Chereads / Fate x Danmachi: The Sword Prince / Chapter 56 - Chapter 56

Chapter 56 - Chapter 56

Serangan Firebolt yang dilepaskan Bell menghantam lantai atas menara dengan kekuatan dahsyat, menciptakan ledakan yang menghancurkan sebagian besar struktur. Suara gemuruh terdengar ketika puing-puing bangunan mulai berjatuhan, dan anggota Apollo Familia yang berada di atas terlempar oleh ledakan, jatuh berserakan di antara reruntuhan. Beberapa dari mereka tidak mampu bangkit, tertimbun di bawah pecahan dinding dan batu yang hancur.

Di antara puing-puing yang berserakan, kapten Apollo Familia, Hyakinthos Clio, perlahan bangkit. Wajahnya penuh dengan debu, namun matanya masih memancarkan kebencian dan determinasi. Dengan cepat, Hyakinthos meraih pedangnya—sebuah pedang tipis berwarna merah dengan ukiran sihir di sepanjang bilahnya. Tanpa ragu, dia berlari menuju Bell, memulai duel sengit. Serangannya cepat dan mematikan, pedang merahnya melesat dalam kilatan-kilatan tajam, berusaha memojokkan Bell.

Bell, yang juga terluka setelah serangan besar tadi, tidak gentar. Dengan cekatan, dia mengangkat kedua bilah pisaunya untuk menangkis serangan Hyakinthos. Dentingan logam memenuhi udara saat pedang mereka saling berbenturan, menciptakan percikan api di setiap benturan. Bell bergerak cepat, matanya fokus pada setiap gerakan lawannya. Meskipun Hyakinthos lebih berpengalaman dan berada di level 3, Bell tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah.

Hyakinthos semakin terkejut saat pertarungan berlangsung. "Bagaimana bisa...?" pikirnya dalam hati. Dalam perkelahian mereka sebelumnya di bar, Bell sama sekali tidak bisa mengimbanginya. Namun kali ini, Bell tidak hanya bisa bertahan, tetapi juga menekan Hyakinthos dengan kekuatan yang luar biasa. Hyakinthos merasakan tekanan dari serangan Bell, meskipun Bell masih berada di level 2.

Bell yang terus menekan lawannya tampak semakin yakin. Dengan serangan-serangan cepat dan kuat, Bell berhasil memaksa Hyakinthos mundur beberapa langkah. Meskipun level Bell lebih rendah, kekuatannya yang diperkuat oleh tekad dan Argonaut membuat perbedaan besar. Setiap tebasan Bell kini memiliki tujuan, dan setiap gerakannya membawa ancaman nyata bagi kapten Apollo Familia.

Di dalam ruang rapat Loki Familia, suasana tegang semakin terasa. Semua orang menyaksikan duel sengit antara Bell dan Hyakinthos dengan napas tertahan. Lefiya, yang duduk di samping Shirou, tidak bisa menahan diri. Tangannya dengan cepat mencengkeram paha Shirou, dan semakin kuat saat duel di layar semakin intens. Matanya terpaku pada layar dengan gugup. Meskipun sering terlihat seolah Lefiya tidak terlalu peduli pada Bell—bahkan kadang iri karena perhatian Aiz teralihkan pada Bell—tetapi jauh di lubuk hatinya, Lefiya tetap peduli pada keselamatan Bell. Dia tidak ingin melihat Bell kalah.

Shirou merasakan cengkeraman Lefiya di pahanya, dan meskipun itu membuatnya merasa sedikit tidak nyaman, dia membiarkan Lefiya terus melakukannya. Dia bisa merasakan ketegangan Lefiya, dan dia tahu perasaan campur aduk yang dialami gadis elf itu. Meskipun Lefiya tidak selalu menunjukkan perhatiannya secara langsung, Shirou tahu bahwa di balik sikapnya yang terkadang dingin, ada rasa kepedulian yang besar terhadap teman-temannya—termasuk Bell.

Duel di layar semakin memanas, dan semua orang di ruangan itu, termasuk Shirou, bisa merasakan ketegangan yang mengalir. Bell terus berjuang, sementara Hyakinthos, meskipun unggul dalam hal level, mulai kehilangan kendali atas pertarungan. Bell, dengan kekuatan tekad dan keberanian yang luar biasa, seolah menantang batas-batas kekuatannya sendiri. Kini, semuanya tergantung pada siapa yang akan bertahan lebih lama dalam pertempuran sengit ini.

