Chereads / Highschool of Genius (Versi Indonesia) / Chapter 22 - BAB 21: Jam Olahraga

Chapter 22 - BAB 21: Jam Olahraga

Seharusnya hari ini adalah hari dimana para siswa akan melakukan ujian atletik, tapi karena ada masalah internal dari pihak sekolah, jadinya ujian atletik ditunda dan akan kembali diadakan Senin Minggu depan.

Sebagai ganti atas penundaan itu, para siswa diberi jam pelajaran olahraga selama tiga hari penuh.

Hari ini, aku masih menjalani kehidupan sekolah seperti biasa.

Aku ingin bersantai saja untuk hari ini, karena aku telah menjalani hari-hari sebelumnya dengan berbagai hal merepotkan.

Saat ini aku berada di kelas untuk mengganti seragam wajib ke seragam olahraga.

Sebenarnya aku bisa mengganti di tempat tertutup seperti toilet, tapi aku terlalu malas untuk berjalan ke sana.

"Satomi, ada apa? Dari tadi kau terus menatapku, aku jadi malu karena tatapanmu itu."

Disaat aku sedang menatap wajah Fisa, tanpa sadar aku terpikat pada kecantikannya itu.

Wajah yang putih dan mulus, bulu mata dan alis yang indah, lalu matanya yang berwarna biru itu semakin menambah kecantikannya, ditambah lagi rambut pendeknya yang berwarna perak.

Semua hal itu sangat menarik perhatianku sekarang.

"Maaf, hanya saja kau terlihat sangat cantik hari ini."

"Eh-hehh?! Kau pasti sedang bercanda kan?"

"Tidak, aku serius. Kau sangat cantik hari ini."

"Ke-kenapa kau mengatakan itu dengan mudah?!"

Melihat reaksinya yang seperti ini, Fisa juga mencintaiku kan?

Padahal tadinya aku sangat yakin, tapi beberapa saat kemudian aku jadi ragu.

Apa aku perlu memastikannya lagi?

"Fisa."

Aku memanggilnya.

"Ya?"

"Terima kasih karena selalu berada di dekat ku."

"Seharusnya aku yang bilang seperti itu, dan juga aku berpikir kalau tidak ada yang salah dengan dirimu."

"Begitu ya?"

Aku melihat wajah Fisa yang memerah untuk sesaat lalu mengalihkan pandangan.

Tidak salah lagi.

Tidak, aku harus percaya diri.

Aku dan Fisa memang saling mencintai satu sama lain.

Aku ingin berpacaran dengannya, tapi kupikir tidak perlu terburu-buru, karena aku harus melakukan beberapa hal sebelum itu.

"Maaf menganggu kemesraan kalian, pelajaran olahraga akan segera dimulai. Bisakah kalian segera mengganti baju dan pergi ke lapangan?"

Saat aku sedang berbicara dengan Fisa untuk memastikan satu hal, Danna datang dan menegur kami untuk segera pergi ke lapangan olahraga, setelah itu dia langsung pergi meninggalkan aku dan Fisa.

Kemudian aku pun langsung melepas seragam wajib ku sambil berjalan ke bagian loker belakang kelas, tempat aku menyimpan barang-barang ku termasuk seragam olahraga.

"Satomi, kau mesum!"

"Apanya yang mesum?"

Ah, benar juga.

Aku melepas bajuku dihadapannya.

Aku melakukannya begitu saja.

Kupikir aku cukup beruntung karena hanya ada kami berdua di kelas ini.

Mungkin yang lainnya takut dihukum oleh Pak Smith, jadi mereka langsung segera datang ke lapangan olahraga.

"Kau melepasnya dihadapan ku dan jika-... tunggu, goresan apa yang ada di perutmu itu? Bentuknya seperti cakaran."

Gawat, aku melupakan tentang luka yang ada di perut ku dan membiarkan Fisa melihatnya.

"Oh, ini? Tenang saja, ini hanya luka biasa."

"Apa kau yakin? Kurasa itu bukan luka biasa!"

Fisa terlihat khawatir setelah melihat luka ini.

Yah, ini salahku karena telah membuatnya khawatir.

"Maaf Fisa, kau adalah orang pertama yang melihat luka ini. Sebelumnya aku selalu berhati-hati agar tidak ada yang melihat luka di perut ku ini, tapi entah kenapa kewaspadaan ku menurun sekarang. Jadi, bisa kau rahasiakan ini?

"Aku akan merahasiakannya dengan satu syarat."

"Syarat? Kuharap bukan sesuatu yang merepotkan."

"Mudah saja. Satomi, biarkan aku memegang tubuh mu."

"Kali ini kau yang mesum bukan? Apa tidak ada syarat lain?"

Rasanya memang aneh ketika mendengar syarat dari Fisa, tapi itu juga semakin memperjelas kalau dia memang mencintai ku.

Bukannya aku tidak ingin dipegang olehnya, tapi aku belum tentu bisa menahan diriku.

"Tidak, kau salah paham! Aku hanya ingin memegang goresan di ototmu itu, terutama di bagian perut."

"Otot, ya? Kalau begitu tidak masalah."

"Benarkah? Kalau begitu, permisi!"

Aku mengizinkan Fisa untuk memegang bagian otot perutku, lalu dengan perlahan dia mendekatkan tangan kanannya pada bagian perut ku.

Aku harus bisa menahan diriku, itulah yang kupikirkan.

"Ini keras sekali, apa kau menjalani latihan khusus sebelumnya? Dilihat dari beberapa ototmu, hanya bagian punggung saja yang tidak terlihat. Maaf, apa kau merasa geli?"

"Aku tidak menjalani apapun yang kupikir merepotkan. Untuk bagian geli atau tidaknya, sepertinya tidak."

