Syr tiba di Hostess of Fertility pagi-pagi sekali, saat langit masih diselimuti warna biru muda dan sinar matahari baru mulai merangkak naik dari ufuk timur. Udara masih sejuk, dan suara kehidupan kota Orario belum sepenuhnya menggema. Suasana tenang ini selalu menjadi favorit Syr—momen-momen ketika kedai masih kosong dan tidak ada seorang pun yang mengganggunya. Biasanya, para pelayan baru akan tiba satu jam lagi, memberi Syr cukup waktu untuk mempersiapkan segala sesuatu tanpa terburu-buru.
Langkah-langkah kakinya terdengar pelan di lantai kayu yang bersih saat ia memasuki dapur. Di sana, cahaya remang-remang dari matahari pagi menyusup melalui jendela kecil di sudut ruangan, menambah kesan hangat dan damai. Tanpa banyak bicara, Syr membuka salah satu laci besar yang biasa digunakan untuk menyimpan alat-alat memasak. Di dalamnya, dia menyimpan Grimoire yang ia bawa, buku itu disembunyikan dengan rapi di bawah kain penutup agar tidak menarik perhatian pelayan lain. Setelah memastikan Grimoire tersebut tersimpan aman, Syr menutup laci dengan hati-hati, menyimpan rahasia kecilnya dari yang lain.
Selesai dengan urusan Grimoire, Syr kemudian berjalan ke arah meja dapur dan mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk sarapan. Pagi ini, Bell Cranel, salah satu pengunjung setia Hostess of Fertility dan juga pusat perhatian Syr, akan lewat seperti biasa. Syr sudah menyiapkan rencana untuk membuat hidangan yang spesial, sesuatu yang lebih istimewa dari hari-hari biasanya.
Namun, saat tangannya mulai bergerak merapikan bahan-bahan, pikirannya melayang ke sosok lain—Shirou Emiya. Shirou mungkin tidak sepopuler Bell di mata banyak orang, tapi bagi Syr, dia memiliki tempat khusus dalam kenangan dan pikirannya. Bukan karena kekuatan fisik atau keberaniannya, tapi karena kesabaran dan ketulusan yang dia tunjukkan saat mengajarinya memasak.
Sebelum Shirou datang dan membantunya, hasil masakan Syr sering kali jauh dari kata sempurna. Dia ingat betapa frustrasinya dulu—setiap kali dia mencoba membuat sesuatu, hasilnya selalu mengecewakan. Ada kalanya roti yang dia panggang akan gosong di luar tapi mentah di dalam. Kadang-kadang, dia terlalu banyak menambahkan garam pada sup hingga rasanya tidak dapat ditolerir. Dan yang paling memalukan, sering kali daging yang dia masak akan terlalu matang hingga keras atau bahkan tidak matang sama sekali. Para pelayan lain di Hostess of Fertility tidak pernah benar-benar mengeluh, tapi Syr tahu bahwa mereka selalu menahan diri untuk tidak mengatakan hal yang buruk tentang masakannya.
Namun, keadaan berubah sejak Shirou mulai menunjukkan perhatian khusus pada kemampuannya di dapur. Tidak seperti yang lain, Shirou tidak pernah memberikan kritik pedas atau mencemooh hasil masakan Syr yang berantakan. Sebaliknya, dia justru bersikap tenang dan sabar, memperlihatkan dengan teliti setiap langkah yang perlu dia perbaiki.
Syr teringat dengan jelas bagaimana Shirou mengajarinya dasar-dasar memasak dengan cara yang sederhana namun efektif. "Perlakukan bahan-bahannya dengan hormat," katanya suatu hari sambil dengan cekatan mengiris sayuran di depannya. "Masakan yang enak itu bukan hanya soal rasa, tapi juga bagaimana kita menyatukan semua bahan dengan baik, memahami sifat setiap bahan, dan memperlakukan mereka dengan hati-hati."
Syr ingat, dia mengangguk sambil memerhatikan dengan saksama setiap gerakan tangan Shirou. Mulai dari bagaimana dia menyiapkan daging agar matang sempurna tanpa gosong, hingga cara mengontrol api saat memasak sup agar tidak terlalu mendidih. Shirou juga menunjukkan padanya cara menambahkan bumbu perlahan, mencicipi setiap tahap untuk memastikan rasa yang seimbang.