Di dalam ruang rapat Loki Familia, ketegangan mencapai puncaknya saat semua orang menatap layar besar yang menampilkan duel antara Bell dan Hyakinthos. Semua mata terpaku pada pertarungan tersebut, seolah tidak ada yang ingin melewatkan satu detik pun dari aksi dramatis yang terjadi. Namun, di tengah keseriusan itu, perhatian Riveria teralihkan sejenak.

Dia melihat tangan Lefiya yang masih mencengkeram paha Shirou dengan kuat, tampak serius menyaksikan pertempuran di layar. Riveria, yang biasanya selalu tenang dan anggun, merasakan sedikit percikan cemburu di hatinya. Tanpa berpikir panjang, dia memutuskan bahwa dia juga tidak ingin kalah. Dengan gerakan yang lebih halus dan tak terlihat oleh orang lain, Riveria meletakkan tangannya di paha Shirou yang lain. Namun, berbeda dengan Lefiya yang mencengkeram erat karena ketegangan, Riveria justru dengan lembut dan nakal mengelus paha Shirou dengan gerakan yang nyaris tak terlihat.

Shirou, yang awalnya hanya merasakan tekanan dari tangan Lefiya, kini menjadi sangat sadar akan sentuhan halus Riveria. Wajahnya memerah saat dia merasakan elusan lembut itu, membuatnya semakin canggung. Dia menoleh sedikit ke arah Riveria, berusaha untuk tidak terlalu terlihat canggung, dan memanggilnya dengan suara pelan, "Riveria... bisa berhenti?"

Namun, Riveria yang terkenal dengan sikap tenangnya, tampaknya sudah memutuskan untuk berpura-pura tidak mendengar. Wajahnya tetap anggun dan fokus, seolah-olah dia hanya memperhatikan layar di depannya dengan sangat serius. Tidak ada satu pun perubahan di ekspresinya yang menunjukkan bahwa dia melakukan sesuatu yang tidak biasa. Tapi tangan halusnya terus mengelus pelan paha Shirou, membuat pemuda itu semakin sulit berkonsentrasi.

Shirou akhirnya menyerah, merasa tak berdaya menghadapi dua wanita di sampingnya. Dengan Lefiya yang masih mencengkeram kuat di satu sisi dan Riveria yang dengan nakal mengelus di sisi lain, Shirou hanya bisa menghela napas pelan, berusaha menenangkan dirinya dan fokus kembali pada pertarungan di layar.

Sementara itu, di layar, duel sengit antara Bell dan Hyakinthos mencapai klimaks. Bell, dengan kekuatan luar biasa dari tekad dan keberanian yang dimilikinya, berhasil memojokkan Hyakinthos. Dalam serangan terakhir, Bell menggunakan pisaunya dengan cepat dan mematahkan pedang merah milik Hyakinthos, menghancurkan senjata lawannya.

Namun, saat Bell siap untuk mengakhiri pertarungan, sesuatu yang tak terduga terjadi. Cassandra, anggota Apollo Familia yang terkenal dengan ramalan-ramalan anehnya, tiba-tiba berlari ke arah Bell dengan putus asa. Dengan air mata di wajahnya, dia melompat ke arah Bell dan memeluknya dengan erat dari belakang, mencegahnya untuk melanjutkan serangan. "Jangan... Jangan sakiti kapten kami!" katanya dengan nada putus asa. Bell, yang tidak terbiasa bersikap kasar terhadap perempuan, menjadi kebingungan. Dia tidak bisa bergerak, terjebak di dalam pelukan Cassandra.

Bell, yang terbiasa menjaga sikap sopan dan hormat terhadap wanita, kini tampak ragu. Tangannya yang sebelumnya siap menyerang kini tergantung lemas, tidak tahu harus berbuat apa. Wajahnya yang tadinya penuh dengan tekad kini diliputi kebingungan. Dalam hatinya, Bell tahu bahwa ia harus mengalahkan Hyakinthos untuk memenangkan War Game, tapi situasi ini membuatnya terperangkap dalam dilema moral.

Di ruang rapat, semua orang yang menyaksikan di layar terdiam sejenak, menunggu apa yang akan dilakukan Bell selanjutnya. Shirou, yang berada di antara Riveria dan Lefiya, juga menonton dengan penuh rasa penasaran, meskipun pikirannya sedikit terpecah oleh tangan kedua wanita yang berada di sampingnya.

