Chereads / Fate x Danmachi: The Sword Prince / Chapter 54 - Chapter 54

Chapter 54 - Chapter 54

Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba—hari di mana War Game antara Hestia Familia dan Apollo Familia akan digelar. Suasana Orario terasa berbeda pagi itu. Kota yang biasanya sibuk dengan rutinitas sehari-hari, kini dipenuhi dengan kegembiraan dan antisipasi. Semua orang membicarakan War Game yang akan segera dimulai, dan tampaknya seluruh Orario menjadikan hari itu sebagai hari libur. Setiap orang ingin menjadi bagian dari peristiwa besar ini.

Di pagi yang tenang itu, Shirou keluar dari Twilight Manor, berjalan-jalan santai setelah menghabiskan waktu di gudang dekat taman, tempat ia melatih Riveria dalam Magecraft subuh tadi. Seperti biasa, pelatihan mereka berlangsung sebelum matahari terbit, saat Orario masih terlelap. Shirou telah rutin mengajari Riveria tentang Reinforcement, salah satu cabang dasar dari Magecraft, dan melihat kemajuan Riveria yang pesat. Dengan teknik itu, Riveria bisa memperkuat benda-benda dengan Prana, meningkatkan daya tahannya atau kekuatannya untuk sementara waktu. Hari ini, Shirou tersenyum puas saat mengingat bagaimana Riveria akhirnya mampu mencapai 75% keberhasilan dalam menyalurkan Prana pada objek yang dituju—sebuah pencapaian yang mengesankan bagi seorang yang baru mempelajari Magecraft.

Sambil berjalan melalui jalan-jalan yang mulai ramai, Shirou menikmati udara pagi yang segar. Di sekitarnya, pedagang-pedagang Orario sudah mulai mempersiapkan lapak mereka. Berbagai barang dagangan ditata rapi, dari makanan hingga pernak-pernik, semua disiapkan untuk menyambut orang-orang yang akan datang menonton War Game. Suasana di seluruh kota tampak meriah, seolah-olah ini bukan hanya pertarungan antar Familia, tetapi sebuah festival besar yang disambut oleh seluruh kota.

Bagi banyak orang, hari ini adalah hari yang spesial. Shirou bisa merasakan kegembiraan yang mengisi udara, meskipun dia sendiri tidak begitu peduli dengan keramaian. Pandangannya beralih dari satu sudut ke sudut lain hingga matanya menangkap sesuatu yang tidak biasa—di kejauhan, dia melihat seseorang bersembunyi di balik bangunan. Itu adalah Syr. Dia mengenakan seragam khasnya, tetapi anehnya, dia tampak tidak ingin terlihat. Gerak-geriknya cepat, dan dia jelas sedang mencoba menghindari pandangan orang lain.

Penasaran dengan apa yang dilakukan Syr, Shirou berhenti melangkah. Alih-alih mendekatinya langsung, dia memilih untuk berdiri dari kejauhan, mengamati dengan hati-hati. Ada sesuatu yang janggal dengan cara Syr bergerak, seolah-olah dia sedang menunggu sesuatu atau seseorang. Shirou menajamkan pandangannya, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Sambil berdiri di tempatnya, Shirou diam-diam menunggu, matanya tak lepas dari Syr yang terlihat gelisah. Pikiran-pikiran mulai bermunculan di kepalanya—apa yang sebenarnya sedang dilakukan Syr? Mengapa dia bersembunyi di balik bangunan? Shirou tahu bahwa Syr bukan orang sembarangan, dan ada kemungkinan besar bahwa dia sedang terlibat dalam sesuatu yang lebih besar. Mungkin ini berkaitan dengan War Game? Atau sesuatu yang lebih pribadi? Shirou memutuskan untuk tidak gegabah dan terus memperhatikan dari kejauhan, mencoba membaca gerakan Syr.

Dalam hatinya, Shirou merasa ada sesuatu yang tidak beres, tapi dia memilih untuk menunggu dan melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Apa pun yang dilakukan Syr, Shirou siap untuk bertindak jika diperlukan, meskipun untuk saat ini dia hanya bisa diam dan mengamati.

Sebuah kereta kuda muncul dari kejauhan, melewati jalanan yang mulai ramai. Shirou, yang masih mengamati dari kejauhan, melihat bahwa Bell Cranel duduk di dalamnya, bersama dengan beberapa anggota Hestia Familia. Kereta itu tampaknya menuju ke arena tempat War Game akan digelar. Saat kereta mendekat, Bell tampak serius, jelas mempersiapkan dirinya untuk menghadapi pertempuran yang akan datang.

