi aku mulai salah tingkah seperti siang tadi...")
Ucap Sasouke yang menjadi salah tingkah setelah ditanya oleh Yuna dengan topik yang sama seperti siang itu. Sukses membuatnya gugup dan cemas. Karena ia khawatir seperti pembicaraan yang terjadi siang itu.
Yuna : "Baiklah, baik. Aku mengerti. Maaf, aku tidak bermaksud begitu lagi padamu seperti siang tadi."
Ucap maaf Yuna, sambil menawarkan senyumannya. Meskipun itu hanya sekedar candaan saja, namun sebenarnya itu adalah ungkapan yang mendekati kebenaran bagi Sasouke dan rahasianya. Menembak tepat di sasaran, seperti itulah yang Sasouke gambarkan.
Lalu, Yuna menundukkan wajahnya sedikit.
Yuna : "Setelah kupikirkan, kau memang benar. Suatu hari nanti mungkin. Aku akan menikah dengan seorang pria. Hanya saja, aku belum tahu siapa calon suamiku nanti."
Ucap Yuna sembari tersenyum malu. Sasouke memperhatikan ekspresi Yuna sesaat.
Sasouke : "Bagaimana jika pria itu adalah seseorang yang selama ini dekat denganmu sejak lama? Apa kau mau menikah dengannya?"
Yuna : "Mungkin ya. Mungkin juga tidak."
Balas Yuna dengan senyum dalam haru. Sasouke dibuat terkejut dengan jawaban Yuna.
Sasouke : "Kau menolaknya begitu saja?"
Yuna : "Hmm? Memangnya siapa pria yang kau maksud itu, Sasouke? Apa kau mengenalnya?"
Sasouke : "Ngh, bukan begitu... Aku hanya bertanya."
Sasouke merasa cemas karena Yuna berbalik bertanya, membuatnya terlihat kembali salah tingkah. Hingga memalingkan wajahnya karena malu.
Yuna : "Ah, bukan seperti itu maksudku. Bukan bermaksud menolaknya. Maksudku... Aku hanya tidak yakin saja. Apakah dia jodohku atau tidak. Bukankah jodoh itu seperti sebuah misteri? Dia bisa datang dari seseorang yang terdekat, atau dari seseorang yang jauh. Seperti yang dialami kedua orang tuaku. Ayahku menikah dengan seorang wanita yang ternyata berasal dari Kota Nabilna. Mendiang ibuku."
Ungkap Yuna dengan wajah yang penuh kebahagiaan saat menyebutkan kedua orang tuanya.
Mendengar hal tersebut, Sasouke merasakan De Ja Vu. Seolah ucapannya tentang siang tadi menggema di kepalanya. Berhasil membuatnya terkejut. Lalu Sasouke menyadarinya. Dan simpul senyuman itu kembali tergambar diwajahnya.
Sasouke : "Ternyata, pemikiran kita sama. Aku tidak pernah menduganya darimu."
Yuna : "Ehehe... Sepertinya begitu ya. Aku baru ingat sekarang."
Balas Yuna dengan senyuman bahagianya.
Sasouke : "Tapi, kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Bagaimana jika seseorang yang mencintaimu itu adalah seseorang yang selama ini dekat denganmu? Bahkan mungkin tanpa kau sadari."
Sasouke mulai penasaran. Mencoba mencari jawaban yang sesuai dengan harapannya.
Yuna : "Ah, i-itu ya... Kalau benar..."
Yuna sempat terkejut, sampai membuat wajahnya memerah. Dan meremas tangannya sendiri.
Yuna : "Kalau seperti itu... Aku mungkin akan mempertimbangkannya, jika aku bisa jatuh cinta padanya..."
Ucap Yuna yang terlihat malu.
Sasouke : "Kau bilang, jika kau bisa jatuh cinta? Apa itu artinya, jika kau merasakan hal yang sama, kau akan menerima lamarannya di masa depan?"
Tanya Sasouke yang semakin penasaran. Yuna dibuatnya bingung.
Yuna : "Mu-Mungkin..?"
Sasouke : "Mungkin? Kau terdengar ragu."
Yuna : "Ngh... Bukan seperti itu."
Wajahnya tertunduk karena malu. Terlihat ketegangan di pundaknya yang sedikit terangkat.
Yuna : "Maksudku... Aku hanya butuh waktu untuk mengenalnya. Jatuh cinta tidak secepat itu, bukan?"
Sasouke : "Jadi, kau mungkin akan jatuh cinta pada pria itu jika kau diberi waktu untuk saling mengenal?"
Yuna : "Sepertinya begitu..."
Yuna menghela nafas panjang, kelihatannya ketegangan di pundaknya sedikit mereda. Tiba-tiba raut wajahnya berubah. Terlihat ada sedikit kecemasan.