Sejak saat itu, setiap kali Syr kembali ke dapur, dia mulai merasa lebih percaya diri. Setiap hidangan yang dia buat mulai terasa lebih enak. Bukan lagi masakan yang gosong, terlalu asin, atau mentah. Hasil masakannya kini mulai mendapat pujian dari para pelayan dan pelanggan, termasuk Bell Cranel.
Tanpa sadar, senyum kecil muncul di wajah Syr saat dia teringat momen-momen bersama Shirou di dapur. Ada rasa hangat dalam dirinya setiap kali mengingat bagaimana Shirou dengan sabar mengajarinya, memperbaiki setiap kesalahan kecil tanpa membuatnya merasa malu. Dalam beberapa minggu saja, Syr berhasil membuat masakan yang lebih enak—cukup enak untuk disajikan kepada Bell, pelanggannya yang istimewa.
Syr melanjutkan persiapannya, memotong bahan-bahan dengan lebih percaya diri, menyalakan kompor dengan gerakan terampil, dan mulai memasak sarapan pagi itu dengan penuh semangat. Kali ini, dia yakin bahwa hidangannya akan sempurna, bukan hanya untuk Bell, tetapi juga sebagai pengingat akan usaha dan ketulusan yang dia pelajari dari Shirou.
Setelah Syr selesai memasak, aroma harum masakannya memenuhi dapur. Ia menyiapkan hidangan yang telah matang dengan hati-hati, menuangkannya ke dalam kotak bekal yang cantik. Sarapan yang dia buat terdiri dari roti segar, potongan daging yang dipanggang sempurna, dan sayuran hijau yang ditumis dengan saus ringan. Setiap elemen dihidangkan dengan rapi dan teratur—refleksi dari pelajaran yang dia terima dari Shirou.
Dia menutup kotak bekal itu dengan kain lembut berwarna merah muda, memastikan semuanya terbungkus rapi sebelum dia membawa bekal itu ke luar restoran. Pagi masih segar dengan sinar matahari yang mulai menghangatkan jalanan di depan Hostess of Fertility. Syr menunggu di luar restoran, berdiri di sudut jalan, menanti sosok Bell Cranel yang akan segera lewat.
Dia tahu Bell selalu menjalani latihan pagi-pagi sekali, terutama sekarang saat dia mempersiapkan diri untuk War Game melawan Apollo Familia. Tantangan besar itu membuat Bell semakin disiplin dalam latihannya, dan Syr, sebagai seorang teman yang peduli, ingin memberikan sedikit dukungan dengan bekal yang dia siapkan sendiri. Hatinya berdebar sedikit lebih cepat saat memikirkan betapa kerasnya Bell berusaha demi melindungi Familianya.
Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki yang cepat terdengar, dan tak lama kemudian, Bell muncul di kejauhan. Syr tersenyum lembut saat melihat pemuda itu semakin dekat, keringat di dahinya menandakan betapa seriusnya dia dalam latihannya. Ketika Bell mendekat, Syr mengangkat kotak bekal yang dia pegang dengan tangan yang lembut.
"Bell!" seru Syr ceria sambil melambaikan tangan. "Ini, aku menyiapkan sesuatu untukmu."
Bell berhenti sejenak, tersenyum cerah ke arah Syr sebelum mendekatinya. "Syr! Terima kasih banyak," ucap Bell, wajahnya dipenuhi rasa syukur. Dia menerima kotak bekal itu dengan kedua tangan, jelas terlihat bagaimana dia menghargai perhatian Syr.
"Latihanmu pasti berat, apalagi dengan War Game yang sudah dekat," lanjut Syr sambil menatap Bell penuh perhatian. "Jadi, semoga sarapan ini bisa membantumu."
Bell mengangguk dengan semangat, merasa sangat terharu oleh perhatian yang diberikan Syr. Namun, sebelum melanjutkan perjalanannya, dia menyampaikan kabar yang membuat Syr merasa lega dan bahagia. "Oh ya, Syr... aku hampir lupa memberitahumu. Lily sudah keluar dari Soma Familia! Dia sekarang resmi bergabung dengan Hestia Familia."
