- Chapter 21 -
((UKM Jepang ya..? Berarti satu ukm sama Yura dan dua temennya kemaren itu?)) pikirku sembari ekspresi menunduk ke bawah. ((Apa gua coba tanya Yura kapan-kapan ya?))
"Oke sepertinya untuk saat ini cukup dulu untuk pembahasan soal hal itu. Ada yang punya berita lainnya lagi?" tanya Lourin menatap ke yang lain. "Berita yang itu kita note dulu" Ia lalu menoleh ke Reno "Ren, jangan lupa nanti tulisin tentang hal itu dan apa aja yang lo tau soal kejadian itu" ujar Lourin mengingatkan ke Reno.
"Sip" jawab Reno menyandar sambil hanya mengacungkan jempol sebelah tangannya.
Seseorang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. Orang itu adalah seorang bapak-bapak memakai kemeja batik, berkisar umur sekitar 30an tahun. Wajahnya terlihat lumayan tampan, dan memiliki sedikit kumis tipis.
"Selamat sore semuanya" ucap bapak itu ketika memasuki ruangan.
"Sore pakkk" jawab beberapa anggota yang berada di dalam ruangan ukm pers.
"Ada beberapa pengumuman dari pihak kampus untuk diinfokan ke mahasiswa. Jadi tolong kalian buatkan berita informasinya ya" ujarnya sambil menyodorkan beberapa lembaran kertas kepada mahasiswa yang ada di dalam ruangan ukm pers untuk diambil. "Jangan lupa, dibikinkan desainnya yang menarik. Agar menarik minat para mahasiswa dan juga para dosen yang membacanya"
"Baik pakk" ujar beberapa anggota ukm pers yang ada disana.
Salah satu anak pun berdiri untuk mengambil kertas itu. Seorang cewek berkacamata dengan mata sipit dan rambut bergelombang. "Waduh nambah kerjaan bikin desainnya lagi dah" ujar anak itu pelan setelah mengambil kertasnya. Sepertinya ia adalah salah satu anggota yang bertugas membuat desain atau ilustrasi di ukm Pers.
"Itu dosen pembimbing ukm ini?" tanyaku agak berbisik ke Zien.
"Iya, benar" jawab Zien. "Sekaligus, ia juga yang akan menjadi dosen pembimbingmu nanti" ujarnya sembari menoleh padaku.
"Oh jadi dia dosen yang bakalan jadi dosen pembimbing gua? Nama dosennya siapa?" tanyaku ke Zien.
"Namanya.. Panggil saja pak Racka" jawab Zien.
Dosen itu lalu menoleh ke arahku dan Zien. Kemudian ia berjalan menghampiri ke arah sofa, lebih tepatnya menuju ke arah ku. "Oh, kamu yang namanya Frenia bukan?" ujarnya bertanya ke arahku dengan senyuman ramah.
"I..ya pak" jawabku menatap ke dosen itu.
"Perkenalkan, Frenia. Nama saya Rackabima Sulistiomo. Saya adalah dosen pembina dan penanggung jawab di UKM Pers ini" ucap dosen itu memperkenalkan dirinya. "Saya sudah mendengar beberapa hal tentangmu dari Zien. Dan juga, saya yang akan menjadi dosen pembimbingmu nanti untuk kedepannya" ucapnya tersenyum ramah. "Semoga kuliahmu lancar. Oke?"
"O..Oke pak. Terimakasih" ucapku sambil menatap ke arah dosen tersebut. ((Zien ngasih tau apaan aja tentang gua ke dosennnya?!)) ujar batinku bertanya penasaran sembari menoleh menatap Zien.
"Baiklah. Lanjutkan pembahasan kalian" ucap dosen tersebut kepada seluruh anggota ukm pers yang ada di dalam ruangan. "Bapak permisi dulu" ujarnya. Kemudian ia berjalan pergi ke arah pintu, lalu keluar dari ruangan.
Setelah itu kami pun kembali melanjutkan pembahasan untuk pemberitaan di ukm pers. Juga membahas sekaligus mengatur soal pemberitahuan yang tadi dosen pembina ini berikan untuk disebarkan di mading kampus sebagai pengumuman. Lalu setelah selesai dari itu, kami pun bubar untuk pulang.
Sebelum pulang, Lourin memanggil ke arahku. "Frenia" panggilnya. "Semoga betah ya di UKM ini. Minggu depan jangan lupa datang lagi ya!" ujarnya dengan senyuman manis yang ramah.