Bell masih terjebak dalam pelukan Cassandra, yang mencoba melindungi kaptennya, situasi semakin sulit baginya. Bell, yang dikenal tidak pernah tega bersikap kasar kepada perempuan, terhenti dalam kebingungan, tak tahu bagaimana melepaskan diri dari pelukan itu tanpa menyakiti Cassandra. Namun, bantuan segera datang.

Lily, yang melihat Bell dalam kesulitan, menerjang ke arah Cassandra tanpa ragu. "Aku tak akan membiarkanmu mengganggu Bell!" serunya dengan semangat. Dengan kecepatan dan keteguhan yang luar biasa, Lily berhasil meraih Cassandra dan mendorongnya menjauh dari Bell, melepaskan pelukan yang menghambat Bell untuk bertarung. Bell yang kini bebas, segera berterima kasih pada Lily, namun waktu untuk merayakan itu singkat.

Hyakinthos, yang menyadari bahwa Cassandra telah memberinya cukup waktu, mengambil kesempatan itu untuk mulai merapal mantranya. Dengan cepat, dia mengeluarkan kata-kata magis untuk melancarkan serangan pamungkasnya. "Aro Zephyros!" teriaknya. Dari tangan Hyakinthos, terbentuk piringan api besar yang melayang di udara, menyala terang dan panas, lalu melesat dengan cepat mengejar Bell.

Bell segera menyadari bahaya yang mengancam. Dengan refleks yang tajam, dia melompat menghindar, berusaha menghindari piringan api yang terus mengejarnya. Beberapa kali Bell berhasil lolos dengan gesit, tapi piringan itu tampaknya memiliki daya tarik yang terus mengincarnya. Dalam usahanya untuk bertahan, Bell mengumpulkan kekuatan dan melemparkan Firebolt ke arah piringan tersebut, mencoba menangkis sihir api itu dengan serangan petirnya sendiri.

Di dalam ruang rapat Loki Familia, Lefiya yang menonton kejadian itu menjadi semakin tegang. Matanya terbuka lebar, penuh kekhawatiran akan nasib Bell. Tanpa sadar, tangannya mencengkeram paha Shirou semakin keras. Namun, Shirou yang memiliki endurance level 4, tidak merasakan sakit apa pun meskipun cengkeraman Lefiya begitu kuat. Shirou hanya diam, membiarkan Lefiya melampiaskan kegelisahannya melalui cengkeraman itu.

Bell terus berusaha menahan serangan Hyakinthos, tetapi Hyakinthos tak memberi Bell waktu untuk bernapas. "Rubele!" seru Hyakinthos, perintah yang mengaktifkan efek ledakan dari piringan api itu. Sihir tersebut meledak di depan Bell, menciptakan gelombang api yang besar dan panas yang meluap. Api membakar sekeliling, dan Bell, yang tak bisa menghindar tepat waktu, terkena dampaknya secara langsung.

Bell terjatuh ke tanah, tubuhnya terbaring setelah serangan itu. Dari layar, terlihat tubuhnya diselimuti sisa-sisa api, membuat semua orang di ruang rapat terdiam. Namun, Shirou yang menyaksikan dengan tenang, tahu sesuatu yang tidak diketahui oleh yang lain. Bell mungkin terlihat terbakar, tapi berkat kalung yang diberikan oleh Syr sebelumnya—sebuah jimat pelindung yang kuat—Bell pasti terlindungi dari luka parah. Shirou tersenyum tipis, yakin bahwa Bell akan segera bangkit.

Semua orang menanti dengan napas tertahan, menunggu apakah Bell bisa kembali bangkit dan melanjutkan pertarungan melawan Hyakinthos yang masih berdiri tegak di medan pertempuran. Shirou, dengan penuh keyakinan, tahu bahwa ini belum akhir bagi Bell.

Bell, yang terbaring di tanah setelah terkena serangan Hyakinthos, perlahan membuka matanya. Meski tubuhnya penuh luka dan terbakar akibat ledakan, dia berjuang untuk bangkit kembali. Dengan terhuyung-huyung, Bell akhirnya berdiri, meski tampak kesulitan. Napasnya berat, tubuhnya gemetar, tapi tekad di matanya tetap tak tergoyahkan.