Syr terkejut mendengar kabar itu, meskipun dia berusaha untuk tidak menunjukkannya. Dalam hatinya, dia merasa sangat bahagia. "Benarkah? Aku ikut senang mendengarnya," kata Syr, senyum lembut muncul di wajahnya. Namun, pikirannya tak bisa lepas dari kejadian semalam—sosok bertopeng tengkorak yang misterius yang menyelamatkan Lily. Sejak saat itu, dia tidak bisa berhenti memikirkan siapa sebenarnya sosok tersebut, dan meski banyak dugaan berkelebat di benaknya, dia tetap merahasiakan spekulasi itu.
Bell mengangguk dengan antusias. "Ya, Lily sudah aman sekarang. Dan bukan hanya itu," lanjutnya dengan semangat yang semakin membuncah. "Welf dan Mikoto juga sudah bergabung dengan Hestia Familia untuk membantu kami dalam War Game melawan Apollo Familia."
Syr tersenyum mendengar itu. "Aku senang mendengar kalian mendapat dukungan yang kuat. Dan jangan khawatir, Ryuu juga akan membantu kalian. Dia ikut bergabung karena permintaan Hermes."
Bell tampak terkejut sekaligus terharu mendengar kabar itu. "Ryuu? Wow, aku tidak tahu kalau dia akan membantu juga... Ini benar-benar luar biasa. Aku sangat bersyukur memiliki teman-teman yang peduli seperti kalian semua."
Syr mengangguk, senyumnya masih menghiasi wajahnya. "Ya, Bell-kun. Kamu tidak sendiri. Banyak orang yang peduli padamu dan ingin membantumu."
Bell menatap Syr dengan penuh rasa syukur, hatinya dipenuhi dengan kehangatan. "Terima kasih banyak, Syr. Aku tidak tahu harus berkata apa... tapi aku akan melakukan yang terbaik agar tidak mengecewakan kalian."
Dengan itu, Bell melanjutkan perjalanannya, berjanji dalam hatinya untuk berjuang sekuat tenaga dalam War Game yang akan datang. Syr menatap punggung Bell yang semakin menjauh, perasaan hangat menjalar di dadanya. Meski banyak tantangan yang menanti, dia tahu Bell akan mendapatkan banyak dukungan, bukan hanya dari teman-temannya, tetapi juga dari orang-orang yang diam-diam mengaguminya dari kejauhan—seperti dirinya.
Satu per satu pelayan lainnya mulai tiba di Hostess of Fertility, mengisi ruangan dengan obrolan ringan dan energi pagi yang perlahan menggeliat. Hari di Orario sudah mulai hidup, dan restoran terkenal ini bersiap untuk membuka pintunya bagi para pelanggan yang akan datang dalam waktu dekat. Suara langkah kaki yang lembut dan suara pintu yang terbuka membuat suasana yang tadinya sepi kini terasa lebih hangat dan hidup.
Pelayan pertama yang datang setelah Syr adalah Ryuu, sang elf berwajah serius yang selalu tiba tepat waktu. Seperti biasa, Ryuu mengenakan seragam hijau khas pelayan restoran dengan rambut pirangnya yang diikat ke belakang. Tanpa basa-basi, dia langsung menyapa Syr yang sudah berada di dapur. "Syr, kau sudah datang pagi lagi," katanya dengan nada datar tapi penuh perhatian. "Sepertinya ini sudah menjadi kebiasaanmu, terutama sejak kau mulai memasak sarapan untuk Bell."
Syr menoleh dan tersenyum kecil. Dia tahu bahwa Ryuu, meskipun sering bersikap tenang dan tegas, sebenarnya cukup memperhatikan teman-temannya di Hostess of Fertility. "Iya, aku mulai suka untuk datang lebih awal," jawab Syr ringan sambil melanjutkan pekerjaannya merapikan dapur. "Apalagi, Bell kelihatannya selalu membutuhkan sarapan yang baik sebelum latihan."
Ryuu mengangguk dengan ekspresi tak berubah. Dia tahu betapa seriusnya Bell mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan War Game, dan dia juga tahu bahwa perhatian Syr pada Bell tidak sepenuhnya terkait dengan makanan.