Aku menoleh dan melihat ke arahnya. "Ah.. Oke. Makasih" ucapku ragu tapi berusaha untuk terlihat biasa saja. "Mohon bantuan kedepannya. Lourin"
"Iya. Kalo ada apa-apa tanya aja padaku. Atau ke anggota pers yang lain juga" ucap Lourin dengan senyuman manisnya. "Sampai jumpa" ucapnya ramah yang kemudian ia pergi bersama dengan Syailla untuk pulang.
"Oke" ucapku. Aku memperhatikan Lourin yang kini pergi berjalan bersama Syailla duluan di depan sembari berjalan bersama Zien. Rasanya kulihat Lourin semakin cantik daripada waktu SMA, meskipun daridulu ia sudah terlihat cantik. Aku pun jadi teringat kenangan masa-masa awal SMA saat aku menyukainya. Dan juga ketika aku menyatakan perasaanku padanya..
<–Flashback On–>
Ketika kelas 1 SMA saat jam pulang sekolah, aku sedang nongkrong bersama dengan beberapa temanku di pojok luar kantin dekat parkiran seperti biasa tempat kami sering nongkrong.
"Eh Ref gebetan lu lewat tuh cuk!" ujar salah satu temanku sembari sebelah sikunya menyikut lengan kiriku. Dia adalah Andi.
Aku melihat ke arah orang yang ditunjuk Andi. Kemudian aku melihat Lourin, cewek yang kutaksir di SMA ku. Dia adalah cewek cantik dengan sedikit wajah kebulean dan termasuk anak pintar di kelasnya. Kami beda kelas, tapi diam-diam aku sering memperhatikannya dari semenjak awal masuk SMA ini. Aku tidak terlalu dekat dengannya, tapi kadang kami juga mengobrol sesekali saat bertemu, berbalas chat, dan juga komen di media sosial.
"Sono deketin lahh. Katanya lu mau nembak!" ujar temanku itu sambil tersenyum jail.
"Iye iye. Bacot lu Ndi!" ujarku sambil menoleh ke arah temanku itu. Sejujurnya aku ragu untuk menyatakan perasaanku pada Lourin. Aku tak yakin siap mendengar apapun jawabannya. Tapi hari ini aku ingin memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku padanya.
Aku pun kemudian berjalan mendekati Lourin. "Em.. H-hai Lourin" sapaku ragu ke arah Lourin sambil melambaikan sebelah tanganku sekilas padanya.
"Ceileh pake malu-malu. Jaim amet depan gebetan" ujar temanku itu tadi yang masih dapat terdengar olehku.
"Sabar bro. Kita liat reaksinya" ujar temanku yang lain. Dia adalah Reza. "Apakah dia bakal berhasil, atau gagal dalam menyatakan cinta? Tsahh"
"Taruhan ayok" ujar temanku yang lainnya lagi, Tomi. "Gua rasa sih dia bakal ditolak"
"Jangan gitu bro. Doain temen kita diterima lah. Siapatau bisa masuk PNS–Eh maksudnya siapatau bisa dapet Pasangan" ucap Reza. "Kan kalo diterima, gue bisa mintain PJ"
"Oiya betul juga lu! Moga diterima. Biar gua bisa minta traktiran ke Refki. Ahay mayan!" cengir temanku yang menyikutku tadi, Andi.
((Bacot banget temen-temen anying!! Ntar omongan lu pada bisa kedengeran Lourin goblok!!)) umpatku dalam hati ke arah para teman-teman laknatku itu.
"Eh. Hei Refki! Ada apa?" ujar Lourin begitu melihatku dan menghampiriku juga.
"Oh nggakpapa sih. Cuma pengen nyamperin aja" ujarku ragu. "Bukan. Ee.. Gini Rin. Sebenernya.. Gua itu selama ini suka sama lu. Lu.. Mau nggak kalo jadi.. Pacar gua?" ujarku yang memberanikan diri untuk akhirnya mengungkapkan perasaanku pada Lourin meskipun sebenarnya belum siap mendengar jawaban.
Lourin tersenyum ke arahku. "Maaf. Tapi aku udah punya pacar" jawab Lourin.
"Oh? ..Oke.." ujarku sedikit menunduk kecewa. ((Oh.. Jadi udah punya pacar ya ternyata..?)) ucap batinku sedikit sedih karena ternyata dia sudah ada yang memiliki.
"Lagipula, aku hanya menganggapmu teman. Jadi kita cukup temenan aja ya" ujar Lourin dengan senyuman manis.
Jlebb. Entah kenapa seketika rasanya jantungku merasa sesak seperti ditusuk ketika mendengar kata 'hanya menganggap teman'.