Shirou tersenyum kecil saat melihat Bell di dalam kereta. "Rupanya Syr menunggu Bell lewat," pikirnya. Dia merasa tebakan itu cukup masuk akal, mengingat bagaimana perhatian Syr terhadap Bell selama ini. Shirou bahkan menduga Syr mungkin ingin memberikan sesuatu yang spesial kepada Bell sebagai dukungan sebelum War Game. Namun, saat kereta kuda melewati tempat Syr bersembunyi, hal yang tak terduga terjadi—Syr hanya diam dan tetap berdiri di tempatnya, membiarkan kereta itu melaju tanpa melakukan apa pun. Tidak ada gerakan, tidak ada sapaan. Syr hanya menatap Bell sejenak, sebelum membiarkan kereta itu berlalu begitu saja.

Tebakan Shirou ternyata meleset. Hal ini membuatnya bingung. Jika Syr memang menunggu Bell, mengapa dia tidak melakukan apa pun? Mengapa dia membiarkan Bell lewat tanpa berkata sepatah kata pun? Shirou menatapnya dengan alis sedikit berkerut, mencoba memahami situasinya.

Namun, tidak lama setelah kereta bergerak menjauh, Syr tiba-tiba melakukan hal yang tak terduga. Dia mulai berlari tergopoh-gopoh. Di tangannya, dia menggenggam sesuatu yang tampak seperti kalung dengan permata hijau yang berkilauan di bawah sinar matahari pagi. Syr berlari secepat yang dia bisa, mengejar kereta yang semakin menjauh.

Shirou, yang masih memperhatikan dari kejauhan, merasa heran dengan tindakannya. Dia menggunakan Structural Analysis, teknik magecraft yang memungkinkan dia untuk menganalisis objek dari kejauhan. Fokusnya tertuju pada kalung yang ada di tangan Syr, dan seketika, dia bisa merasakan kekuatan magis yang terkandung di dalamnya. Itu bukan sekadar perhiasan biasa—kalung itu adalah jimat pelindung yang dapat melindungi Bell dari serangan magis atau fisik, sebuah jimat berharga yang jelas-jelas disiapkan untuk menghadapi bahaya besar.

Shirou tidak bisa menahan senyum geli saat menyadari niat sebenarnya dari tindakan Syr. "Dia ingin memberikan efek dramatis," pikirnya. Bukannya memberikan kalung itu secara langsung, Syr memilih untuk mengejar Bell dengan dramatis, mungkin berharap membuat momen itu terlihat lebih berkesan dan penuh emosi. Bagi Shirou, tindakan itu agak lucu, tapi juga menunjukkan betapa besar rasa suka Syr terhadap Bell.

Ketika akhirnya Syr berhasil mengejar kereta, Bell yang duduk di dalamnya tampak terkejut melihat Syr datang berlari. Syr, yang terengah-engah setelah mengejar kereta, menyerahkan kalung itu kepada Bell dengan wajah yang penuh semangat. "Ini, Bell! Aku ingin kau membawa ini," kata Syr, napasnya masih tersengal-sengal.

Bell menerima kalung itu dengan senyuman dan rasa terima kasih. "Terima kasih, Syr," katanya tanpa menyadari bahwa kalung itu lebih dari sekadar perhiasan. Dia tidak tahu bahwa jimat itu memiliki kekuatan pelindung yang kuat, sebuah alat penting yang mungkin akan menyelamatkannya dalam pertempuran yang akan datang.

Shirou, yang melihat semua itu dari kejauhan, hanya bisa tersenyum kecil. Bell mungkin tidak menyadari nilai sebenarnya dari kalung itu, tapi Shirou tahu bahwa Syr telah memberikan sesuatu yang sangat penting untuk melindungi Bell. Sambil melanjutkan langkahnya, Shirou membiarkan senyum itu tetap menghiasi wajahnya, terhibur oleh usaha dramatis Syr dalam memberikan sesuatu yang sangat berarti kepada Bell.

Shirou berjalan mendekati Syr yang masih terengah-engah, mencoba mengatur napasnya setelah berlari mengejar kereta Bell. Wajahnya terlihat merah karena kelelahan, dan rambutnya sedikit berantakan. Ketika dia menyadari Shirou sedang menghampirinya, Syr tampak terkejut. Shirou menyapanya dengan senyum hangat, menatapnya dengan mata yang penuh rasa penasaran namun juga sedikit jahil.