Tak lama setelah itu, suara yang lebih ceria mulai memenuhi udara. Pintu depan terbuka lagi, dan kali ini Chloe, Anya, dan Lunoire muncul bersama-sama, tertawa kecil di antara mereka. Chloe, si Cat People dengan telinga kucing yang tajam, selalu membawa keceriaan dan sedikit kenakalan ke dalam suasana. "Oh, lihat siapa yang sudah lebih dulu ada di sini," ujar Chloe dengan senyum jahil saat dia melihat Ryuu dan Syr di dapur.
Anya, yang tidak kalah energik, menyambut mereka dengan tawa riang. "Wah, Syr, kau benar-benar rajin sekali akhir-akhir ini!" katanya sambil menggoyangkan ekornya dengan semangat. Lunoire, yang lebih pendiam namun tetap ramah, hanya mengangguk dan tersenyum kecil, tanda setuju dengan pernyataan Anya. Masing-masing dari mereka segera bersiap untuk bekerja, merapikan meja dan memeriksa persediaan di dapur.
Seluruh tim kini sudah berkumpul, suasana kerja pagi pun mulai terasa di Hostess of Fertility. Dapur yang tadinya sunyi kini dipenuhi suara langkah kaki dan peralatan dapur yang disiapkan. Aroma makanan lezat mulai menyebar, dan setiap orang menjalankan tugas mereka dengan cepat dan efisien, seolah-olah mereka sudah melakukannya selama bertahun-tahun.
Pagi itu, Hostess of Fertility akhirnya membuka pintunya, siap menyambut para pelanggan pertama yang akan datang untuk menikmati sarapan. Syr berdiri sejenak di dekat pintu, melihat jalanan yang semakin ramai dengan petualang dan penduduk Orario yang sibuk. Namun, pikirannya tak bisa berhenti memikirkan satu orang tertentu: Shirou Emiya. Dia bertanya-tanya apakah Shirou akan datang hari ini, seperti hari-hari sebelumnya, atau apakah dia terlalu sibuk dengan tugas-tugasnya di Loki Familia.
Syr tahu bahwa sejak bergabung dengan Loki Familia, Shirou pasti memiliki banyak tanggung jawab, terutama setelah dia mendapatkan perhatian dari beberapa petualang besar di Familia tersebut. Namun, meski begitu, Syr tetap berharap bisa melihatnya hari ini. Ada sesuatu tentang Shirou yang membuatnya selalu ingin tahu lebih banyak—sesuatu yang membuatnya merasa terikat, meskipun dia sendiri belum sepenuhnya menyadari apa itu.
Dia tersenyum kecil, membiarkan pikirannya sejenak melayang kepada Shirou yang selalu hadir di restoran dengan senyum ramah dan sikap tenang. Mungkin, hari ini dia akan datang lagi. Atau mungkin tidak. Tetapi, entah bagaimana, Syr tahu bahwa pertemuan berikutnya dengan Shirou akan membawa lebih banyak hal menarik—entah itu obrolan ringan atau sesuatu yang lebih menarik.
Dengan pikiran itu, Syr kembali ke dalam restoran, membantu mempersiapkan segala sesuatu agar pelanggan pagi itu mendapatkan pelayanan terbaik. Namun, di sudut hatinya, dia tetap menunggu kedatangan Shirou, meskipun dia tahu Shirou mungkin sibuk dengan urusan yang lebih besar di luar sana.
Di saat pagi mulai beranjak menuju siang, suasana di Hostess of Fertility mulai sedikit lengang. Pelanggan yang datang sejak pagi telah selesai menikmati sarapan mereka, dan sekarang restoran sedang dalam masa tenang sebelum keramaian makan siang dimulai. Udara di dalam ruangan terasa sejuk dan tenang, dengan hanya beberapa suara kecil dari pelayan yang membereskan meja.
