"Apa itu terlalu berat? Selesaikan sekarang jika tidak ingin mendapat pengurangan point!"
"Apa maksud mu, Pak Smith? Bukankah kau bilang aku boleh menyicilnya tadi?"
"Ya, memang, tapi jam olahraga untuk jogging akan segera habis, jadi selesaikan secepat mungkin!"
"Baiklah."
Aku tidak menyangka kalau aku hampir mendapat pengurangan point.
Sebelumnya Pak Smith mengatakan kalau aku bisa menyicilnya sampai jam pelajaran olahraga habis, tapi ternyata aku salah perkiraan.
Jam pelajaran dihitung berbeda saat ini, jadi saat mereka selesai jogging, waktunya akan habis dan diganti dengan jam pelajaran baru.
"Bagaimana, Fisa? Apa kau sanggup?"
Aku bertanya pada Fisa yang berada di sebelahku.
"Tidak ada masalah, jadi ayo kita selesaikan sekarang."
"Ya."
Karena aku dan Fisa tidak ingin mendapat pengurangan point, jadinya kami harus menyelesaikan hukumannya secepat mungkin sebelum yang lainnya selesai jogging.
Aku melakukan push up beberapa kali sama seperti tadi, begitu juga dengan Fisa yang melakukan loncat bintang.
Kami terus melakukannya hingga di hitungan terakhir.
"Kerja bagus ... Fisa, Satomi! Kalian bisa jogging bersama mereka dengan sisa waktu beberapa menit."
"Baik!"
Kini kami berdua telah selesai menjalani hukumannya dan benar-benar terhindar dari pengurangan point.
Kemudian Pak Smith menyuruh aku dan Fisa untuk ikut bergabung dengan yang lainnya selama sisa waktu yang ada.
"Cukup semuanya, silahkan berbaris dalam waktu satu menit!"
Padahal aku dan Fisa baru saja melakukan jogging, tapi Pak Smith sudah menyuruh semuanya untuk berbaris.
Atas perintah Pak Smith itulah, teman sekelas ku langsung berbaris dan mengikuti perintahnya, termasuk aku juga.
"Terima kasih karena sudah berkumpul! Seperti yang kalian ketahui kemarin, ujian atletik ditunda karena masalah internal dari pihak sekolah, jadi sebagai gantinya kalian diberi waktu untuk berlatih sebelum menjalani ujian atletik. Untuk hari ini, kita akan berlatih berlari 100 meter satu persatu dan aku akan mencatat waktunya. Tapi sebelum itu, kita harus melakukan pemanasan terlebih dahulu."
Selesai dengan penjelasannya, Pak Smith mulai menatap siswanya satu persatu, lalu tak lama kemudian dia mulai membuka mulutnya.
"Danna, bisa maju ke depan?"
"Eh? Aku?"
Tentu saja Danna terkejut karena tiba-tiba dipanggil ke depan oleh Pak Smith.
"Ya, maju ke depan! Kau harus memimpin pemanasan untuk hari ini."
"Tapi aku tidak tahu gerakannya."
"Tenang saja, kau hanya perlu mengikutiku, jadi bisa maju sekarang?"
"Baiklah."
Tidak memiliki alasan lagi untuk menolak, pada akhirnya Danna mengikuti perkataan Pak Smith dan mulai bergerak maju ke depan.
"Harap ikuti pemanasan dengan baik agar tidak ada yang cedera!"
Seperti itulah, Pak Smith mulai menggerakkan tubuhnya untuk melakukan pemanasan yang kemudian diikuti oleh teman sekelas ku.
Jika jam pelajaran olahraga selanjutnya adalah lari 100 meter, maka aku dapat menebak apa saja yang akan dilakukan saat pemanasan ini.
Untuk pemanasan awal, sudah pasti adalah apa yang dilakukan oleh teman sekelas ku tadi.
Jogging atau jalan cepat, ini adalah salah satu cara mudah melakukan gerakan kardio ringan, menjalankan olahraga yang akan dilakukan namun dalam tempo lebih lambat.
Straight Leg Kicks, gerakan ini dilakukan dengan cara meluruskan kedua tangan sejajar dengan bahu, kemudian tendang salah satu kaki ke atas dan usahakan ujung kaki menyentuh ujung tangan.
Untuk yang lainnya seperti Butt Kicks, High Knees, jalan tentara, Hip Opener, dan terakhir Floor Sweeps.
Dengan melakukan ketujuh gerakan pemanasan itu, paling tidak cedera dapat diminimalisir karena otot-otot tubuh sudah siap untuk berlari.
