Kampus
Gwen POV
"Wajahmu mengerikan." Komentar Kevin saat aku masuk kelas keesokan harinya.
"Aku tidak bisa tidur." ujarku sambil duduk di kursi.
"Ada masalah?" Kevin menatapku cemas.
Aku menggeleng sambil tersenyum. "Aku hanya rindu Surabaya."
"Cengeng."
Aku melotot. "Kamu mau mengajakku berkelahi ya?"
"Kamu PMS ya?"
"Awas saja kamu." aku bergumam kesal. "Aku tidak akan lembur hari ini."
"Kita memang tidak akan lembur hari ini." Kevin menjawab.
"Benar?" Aku menoleh dengan wajah berseri-seri. "Apa kita bisa minum kopi nanti sebelum pulang?"
"Aku yang traktir, hanya kopi kan?"
"Pasta juga boleh." Aku menyengir lebar.
"Sudah jadi istri Tuan Muda saja masih cari gratisan." cibir Kevin.
Aku tertawa. "Namanya juga gratis, siapa yang menolak."
"Katamu hanya kopi, tapi kamu pesan Cheese Cake dan sejenisnya." Kevin mengomel sambil mengikuti langkahku memasuki lobi kampus.
Aku tertawa. "Kamu bilang aku boleh pesan apa saja. Kamu lupa?"
"Ya tapi tidak harus semua cake kamu pesan." protes Kevin sebal.
"Tapi kan aku makan semua. Bukan aku buang."
"Memangnya perutmu terbuat dari apa?"
Aku tertawa, memukul bahu Kevin beberapa kali. "Cake nya enak. Aku harus bagaimana?"
"Rakus." Cibir Kevin sambil merangkul bahuku dan hendak memasuki lift.
Tapi kami membeku saat melihat siapa yang hendak keluar dari lift. Rangga Wardana tengah memandang kami dengan raut wajah tidak bersahabat.
Kevin segera menjauh dariku dengan canggung. Sedangkan Rangga melangkah keluar dari lift tanpa memandangku sama sekali. Pria itu mengabaikan keberadaanku dan terus berjalan menuju pintu keluar.
Aku yang terpaku akhirnya tersadar dan segera masuk ke dalam lift sambil menarik tangan Kevin yang masih membeku di tempatnya.
"Bukannya yang tadi suami kamu?" Kevin bertanya dengan suara cemas.
"Hm." Aku hanya bergumam sambil menatap pintu lift dengan tatapan kosong.
"Dia terlihat marah." Kevin menatapku. "Kamu tidak mau mengejarnya?"
"Ini di kampus. Aku akan bicaranya dengannya nanti di rumah."
"Jelaskan padanya kalau kita hanya teman. Oke, aku tidak ingin menjadi orang yang membuat pasangan suami istri bertengkar."
"Kevin, tenanglah. Kami tidak akan bertengkar. Wajahnya memang seperti itu. Tapi dia itu baik." Aku menepuk bahunya beberapa kali dan memberikan sebuah senyuman yang menenangkan.
"Jujur, aku tadi ketakutan."
Aku tertawa pelan. "Aku baru tahu ada manusia yang kamu takuti selain Mila di dunia ini."
"Aku tadi takut dia salah paham, bodoh."
"Hey, aku tidak bodoh!" Aku memukul lengannya kuat-kuat. "Sudahlah, jangan sampai kamu pipis di celana karena hal ini."
Kevin memelotot. "Kalau saja kamu bukan temanku, sudah kulempar kamu dari lantai ini."
"Kalau saja kamu bukan temanku, sudah kuracuni kamu dari dulu." Balasku tak mau kalah.
"Nenek sihir." ujarnya sambil keluar dari lift lebih dulu.
"Awas saja, aku benar-benar akan meracuni kamu suatu saat nanti." ujarku sebal.
To Be Continued