Sebuah rahasia
berada di tangan ibundanya
yaitu buku takdir
yang ditulis bahkan jauh sebelum lahir
ketika tembuni masih ditenun
dari angan dan lamun yang belum dilanun
"Kanda Langit, apakah kau dilayani dengan baik di situ? Adakah makanan? Buah-buahan?" Suara bening Galuh Lalita memecah lamunan Ario Langit yang terhanyut jauh entah ke mana.
Pemuda itu mengangguk. Lupa bahwa mereka berdua dipisahkan oleh dinding tebal. Lama tidak mendengar jawaban, Galuh Lalita mengira bahwa pemuda itu tidak diperlakukan dengan baik. Suaranya keras mengguntur memanggil penjaga.
"Heii! Kalian ke sini. Sampaikan ke Kepala Pelayan Istana aku ingin ketemu."
Beberapa penjaga tergopoh-gopoh mendatangi. Si kepala regu membungkukkan tubuhnya.
"Tuan puteri menginginkan apa? Agar kami bisa segera menyediakannya."
Galuh Lalita melambaikan tangan.
"Pergilah! Sampaikan kepada Kepala Pelayan Istana agar membawa buah-buahan segar dan makanan enak untuk pemuda yang ditahan di sel sebelahku. Tidak pakai lama!"
Terdengar kata-kata mengiyakan dari kepala regu yang segera meminta salah satu anak buahnya untuk mengabari kepala pelayan.
Awalnya Galuh Lalita sebenarnya agak terheran-heran dengan kebaikan Istana Lawa Agung terhadapnya. Namun saat suatu malam Panglima Amranutta sendiri menjemput dan mengajaknya bicara, barulah gadis itu mengerti kenapa mereka baik kepadanya.
"Galuh, andika tahu bahwa kami semua di Lawa Agung memegang teguh Sumpah Laut. Tidak akan ada seujung rambutmu maupun Pendekar Langit yang akan terganggu selama berada dalam perlindungan kami." Panglima Amranutta membuka pembicaraan.
"Kami juga sesungguhnya tertarik menawarkan kepadamu untuk bergabung dalam persekutuan bersama Lawa Agung. Kami sedang membangun kekuatan untuk menaklukkan Sumedang Larang. Aku juga sudah mengabarkan kepada ayahandamu mengenai hal ini." Panglima Amranutta melanjutkan. Termasuk memberikan penekanan bahwa Ki Sambarata sudah tahu. Dengan kata lain ayahnya sudah setuju.
Galuh Lalita tidak heran. Ayahnya termasuk orang yang sangat berambisi kuat. Semenjak kecil dia seringkali mendengar Ayahnya berbincang tentang tahta dan kuasa kerajaan. Bibit-bibit kuat pemberontakan ada pada diri ayahnya.
"Kalau kau bisa ikut meyakinkan ayahmu dan terutama Pendekar Langit tentang cita-cita besar ini, aku bisa menjamin kau akan menjadi seorang putri istana." Panglima Amranutta memberikan senyumnya yang terbaik untuk meyakinkan Galuh Lalita.
Gadis itu sejak awal memang tidak tertarik dengan segala macam urusan kerajaan atau pemberontakan. Namun sebagai anak dari Ki Sambarata, tentu dia akan berdiri di pihak ayahnya dalam hal ini. Galuh Lalita jauh lebih tertarik untuk membicarakan di mana Ibunya berada. Semenjak kecil dia selalu bertanya-tanya dalam hati, kenapa Ayahnya tidak pernah bercerita utuh tentang Ibunya. Ki Sambarata hanya memberikan penjelasan seperlunya saja jika putrinya bertanya. Menyebut bahwa Ibunya meninggal saat dia masih kecil.
Galuh Lalita tidak lagi banyak bertanya meskipun hatinya sama sekali tidak terpuaskan. Dalam hati kecilnya, gadis ini secara samar ingat bahwa terakhir kali dia mencetak wajah ayahnya adalah saat berada dalam gendongan lelaki muda yang membawanya berlari secepat kuda dari kejaran entah apa. Namun jelas sesuatu yang mengerikan. Secara samar juga Galuh Lalita teringat kejar-kejaran itu berlangsung lama. Ayahnya mencari jalan berputar dan selalu berada di rerimbunan pohon dan semak belukar. Pengejar mereka kala itu sesuatu yang mengerikan dan berada di udara!
Lamunan panjang Galuh Lalita terputus begitu mendengar suara pintu besar penjara berderit. Beberapa orang pelayan masuk sambil membawa banyak nampan berisi makanan. Menuju ke sel Ario Langit dan meletakkan semua makanan itu melalui rongga jeruji.
Ario Langit tertegun. Makanan lezat dan melimpah itu memenuhi meja di sel tahanannya. Padahal masih banyak makanan yang belum tersentuh. Dia tadi mendengar Galuh Lalita memberikan perintah kepada penjaga agar mengirimkan makanan. Tapi tidak menyadari jika makanan itu ternyata untuk dirinya.
Pemuda itu berkata pelan namun terdengar jelas di telinga Galuh Lalita.
"Galuh, makanan ini banyak sekali. Bisakah kau membantuku menghabiskannya?"
Galuh Lalita terperanjat. Bagaimana caranya bisa makan bersama sedangkan dinding tebal memisahkan mereka? Belum juga pupus pertanyaan itu di kepala Galuh Lalita, terdengar suara keras saat tembok tebal itu runtuh. Tubuh raksasa Siluman Masalembu masuk sambil membawa nampan berisi makanan. Duduk di ranjang Galuh Lalita yang seketika itu juga roboh dengan suara kasar. Siluman Masalembu berubah wujud lagi menjadi Ario Langit. Pemuda itu nyengir malu meminta maaf. Dia lupa untuk merubah wujudnya lagi tadi sehingga menyebabkan ranjang itu tidak kuat menampung berat tubuhnya yang luar biasa.