Yuna : "Bukan berarti aku tidak akan jatuh cinta pada siapa pun. Aku selalu merasa, suatu hari aku akan jatuh cinta pada seorang pria. Dan bukankah jatuh cinta membutuhkan sebuah proses yang berbeda-beda?"
Melihat ekspresi Yuna, Sasouke mulai memahami apa yang selama ini Yuna pikirkan. Dan mungkin akan menambah pengalaman Sasouke tentang apa yang sebenarnya diinginkan Yuna. Sasouke pun tersenyum. Lalu, memegang tangan Yuna.
Sasouke : "Baik. Sudahlah. Jangan kau pikirkan lagi."
Yuna bisa merasakan kehangatan dari tangan Sasouke, sambil memandangi tangan yang sangat suka bekerja itu. Sebuah kepedulian dan perhatian dari seseorang yang selalu dekat dengannya. Perasaan Yuna pun mulai membaik. Senyumannya terlihat kembali.
Yuna : "Sepertinya, aku terlalu terbawa perasaan ya?"
Sasouke : "Jangan seperti itu. Aku mengerti sekarang. Dan aku setuju denganmu. Merasakan jatuh cinta, tidak secepat yang bisa kita inginkan. Semua orang merasakannya berbeda-beda. Ada yang cepat, ada juga yang lambat. Aku juga mungkin salah satu orang yang merasakan proses jatuh cinta itu di bagian yang terlama. Aku membutuhkan waktu yang panjang dan memahami lebih banyak tentang perasaan yang ada."
Ungkap Sasouke dengan nada yang lembut. Semua penjelasan yang bermakna itu menceritakan bagaimana seorang Sasouke merasakan jatuh cinta pertama kalinya pada seseorang sejak lama. Dan memahami proses cinta yang terus bertumbuh di hatinya dengan segala perasaan dan logikanya. Yuna pun mengalihkan pandangannya pada Sasouke. Ia kagum dengan semua perkataan itu.
Yuna : "Kau terdengar seperti sudah merasakan jatuh cinta..."
Sasouke : "Ya... Aku rasa begitu."
Ucap Sasouke dengan sorot mata yang lembut.
Sasouke sempat hampir mengungkapkannya lagi tanpa ia sadari. Tapi kali ini, Sasouke tidak merasa cemas di hadapan Yuna. Ia merasakan kenyamanan. Ia merasa yakin bisa mewujudkan harapannya meskipun harus menunggu.
Sasouke : "Jadi kesimpulannya, kau membutuhkan waktu untuk menikmati proses pendekatan, bukan? Menurutku itu tidak masalah. Memang jatuh cinta tidak secepat itu. Tidak apa-apa."
Ungkap Sasouke sambil tersenyum bahagia.
Yuna : "Benarkah? Aku hanya sempat berpikir, bahwa kau akan mengira aku adalah gadis yang aneh dan tidak bisa jatuh cinta."
Ucap Yuna dengan bergumam. Wajahnya malu. Mengalihkan pandangannya pada sisi lain.
Sasouke : "Ehehe... Siapa yang mengatakannya? Jangan berpikir seperti itu, Yuna. Baiklah, ini sudah malam. Sebaiknya, kau harus segera pulang. Seperti janjiku, aku akan mengantarkanmu pulang."
Sasouke beranjak dari tempatnya, lalu mengangkat lagi kotak tersebut. Ia merasa siap untuk melanjutkan perjalanannya. Sasouke pun beranjak lebih dulu. Yuna pun segera menyusulnya dengan berlari kecil. Tapi, Yuna masih merasa bingung dengan ucapan Sasouke yang tadi.
Yuna : "Kau tidak berpikir, kalau aku ini aneh dalam hal jatuh cinta?"
Sasouke : "Tidak. Menurutku itu masih normal. Aku mengerti karena kau tidak ingin salah dalam jatuh cinta, bukan? Karena itulah kau membutuhkan waktu untuk saling mengenal. Dengan kata lain, kau masih mau menerima pendekatan pria tersebut yang mencoba untuk mengambil hatimu."
Yuna : "Aku rasa kau benar."
Yuna merenungkan ucapan Sasouke, dan mulai berpendapat bahwa penjelasan Sasouke benar dan dapat Yuna terima kebenarannya.
Sasouke : "Jadi aku rasa, kau akan merasakan jatuh cinta jika waktunya sudah tiba."
Yuna : "Aah... Setelah mendengar penjelasanmu, perasaanku menjadi lega. Kau benar-benar memahami apa yang kurasakan. Aku hanya cemas jika orang lain menganggapku ini sebagai wanita yang tidak peka dengan cinta."
Ungkap Yuna yang merasa lega. Sehingga kecemasannya pun menghilang.