Hyakinthos, yang tadinya sudah yakin Bell tak akan bisa bangun lagi, menatap dengan kaget. Wajahnya menunjukkan kemarahan yang mendalam, tidak percaya bahwa Bell masih bisa berdiri setelah terkena serangan sekuat itu. "Apa kau tidak tahu kapan menyerah?" teriak Hyakinthos dengan penuh amarah. Kemarahan itu mendorongnya untuk segera bertindak. Dia menarik pedang cadangan dari pinggangnya, mempersiapkan serangan terakhir untuk menghabisi Bell sekali dan untuk selamanya.

Dengan pedang di tangan, Hyakinthos berlari dengan kecepatan penuh, mengarah langsung ke Bell dengan tusukan mematikan. Gerakannya cepat, dipenuhi rasa percaya diri bahwa kali ini Bell tak akan bisa menghindar.

Namun, Bell, yang tampak lemah dan tak berdaya, memanfaatkan kepercayaan diri berlebihan dari lawannya. Tepat saat Hyakinthos mengarahkan pedangnya, Bell dengan gesit menunduk, menghindari tusukan yang seharusnya mematikan itu. Dalam gerakan yang cepat dan terukur, Bell bersalto ke belakang, dan dengan satu tendangan kuat dari kakinya, dia menjatuhkan pedang Hyakinthos dari tangannya, membuatnya terlepas dan terlempar ke tanah.

Di ruang rapat Loki Familia, Aiz yang menonton dengan penuh perhatian tersenyum. Dia mengenali gerakan itu adalah hasil saran yang pernah ia berikan pada Bell tentang cara memanfaatkan kelengahan lawan yang berpikir mereka sudah menang. Melihat Bell berhasil mengaplikasikan pelajaran itu, Aiz merasa bangga, meskipun hanya memperlihatkannya melalui senyuman kecil.

Bell, yang baru saja menyelesaikan salto mundur, tidak memberi Hyakinthos waktu untuk pulih dari keterkejutan. Dengan cepat, Bell melancarkan serangan berikutnya—sebuah pukulan keras ke wajah Hyakinthos. Tinju Bell mengenai tepat di sasaran, dan Hyakinthos, yang kehilangan keseimbangan dan terkejut oleh kecepatan serangan itu, jatuh ke tanah dan pingsan.

Melihat Hyakinthos tergeletak tak berdaya di tanah, Bell berdiri tegap, napasnya masih berat, tapi kemenangan jelas di matanya. Dia telah berhasil mengalahkan kapten Apollo Familia.

Di ruang rapat, Lefiya yang telah tegang sepanjang pertarungan kini melepaskan cengkeramannya dari paha Shirou. Dengan wajah berseri-seri, dia mengepalkan tangannya, merasa bahagia atas kemenangan Bell. Meski selama ini dia merasa cemburu dengan perhatian yang diterima Bell dari Aiz, Lefiya tetap tak bisa menahan rasa bangga melihat Bell mengalahkan musuh yang lebih kuat darinya seperti Hyakinthos.

Riveria, yang duduk di sisi lain Shirou, menyadari bahwa pertarungan telah usai. Merasa waktu untuk bercanda sudah lewat, dia menarik tangannya perlahan dari paha Shirou tanpa suara. Tidak ingin ketahuan bahwa dia telah menggoda Shirou sepanjang pertarungan, Riveria kembali ke sikapnya yang tenang dan anggun, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Semua orang di ruangan itu menyaksikan kemenangan Bell dengan rasa puas, sementara Shirou duduk di antara Lefiya dan Riveria dengan sedikit lega, meskipun di dalam dirinya masih tertawa kecil atas situasi canggung yang baru saja terjadi.

Setelah pertarungan di layar selesai dan kemenangan Bell sudah jelas, satu per satu anggota Loki Familia mulai beranjak meninggalkan ruangan. Suasana yang tadinya tegang kini mulai mencair, dan tawa kecil mulai terdengar di antara mereka.

Bete, dengan wajah masam seperti biasanya, mengambil segenggam popcorn dari mangkuk besar yang masih tersisa di meja. Tanpa sepatah kata pun, dia berjalan keluar dari ruangan, langkahnya cepat dan penuh determinasi.

Melihat Bete yang tampaknya tergesa-gesa, Tiona yang penuh rasa ingin tahu bertanya dengan nada ceria, "Hei, Bete! Kau mau ke mana?"