Syr langsung memerah, wajahnya berubah warna semakin merah karena malu. Dia menatap Shirou dengan sedikit gugup dan bertanya, "Sejak kapan kau melihatku?" Sambil berusaha menahan rasa malunya, dia menatap Shirou dengan rasa penasaran sekaligus gugup, seolah-olah dia takut jawaban Shirou akan membuatnya semakin malu.

Shirou tersenyum lebar, menikmati momen canggung ini. "Oh, aku sudah melihatmu sejak kau bersembunyi di balik bangunan tadi," jawabnya sambil menahan tawa kecil. "Kau benar-benar terlihat mencurigakan di sana, menunggu sesuatu dengan sangat gelisah."

Syr langsung menundukkan wajahnya, semakin malu mendengar bahwa Shirou telah melihatnya sejak awal. "Kenapa aku bisa sebodoh ini..." pikirnya dalam hati. Tapi dia tidak ingin terlihat canggung lebih lama, jadi dengan cepat dia mencoba mengubah topik pembicaraan. Dengan nada sedikit gugup, dia bertanya, "Jadi, apa yang kau lakukan pagi ini, Shirou?" Wajahnya masih merah, tapi dia berusaha terlihat tenang.

Shirou tertawa kecil, menyadari betul bahwa Syr sedang mencoba mengalihkan perhatian dari momen memalukan itu. Namun, dia memutuskan untuk tidak membuat Syr semakin canggung. "Aku hanya berjalan-jalan pagi ini," jawabnya sambil tersenyum. "Mungkin aku juga ingin membeli bahan sarapan di pasar nanti."

Syr, yang merasa lega bahwa Shirou tidak memperpanjang rasa malunya, tiba-tiba terlihat lebih bersemangat. Dengan mata yang berbinar, dia dengan cepat meraih tangan Shirou. "Kebetulan sekali!" serunya dengan antusias. "Aku sebenarnya ditugaskan untuk membeli bahan makanan hari ini. Kau bisa membantuku membawanya, kan?" Dia tersenyum cerah, mencoba mengajak Shirou untuk ikut serta, berharap bisa mengalihkan sepenuhnya suasana dari insiden sebelumnya.

Shirou, yang tidak bisa menahan senyum melihat perubahan ekspresi Syr yang cepat, mengangguk pelan. "Tentu, aku akan membantumu," katanya sambil menatap tangan Syr yang masih memegang tangannya. Meski awalnya hanya berniat untuk jalan-jalan, Shirou tahu bahwa waktu yang dihabiskan bersama Syr akan selalu menyenangkan dan penuh kejutan. Mereka kemudian berjalan bersama menuju pasar, siap untuk membeli bahan makanan.

Di pasar pagi itu, Syr dengan penuh semangat membeli berbagai bahan makanan. Ia memilih sayuran segar, rempah-rempah yang harum, daging berkualitas, dan masih banyak lagi bahan makanan yang ia perlukan. Syr tampak begitu teliti dalam memilih setiap bahan, memastikan bahwa semuanya dalam kondisi terbaik. Shirou, yang berada di sampingnya, terus mengikuti sambil membantu membawa barang-barang yang semakin bertambah banyak.

Shirou memegang banyak sekali belanjaan Syr—kantong-kantong besar penuh sayuran, rempah-rempah, dan daging yang berat—tapi dia sama sekali tidak merasa keberatan. Sebagai petualang dengan kekuatan level 4, beban seberat ini tak berarti apa-apa baginya. Dia mengangkat semua barang itu dengan mudah, seolah-olah hanya membawa beberapa kantong belanjaan biasa.

Saat mereka mulai berjalan kembali menuju Hostess of Fertility, Shirou, yang penasaran dengan banyaknya bahan makanan yang dibeli Syr, akhirnya bertanya. "Syr, kenapa kau membeli bahan makanan sebanyak ini? Tampaknya jauh lebih banyak daripada biasanya."

Syr, yang masih tampak bersemangat, tersenyum dan memberi tahu Shirou. "Oh, itu karena nanti saat War Game, Hostess of Fertility akan mengadakan nonton bareng! Kami akan menyiapkan banyak makanan untuk para pelanggan yang datang menonton." Syr tampak senang berbicara tentang rencana besar itu. Dia tahu bahwa War Game akan menjadi acara besar bagi seluruh Orario, dan kesempatan ini juga akan menjadi momen spesial bagi restoran mereka.