Tepat pada momen itu, pintu depan terbuka, dan sosok yang ditunggu-tunggu oleh Syr akhirnya muncul—Shirou Emiya. Langkahnya tenang seperti biasa, dengan wajah penuh ketenangan dan kehangatan. Shirou datang dengan sedikit senyum di bibirnya, dan saat dia masuk, matanya segera bertemu dengan Syr yang sudah menunggunya. Syr, yang sedari tadi terus memikirkan apakah Shirou akan datang, segera tersenyum cerah melihat kedatangan pemuda itu.
"Shirou-san!" sapa Syr ceria, melangkah maju untuk menyambutnya. "Aku sudah menunggu kedatanganmu."
Shirou membalas senyuman Syr dengan anggukan kecil. "Maaf, aku agak terlambat. Ada beberapa hal yang harus kuselesaikan lebih dulu di Loki Familia," katanya sambil duduk di salah satu kursi yang masih kosong. Setelah beberapa saat, dia mengangkat wajahnya dan bertanya, "Bagaimana dengan Lily? Apakah kau punya kabar terbaru?"
Syr tersenyum, dengan lembut membenarkan kabar yang sudah Shirou tunggu-tunggu. "Iya, Lily sudah bergabung dengan Hestia Familia. Sekarang dia aman bersama Bell dan yang lainnya," kata Syr dengan nada lembut, melihat bagaimana mata Shirou perlahan-lahan menunjukkan rasa lega yang mendalam. Shirou tersenyum lega mendengar kabar itu, jelas merasa tenang mengetahui bahwa Lily, yang pernah ia khawatirkan, sekarang sudah dalam perlindungan yang baik.
"Syukurlah..." gumam Shirou pelan, senyumnya semakin lebar. Rasa khawatir yang tadinya membebani pikirannya kini perlahan menghilang.
Syr memperhatikan reaksi Shirou dengan geli. Ada sesuatu yang menyenangkan dalam melihat Shirou begitu senang mendengar kabar baik tentang orang lain, meskipun dia sendiri selalu tampak tenang dan jarang menunjukkan emosi yang berlebihan. Syr melanjutkan dengan cerita yang lebih lengkap, "Oh, bukan hanya Lily yang bergabung dengan Hestia Familia, Mikoto dan Welf juga bergabung untuk membantu Bell menghadapi War Game melawan Apollo Familia."
Shirou mengangguk dengan penuh perhatian, dan senyumnya semakin cerah mendengar kabar itu. "Itu bagus sekali. Bell sekarang punya tim yang lebih kuat untuk membantunya," katanya, suara yang keluar dari mulutnya terdengar tulus dan hangat.
Syr, yang melihat wajah Shirou semakin bersinar penuh kebahagiaan, tak bisa menahan diri untuk bertanya, "Apa kau sedang senggang hari ini, Shirou-san?" Nada suaranya mengandung harapan bahwa Shirou mungkin bisa menghabiskan lebih banyak waktu di restoran hari ini.
Shirou mengangguk ringan. "Iya, aku sedang tidak punya tugas penting di Loki Familia hari ini. Sepertinya aku bisa membantu di sini lagi."
Syr tersenyum senang mendengar jawaban itu. "Kalau begitu, tunggu sebentar ya," katanya dengan suara ceria. Dengan cepat, dia menuju ke belakang restoran, tempat jemuran berada, untuk mengambil seragam hijau yang biasa dipakai Shirou saat dia membantu di restoran. Seragam itu sudah kering dan wangi setelah dijemur di bawah matahari pagi. Syr melipatnya dengan rapi sebelum kembali ke tempat Shirou menunggunya.
"Tadi seragammu sudah dicuci dan dijemur, ini dia," ujar Syr sambil menyerahkan seragam hijau itu kepada Shirou dengan senyum puas.
"Terima kasih, Syr," ucap Shirou dengan sopan, menerima seragam itu. Dia berdiri, lalu mengarahkan pandangannya ke tangga yang menuju lantai atas.
Akhirnya, Shirou melangkah naik ke lantai atas untuk mengganti pakaiannya. Dia berjalan dengan tenang, meninggalkan Syr di bawah yang tersenyum melihatnya. Syr tahu bahwa dengan Shirou di restoran, hari ini akan lebih menyenangkan—tidak hanya untuk dirinya, tapi juga untuk semua orang di Hostess of Fertility.