Tione, yang berdiri tak jauh dari mereka, tersenyum penuh arti. Dia sudah mengenal Bete cukup lama untuk mengetahui apa yang ada di pikirannya. "Aku yakin dia terbakar semangat setelah menonton pertarungan tadi," ucap Tione sambil tersenyum. "Dia pasti tak sabar untuk pergi ke Dungeon dan melampiaskan energinya." Ucapannya membuat yang lain tertawa kecil, karena mereka tahu betul sifat Bete yang selalu penuh semangat untuk bertarung.

Suasana menjadi lebih santai, dan anggota Loki Familia lainnya mengikuti jejak Bete, meninggalkan ruangan satu per satu sambil tertawa kecil. Percakapan ringan tentang War Game yang baru saja mereka saksikan terus bergulir di antara mereka.

Hingga akhirnya, di dalam ruangan itu hanya tinggal Lefiya dan Shirou. Mereka berdua masih duduk di kursi, menikmati momen tenang setelah hiruk-pikuk tadi. Lefiya, dengan wajah riang, mulai mengumpulkan sisa popcorn dari beberapa mangkuk yang tersebar di meja. Dia menyatukan semuanya ke dalam satu mangkuk besar.

Shirou, yang melihat tindakan Lefiya, merasa penasaran. "Apa yang kau lakukan, Lefiya?" tanyanya sambil menatap mangkuk besar yang kini penuh dengan popcorn dari berbagai rasa.

Lefiya tersenyum lebar, wajahnya berseri-seri penuh antusias. "Aku ingin membawa ini ke kamar untuk dibagikan dengan teman sekamarku, Elfy. Mungkin teman-teman lain yang berkunjung juga bisa menikmatinya," jawabnya dengan penuh semangat. Wajahnya terlihat senang memikirkan betapa serunya berbagi cemilan ini dengan teman-temannya.

Shirou tertawa kecil mendengar jawaban Lefiya. "Tapi kalau kau mencampur semua popcorn itu, rasanya akan bercampur aduk. Bisa saja ada yang manis, asin, dan pedas dalam satu gigitan."

Lefiya ikut tertawa, tak tampak terganggu oleh kemungkinan itu. "Itu justru akan menjadi kejutan rasa bagi mereka!" ujarnya sambil tertawa ceria. "Aku yakin mereka akan menikmati popcorn ini, terlepas dari rasa apa pun yang mereka dapatkan."

Shirou hanya bisa tersenyum, merasa senang melihat Lefiya begitu bersemangat dan tidak terlalu memikirkan hal-hal kecil seperti itu. Bersama-sama, mereka menyelesaikan membereskan ruangan sebelum akhirnya mengikuti anggota Familia lainnya untuk keluar.

Saat Shirou dan Lefiya hendak meninggalkan ruang rapat, Shirou tersenyum dan menatap Lefiya sambil berkata, "Bawa saja popcorn-mu ke kamar. Biar aku yang membersihkan mangkuk-mangkuk kotor ini."

Lefiya tersenyum hangat mendengar tawaran Shirou, lalu pamit. "Terima kasih, Shirou. Kau memang selalu perhatian, bahkan untuk hal-hal yang kecil," ucapnya dengan tulus. Ia merasa senang karena Shirou selalu siap membantu tanpa ragu, tak peduli seberapa remeh tugasnya. Setelah itu, Lefiya berjalan pergi, membawa mangkuk besar popcorn ke kamarnya untuk dibagikan kepada teman-temannya.

Sementara itu, Shirou langsung menuju dapur. Dia berjalan dengan langkah santai, membawa beberapa mangkuk kotor yang ditinggalkan di meja. Sesampainya di dapur, dia langsung menuju wastafel dan mulai mencuci mangkuk-mangkuk tersebut. Saat ia memulai pekerjaannya, matanya menangkap sosok Anakitty sedang duduk di meja dapur, menikmati roti.

Shirou menyapanya dengan sopan, "Hai, Aki." Anakitty menoleh, tersenyum sambil membalas sapaan itu. "Hai, Shirou," jawabnya ringan sebelum kembali mengunyah rotinya.

Shirou melanjutkan mencuci mangkuk, suasana di dapur terasa tenang. Namun, beberapa saat kemudian, Anakitty memperhatikan Shirou yang serius dengan tugas rumah tangganya. Dia tersenyum geli sebelum melempar candaan. "Kau ini, Shirou... Sudah seperti eksekutif Loki Familia, tapi tetap saja kau mencuci mangkuk-mangkuk ini seperti pelayan," godanya sambil tertawa kecil.

