Chereads / Highschool of Genius (Versi Indonesia) / Chapter 24 - BAB 23: Cedera Ringan

Chapter 24 - BAB 23: Cedera Ringan

Jarak antara lapangan olahraga dengan UKS mungkin sekitar 200 meter, jadi aku memerlukan waktu kurang dari 10 menit agar bisa sampai ke sana.

Aku tidak memiliki masalah dengan itu, hanya saja aku yang sekarang sedang menggendong Fisa dengan keadaan yang tidak begitu baik.

Aku tidak bisa menatap wajahnya sekarang, karena dia menenggelamkan wajahnya di dadaku.

Yah, begitulah.

Padahal aku sangat ingin menatap wajah orang yang kucintai, tapi apa boleh buat.

Setelah beberapa menit menggendongnya dan berjalan, akhirnya aku sampai di UKS.

Kupikir UKS sekolah ini akan terlihat mewah, tapi ternyata UKS-nya terlihat biasa-biasa saja.

"Fisa, kita sudah sampai, aku akan menurunkan mu."

"Eh? Ya, turunkan saja, aku sudah siap."

Karena sudah mendapatkan izin dari Fisa, aku pun menurunkannya.

Tentu saja aku menurunkannya secara perlahan agar sakitnya tidak semakin parah.

Saat Fisa sudah turun sepenuhnya dari gendonganku, dengan segera aku mengetuk pintu UKS.

"TOK! TOK! TOK!"

Aku mengetuk pintu UKS sebanyak 3 kali.

"Permisi, apa ada orang?"

Tapi tidak ada jawaban.

"Bagaimana, Satomi?"

Karena tidak ada jawaban, aku mencoba untuk membuka pintu UKS.

Aku tidak ingin Fisa merasakan sakit lebih lama, jadi bagaimanapun aku harus membuka pintunya.

"CLAK!"

Ternyata pintunya tidak terkunci.

"Fisa, ayo masuk!"

"Ya!"

Saat aku dan Fisa masuk ke dalamnya, ruangan ini benar-benar sepi dan tidak ada orang di dalamnya.

Yah, apa boleh buat, aku akan mengobati Fisa dengan kemampuanku sendiri.

Walaupun aku tidak pernah mengobati orang sebelumnya, tapi aku sangat yakin dengan diriku sendiri kalau aku bisa melakukannya.

"Bisa kau duduk di kasur ini, Fisa?"

"Ya, aku bisa."

Sesuai dengan perintah yang kuberikan, Fisa duduk di kasur yang berada di ujung ruangan.

"Tolong tunggu sebentar!"

"Baik!"

Kemudian aku pun menyuruhnya untuk menunggu.

Suasananya agak canggung, tapi untuk sekarang aku tidak bisa memikirkan itu.

Saat ini aku sedang berpikir cara untuk mengobati Fisa.

Aku melihat kotak medis di meja ruangan, jadi aku mengambil dan membawanya menuju Fisa.

Hmm?

Tidak, lupakan saja.

Walaupun aku belum melihat luka yang dialami olehnya, tapi aku yakin kalau aku membawa alat dan bahan yang tepat untuk mengobatinya.

"Apa kakimu masih terasa sakit?"

"Ya, sedikit."

"Bisa perlihatkan bagian yang sakit itu?"

"Ya, baiklah."

Saat aku menyuruhnya untuk memperlihatkan bagian kaki yang terasa sakit, Fisa pun menurutinya dan mulai memperlihatkan kakinya.

Oh, jadi kakinya sedikit terkilir dan bengkak karena terjatuh tadi, tapi untungnya dia tidak terluka sama sekali.

Aku membuka bagian kotak medis lalu mengambil perban elastis dan meletakkannya disamping Fisa.

"Sebelum itu, aku akan mendinginkannya lebih dulu."

"Ya."

Kini aku menuju meja yang diatasnya terdapat sebuah freezer kecil, dan tentu saja isinya adalah es batu yang sudah dibalut dengan kain.

Sebelum aku membalut kaki Fisa yang bengkak, aku harus meredakan nyeri yang dialaminya terlebih dahulu.

Bagiku, es batu memang sangat penting dan terbukti efektif untuk meredakan nyeri seperti bengkak yang dialami oleh Fisa.