Selama Shirou mengganti baju di lantai atas, Syr berdiri di dapur sambil memikirkan cara terbaik untuk memberikan Grimoire yang mahal itu pada Shirou. Dia tahu bahwa Shirou, dengan kepribadiannya yang rendah hati dan tidak suka menjadi pusat perhatian, pasti akan menolak jika dia memberikan Grimoire itu secara langsung. Shirou bukan tipe orang yang menerima hadiah mahal tanpa alasan, dan Syr tidak ingin membuatnya merasa tidak nyaman.
Syr memikirkan strategi yang lebih halus. Setelah merenung sejenak, dia memutuskan untuk tidak memberikan Grimoire itu secara terang-terangan. Sebagai gantinya, Syr memilih untuk meletakkannya di tempat yang sering Shirou gunakan—di dekat perlengkapan memasak di dapur. Dengan cara ini, dia berharap Shirou akan penasaran pada Grimoire tersebut tanpa merasa tertekan oleh nilai atau tujuannya. Syr yakin, keingintahuan Shirou yang alami akan memicunya untuk melihat buku itu lebih dekat.
Syr mengambil Grimoire dari laci tempat ia menyembunyikannya sebelumnya dan meletakkannya di atas meja dekat alat-alat memasak, di tempat yang cukup mencolok agar Shirou tidak bisa melewatkannya. Dia tersenyum tipis, yakin bahwa rencananya akan berhasil.
Seperti yang diperkirakan Syr, setelah Shirou selesai berganti baju dan mengenakan seragam hijau pelayan Hostess of Fertility, dia langsung berjalan menuju dapur untuk mulai bekerja. Shirou selalu merasa nyaman di dapur, terutama saat memasak atau membantu mengatur bahan-bahan. Saat ia memasuki dapur, matanya segera tertarik pada sebuah buku tebal yang tidak biasa tergeletak di dekat peralatan memasak.
Shirou memandang buku itu dengan sedikit bingung. "Buku siapa ini?" tanyanya dengan nada heran, sambil mengamati Grimoire tersebut. Dia tidak mengenali bahwa buku itu adalah Grimoire yang sangat berharga. Baginya, itu hanyalah buku besar dengan sampul yang terlihat cukup tua dan sedikit rumit.
Syr yang sedang berada di dekatnya, berusaha menjaga wajahnya tetap tenang. Dengan santai, dia berbohong, "Oh, mungkin itu milik salah satu pelanggan yang tertinggal di sini. Aku juga baru melihatnya." Senyumnya tetap lembut, berharap Shirou tidak terlalu curiga.
Shirou mengangguk sambil memeriksa Grimoire tersebut. Dia membuka halaman pertama dengan hati-hati, dan matanya langsung disambut dengan barisan teks aneh dan simbol-simbol magis yang tampak rumit. Wajahnya semakin bingung saat dia mencoba memahami isi buku itu. Tidak seperti buku biasa, isi Grimoire tampak asing baginya—sebuah kumpulan mantra dan teori sihir yang jelas-jelas berada di luar pengetahuannya.
Melihat Shirou membuka Grimoire dan mulai membacanya, Syr pada awalnya panik. Dia tahu efek Grimoire semacam itu bisa sangat kuat bagi orang yang memiliki potensi sihir. Biasanya, seseorang yang membuka Grimoire akan segera terserap ke dalam dunia meditasi mendalam, seperti yang terjadi pada Bell Cranel saat dia pertama kali membuka Grimoire dan menemukan Firebolt. Syr sempat berpikir untuk menghentikan Shirou, khawatir dia mungkin akan pingsan di dapur.
Namun, yang terjadi membuat Syr tercengang. Shirou terus membaca halaman demi halaman Grimoire tanpa menunjukkan reaksi apa pun. Tidak ada kilatan cahaya, tidak ada tanda-tanda meditasi mendalam, bahkan tidak ada gejala pusing atau pingsan. Shirou hanya menatap buku itu dengan ekspresi bingung, seolah-olah dia sedang membaca buku resep yang terlalu rumit baginya.
