Chereads / Trilogi Langgam Amerta Agni-Widhiwasa Akasa Bhumi / Chapter 21 - Bab 21-Keputusan Pertama

Chapter 21 - Bab 21-Keputusan Pertama

Keputusan pertama matahari adalah membuka tirai pagi

keputusan pertama pagi adalah memakamkan embun-embun yang mati suri

keputusan pertama embun adalah menggali liang lahat bagi sunyi

keputusan pertama sunyi adalah membiarkan keramaian untuk berbicara

keputusan pertama pembicaraan adalah menyediakan tanda baca titik dan koma

keputusan pertama titik dan koma adalah mendandani sebuah perjalanan

keputusan pertama perjalanan adalah mengadakan pertemuan

keputusan pertama pertemuan adalah meniadakan perpisahan

"Setelah semua urusan ini aku selesaikan, aku akan kembali ke sini Panglima. Aku akan membantu Lawa Agung memenuhi cita-citanya selama tidak melanggar kebenaran dan keadilan serta tidak mencelakai rakyat kecil baik sengaja maupun tidak sengaja. Sekali saja Lawa Agung melanggar prinsipku, di saat itulah aku akan meninggalkan persekutuan ini."

Ario Langit mengucapkan kalimat demi kalimat dengan tegas dan lugas. Galuh Lalita tersenyum manis sambil memegang lengan Ario Langit. Dia akan ikut apapun keputusan si Pendekar Langit. Panglima Amranutta tidak berpikir panjang. Raja Lawa Agung itu membungkukkan tubuh dengan hormat dan nampak gembira bukan main. Lawa Agung memperoleh bintang jatuh! Dia harus berhati-hati dalam bertindak sekarang. Dalam benaknya sudah berlintasan untuk menerbitkan aturan-aturan bagi para prajurit dan pasukan agar tidak menabrak persyaratan yang diajukan Ario Langit. Gadis siluman dari laut selatan ini juga menjadi tambahan kekuatan yang luar biasa. Belum lagi ribuan anggota Padepokan Maung Leuweung yang pasti berada di belakangnya.

"Aku senang sekali kau memutuskan untuk bergabung Pendekar Langit. Begitupun Andika Tuan Putri. Aku berjanji untuk memegang teguh kesepakatan kita dan tidak akan melanggar apapun yang kau persyaratkan."

Putri Anila dan Putri Aruna ikut maju memberi hormat. Diam-diam dua bersaudari ini senang sekali. Ario Langit adalah pemuda yang selain sakti, juga gagah dan tampan sekali. Dari jauh nampak berlari-lari kecil Pangeran Arya Batara mendatangi. Putri Anila dan Putri Aruna langsung berlagak biasa lagi.

Ario Langit balas memberi hormat lalu berpamitan pergi. Galuh Lalita berjalan di sampingnya dengan senyum terkulum. Entah mengapa hatinya merasa sangat tenang sekali. Pemuda yang sepertinya sulit mengambil keputusan ini, ternyata bisa bersikap sangat tegas. Senyum di bibir Galuh Lalita tidak memudar meski mereka sudah jauh meninggalkan gerbang Lembah Mandalawangi. Perjalanan menuju Gunung Merbabu dimulai.

------

Ratri Geni terjaga dari samadinya. Pagi yang sangat cerah dan sejuk. Gadis itu bangkit berdiri sambil berseru memanggil Sima Braja. Halilintar!

Sima Braja bergegas mendatangi. Menggesekkan lehernya yang berbulu tebal ke kaki Ratri Geni sembari menggeram-geram pelan. Meskipun pelan, geraman itu ternyata mampu membangunkan yang lain untuk segera bangkit dari tidur nyenyaknya. Raden Soca berdiri lalu menghirup udara pagi dalam-dalam. Hmm, hari yang cerah. Tapi kenapa tiba-tiba hatinya merasa sedih?

Jaka Umbara tidak nampak di antara mereka. Pemuda itu paling rajin di antara yang lain. Setelah bangun subuh dan sholat, pemuda itu biasanya sibuk mencari ikan atau sayuran yang bisa dimasak. Jaka Umbara sangat senang menyediakan makanan bagi teman-temannya. Dia merasa bahagia saat melihat mereka makan dengan lahap. Terutama saat melihat Pramesti Sarayu memuji masakannya. Pemuda ini merasa dilambung ke langit ke tujuh.

Pramesti Sarayu berjalan berputar-putar. Dia baru bisa terlelap menjelang dinihari. Itupun tidurnya sangat gelisah karena dia bermimpi ditinggal pergi oleh Raden Soca meski dia memohon-mohon agar bisa ikut serta. Dalam mimpinya dia melihat Raden Soca bergandengan mesra dengan Ratri Geni. Dia tidak berkata apa-apa karena sudah berjanji dalam hatinya akan menuruti apapun permintaan dan perkataan Raden Soca. Satu hal yang dipegang teguh oleh Pramesti adalah tidak akan pernah menyakiti sedikitpun hati Raden Soca dan Ratri Geni yang telah menyelamatkan nyawanya dari maut.

