Chereads / Highschool of Genius (Versi Indonesia) / Chapter 20 - BAB 19: Ujian Akademis, Berakhir!

Chapter 20 - BAB 19: Ujian Akademis, Berakhir!

Ujian hari kedua akan segera dimulai, beberapa siswa kelas 1-E sudah berada di kelasnya dan menunggu pak Smith datang untuk memberikan soal ujian.

"Satomi, bagaimana nilai mu?"

Seperti biasa, Fisa datang dan mendekati ku, dia juga mengajakku untuk berbicara.

"Biasa saja, tidak ada yang bagus, tapi aku berhasil menghindari pengurangan point."

"Baguslah! Kau tahu? Aku berhasil mendapat nilai 86 dari ujian mata pelajaran Olahraga kemarin! Aku senang karena usahaku untuk belajar dengan keras tidak sia-sia."

Seperti yang sudah kuduga, Fisa mendapatkan nilai yang bagus di ujian mata pelajaran Olahraga.

"Itu hasil yang baik, bagaimana dengan yang lainnya?"

"Tidak ada masalah. Berkat Lina, aku bisa memahami beberapa materi yang diberikan. Tapi bukankah ujian Matematika kemarin terasa sangat sulit? Bahkan Lina berkata kalau soal yang diberikan itu bukan untuk anak SMA."

Apakah pertanyaannya benar-benar sesulit itu?

Entahlah, kupikir itu hanya soal tingkat rendah hingga menengah, tapi ternyata mereka juga terlihat kesulitan mengerjakannya.

"Begitu ya? Lalu bagaimana dengan ujian Bahasa Inggris?"

"Kalau itu, sih. Entah kenapa soalnya terasa mudah, lagipula kebanyakan dari pertanyaannya hanya berupa grammar."

"Ya, kupikir juga begitu."

"Satomi, berapa semua nilai yang kau dapat kemarin?"

"Umm ... untuk Matematika 51, Olahraga 60, dan Bahasa Inggris 55. Yah, walaupun rendah, setidaknya aku bisa menghindari pengurangan point. Bagaimana denganmu, Fisa?"

Saat aku hendak tidur kemarin, tiba-tiba ponsel ku berbunyi dan aku pun langsung mengeceknya.

Ternyata itu adalah notifikasi dari pihak sekolah yang memberitahu nilai yang kudapat dari ujian akademis tadi.

Untuk hasilnya, itu sesuai dengan yang aku duga.

Kupikir aku bisa mendapat berapapun nilai yang aku inginkan, kira-kira seperti itulah jika ujian seperti ini diadakan lagi.

Bukannya aku meremehkan sekolah ini, tapi aku merasa kalau akulah yang diremehkan oleh sekolah ini.

Mereka memberikan soal yang sangat mudah hingga aku berpikir kalau itu adalah soal jebakan.

Entahlah, aku tidak ingin memikirkannya lebih jauh.

"Ya, kalau aku sih. Olahraga 86, Matematika 53, dan Bahasa Inggris 70."

"Kurasa nilai mu baik-baik saja. Kecuali Matematika, kau hampir mendapat pengurangan point."

"Tapi nilai mu tidak baik-baik saja! Kenapa nilai yang kau dapat begitu rendah? Bahkan Matematika hanya mendapat nilai 51, itu lebih hampir dari aku!"

Fisa terlihat khawatir dengan nilai ku.

Tapi bagaimana aku harus memberitahunya?

Haruskah aku jujur kalau aku bisa mendapat berapapun nilai yang aku inginkan?

Tidak, sebaiknya tidak dulu untuk sekarang.

"Yah, kurasa yang terpenting adalah tidak terjadinya pengurangan point diantara kita."

"Kau memang benar, tapi bagaimana dengan hari ini? Apa kau yakin bisa mendapat nilai diatas 50?"

"Entahlah, tapi aku akan berusaha."

"Maaf, Satomi. Ini salahku."

Kali ini wajahnya terlihat murung setelah meminta maaf padaku.

"Kenapa kau meminta maaf?"

"Karena keegoisanku, kau harus mengikuti kelompok belajar ku, apalagi kau hanya banyak diam saat berada di kelompok belajar kemarin."

"Begitu ya? Tapi itu bukan salahmu, jadi jangan menyalahkan diri seperti itu."

"Tidak, ini salahku. Kau tahu? Mungkin kau tidak bisa fokus belajar karena memaksakan diri untuk ikut kelompok belajar. Kupikir kau tipe orang yang suka belajar sendirian."

Aku sedikit bingung dengan apa yang harus kukatakan sekarang.

Padahal aku berhasil mendapat nilai yang aku inginkan, tapi kelihatannya itu masih terlalu rendah di mata Fisa.

Ah, aku punya satu hal yang ingin kukatakan.

"Fisa, daripada memikirkan tentang itu. Apa kau mau mendengar satu hal yang menarik?"

"Hal menarik? Apa itu seperti menyontek atau sebagainya?"

"Tidak, bukan seperti itu. Sebelum aku mengatakannya, bisa berjanji padaku kalau kau tidak akan membongkarnya?"

"Ya, kau bisa percaya padaku."

Walaupun aku mencintainya, tapi aku belum bisa mempercayainya sepenuhnya.

Jadi aku hanya akan membongkar satu nilai ujian yang ingin kudapatkan.

"Aku akan mendapat nilai 70 di ujian mata pelajaran Biologi hari ini."

"Eh, bagaimana caranya? Bahkan kita belum melakukannya hari ini."

"Maaf, itu tidak akan kuberitahu."