Sasouke : "Syukurlah. Aku juga ikut senang mendengarnya. Jika kau sendiri tidak menceritakannya padaku, aku juga akan merasa bingung harus memberimu jawaban yang seperti apa. Aku jadi bisa lebih memahamimu." ("Lebih tepatnya, lebih memahami perasaanmu...")
Yuna : "Aku sangat berterima kasih padamu, Sasouke. Kau benar-benar teman yang sangat baik."
Ungkap Yuna dengan bahagia. Tapi ketika Sasouke mendengar kata teman, hatinya terasa sedikit tertusuk di balik wajahnya yang sedang menunjukkan kebahagiaan. Tapi disisi lain, Sasouke berharap dapat menjadi teman hidup yang berarti bagi Yuna untuk waktu yang lebih lama.
「 In The Yuna's House 」
Akhirnya, mereka pun sampai. Yuna tiba di rumah dari jam yang telah diingatkan sangat ayah. Mereka pun disambut hangat oleh Akimiya yang sempat cemas.
Akimiya : "Kenapa pulang terlambat, Yuna?"
Yuna : "Ayah, sebenarnya--"
Sasouke : "Maafkan aku, paman. Sebenarnya, setelah dari tempat Yukito, aku mengajak Yuna ke suatu tempat sebentar. Tapi seperti janjiku, aku tetap menemani dan mengantar Yuna pulang."
Sasouke terdengar percaya diri. Sebab dia sudah berjanji sebelumnya pada Yuna, akan bertanggung jawab. Yuna hanya terdiam. Namun, ia kagum dengan sikap Sasouke yang tenang itu.
Akimiya : "Ooh, begitu rupanya. Paman mengerti. Karena itulah paman merasa lebih lega saat kau sendiri yang mau menemani Yuna. Paman tahu, kau bisa menjaga Yuna."
Ungkap Akimiya dengan senyum sepenuh hati di wajahnya. Yang justru mengungkapkan kelegaannya sendiri. Yuna merasa heran. Ia sempat mengira, ayahnya akan merasa cemas karena ia pulang terlambat. Yuna pun jadi ikut merasa lega.
Akimiya : "Kalau begitu, makan malamlah disini."
Sasouke : "Tawaran yang menggiurkan, paman. Tapi maafkan aku. Aku harus segera pulang. Mungkin, lain waktu saja. Besok, aku harus bersiap untuk pekerjaan nanti."
Balas Sasouke dengan ekspresi senangnya.
Yuna : "Sasouke, terima kasih untuk hari ini."
Sasouke : "Sama-sama. Aku memang selalu senang bisa membantumu dan paman Akimiya. Selamat malam semuanya."
Akimiya : "Selamat malam juga, nak Sasouke."
Sasouke berpamitan. Dan meninggalkan keluarga kecil itu.
「 Rashvarrina Village Road On Night 」
Suasana malam di Desa Rashvarrina terasa berbeda. Lampu-lampu jalan menerangi. Rumah-rumah terlihat damai. Sepertinya sedang menikmati kehangatan bersama dengan keluarga tercinta. Langit malam itu terlihat indah. Berhiaskan ribuan bintang dengan intensitas cahaya yang berbeda-beda. Sasouke menikmati perjalanan pulangnya di tengah suasana malam di desanya. Begitu damai dan menenangkan hatinya. Saat melewati sungai kecil, ia bisa melihat kunang-kunang yang sedang bermain di atas air dan rerumputan air. Sasouke sejenak menghentikan langkahnya. Menikmati pemandangan kecil nan indah yang ia temui. Ekspresinya terlihat sangat bahagia. Tidak lama kemudian, Sasouke kembali berjalan. Dan tanpa sengaja, ia berpapasan dengan seseorang. Ia adalah Kurosaki, atau ia lebih suka di panggil Kai. Pandangan mereka saling bertemu.
Kurosaki : "Sasouke?"
Sasouke : "Oh? Hai, Kai."
Sapa Sasouke pada Kurosaki dengan ramah. Mereka pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang bersama.
Kurosaki : "Kau baru saja darimana?"
Sasouke : "Membantu seseorang, tentu saja."
Kurosaki : "Maksudmu, Yuna dan paman Akimiya? Atau hanya Yuna saja?"
Tanya Kurosaki dengan terus terang.
Sasouke : "Yuna atau paman Akimiya, atau keduanya, jika mereka membutuhkan bantuan, aku akan selalu siap untuk membantu mereka."
Jawab Sasouke dengan ekspresi tenang, sambil memandang ke arah langit malam.
Kurosaki : "Kau terlihat senang hari ini. Apakah mungkin karena dia?"
Tanya Kurosaki sambil tersenyum, mencoba menggoda Sasouke karena telah mengetahui rahasia Sasouke sejak lama.
Sasouke : "Hehe... Apa terlihat sejelas itu, Kai?"