Syr berdiri terdiam, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Grimoire itu, yang seharusnya memancarkan kekuatan sihir dan membuka potensi magis dalam diri seseorang, tampaknya tidak bereaksi sama sekali terhadap Shirou. Dalam benaknya, Syr mulai berpikir, "Apa mungkin... Shirou sama sekali tidak memiliki bakat dalam sihir?" Itu adalah satu-satunya penjelasan yang masuk akal. Grimoire semacam ini dirancang untuk membuka potensi sihir seseorang, persis seperti yang terjadi pada Bell saat dia mempelajari Firebolt. Tapi pada Shirou, Grimoire itu sama sekali tidak memberikan respons.
Melihat Shirou yang tampak tidak memiliki bakat sihir sama sekali, Syr merasa kebingungan. Seluruh teori liar yang sebelumnya berputar di benaknya, tentang kemungkinan Shirou sebagai sosok bertopeng tengkorak yang misterius dan kuat, perlahan memudar. Bagaimana mungkin seorang yang tak bisa mengaktifkan Grimoire, yang notabene adalah salah satu cara paling dasar untuk membuka potensi sihir seseorang, bisa menjadi petarung tangguh yang menakutkan itu?
Syr menghela napas dalam hati, menyadari betapa konyolnya spekulasi itu sekarang. Semua teori yang pernah muncul dalam pikirannya tentang Shirou terlibat dalam peristiwa besar seperti penyelamatan Lily dengan kekuatan sihir tingkat tinggi tampak mustahil. Bagaimanapun juga, Shirou tampaknya benar-benar tak memiliki kemampuan sihir yang biasa dimiliki oleh petualang lain. Dia sama sekali tidak bereaksi terhadap Grimoire itu—buku yang seharusnya mampu membuka pintu bagi potensi magis dalam diri seseorang.
Namun, apa yang tidak disadari oleh Syr adalah bahwa Grimoire itu memang tidak akan berguna bagi seseorang seperti Shirou. Grimoire dirancang untuk mereka yang belum sepenuhnya memahami atau menguasai sihir mereka sendiri—mereka yang masih membutuhkan dorongan untuk membuka potensi tersembunyi. Tetapi Shirou berbeda. Dia sudah menyempurnakan sihirnya melalui magecraft yang ia pelajari sejak lama, dan bahkan memiliki Reality Marble luar biasa bernama Unlimited Blade Works. Itu adalah bentuk Magecraft yang melampaui batas potensi biasa, sesuatu yang membuat Grimoire itu tidak relevan baginya. Bagi Shirou, Grimoire itu hanyalah sebuah buku kosong tanpa makna, karena dia telah melampaui tahap pengenalan sihir sederhana.
Syr menatap Shirou dengan penuh kasihan saat dia menawarkan untuk membantu mencari pemilik buku tersebut. "Mungkin aku bisa mencari tahu siapa yang kehilangan ini," kata Shirou dengan polos, tidak menyadari betapa berharga dan kuatnya Grimoire itu bagi orang lain. Tapi bagi dia, buku itu hanyalah kumpulan simbol dan tulisan aneh yang tak berarti. Bagi Syr, sikap sederhana Shirou ini mengundang senyum tipis di wajahnya.
Syr mempertimbangkan sejenak sebelum menjawab. "Tidak perlu, Shirou-san," katanya lembut. "Mungkin buku itu memang sengaja ditinggalkan, dan siapa pun yang memilikinya tidak membutuhkannya lagi." Dia berusaha menyembunyikan rasa kecewanya bahwa rencananya untuk membuat Shirou mengembangkan sihir baru melalui Grimoire telah gagal. Meski demikian, dia tetap tidak bisa menahan rasa penasaran tentang Shirou.
Saat Shirou mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya di dapur, Syr merasa lega. Sekalipun Grimoire itu tidak berhasil membuka rahasia baru tentang Shirou, dia yakin suatu saat nanti kebenaran tentang pemuda misterius ini akan terungkap. Dan saat itu terjadi, Syr akan berada di sana untuk menyaksikan segalanya.
