Langkah lukas berhenti setiap dia melewati Ruby's Store, pandangannya menyapu semua sudut. Berharap dia melihat Ruby, ingin tak peduli tapi hati kecilnya mengatakan lain. Sudah sebulan berlalu, dia ingin tahu keadaan Ruby tapi egonya mengatakan jangan jika tak ingin menambah masalah. Dia kembali melangkah, tapi langkahnya kembali berhenti saat matanya melihat sosok pria yang bersama Ruby waktu itu, sosok Akram. Ekor matanya mengikuti gerak tubuh Akram hingga menghilang masuk ke dalam toko. Rasa penasaran, membuatnya berlari mengikuti pria itu. Ada tatapan kaget keduanya saat bertemu pandang.
Akram yang merasa diamati menoleh ke arah Lukas. "Apa?"
"Tanya padaku?"
"Tentu, apa ada yang lain di dalam sini? Kamu yang kemarin membawa lari Ruby, kan?"
"Masalah buatmu?" tanya balik Lukas dengan ekspresi datar namun nadanya menantang.
"Sangat, jadi jangan pernah melakukan itu lagi."
"Memang kau siapa?"
"Kekasihnya."
Tinjuan mendarat di pipi Akram saat dia selesai menjawab pertanyaan Lukas. Dengan emosi Lukas meninju Akram berkali-kali. Akram yang diserang tiba-tiba hanya bisa menangkis serangan brutal Lukas hingga dia bisa mendorong Lukas kuat hingga Lukas membentur pintu toko yang terbuka. Lukas pun jatuh ke luar saat pintu benar-benar terbuka hingga orang-orang di luar tercengang. Sedangkan Akram meringis di pojok dengan memar di bibir dan pipinya.
Lukas menepis tangan orang-orang yang membantunya berdiri, dengan angkuh dia berjalan ke luar kerumunan. Tak peduli dia berada dimana, tangannya meraih ponsel dan menelpon asisten pribadinya.
"Cepat cari tahu orang ini, aku butuh segera!"
Lukas mengirimkan foto Akram yang dia dapat dari dalam dompet Ruby saat itu. Rahangnya makin mengeras, dilihatnya pantulan dirinya di kaca mobil. Matanya mernyorotkan kemarahan, tangannya mengepal kuat.
Sampai malam tiba suasana hati Lukas masih belum membaik, bahkan dia mengabaikan wanita yang duduk di pangkuannya. Tak ada hasrat ingin menyentuh balik wanita itu atau sekedar mendesah atas sentuhan-sentuhan maut di daerah sensitifnya.
"Sayang, kenapa diam saja? tidak rindu denganku?" tanya manja wanita berbelahan dada rendah seraya meniup-niup telinga Lukas.
"Saya," desah wanita itu lalu menggigit telinga Lukas menggoda. Lukas hanya menggerakkan kepalanya menghindar, tatapannya kosong ke depan.
"Pergilah," usir Satya, yang tak tahan melihat tontonan menjijijkan.
Ya, Lukas sedang berkumpul bersama kedua saudara dan satu sahabatnya. Satya, Rangga dan Devan di salah satu klub malam.
Lukas bangkit tiba-tiba hingga wanita itu terjengkang jatuh dan memekik kesakitan. Lukas hanya melewati begitu saja berpindah ke kursi bar, memandangi gelas yang sejak tadi belum berkurang isinya. Sebuah tepukan di bahu membuatnya menoleh.
"Belum ketemu juga?" tanya Rangga kembali menepuk bahu Lukas.
"Aku bertemu dayangnya," ucap Lukas meremas gelas yang digenggamnya.
"Jangan mendekati wanita yang punya pasangan itu saja kataku."
"Menurutmu apa itu anakku?" gumam Lukas.
"Apa maksudmu? Oh come on, Lukas. Apa kau seceroboh itu?"
"Bahkan aku mengajaknya ke hotel," jawab Lukas lalu menenggak menumannya.
"Jadi wanita itu hamil dan dia tak meminta pertanggungjawabanmu, benar? Kalau dia meminta pertanggungjawabanmu kuyakin kamu tak akan seperti ini," prediksi Rangga melihat keadaan Lukas.
Lukas mendengus, satu lagi kenyataan menusuk ulu hatinya. Ruby tak memohon padanya, bahkan mengusirnya. Ruby tak membutuhkannya, egonya kembali terasa terinjak-injak.
"Aku sangat tahu dirimu. Jadi karena itu kau semakin uring-uringan setelah bertemu dengannya?"
"Aku bingung."
"Apa yang kau bingungkan? Dia tak meminta pertanggungjawaban, apa yang perlu kamu pusingkan? Kurasa aku mencium tanda-tanda lain."
"Apa maksudmu tanda-tanda lain?"
"Jatuh cinta mungkin," jawab Rangga enteng.
Sekali lagi Lukas mendengus, bagaimana bisa dia jatuh cinta? Bahkan Lukas namanya jatuh cinta sejak dikhianati wanita. Pria tampan tak selalu beruntung dalam urusan cinta termasuk dirinya. Karena itu dia hanya mau bersenang-senang tanpa ikatan yang akan membuatnya berakhir patah hati.
Sendiri saja sudah bahagia untuk apa harus berdua kalau hanya akan menimbulkan luka dan masalah. Berdua harusnya makin bahagia bukan membuat runyam hidupnya yang sudah nyaman.
"Rasanya ingin sekali kuhajar si brengsek itu tadi sampai mati."
"Wow... apa masalahnya? kau terlihat seperti pria yang sedang cemburu."
Lukas melirik tajam Rangga, hingga Rangga mengangkat kedua tangannya pertanda dia tak mau Lukas murka padanya. Lukas merasa kesal kenapa bukan hanya dia pria di sisi Ruby, ternyata Ruby mempunyai kekasih.
"Bedebah! Harusnya dia tak keguguran jadi aku tahu milik siapa bayi itu."
Rangga kembali tercengang dengan apa yang dia dengar. Adiknya benar-benar di luar nalar. Bahkan dia tak mampu menyambungkan puzel-puzel dari setiap ucapan Lukas yang tak beraturan.
"Lukas, jadi dia keguguran? Lalu apa yang membuatmu seperti ini? Kamu sehat?"
"Aku ingin tak peduli tapi kau mengerikan, bahkan lebih mengerikan daripada saat kau patah hati dulu. Ceritakan semua padaku atau aku akan memukulmu. Aku tak mau kau kembali seperti dulu," sambung Rangga menatap tajam kedua mata Lukas.
Awalnya Lukas mengelak, tapi akhirnya dia menceritakan kronologis awal bertemu Ruby sampai dia beremu lagi di restoran siap saji itu dan kejadian menghajar bajingan yang menurutnya kekasih Ruby. Menceritakan versi Lukas yang tentu saja tak akan sama dengan cerita versi Ruby. Rangga menggelengkan kepalanya pelan, ingin tertawa tapi melihat ekspresi Lukas dia mengurungkan niatnya. Karma sepertinya mulai menyapa adiknya.
"Kau ingin aku mengatakan apa?" tanya Rangga.
"Sialan, terserah!"
"Aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rasakan. Egomu yang bicara atau kamu memang sedang jatuh cinta itu hanya kamu yang bisa menjawabnya. Kalau kamu tahu jawabannya baru aku bisa memberimu saran."
To Be Continued