Shirou mengernyit bingung mendengar candaan itu. "Eksekutif?" tanyanya dengan nada bingung. Shirou memang tidak terlalu lama bergabung dengan Loki Familia, jadi istilah itu masih terdengar asing baginya.

Aki tertawa kecil lalu menepuk dahinya seolah baru menyadari sesuatu. "Oh, iya! Kau belum lama di sini, ya? Eksekutif itu sebutan bagi anggota Loki Familia yang sudah mencapai level tinggi," jelasnya. "Contohnya, Aiz, Tiona, Tione, dan Bete. Mereka adalah eksekutif Familia karena level mereka sudah tinggi. Lalu ada Finn, Riveria, dan Gareth—mereka adalah top eksekutif." Anakitty menjelaskan dengan santai, tetapi ada nada hormat ketika dia menyebut nama-nama itu.

Shirou yang mendengarkan penjelasan itu hanya mengangguk, kini mengerti maksud dari istilah tersebut. Sambil mengelap mangkuk yang baru saja selesai dicuci, ia tiba-tiba bertanya dengan rasa ingin tahu. "Lalu, kau sendiri termasuk apa, Aki?"

Anakitty tersenyum kecil mendengar pertanyaan itu. "Aku? Aku sudah level 4, jadi aku dihitung sebagai second string," jawabnya sambil memainkan sisa rotinya. "Tapi meski level kita sama, Shirou... aku tahu kau jauh lebih kuat," tambahnya dengan nada yang lebih serius.

Shirou tersenyum sopan mendengar pujian itu, meski ia tidak terlalu merasa nyaman dengan sanjungan seperti itu. Baginya, level hanyalah angka, dan kekuatan sejati ditentukan oleh pengalaman dan keahlian bertempur. 

Setelah Shirou selesai membersihkan semua mangkuk, dia mengelap tangannya dan merasa puas dengan hasil pekerjaannya. Saat dia berbalik untuk pergi, tiba-tiba Anakitty menepuk pundaknya dengan lembut.

Aki menatapnya dengan senyum kecil dan berkata, "Shirou, kau tak perlu repot-repot membersihkan mangkuk-mangkuk itu. Anggota dengan level yang lebih rendah, yang belum mencapai second string, biasanya yang melakukan tugas-tugas seperti ini." Nada suaranya penuh perhatian, seolah ingin meringankan beban Shirou.

Namun, Shirou hanya tersenyum tenang, seperti biasa. "Aku sebenarnya senang melakukan pekerjaan ini, Aki. Bersih-bersih dan memasak adalah sesuatu yang menyenangkan bagiku, jadi aku tak merasa terbebani." Ucapannya jujur, mencerminkan sifat alaminya yang selalu suka membantu dan berkontribusi, meski untuk hal-hal kecil seperti ini.

Anakitty tertawa pelan mendengar jawabannya. "Yah, kalau begitu, aku tak akan memaksamu berhenti," candanya. "Lagipula, aku juga tak ingin kau berhenti memasak. Sarapan yang kau buat selalu menjadi yang terbaik, dan aku tak ingin kehilangannya!" kata Aki dengan nada bercanda, tapi dengan ketulusan yang terlihat jelas.

Mendengar itu, Shirou hanya tersenyum lebih lebar. "Senang mendengar kau menyukainya," jawabnya dengan suara rendah, tapi penuh kehangatan. Baginya, mendengar orang lain menikmati masakannya selalu menjadi kebahagiaan tersendiri.

Aki kemudian melambaikan tangannya saat dia bersiap untuk pergi. "Kau benar-benar aneh, Shirou. Tapi aku rasa itu hal yang baik," katanya dengan senyum kecil sebelum berjalan keluar dari dapur.

Shirou hanya tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya. Dia tahu banyak orang menganggapnya berbeda karena sikapnya yang selalu bersedia melakukan pekerjaan rumah tangga yang kebanyakan orang malas melakukannya. Namun, baginya itu adalah sesuatu yang alami.

Sambil merenungkan percakapan tadi, pikirannya teralihkan pada janji yang telah dibuatnya—untuk datang ke Hostess of Fertility dan merayakan kemenangan Bell bersama yang lain. Dia mengingat betapa Syr menantikannya untuk hadir di sana, dan dia tak ingin mengecewakan siapa pun.

"Sepertinya aku akan lanjut memasak dan bersih-bersih lagi setelah ini," gumamnya sendiri sambil tersenyum, siap untuk melanjutkan hari yang panjang namun penuh kepuasan.