((Bukannya wajar gua cuma dianggep temen? Setidaknya masih dianggep temen kan daripada nggak dianggep temen sama sekali? Tapi kenapa rasanya sakit ya..?)) ujar batinku. "Oke. Gapapa kok" ujarku sedikit mengangguk dan menutupi rasa kekecewaan dengan senyuman tipis.
"Yaudah. Nggak ada lagi yang mau dibicarain kan? Kalo gitu aku duluan ya, Refki. Bye" ujar Lourin melambaikan sebelah tangannya lalu berjalan pergi.
Aku hanya terdiam karena perasaanku masih belum bisa dikompromi. ((Jadi gini ya rasanya ternyata cuma dianggep temen sama orang yang disukain..?)) ujar batinku. Seketika para temanku pun datang menghampiriku setelah Lourin pergi.
"Woahh. Sabar ya bro! Ditolak!" ujar Andi sambil sebelah tangannya mengacak belakang rambutku dari samping belakangku.
"Udah gua duga lu bakal ditolak. Taruhan gua menang coy!!" ujar salah satu temanku yang ngajak taruhan justru malah senang, Tomi. "Bayar sini kalian!" ucapnya kepada temanku yang lainnya.
"Anjing lu Tom! Gua lagi sedih ini ditolak. Malah dijadiin taruhan! Goblok lu!" ujarku ingin menonjok temanku barusan itu.
"Tenang aja bro. Ditolak emang sakit. Tapi lebih sakit lagi kalo diputusin. Apalagi diputusinnya dengan alasan 'Kamu terlalu baik buat aku' atau alasan klise 'Kita udah nggak cocok lagi'. Behhh" ujar Reza.
"Anjay. Pengalaman banget tuh gan kayaknya" ledek Andi ke Reza.
"Iyalah! Kalo ditolak, setidaknya lu emang belum merasakan saling menjalin cinta sama orang itu. Kalo udah sempet jadi pacar trus diputusin. Lebih sakit bro! Sakitnya itu membekas oleh kenangan masa-masa lalu ketika bersamanya coyy!" ujar Reza.
"Iya juga sih.. Mungkin lu ada benernya, Za" ujarku jadi sedikit lebih terhibur oleh perkataannya Reza. "Tapi tetep aja nyesek bre"
"Sans. Gua yang pernah merasakan keduanya aja santuy tuh" ujar salah seorang temanku yang tiba-tiba datang menghampiri kami. Dia adalah Adit.
"Wah pakar percintaan dateng nih! Ngeri ngeri" ucap Tomi ke Adit.
"Lu mah beda cok. Emang playboy kelas cebong lu mah!" ucap Andi meledek Adit.
"Si kuntul. Mana ada gua playboy!" ucapnya ke arah Andi. "Tapi nih ya. Kalo lu ditolak atau diputusin, yaudah move on aja. Masa muda gausah terlalu dibawa serius! Mungkin jodohnya belum ketemu aja, makanya wajar kalo bukan si orang itu yang bersama lu" ujar Adit dengan nada seperti memberi petuah.
"Si sepuh bisa ae lu bikin orang ngarep" ucap Tomi. "Cariin gua jodoh juga dong puh!" cengirnya.
"Yekali. Sepuh apaan! Gua aja masih belum ketemu jodoh gua!" ucap Adit ke Tomi.
"Lah itu kan bukannya yang anak SMA sebelah ada yang pacar lu?" tanya Reza ke Adit.
"Dah putus bre. Dia lebih milih yang duitnya lebih banyak dari gua. Tae!" ucap Adit.
"Awkwk sabar ya gan!" ledek Andi. Begitupula Tomi dan Reza yang ikut menertawai Adit.
Aku pun sedikit terhibur dengan curhatan para teman-temanku itu. Setidaknya itu sedikit mengurangi kesedihanku yang baru ditolak.
Walaupun aku masih merasa menyukai Lourin, tapi setelahnya aku memutuskan untuk move on meskipun kadang masih suka memperhatikannya sesekali. Sampai akhirnya, saat naik kelas dua aku dekat dengan cewek lain, yaitu salah satu adik kelasku yang satu ekskul denganku. Aku kemudian mencoba menembaknya, dan diterima oleh orang itu. Dan aku bisa move on dari Lourin setelah berpacaran dengan orang itu.
<–Flashback Off–>
"Kau kenapa?" tanya Zien yang kemudian menyadarkanku dari lamunan masa laluku ketika mengingat Lourin. "Diem aja dari tadi. Kau sakit?"