Kurosaki : "Mudah saja. Sebenarnya tanpa kutanya pun, aku sudah bisa menduganya. Haaah, indahnya jatuh cinta."
Ungkap Kurosaki dengan senyum harunya. Lalu melipat kedua tangannya di belakang kepalanya.
Sasouke : "Kai, aku ingin memberitahumu sesuatu yang penting. Ketika kau sudah menemukan wanita yang kau cintai, jangan anggap mereka seperti kaca. Indah tapi rapuh. Sangat rawan pecah, sekali pun kau bisa menjaganya."
Kurosaki : "Apa yang kau bicarakan, Sasouke? Tentu saja kita harus bisa memperlakukan wanita yang kita cintai dengan sangat istimewa. Aku setuju dengan pendapatmu itu. Jika kita menganggapnya seperti kaca, kita dituntut untuk menjaganya. Dan bahkan, harus melarang siapa pun agar tidak menyentuhnya. Tapi suatu saat, jika kita akhirnya bertemu dengan hari yang sial, kaca yang sudah kita jaga, bisa juga pecah karena perbuatan kita sendiri. Itu pasti sangat menyakitkan hati kita."
Ungkap Kurosaki yang terdengar sangat bermakna.
Sasouke : "Bagaimana denganmu? Kau memilih untuk menganggap wanita yang kau cintai itu seperti apa?"
Kurosaki : "Aku ya? Hmmm, mungkin aku akan anggap wanita tercintaku seperti Rosalina Berry. Kau tahu? Seperti sejarahnya. Itu sangat menginspirasiku!"
Ucap Kurosaki dengan ekspresi antusiasnya, terutama saat mengucapkan kalimat Rosalina Berry dan sejarahnya. Sasouke dibuat terheran, sampai menolehkan pandangannya pada Kurosaki.
Sasouke : "Kau akan anggap wanita yang kau cintai seperti Rosalina Berry? Kenapa?"
Kurosaki : "Kau masih ingat'kan dengan sejarah Rosalina Berry di desa kita? Dan aku akan menganggap wanita itu seperti Rosalina Berry dan aku akan memperlakukannya sama seperti pemuda di sejarah itu. Dengan penuh kasih sayang tentu saja. Aku merasa yakin, aku bisa membahagiakannya. Jika dia bahagia, dia akan seperti pohon buah Rosalina Berry. Tumbuh subur, sehat dan akan menghasilkan buah yang lezat dan jumlahnya banyak. Jika dia bahagia, aku juga akan ikut bahagia. Menerima dan memberi yang terjadi akan terasa sangat manis tentunya."
Ungkap Kurosaki dengan sepenuh hatinya. Hingga membuat Sasouke terpana dengan semua ucapannya.
Sasouke : "Kau terdengar sangat bijak."
Kurosaki : "Hehe... Padahal punya kekasih saja belum. Oh iya, ngomong-ngomong, kenapa kau menanyakan ini padaku? Biar kutebak, pasti tentang dia ya?"
Tanya Kurosaki dengan menunjukkan senyum lebarnya hingga terlihatlah barisan gigi putihnya.
Sasouke : "Ah, aku mengalah. Kau selalu bisa menebaknya."
Balas Sasouke dengan senyum malu.
Kurosaki : "Hehe, sudah kuduga. Lalu, bagaimana denganmu sendiri?"
Sasouke : "Kalau aku..."
Sasouke memandang ke arah langit malam. Ekspresi wajahnya terlihat menyimpan kebahagiaannya tersendiri.
Sasouke : "Aku juga punya caraku tersendiri. Dan sekarang aku tahu bagaimana caranya..."
Kurosaki : "Hmm, terdengar bagus. Memang seharusnya, begitulah kita memperlakukan wanita yang kita cintai. Semoga berhasil ya! Kau mengerti maksudku, bukan?"
Sasouke : "Iya, aku mengerti."
Kurosaki bersemangat dan memberikan lagi senyuman terlebarnya pada Sasouke. Sasouke pun ikut senang atas dukungan teman masa kecilnya. Mereka pun masih melanjutkan perjalanan pulangnya bersama dibawah langit malam di Desa Rashvarrina.
Sasouke's Voice : "Sebenarnya, bukan karena kau tidak peka, Yuna... Tapi setelah ibumu meninggal, kau berubah menjadi gadis yang lebih pemurung dan lebih suka menyendiri... Meskipun aku bersama teman-teman lainnya sudah berhasil membuatmu kembali ceria, kau tetap merasa cemas dengan kehadiran cinta... Aku mulai memahaminya, kenapa kau terlihat cemas untuk jatuh cinta dalam waktu yang singkat... Aku tahu apa yang harus kulakukan untukmu agar kau tidak cemas lagi untuk merasakan jatuh cinta..."