Setelah puluhan menit melakukan pemanasan hingga ke tahap akhir yaitu Floor Sweeps, akhirnya Pak Smith menghentikan gerakannya dan mulai mengeluarkan stopwatch dari kantong celananya.
"Karena kita sudah selesai melakukan pemanasan, jadi sekarang kalian akan latihan berlari 100 meter di lapangan ini. Dimulai dari ujung sana hingga ke sini, hitungannya adalah 100 meter, kalian mengerti?"
"Ya, kami mengerti!"
Agar Pak Smith tidak marah, mereka mengatakan kalau mereka mengerti dengan lumayan keras termasuk Danna yang masih berada di depan.
Apa aku juga melakukannya?
Tentu tidak.
Suaranya sudah diwakilkan oleh kebanyakan teman sekelas ku, jadi kupikir aku hanya perlu diam.
"Bagus jika kalian mengerti! Sekarang, aku akan memanggil kalian satu persatu untuk berlari dan dicatat waktunya."
Saat Pak Smith akan memanggil mereka untuk berlari, semuanya terdiam dan berharap seolah-olah tidak ingin dipanggil pertama oleh Pak Smith.
"Satomi."
Sudah kuduga, akulah orang yang dipanggil pertama olehnya.
"Ya?"
"Karena tadi datang terlambat, kau harus menjadi yang pertama untuk berlari dan dicatat waktunya. Untuk itu, harap melakukannya dengan benar agar bisa menjadi contoh bagi mereka!"
"Baik!"
"Saat suara peluit terdengar, kau bisa langsung berlari."
"Aku mengerti."
Yah, apa boleh buat, aku hanya bisa mengikutinya.
Aku keluar dari barisan, lalu aku berjalan santai menuju tempat awal ku akan berlari.
Disini aku tidak menggunakan aba-aba apapun dan tetap berdiri sambil menunggu Pak Smith meniup peluitnya.
"PRIIITT!!"
Tak lama kemudian suara peluit terdengar dengan keras dan itu menandakan kalau aku harus berlari hingga tempat yang sudah ditentukan oleh Pak Smith tadi.
Aku pun berlari sambil melihat sekeliling.
Jika dilihat-lihat, lapangan olahraga ini memang terlihat luas dan cocok untuk beberapa orang yang ingin melakukan kegiatan atletik, apalagi susunannya juga terlihat rapi dan mudah dimengerti.
Ah, benar juga.
Berapa waktu rata-rata untuk seseorang yang berlari sejauh 100 meter?
Mungkin sekitar 13-15 detik?
Entahlah, yang terpenting aku harus bisa menutupi kemampuanku.
Aku tidak ingin serius hanya untuk latihan seperti ini, jadi aku harus bisa memperlambat gerakan ku agar waktu yang didapat bisa mengurangi rata-rata.
Anggap saja waktu rata-rata adalah 13-15 detik, jadi aku akan menyelesaikannya dalam waktu 20 detik.
Tidak, kurasa 18 detik saja.
Lalu aku mengira-ngira langkah yang akan kuambil agar waktunya benar-benar menjadi 18 detik.
Saat sudah menemukan langkah yang tepat, aku terus berlari sambil menjaga tempo langkah itu hingga ke garis finish.
"Satomi, selesai di 18,33 detik."
Kupikir aku berhasil melakukannya.
Aku berhasil mengelabui semua orang kalau aku lambat.
Dengan begini kemampuanku masih bisa tertutupi.
"Selanjutnya, Danna!"
Aku mengira kalau Fisa akan menjadi yang selanjutnya, tapi untungnya dia tidak berlari setelah ku karena yang selanjutnya adalah Danna.
Karena aku sudah melakukan apa yang kulakukan, jadinya aku hanya perlu menunggu mereka semua berlari.
Yah, sebenarnya aku tidak peduli dengan mereka.
Aku hanya memperdulikan orang yang kucintai dan kuharap dia bisa menyelesaikannya dengan baik.
"Satomi, kerja bagus!"
Fisa datang mendekatiku.
"Ya, kuharap kau juga."
"Tenang saja, berlari adalah kebiasaan saat menjadi seorang atlet basket!"
"Begitu ya?"
Karena masih menunggu giliran, aku dan Fisa berbicara banyak hal tentang hal sepele, bahkan kami sempat membahas tentang jejak kaki sepatu.
Seperti yang sudah kualami sebelumnya, aku merasa senang saat Fisa berada di dekat ku.
Biasanya aku selalu berbicara satu atau dua kata saja, tapi saat bersama Fisa, aku bisa berbicara banyak hal bahkan tentang hal sepele.