"Eh, kenapa? Tolong beritahu aku!"

Fisa memegang kedua bahuku dengan tangannya seolah-olah sedang memaksa ku untuk memberitahunya.

Dia juga menggoyangkan bahuku beberapa kali.

Tepat pada saat itu juga, pak Smith datang dengan lembaran kertasnya, membuat seluruh siswa di dalam kelas berhamburan untuk duduk di bangku mereka masing-masing, termasuk Fisa.

"Terserahlah, aku tunggu nilai 70 nya!"

"Ya."

"Selamat datang di hari kedua, kali ini kalian akan menyelesaikan ketiga sisa mata pelajaran yaitu Biologi, Kimia, dan juga Fisika. Kuharap kalian mendapat hasil yang baik, aku ucapkan selamat bagi yang terbebas dari pengurangan point."

Selesai memberikan sambutan, Pak Smith membagikan selembar kertas ujian pada siswanya termasuk aku.

"Waktunya dua jam. Kerjakan sekarang!"

Yah, hari ini masih berlangsung sama dengan kemarin.

Jumlah soal yang diberikan pun masih sama, yaitu 100 soal, dan tentu saja satu soal bernilai satu.

Aku akan menentukan nilai yang ingin kudapatkan sekarang.

Biologi, 70.

Kimia, 65.

Fisika, 65.

Mungkin seperti itu saja.

Padahal aku ingin semuanya mendapat nilai 65, tapi apa boleh buat, aku sudah mengatakan pada Fisa kalau aku akan mendapat nilai 70 pada ujian Biologi.

Setelah 6 jam berlalu, pada akhirnya ujian akademis berakhir setelah kami menjalaninya selama dua hari.

Aku tidak mengalami kesulitan sedikitpun, tapi aku khawatir dengan nilai yang didapat oleh Fisa.

Tidak, kurasa Fisa akan aman-aman saja mengingat dia mendapat nilai yang cukup bagus kemarin.

"Kerja bagus, kalian semua! Kuharap kalian mendapat nilai yang memuaskan. Sebelum aku pergi, kuharap kalian sudah mempersiapkan diri untuk ujian atletik besok. Baiklah, sekian untuk hari ini, terima kasih!"

Selesai dengan kata-katanya, Pak Smith pergi keluar kelas sambil membawa lembaran kertas ujiannya.

"Satomi, menurut mu bagaimana hari kedua ini?"

Kini Fisa kembali mendatangi dan berbicara padaku.

"Yah, tidak ada hal khusus."

"Kau yakin bisa mendapat nilai 70?"

"Kenapa kau begitu ragu?"

"Bukannya aku ragu, sih. Tapi nilai yang kau dapat kemarin itu hampir saja."

"Fisa, ingin ikut bersama kami?"

Saat kami sedang berbicara, Lina tiba-tiba ikut datang bergabung dan berbicara.

"Ya, aku akan ikut. Tapi biarkan aku berbicara dengan Satomi terlebih dahulu."

"Kenapa tidak ajak dia saja untuk bergabung? Satomi, kau mau ikut kan?"

"Eh, aku?"

Aku tidak tahu mereka ingin pergi kemana, tapi aku rasa Fisa akan berkumpul bersama dengan kelompok belajar kemarin.

"Ya, ikut kan?"

Lina kembali menegaskan.

"Ayo kita bersenang-senang, Satomi!"

Fisa juga terlihat sangat bersemangat.

Melihatnya yang seperti ini, aku jadi tidak bisa menolaknya.

"Ya, aku akan ikut."

"Terima kasih, Satomi! Aku sangat senang karena kau ikut bergabung."

Dengan senyumannya yang manis itu, Fisa berhasil membuat suhu tubuhku naik dengan sendirinya.

"Baguslah, kalau begitu kami akan menunggu kalian di H's Cafetaria."

"Ya, tunggu saja!"

Selesai memberikan tempat mereka akan berkumpul, Lina pergi meninggalkan aku dan Fisa.

"Ayo pergi, Fisa?"

Aku mengajaknya.

Tapi saat aku berjalan, dia masih diam ditempat.

"Ada apa, Fisa?"

"Satomi, kau ingat janji kita kemarin?"

"Janji?"

"Ja-jangan bilang kau melupakannya?"

Tunggu sebentar.

Aku berusaha mengingat janji yang Fisa maksud.

Oh, aku sudah ingat sekarang.

Sebelum kami melaksanakan ujian akademis, Fisa memaksaku untuk berjanji satu hal.

Jika dia tidak mendapatkan pengurangan point apapun saat ujian akademis, aku harus mengelus kepalanya.

Aku tidak tahu kenapa dia meminta itu, tapi kurasa tidak ada salahnya jika aku harus menepati janjinya.

Lagipula aku juga merasa senang jika bisa mengelus rambut peraknya itu.

Janji.

Seseorang yang disebut manusia akan saling membantu satu sama lain dan membuat janji agar tidak saling mengkhianati.

Ini semua tentang kepercayaan, sebagai sesama manusia yang sudah saling berjanji, mereka harus menepatinya.

Saat hasilnya sudah diumumkan nanti, kuharap Fisa tidak mendapatkan pengurangan point satu pun.

Dengan begitu, aku akan segera bisa menepati janjinya.

Sepertinya Fisa sudah percaya padaku, jadi aku juga harus bisa percaya padanya tanpa meragukannya lagi.

"Aku tidak melupakannya, jadi ayo kita pergi!"

"Hehe, aku sangat senang!"

Kemudian kami berdua pun bergegas pergi ke H's Cafetaria agar mereka tidak lama menunggu.