Shirou mengerutkan alisnya sedikit, bingung. "Nonton bareng? Bagaimana bisa menonton War Game dari restoran?" tanyanya, merasa aneh bahwa mereka bisa melihat pertempuran secara langsung dari tempat yang jauh seperti itu.

Syr tertawa kecil, menikmati ekspresi bingung Shirou. "Ouranos, Dewa yang mengawasi Orario, menggunakan kekuatannya untuk menyiarkan War Game secara langsung ke seluruh kota. Layar besar akan muncul di udara di beberapa titik, dan restoran kami mendapat kesempatan untuk menampilkannya di sini," jelasnya. Senyum cerahnya menunjukkan betapa besar antusiasmenya terhadap acara ini.

Shirou tersenyum mendengar penjelasan itu, meskipun masih ada perasaan aneh dalam dirinya. Di dalam hatinya, dia teringat tentang televisi di dunianya—perangkat yang hanya membutuhkan listrik untuk menayangkan gambar. Bagaimana teknologi di dunianya dapat melakukan hal yang mirip tanpa bantuan kekuatan dewa. "Lucu juga," pikirnya, "Di sini, bahkan menonton pertempuran bisa dilakukan berkat kekuatan dewa." Shirou membiarkan pikirannya berkelana sejenak, membandingkan dunia yang ia tinggali sekarang dengan tempat asalnya yang penuh teknologi, tetapi tetap tersenyum karena kedua dunia itu memiliki keajaiban mereka masing-masing.

Shirou dan Syr tiba kembali di Hostess of Fertility setelah selesai berbelanja di pasar. Saat mereka memasuki restoran, suasana di dalam tampak tenang dan nyaman. Beberapa pelayan sibuk membersihkan meja dan merapikan peralatan untuk persiapan hari itu. Di antara mereka, Anya dan Ryuu sedang sibuk mengelap meja dan mengatur kursi agar semuanya terlihat rapi.

Ketika Anya melihat Shirou dan Syr masuk dengan membawa banyak belanjaan, dia langsung menyambut mereka dengan senyuman ceria. "Oh, Shirou! Seperti biasa, kau selalu jadi budaknya Syr kalau kalian bertemu," ujar Anya sambil tertawa kecil, jelas-jelas menggoda Shirou. Mata kucingnya yang tajam bersinar penuh kenakalan saat dia mengamati keduanya.

Shirou hanya tersenyum dan meletakkan barang belanjaan di dapur tanpa ragu. "Tidak masalah, aku senang membantu teman," katanya dengan tenang, nada suaranya menunjukkan bahwa dia benar-benar tulus. Dia tak pernah merasa terbebani dengan tugas-tugas kecil semacam ini, apalagi jika itu membantu seseorang yang dia kenal. Bagi Shirou, membantu adalah bagian dari dirinya, sesuatu yang telah mendarah daging.

Ryuu, yang melihat interaksi mereka dari jarak dekat, hanya menggelengkan kepalanya pelan. Wajahnya yang biasanya tenang sedikit mengerut saat dia memberikan komentar. "Syr semakin santai saja. Sepertinya dia semakin malas bekerja jika ada Shirou di sekitar." Kata-katanya mungkin terdengar dingin, tapi ada nada gurauan halus di balik pernyataannya, yang menunjukkan bahwa dia tahu ini semua hanyalah lelucon di antara mereka.

Syr, yang tak tampak sedikit pun terganggu oleh komentar Ryuu, hanya tersenyum manis sambil duduk di salah satu kursi kosong. Dengan gaya yang ceria dan santai, dia mengangkat kedua tangannya sambil berkata, "Tehee~!" Itu adalah respons khas Syr ketika dia merasa tidak ingin repot-repot membela diri. Bagaimanapun juga, dia tahu teman-temannya tidak benar-benar memandangnya sebagai pemalas, dan mereka hanya menggoda satu sama lain.

Shirou, Anya, dan Ryuu saling bertukar pandang sejenak sebelum tertawa kecil bersama. Suasana di Hostess of Fertility selalu penuh kehangatan seperti ini, dengan setiap pelayan merasa nyaman satu sama lain, meskipun kadang-kadang menggoda atau melontarkan komentar tajam.

Dengan suasana hati yang baik, Shirou melanjutkan menyiapkan bahan-bahan di dapur, sementara Syr tetap duduk santai, merasa puas karena semua persiapan berjalan lancar berkat bantuan teman-temannya.