Es batu yang dikompres pada bagian yang sakit dapat mengecilkan pembuluh darah yang membesar.

Cairan-cairan akibat peradangan dan senyawa-senyawa proinflamasi pun kemudian akan berkurang.

Hasilnya, nyeri akan menjadi berkurang.

"Fisa, aku akan melakukannya secara perlahan, apa kau siap?"

"Ya, aku siap kapanpun."

Seperti yang diharapkan dari atlet basket, Fisa hampir tidak menunjukkan reaksi apapun saat aku mengompreskan kakinya dengan es batu.

Dirasa sudah cukup dengan kompresan es batu, aku pun kembali meletakkan es batunya di dalam freezer kecil.

"Aku akan membalut kakimu dengan perban elastis sekarang, apa kau keberatan?"

"Tidak, lakukan saja!"

"Baiklah."

Sesuai dengan keinginannya, aku membalut kaki Fisa yang bengkak dengan perban elastis.

Tentu saja, aku melakukannya dengan hati-hati agar dia tidak merasa kesakitan.

Setelah beberapa putaran, kini kakinya yang bengkak sudah tertutupi oleh perban dengan baik.

"Kau masih beruntung karena ini masih termasuk dalam cedera ringan."

"Apa aku masih bisa mengikuti ujian atletik?"

"Ya, tentu saja, tapi dengan catatan tidak memaksakan diri."

Fisa terlihat sedih saat aku mengatakan itu.

"Fisa, kau masih memiliki waktu lima hari untuk memulihkan cederanya. Alasan aku mengatakan hal yang tadi, karena aku tidak ingin kau mengalaminya lagi."

"Ka-kau khawatir padaku?"

"Ya, kurasa."

"Kenapa ragu-ragu?"

"Entahlah, aku juga tidak tahu. Tapi saat melihat mu terjatuh tadi, perasaan tidak nyaman muncul di dalam diriku dan mungkin saja itu adalah perasaan khawatir."

"Kau memang aneh, ya? Sama seperti kakak ku."

"Seperti kakak mu?"

"Ti-tidak ada, lupakan saja!"

Saat aku ingin menanyakan tentang kakaknya, Fisa langsung menyuruhku untuk melupakannya.

Sebenarnya aku penasaran, tapi aku tidak boleh ikut campur dalam urusan keluarganya.

"Fisa, sebenarnya ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu."

"Apa itu?"

Mungkin sekarang sudah saatnya untuk bertanya pada Fisa, yaitu tentang pengurangan point tempo hari yang kulihat melalui ponselnya.

"Bermain ponsel saat guru menjelaskan, kau mendapat pengurangan 30 point, kemudian sama seperti terlambat datang ke sekolah, lalu membuang sampah sembarangan 5 point, dan kalau tidak salah yang terakhir itu memasuki asrama lelaki tanpa izin, kau mendapat pengurangan 20 point. Apa kau benar-benar melakukan semua itu?"

"Y-ya, itu memang benar."

"Kenapa kau melakukannya? Kau ingin dikeluarkan?"

Padahal aku tidak ingin menekannya, tapi aku harus melakukannya apapun yang terjadi.

Hal itu sangat penting agar Fisa tidak ceroboh lagi dan pengurangan point bisa terhindar darinya.

Aku harus melakukannya, itulah yang kupikirkan.

"Ti-tidak, aku tidak ingin dikeluarkan! Tapi kenapa kau mendadak tegas seperti ini? Bukankah kau tidak ada hubungannya?"

"Entahlah."

"Kalau kau tidak tahu untuk apa membicarakan ini denganku, maka jangan ikut campur!"

Yah, Fisa memarahiku kali ini.

Tentu saja, dia terlihat berbeda dari biasanya, itu memang reaksi alamiah untuk mempertahankan diri.

Aku yakin kalau Fisa sedang menyembunyikan sesuatu, dan dia tidak ingin aku mengetahuinya.

Sebenarnya aku tidak peduli dengan itu, tentang apa yang dia sembunyikan.

Tapi demi kebaikannya, walaupun dia akan marah besar, aku harus bisa melawannya.

"Jika kau terus mendapat pengurangan point, maka kau akan dikeluarkan, itulah intinya."