Dalam ketercengangannya, Galuh Lalita tertawa terkekeh. Peristiwa di depannya ini berlangsung begitu cepat namun sangat lucu! Gadis itu buru-buru menerima nampan dari Ario Langit dan membimbing Ario Langit yang masih salah tingkah ke kursi makan.
Dengan mesra Galuh Lalita menuangkan makanan di piring Ario Langit baru menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri. Gadis itu menyuapkan makanan di mulutnya dan memberi isyarat Ario Langit untuk mulai makan.
Pemuda yang tiba-tiba menjadi kikuk itu kagum dengan sikap Galuh Lalita. Gadis ini sangat piawai menempatkan dirinya dalam bersikap. Tiba-tiba saja sedikit rasa aneh merambat di hati pemuda yang dikacau balaukan cinta itu.
Keduanya makan dalam diam. Galuh Lalita selalu sigap bertindak jika Ario Langit membutuhkan sesuatu. Gadis itu benar-benar memusatkan perhatiannya kepada Ario Langit. Menyediakan minum, menuangkan sayur dan hal-hal lain yang membuat Ario Langit semakin menaruh hormat kepada gadis yang dimenangkannya dalam sayembara itu.
Suara gaduh dari luar membuat keduanya menghentikan makan. Ramai suara teriakan para prajurit berdesakan masuk ke penjara bawah tanah itu membuat Galuh Lalita dan Ario Langit memusatkan perhatian mendengarkan.
"Badai aneh!"
"Kabut hitam misterius!"
"Kasihan mereka yang berada di menara jaga. Terpanggang oleh sesuatu yang tak nampak dan muncul tiba-tiba dari dalam kabut!"
"Untunglah kita segera diperintahkan berlindung di ruang-ruang bawah tanah."
"Apakah di sini aman?"
Belum hilang suara gaduh itu, terdengar suara mengaduh-aduh dan jerit melengking kesakitan dari atas penjara. Beberapa prajurit bergelimpangan dengan tubuh hangus dalam keadaan tak bernyawa.
Kontan saja kejadian ini membuat prajurit yang berjubel di ruang penjara bawah tanah itu ketakutan bukan main. Apalagi setelah melihat kabut hitam mulai menyusup masuk melalui jeruji dan lubang-lubang udara!
Ario Langit ternganga. Kabut hitam yang dilihat para prajurit itu dalam pandang matanya yang setengah siluman bukanlah kabut biasa. Namun asap hitam yang berasal dari serombongan makhluk-makhluk kerdil yang membawa obor-obor besar berasap hitam dan tebal. Berduyun-duyun memasuki ruangan penjara dengan tujuan menyebarkan asap hitam beracun dari obor-obor mereka.
"Siluman!" Bibir Ario Langit berdesis sambil melompat ke depan Galuh Lalita untuk melindungi gadis itu dari bahaya yang mengancam. Beberapa prajurit yang menghirup asap hitam mulai berkelojotan sekarat.
Ario Langit menggereng hebat. Tubuhnya membesar seketika menjadi Siluman Masalembu. Tangannya yang sebesar batang pisang terayun ke depan. Kesiur angin kuat menahan gerombolan siluman kerdil itu di pintu atas penjara. Namun asap hitam tetap bergulung-gulung masuk memenuhi ruangan penjara bawah tanah yang tidak terlalu luas itu.
Siluman Masalembu tentu saja kebal terhadap segala macam racun. Karena itu dengan gagahnya siluman jelmaan Ario Langit itu bergerak maju. Tangannya terayun kesana kemari berusaha keras menahan agar gelombang asap hitam itu tidak sampai mencapai Galuh Lalita yang berdiri di belakangnya. Namun tetap saja sebagian asap hitam berhasil menerobos masuk dan berputar-putar di ruangan penjara. Terdengar suara batuk-batuk Galuh Lalita setelah menghirup asap beracun mematikan itu.
Gadis Padepokan Maung Leuweung itu terbelalak hebat. Jantungnya berdegup begitu kencang sehingga dia bisa merasakan dadanya berdentam-dentam. Gadis itu terus batuk-batuk. Pandang matanya berkunang-kunang. Sebelum jatuh pingsan, Galuh Lalita masih sempat melihat Ario Langit menggeram marah sambil berteriak mengguntur.
"Siluman Puncak Pangrango!"
Galuh Lalita terhuyung-huyung nyaris jatuh tanpa bisa ditahan lagi. Asap hitam memenuhi rongga dadanya. Menyelimuti sekujur tubuhnya. Siluman Masalembu kembali menggeramkan kemarahan dahsyat. Pemuda itu cemas sekali melihat keadaan Galuh Lalita. Semua prajurit yang tadinya mengungsi di penjara bawah tanah ini telah tewas semua dengan tubuh terpanggang.
Siluman Masalembu berniat mengangkat tubuh Galuh Lalita setelah mendobrak jeruji penjara dengan tenaganya yang dahsyat. Namun langkah Siluman Masalembu terhenti seketika. Menyaksikan tubuh Galuh Lalita mengambang di udara! Di bawah punggungnya, asap hitam berkumpul pekat seolah sedang berusaha menyangga agar tubuhnya tidak terjatuh.
Siluman Masalembu berubah wujud kembali menjadi Ario Langit dengan mulut ternganga lebar.
-******