Aku pun tersadar kini sudah berada di dalam mobil menuju arah pulang. "Oh enggak. Cuma teringat sesuatu aja" ujarku menatap depan. "Kenapa?" tanyaku menoleh ke Zien.
"Oh. Apa karena bertemu Lourin yang juga teman lama-mu di SMA mu dulu?" ucap Zien sembari menyetirkan mobilnya.
"Kok tau?" ujarku sedikit terkejut.
"Kau sendiri yang tadi bilang satu SMA dengannya" ucap Zien sambil masih fokus menyetir. "Wajar bila kau jadi teringat kenangan masa lalu. Apalagi.. Kalau kau punya kenangan 'spesial' bersama orang itu"
"Ya bisa dibilang begitu.." ujarku pelan. "Btw soal kasus yang dibahas di ukm pers tadi.. Apa ada kaitannya sama info yang lu cari?" tanyaku menatap Zien.
"Sepertinya tidak. Tapi mungkin saja bisa ada kaitannya" ucap Zien yang kini mobilnya akan memasuki gerbang rumahnya. Gerbang rumahnya terbuka secara otomatis yang dibuka oleh Zien dengan kunci otomatis seperti remote control untuk membuka gerbang rumahnya. "Apa kau menemukan keanehan dalam kasus tersebut?" tanya Zien sambil memasuki gerbang lalu memarkirkan mobilnya. Pintu gerbang pun tertutup dan terkunci secara otomatis dengan menggunakan kunci otomatis tersebut.
"Entahlah. Sejauh ini clue nya belum terlalu jelas. Tapi.." ujarku sambil membuka seatbelt. "Sepertinya ada sedikit hal yang mengganjal"
"Kau merasakan hal yang mengganjal? Apa itu?" tanya Zien menoleh padaku.
"Itu.. ((Leia pernah bilang kasus sebelumnya orang yang mati anak dari Fakultas Hukum. Sekarang pun juga dari Fakultas Hukum..)) pikirku dalam batin. "Kayaknya gua harus omongin ini sama Leia dulu. Juga.. Gua masih penasaran apa yang diliat Leia waktu ngeliat masa lalu Reno tadi" ucapku menatap Zien.
"Kau curiga dengan Reno?" tanya Zien menatapku.
"Entah. Dia bisa jadi salah satu tersangka. Walaupun emang bener bukan dia pelakunya, tapi dia salah satu orang yang paling bisa jadi clue sekaligus mungkin sebenernya dia ada tau sesuatu hal dibalik itu" ucapku berfikir. "Tapi yang justru perlu juga diselidiki adalah teman-temannya yang waktu itu ikut liburan bareng Reno dan si korban"
"Kau benar" ucap Zien. "Kalau gitu, aku akan coba cari tau data tentang mereka" Zien lalu tersenyum tipis menatapku.
Aku dan Zien kemudian keluar dari mobil, lalu masuk ke dalam rumah. Kami kemudian memasuki kamar kami masing-masing. Aku membersihkan diri, kemudian berganti pakaian menjadi pakaian santai di rumah.
"Haah" ujarku sambil merebahkan diri ke atas kasur setelah berganti pakaian. "Nggak nyangka ternyata Lourin sekampus sama Zien juga disini" gumamku sambil menatap langit-langit kamar. "Eh iya dia masuk jurusan apa ya? Gua belum tau" pikirku karena tadi belum mengetahui Lourin masuk jurusan apa.
"Ah bodo lah. Lagipula gua udah lama move on!" ujarku sambil kemudian menatap hp ku yang ku pegang di tangan kananku. Aku melihat ada pesan masuk di DM dari Yura. "Lebih baik sekarang gua mikirin Yura" gumamku dengan sedikit senyuman tipis. Aku pun membalas pesan Yura di DM.
"Oh iya! Apa gua tanya Yura sekalian soal hal itu?" pikirku sambil beralih ke posisi duduk. "Tapi aneh nggak ya kalo gua tiba-tiba tanyain soal Lena ke dia? Apa entar aja gua tanyainnya secara langsung?"
Tak lama setelah itu, aku kemudian keluar dari kamar dan turun untuk makan. Tapi saat di lantai bawah, kulihat Zien sedang duduk di sofa ruang tengah sambil fokus memainkan Tablet nya.
"Aku menemukan beberapa data tentang mereka" ucap Zien yang sambil fokus menatap Tablet nya. Kemudian ia menatap ke arahku dengan senyuman tipis.
To be continued..