"Memangnya kenapa? Aku masih memiliki banyak point! Lagipula kau tidak ada hubungannya dengan ini!"

Jadi begitu, aku tidak ada hubungannya.

"Fisa, kenapa kau memasuki asrama lelaki? Bukankah rumor aneh akan menyebar jika banyak yang mengetahuinya?"

"Ka-kau tidak perlu tahu, aku memiliki alasan tersendiri!"

"Begitu ya? Lalu, bagaimana jika aku membantumu?"

"Hah?! Apa maksud mu?"

Sebenarnya dari awal, aku sudah tahu kalau Fisa memiliki masalah dengan orang itu.

Aku tidak tahu kenapa dia ingin menyembunyikan masalahnya dariku, tapi aku yakin kalau Fisa memiliki alasan tersendiri sesuai dengan yang dia katakan.

"Orang yang mengganggumu tempo hari, siapa namanya?"

Saat aku bertanya seperti itu, dia terlihat terkejut.

"Ke-kenapa? Eh, apa maksudnya?"

Secara perlahan, kemarahannya mulai mereda.

"Fisa, apa dia orang yang sama?"

"Kau tidak perlu tahu!"

Secara sadar atau tidak sadar, Fisa mulai mengakuinya.

"Baiklah, Fisa. Maafkan aku karena sudah membicarakan hal aneh!"

Karena aku sudah puas dengan jawabannya, jadi aku menutup pembicaraannya dengan meminta maaf.

"Ti-tidak, aku juga minta maaf karena sudah membentak mu tadi! Dan juga, terima kasih karena sudah merawat ku!"

Begitu juga dengan Fisa, dia terlihat merasa bersalah karena sudah memarahiku tadi.

"Aku tidak mempermasalahkannya."

"CLACK!"

Tiba-tiba, pintu UKS terbuka dan sesosok guru perempuan muncul di balik pintu.

Sepertinya dia adalah orang yang menjaga ruang UKS hari ini.

"Maaf, kudengar ada orang yang terluka! Aku terlambat karena memiliki urusan tadi. Coba sini kulihat!"

Guru perempuan ini langsung mendekati Fisa begitu masuk ke dalam ruang UKS, dia juga mengecek bagian kaki Fisa yang terluka.

Aku dan Fisa hanya bisa diam saat melihatnya.

"Wah, lukanya ditutupi dan dirawat dengan baik. Siapa yang melakukannya? Apa itu kau?"

Kemudian dia menatap ke arahku.

"Ya, itu aku."

"Kerja bagus! Sebagai pacarnya, kau sangat bisa diandalkan!"

"Eh-eh?!! Pa-pacar?!"

Saat guru perempuan ini sedang memuji ku, Fisa terlihat terkejut dan mengatakan sesuatu secara terbata-bata.

"Tidak jadi, aku tidak mengatakan apapun. Jadi karena kalian tidak memiliki urusan lagi, bisakah segera keluar dari sini?"

"Ba-baik, maafkan aku!"

"Kau bisa jalan sendiri, Fisa?"

"Ya, mungkin bisa."

"Baiklah. Kalau begitu, kami permisi!"

"Ya, pergilah!"

Walaupun terkesan seperti sedang diusir, aku dan Fisa tetap keluar dari ruang UKS karena memang benar kami tidak memiliki urusan lagi di dalamnya.

"Satomi, kau ingin kembali ke Pak Smith?"

"Ya, bagaimana denganmu?"

"Mungkin aku juga."

"Kalau begitu, ayo kita pergi bersama!"

"Ya!"

Pada akhirnya, kami akan kembali ke lapangan olahraga dan melanjutkan pembelajaran yang diajarkan oleh Pak Smith.

Yah, paling tidak aku harus segera mengatasi satu masalah.

Orang itu, dia adalah orang yang sudah mengancam Fisa, bahkan dia juga telah membuat Fisa mendapatkan pengurangan point.

Tidak hanya itu, sepertinya dia juga mengintip ke bagian dalam UKS dari luar saat aku sedang merawat Fisa tadi, dan kuharap dia tidak mendengar pembicaraan antara aku dengan Fisa di dalamnya.

Lalu apapun yang terjadi, aku harus bisa mengurus orang itu.