Setelah selesai membantu membawa belanjaan ke dapur dan memastikan semua barang sudah tertata rapi, Shirou bersiap-siap untuk pamit. "Baiklah, aku harus kembali ke Familia untuk menyiapkan sarapan," katanya sambil mengambil beberapa bahan makanan yang ia beli untuk keperluan di Loki Familia.

Syr, yang masih duduk santai di kursi, langsung menatap Shirou dengan rasa penasaran. "Shirou-san, kau mau menonton War Game di sini bersama kami atau di mansion Loki Familia?" tanyanya sambil tersenyum lembut. Dia tampak berharap Shirou akan bergabung dengan mereka di Hostess of Fertility.

Shirou mengerutkan kening sedikit, kebingungan. "Di mansion Loki Familia juga akan ditayangkan?" tanyanya heran. Dia baru menyadari kalau ternyata War Game akan disiarkan langsung di Familianya.

Anya, yang berdiri di dekat meja, langsung tertawa kecil. "Bagaimana bisa kau tidak tahu, Shirou? Loki Familia itu salah satu Familia terkuat di Orario! Sudah jelas mereka bakal menayangkan War Game di mansion kalian," katanya dengan nada menggoda. Matanya yang tajam bersinar penuh kenakalan saat dia melihat Shirou menggaruk kepalanya dengan canggung.

Shirou hanya bisa tersenyum malu. "Hehe, maaf. Sepertinya aku memang harus menonton bersama anggota Familiaku," jawabnya sambil menghela napas kecil. "Mereka pasti sudah menyiapkan semuanya untuk hari ini."

Ryuu, yang mendengar percakapan itu, mengangguk setuju. "Kebersamaan dengan Familia itu penting," katanya dengan nada tenang. Di balik suaranya yang lembut, ada kenangan tentang teman-teman lamanya di Familia terdahulu yang telah lama tiada. Pikirannya sejenak melayang pada masa lalu, pada kehangatan yang pernah ia rasakan bersama mereka.

Syr tersenyum dan kemudian memberi saran, "Kalau begitu, setelah War Game selesai, datanglah ke sini untuk pesta kemenangan Hestia Familia. Kami akan mengadakan perayaan besar di sini."

Shirou tertawa kecil mendengar saran itu. "Kau sangat percaya diri Bell akan menang, ya?" candanya, menatap Syr dengan tatapan menggoda. Baginya, keyakinan Syr terhadap Bell sangat besar, seolah dia sudah bisa melihat masa depan.

Anya, yang tak ingin ketinggalan, langsung ikut bercanda. "Sebenarnya, Syr mengajakmu ke sini karena dia butuh bantuanmu. Kalau kau di sini, dia bisa santai lagi!" katanya sambil tertawa lebar. Komentar itu membuat Syr langsung bereaksi.

Syr dengan cepat meletakkan telunjuk di bibirnya dan berbisik pada Anya dengan ekspresi pura-pura cemas. "Diam, Anya. Jangan sampai Shirou tahu!" jawabnya pelan, seolah-olah ia tidak ingin rahasianya terbongkar.

Shirou hanya bisa tersenyum melihat tingkah mereka. Dia tahu bahwa interaksi seperti ini adalah bagian dari dinamika akrab di Hostess of Fertility, dan meskipun mereka sering bercanda dan menggoda, ada rasa kebersamaan yang kuat di antara mereka semua.

Setelah tertawa bersama, Shirou melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan sementara. "Baiklah, aku harus pergi sekarang. Sampai nanti!" ucapnya dengan senyuman, meninggalkan Hostess of Fertility sambil membawa belanjaannya. Syr, Anya, dan Ryuu mengantarnya dengan senyum hangat, berharap dapat melihatnya lagi setelah War Game usai.

Shirou kembali ke mansion Loki Familia dengan langkah tenang namun cepat. Sesampainya di sana, ia langsung menuju dapur untuk menyiapkan sarapan bagi semua orang. Ini sudah menjadi kebiasaan yang rutin baginya. Dapur mansion dipenuhi dengan aroma lezat saat Shirou mulai memasak, tangannya dengan cekatan menyiapkan berbagai hidangan. Pancake lembut, daging yang dipanggang sempurna, serta berbagai hidangan pelengkap lainnya mulai tertata di meja dapur. Shirou memastikan semuanya dalam kondisi terbaik sebelum akhirnya menyelesaikan proses memasaknya.