Tidak hanya itu, mungkin karena dia selalu tersenyum saat bersamaku, aku jadi terpikat dengannya.
Jujur saja, senyumannya terlihat sangat manis dan membuat jantung ku berdetak tidak karuan.
"Fisa, giliran mu!"
Saat aku dan Fisa sedang asyik berbicara, tiba-tiba Lina menyela dan mengatakan kalau sekarang adalah giliran Fisa untuk berlari.
Aku tidak tahu sudah berapa orang yang melakukannya, lagipula aku juga tidak peduli.
"Berjuanglah, Fisa!"
"Ya, pastinya!"
Sebelum Fisa pergi berlari, aku sempat menyemangatinya dan dia pun membalasnya sambil menunjukkan senyumannya yang sangat manis itu.
"Satomi."
Lina memanggil ku.
"Ada apa?"
"Apa kau berpacaran dengannya? Kalian selalu terlihat dekat."
"Untuk sekarang, tidak."
"Eh, kenapa?"
"Entahlah, mungkin karena aku merasa tidak layak untuknya. Kau tahu? Aku tidak memiliki kelebihan apapun yang dapat dibanggakan."
Aku tidak ingin Lina mengetahuinya, jadi aku berbohong padanya.
"Ternyata orang sepertimu bisa berpikiran pesimis, ya?"
"Memangnya kenapa?"
"Tidak kenapa-napa, tapi apapun yang terjadi, berjuanglah untuk mendapatkannya!"
"Ya, terima kasih."
Saat dia memberiku semangat, aku hanya bisa berterimakasih padanya.
"PRIIITT!!"
Setelah berbicara singkat dengan Lina, tak lama suara peluit terdengar dan aku dapat melihat Fisa berlari dengan lumayan cepat.
Jika Fisa bisa terus berlari seperti itu, maka dia akan finish di waktu sekitar 15 detik.
Tapi ...
"AGHH!"
Dia terjatuh di tengah jalan.
"Wah, Fisa terjatuh! Satomi, selamatkan dia!"
"Aku?"
"Kita harus mendekat dan melihat keadaannya!"
Itu membuat banyak teman sekelas ku yang mendatanginya, termasuk aku dan Lina.
Lina terlihat khawatir, dan kurasa aku juga merasa khawatir.
Aku tidak tahu ini perasaan khawatir atau bukan, tapi yang pasti aku merasa tidak nyaman saat melihatnya terjatuh.
Melihat Fisa yang sepopuler ini, dadaku terasa sesak.
Kenapa?
Bukankah aku cemburu melihatnya dikerumuni banyak lelaki?
Ah, benar juga.
Aku harus bergerak lebih dulu dari orang itu.
Kemudian dengan menerobos beberapa kerumunan teman sekelas ku, aku mendekati Fisa.
"Fisa, kau baik-baik saja?"
"Sa-satomi? Aku tidak tahu, tapi kakiku terasa sakit."
"Begitu ya?"
Melihatnya terduduk lemas seperti ini, tanpa sadar tubuhku bergerak untuk menggendongnya.
"Sa-satomi?!"
Fisa terlihat terkejut karenanya, tapi aku tidak memperdulikannya dan terus menggendongnya hingga benar.
"Maaf jika kau merasa tidak nyaman, tapi aku harus melakukannya."
"Ka-kau tidak perlu meminta maaf, harusnya akulah yang meminta maaf karena sudah merepotkan mu. Maaf, aku berat kan?"
Saat aku sudah menggendong Fisa seperti tuan putri, aku tidak dapat merasakan beban dari tubuhnya sama sekali.
Aku merasa kalau tubuh Fisa memang ringan, jadi tidak ada masalah saat aku menggendongnya.
Tidak, sebenarnya ada satu masalah.
Saat kulit kami bersentuhan, kewarasan ku hampir hilang, apalagi saat aku mencium bau tubuhnya yang manis ini.
Aku harus bisa tenang, dan aku harus bisa tenang.
Aku harus bisa tenang, itulah yang kupikirkan selama beberapa kali.
"Tidak, kau sangat ringan. Kalau begitu, ayo kita pergi ke UKS!"
Saat aku mendapatkan ketenangan ku kembali, aku mulai bergerak membawa Fisa.
Aku mengabaikan semua tatapan teman sekelas ku dan kembali menerobos kerumunan untuk mendekati Pak Smith dan meminta izin padanya.
"Pak Smith, aku ingin membawa Fisa ke UKS!"
"Pergilah, tapi harap kembali saat selesai mengantarnya!"
"Baik!"
Saat sudah mendapatkan izin dari Pak Smith, aku langsung membawa Fisa menuju ke UKS.