***
Shirou merasa bingung sepanjang hari itu. Saat ia bekerja di dapur, mengaduk sup dan memanggang roti seperti biasa, pikirannya terus dipenuhi kebingungan yang tak kunjung hilang. Pandangannya kadang-kadang melirik ke arah Syr, yang terlihat sibuk membantu pelayan lain, namun tatapan kasihan yang diberikan Syr padanya terasa tidak biasa. Dia tak bisa memahami mengapa Syr memandangnya dengan ekspresi seolah-olah dia telah gagal dalam sesuatu yang penting.
Syr, yang berdiri sedikit jauh darinya, terus memperhatikan Shirou dengan perasaan kasihan yang sulit disembunyikan. Ada rasa bersalah dalam dirinya karena telah berusaha memberikan Grimoire kepada Shirou, hanya untuk menemukan bahwa buku itu tidak ada gunanya bagi pemuda tersebut. Bau bunga musim dingin yang biasa menyertai kehadiran Syr, dengan sentuhan ilahi yang lembut, mulai memudar perlahan. Seolah-olah suasana hati Syr ikut tercermin dalam wewangiannya—kesedihan halus dan rasa kasihan yang mendalam terhadap Shirou.
Shirou mengendus samar-samar bau bunga yang sudah tak sekuat biasanya, membuatnya semakin bingung. Ia terus melanjutkan pekerjaannya, mencoba mengabaikan rasa aneh itu, namun pikirannya terus tertuju pada tatapan Syr yang seolah menempatkannya sebagai seseorang yang memerlukan simpati. Hingga malam tiba, rasa penasaran Shirou tak kunjung mereda.
Setelah restoran tutup dan suasana di Hostess of Fertility mulai sepi, Shirou akhirnya memutuskan untuk mengungkapkan kebingungannya. Saat dia dan Syr sedang beristirahat sejenak, dia mendekatinya. "Syr," panggilnya pelan. "Mengapa kau memandangku seperti itu hari ini? Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres."
Syr, yang sedang memegang Grimoire di tangan kanannya, terdiam sejenak. Dengan ekspresi lembut, dia menepuk bahu Shirou dengan tangan kirinya, memberi isyarat bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. "Shirou-san," katanya lembut, "apa pun yang terjadi, kau akan selalu menjadi teman bagiku, meskipun kau hanya seorang supporter dan bukan pahlawan terkenal." Ada ketulusan dalam suaranya, meskipun di dalam hatinya, Syr merasa sedikit kecewa bahwa Shirou tidak bisa berkembang lebih jauh melalui Grimoire.
Shirou semakin bingung dengan perkataan itu. Dia menatap Syr sejenak, mencerna kata-katanya dengan heran. "Hanya seorang supporter?" pikirnya. Apa maksudnya dengan itu? Dengan wajah yang sedikit sarkastik, dia kemudian menepuk bahu Syr sebagai balasan. "Jangan khawatir, Syr. Aku akan tetap berteman denganmu, walaupun kau hanya seorang pelayan biasa di sini," ucap Shirou sambil tersenyum. Dia tahu betul, di dalam hatinya, bahwa Syr lebih dari sekadar pelayan. Meskipun dia tidak yakin siapa sebenarnya Syr, dia yakin bahwa dia adalah seorang dewi yang sedang menyamar sebagai manusia biasa.
Kedua mata mereka bertemu sejenak, sebelum mereka berdua mulai tertawa pelan. Saling menepuk pundak satu sama lain dengan perasaan canggung, mereka mencoba menghilangkan suasana serius yang baru saja terjadi.
Tawa kecil mereka berhenti ketika Ryuu tiba-tiba muncul dari belakang. "Apa yang kalian berdua lakukan?" tanya Ryuu dengan ekspresi datar namun penuh keingintahuan. Keduanya langsung terdiam dan menoleh ke arah Ryuu, lalu tersenyum canggung, tak ingin menjelaskan terlalu banyak.
Setelah kejadian itu, suasana kembali normal. Shirou dan Syr berpisah untuk pulang ke kediaman masing-masing. Namun, ada perasaan baru yang terjalin di antara mereka—sebuah keakraban yang aneh namun mendalam, seolah-olah mereka berdua saling memahami meski tak mengungkapkannya secara langsung. Shirou, dengan segala kebingungannya, dan Syr, dengan rahasianya, tetap menjalani hari-hari mereka, meskipun banyak yang belum terungkap di antara mereka.