Saat Shirou baru saja selesai menyiapkan sarapan, Aiz muncul di ambang pintu dapur. Wajahnya yang biasanya tenang sekarang sedikit lebih cerah, seolah-olah dia sudah tidak sabar menunggu makanan buatan Shirou. "Terima kasih atas sarapannya, Shirou," ucap Aiz sambil tersenyum tipis, matanya penuh rasa terima kasih. Dia segera duduk di meja makan, tak ingin menunggu lebih lama untuk mencicipi hidangan.

Tak lama kemudian, anggota Familia lainnya mulai berdatangan ke meja makan. Mereka bergabung satu per satu, menikmati suasana santai pagi itu sambil menyantap sarapan yang disiapkan Shirou. Percakapan ringan terdengar di sekeliling meja, membahas tentang War Game yang akan segera berlangsung. Shirou melihat Finn yang duduk tidak jauh darinya, dan kesempatan itu digunakan Shirou untuk menanyakan sesuatu yang sejak tadi mengganggunya.

"Finn," panggil Shirou. "War Game hari ini, akan ditayangkan di ruang mana?"

Finn menoleh sambil menyesap kopinya. "Kau bisa ikut menonton di ruang rapat bersama kami. Kami semua akan berkumpul di sana untuk menonton siaran langsung," jawab Finn sambil tersenyum. "Itu adalah tempat terbaik untuk menikmati pertandingan bersama-sama."

Shirou mengangguk paham, tapi ada satu hal yang masih mengganjal di benaknya. "Seperti apa layar yang akan menampilkan War Game itu?" tanyanya penasaran.

Riveria, yang duduk di dekatnya, segera mengambil alih untuk menjelaskan. "Layar itu akan muncul di atas udara, berbentuk lingkaran besar yang menampilkan kejadian langsung dari War Game," katanya dengan tenang, sambil memvisualisasikan bagaimana tampilan layar tersebut. "Itu adalah hasil dari kekuatan Dewa Ouranos, yang memungkinkan kita menonton seluruh peristiwa tanpa harus berada di arena."

Mendengar penjelasan itu, Shirou mengingat teknologi dari dunianya yang bisa menampilkan kejadian secara langsung, meski tanpa kekuatan dewa. Riveria, yang sudah tahu sedikit tentang dunia asal Shirou yang lebih modern, penasaran. "Di duniamu sebelumnya, apakah ada perangkat yang memiliki fungsi seperti itu?" tanyanya, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.

Shirou tersenyum dan mulai menjelaskan secara sederhana. "Ya, di sana ada perangkat seperti televisi, komputer, dan hape. Mereka bisa menampilkan kejadian secara langsung juga, tapi bukan dengan kekuatan dewa. Semua itu menggunakan teknologi, semacam perangkat elektronik yang memancarkan sinyal dan gambar dari satu tempat ke tempat lain." Dia menjelaskan dengan sabar bagaimana teknologi di dunia sebelumnya bekerja, dan meskipun penjelasannya sederhana, hal ini sudah cukup membuat para anggota Familia terdiam

Semua yang mendengarkan langsung terpana. Teknologi seperti itu, yang mampu melakukan hal serupa dengan kekuatan dewa, jelas merupakan sesuatu yang sulit dibayangkan bagi mereka. Dunia yang hanya bergantung pada sihir dan kekuatan ilahi, tiba-tiba terasa kecil jika dibandingkan dengan dunia Shirou yang mengandalkan teknologi murni.

Tiona, yang selalu penuh semangat, tiba-tiba melompat dari kursinya. "Shirou! Ayo munculkan itu dengan Magecraft-mu! Aku ingin lihat layar yang bisa menampilkan kejadian secara langsung!" katanya dengan antusias, matanya berbinar penuh harapan.

Shirou hanya bisa tersenyum malu. "Sayangnya, aku tidak bisa melakukannya," jawabnya sambil menggaruk kepalanya. "Perangkat seperti itu terlalu rumit dan tidak bisa dibuat hanya dengan Magecraft. Teknologi di sana sangat kompleks, dan butuh banyak alat untuk bisa memunculkan layar seperti itu."

Semua orang yang mendengarkan tertawa kecil, merasa lega meski kecewa karena tidak bisa melihat perangkat yang diceritakan Shirou. Namun, rasa kagum mereka pada dunia asal Shirou tidak berkurang sedikit pun. Mereka terus berbicara tentang War Game yang akan segera berlangsung, dan bagaimana teknologi Shirou seolah-olah merupakan keajaiban tersendiri.