"Soca, aku harus pergi menunaikan tugasku. Sudah terlalu lama aku tidak menjenguk Puncak Merbabu. Dan kaupun sudah terlalu lama menunda perjalanan ke Pulau Dewata. Ajaklah Pramesti Sarayu dan Jaka Umbara bersamamu. Mereka akan menjadi bala bantuan yang bagus untukmu. Aku yakin Siluman Kembar Gunung Agung punya kemampuan tak kalah dengan Siluman Lembah Neraka. Kau akan memerlukan bantuan. Aku akan langsung menyusul kalian begitu sudah melihat kondisi Merbabu."

Raden Soca sudah menduga hal ini akan terjadi. Apalagi ketika Ratri Geni tadi memanggil Sima Braja. Dia tidak ingin ditemani siapa-siapa kecuali Ratri Geni meski gadis itu seringkali usil dan jahil terhadapnya. Berjalan bersama Ratri Geni sangat menyenangkan. Banyak hal yang dilakukan gadis itu mampu membuatnya tertawa gembira. Tapi Raden Soca juga menyadari gadis itu mempunyai tugas yang tak kalah penting sebagai Penjaga Gunung. Dia yakin Pramesti Sarayu akan dengan senang hati pergi bersamanya ke Pulau Dewata. Tapi Jaka Umbara?

"Aku akan ikut menemani dan membantumu Raden Soca. Tugasku ke Swarna Dwipa bisa menunggu. Ratri Geni sempat menyampaikan bahwa tugas yang kau sandang sangat berat. Setidaknya aku bisa membantumu saat harus bertarung melawan Siluman Kembar Gunung Agung."

Jaka Umbara yang baru datang sambil menenteng serenteng ikan menyahut cepat. Selain tulus ingin membantu pemuda baik hati itu, dia juga tidak ingin mengakhiri kebersamaan dengan Pramesti Rahayu yang perlahan-lahan mampu mengusir bayangan wajah Sekar Wangi dari pelupuk matanya. Dia tidak tahu apakah dia telah jatuh cinta kepada gadis yang dulunya telengas dan kejam ini atau tidak. Tapi dia tahu bahwa berpisah dengan gadis itu akan membuatnya jatuh lagi dalam kepedihan berlarut-larut akibat Sekar Wangi.

Raden Soca mengangguk senang begitu mendengar kesanggupan Jaka Umbara. Dia merasa tidak enak jika harus berjalan berdua saja dengan Pramesti Sarayu. Meskipun sebetulnya dia ingin tahu bagaimana reaksi Ratri Geni jika dia berjalan berdua saja dengan gadis cantik yang dulunya berjuluk Bidadari Darah ini. Raden Soca benar-benar penasaran. Ratri Geni seringkali menunjukkan tanda-tanda menyukainya tapi tidak jarang pula acuh tak acuh kepadanya.

"Baiklah Ratri. Pergilah menunaikan tugasmu. Berhati-hatilah dan segeralah menyusul ke Pulau Dewata karena aku pasti memerlukan bantuanmu. Aku membutuhkanmu." Raden Soca sengaja menekankan pada nada kalimat aku membutuhkanmu agar Ratri Geni memahami bagaimana perasaannya.

Ratri Geni sejenak tertegun lalu tertawa terkekeh.

"Hihihi, Soca. Percayalah! Aku pasti menyusulmu ke Pulau Dewata. Aku juga ingin bertemu dengan Siluman Kembar yang menakutkan itu. Aku tidak mau kau pulang dengan tangan kosong dan menerima hukuman dari ratu gaib laut selatan yang mengerikan dan pasti menjadikanmu pembersih lumut di terumbu karang jika kau gagal mendapatkan cupu manik miliknya."

Mau tak mau Raden Soca tersenyum geli mendengar lelucon Ratri Geni. Hati pemuda ini senang bukan mendengar janji gadis yang telah bersemayam di hatinya itu.

Pramesti Sarayu buru-buru mengambil ikan dari Jaka Umbara dan langsung pergi ke pinggir sungai untuk membersihkannya. Dia memberi tanda kepada Jaka Umbara agar duduk saja karena dia yang akan memasak pagi ini. Hatinya bahagia bukan main karena diajak menemani Raden Soca ke Pulau Dewata. Apalagi usulan itu diajukan sendiri oleh Ratri Geni. Gadis yang diam-diam sangat dikaguminya. Dia harus memasak enak. Pagi ini jamuan makan bersama yang terakhir sebelum mereka berpisah.

Pramesti Sarayu mengerjakan apa yang biasanya dilakukan Jaka Umbara sambil bernyanyi-nyanyi kecil. Suara merdu Pramesti Sarayu membuat suasana pagi menjadi tambah semarak dan ceria.

--*