Yah, syukurlah aku masih bisa menjaga kewarasan ku.

Tangannya yang lembut itu menyentuh bagian perut ku, jadi kurasa itu hal yang wajar jika aku merasa tidak tenang.

"Selain kemampuan akademis, kau juga memiliki fisik yang bagus."

"Fisa, aku ingin segera memakai seragam olahraga ku. Bisakah kau segera memakainya juga? Lalu lepaskan tanganmu yang menghalangiku."

Aku harus keluar dari situasi ini.

"Eh? Ya, maafkan aku. Aku akan melepaskannya."

Untungnya Fisa mau melepaskan tangannya itu.

"Sebagai gantinya, apa kau ingin melihat dan memegang tubuhku juga?"

Tidak, aku tidak boleh melakukannya.

Kurasa Fisa sedang berusaha untuk menggoda ku sekarang.

Yang terpenting, aku harus bisa menahan diriku.

"Itu tidak perlu."

Seragam olahraga telah terpakai.

Tanpa melihat ke belakang lagi, aku berjalan keluar kelas dan berniat untuk pergi ke lapangan olahraga yang berada tidak jauh dari area kelas satu.

Datang terlambat saat jam olahraga bukanlah hal yang baik, apalagi Pak Smith dikenal sangat galak dan menakutkan.

Pak Smith juga terkenal sangat disiplin dan jika ada siswa yang terlambat satu detik saja, maka hukuman pasti diberikan pada siswa yang terlambat itu.

Sejujurnya, aku sedikit tidak menyangka kalau Pak Smith juga harus mengajar tentang atletik.

Yah, aku tidak meremehkannya, apalagi saat melihat tinggi badannya itu.

Kini aku sedang berjalan menuju lapangan olahraga.

Aku melihat semua teman sekelas ku kecuali Fisa sedang melakukan pemanasan yaitu jogging, mereka berlari santai keliling lapangan dengan serius.

Itu karena Pak Smith mengawasi mereka dengan tatapan mengerikannya seperti biasa.

Karena aku terlambat, jadinya aku langsung mendekati Pak Smith dan menyapanya dengan tenang.

"Maaf, Pak Smith. Aku terlambat!"

"Sudah sekitar 7 menit kau terlambat, sebagai hukuman kau harus melakukan push up selama 70 kali!!"

Pantas saja mereka takut, cara bicaranya juga lebih tinggi dari biasanya.

Ditambah lagi hukuman yang harus dikerjakan adalah melakukan push up sesuai berapa menit siswa itu terlambat, lalu dikali dengan 10.

Mereka terlalu takut untuk menolak jika gurunya seperti ini.

"Aku tidak keberatan dengan hukumannya, tapi bagaimana dengan Fisa? Apakah dia akan mendapatkan hukuman yang sama?"

"Jadi Fisa juga terlambat? Biasanya aku memberikan hukuman lompat bintang pada seorang perempuan yang terlambat, itu tergantung berapa menit dia terlambat. Jika 1 menit maka dia akan melakukannya sebanyak 5 kali."

"Terima kasih atas jawabannya. Tapi aku tidak bisa melakukannya 70 sekaligus, bagaimana jika aku menyicilnya?"

"Itu terserah saja, kau harus menyelesaikannya sebelum jam olahraga ini berakhir. Jika tidak, maka pengurangan poin akan terjadi."

Berpura-pura sebagai orang lemah adalah pilihanku saat ini.

Untuk itu, aku harus bisa mengelabuinya dengan baik.

"Maaf, aku terlambat!"

Fisa akhirnya datang menyusul ku ke lapangan olahraga.

"Terlambat 11 menit, hukuman mu adalah melakukan loncat bintang selama 55 kali!"

"Hah, apa?! Itu terlalu banyak!"

"Salahmu sendiri karena terlambat, apa kau ingin mendapatkan pengurangan poin? Dengan begitu kau tidak perlu melakukannya!"

Loncat bintang lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan push up, tapi tetap saja keduanya sama-sama melelahkan jika dilakukan secara terus-menerus.

"Tenanglah Fisa, kita harus menjalani hukuman yang diberikan. Lain kali ayo berusaha agar tidak terlambat lagi."

"Maaf Satomi, ini semua karena aku yang mengajakmu bicara."

"Tidak perlu minta maaf, ayo lakukan!"

"Ya."

Aku dan Fisa akan melakukan pemanasan yang berbeda dari teman sekelas ku yang lain.

Mereka semua kecuali kami berdua melakukan jogging dan lari santai, sedangkan aku melakukan push up dan Fisa melakukan loncat bintang.

Sepertinya mereka akan terus mengelilingi lapangan selama 10 menit karena memang itulah waktu terbaik untuk berlari santai.

Aku mengambil posisi push up dan Elaina bersiap untuk melompat, lalu hukuman pun dijalankan.

"Lakukan dengan benar!"

Pak Smith lebih memperhatikan kami berdua daripada kebanyakan teman sekelas ku yang sedang berlari, padahal banyak dari mereka yang duduk santai di tengah jalan tanpa diketahui olehnya.

Satu kali dorongan, dua kali dorongan, tiga kali dorongan, ..., delapan dorongan, ..., 12 dorongan, ..., dan 20 dorongan.

Selesai sampai situ, aku berpura-pura kelelahan setelah melakukan push up sebanyak 20 kali.

Begitupun dengan Fisa, setelah melihatku berhenti melakukannya, dia juga ikut berhenti di 35 hitungan, artinya perlu 20 kali lagi agar dia bisa menyelesaikan hukumannya.

Aku dan Fisa menjadi pusat perhatian karena hal ini, tapi kupikir menjadi pusat perhatian lebih baik ketimbang mendapatkan pengurangan point.